Anda di halaman 1dari 18

Tips Jual Beli Rumah (Tanah dan Bangunan)

Konsultasi GRATIS silahkan hubungi :


Email :linchenhe@rocketmail.com
(Pasti dibalas, mohon kesabarannya karena berbagai kesibukan)

Quote:Beberapa Hal Penting Sebelum Melakukan Jual Beli Tanah dan Bangunan:
1. Apakah orang yg akan menjual memang benar pemilik (pemegang hak)
Contoh: nama penjual A, tp tertulis di Sertipikat X. Artinya A bukanlah pemilik. Bisa jadi A itu
Ahli Waris X atau A membeli dari X tanpa AJB untuk menghindari Pajak, dll.
2. Apakah anda sebagai calon Pembeli adalah subyek yg diperbolehkan memiliki tanah dan
bangunan tsb?
Contoh: agan adalah WNA atau mempunyai pasangan kimpoi WNA tanpa ada Perjanjian
Pisah Harta, maka agan tidak dapat memilikinya.
3. Apakah anda membeli tanah pertanian di luar wilayah anda.
Contoh: agan di Surabaya pengen beli tanah pertanian di Bali. Maka itu tidak diperbolehkan.
Ada larangan kepemilikan tanah absente.
4. Apakah tanah yg agan beli udah di luar batas maksimum/belum.
Sebab setiap orang maksimum hanya boleh punya sebanyak 5 bidang dengan luas 2 hektar
saja.
5. Apakah jangka waktu hak sudah berakhir atau belum. Sebab untuk SHGB dan SHGU ada
jangka waktunya. Jangan sampai agan membeli tanah SHGB/SHGU dengan kondisi sudah
jatuh tempo.
6. Apakah di atas tanah yg akan agan beli ada hak yg lebih tinggi.
Contoh: agan akan beli tanah SHGB yg di atasnya ada Hak Pengelolaan (HGB dibuat di atas
sebagian tanah Hak Pengelolaan). Maka Penjual dan agan harus izin dahulu kepada
pemegang Hak Pengelolaan tersebut.
7. Apakah rumah yg agan beli pernah menjadi jaminan kredit dan belum dilakukan
penghapusan (roya). Apabila demikian, maka agan harus meminta SURAT ROYA dan SURAT
LUNAS dari Penjual agar nantinya dapat di balik nama.

Quote:Data yang diperlukan untuk Jual Beli:


Data Penjual/Pembeli Perorangan:
1. KTP Suami Istri
Kalau belum menikah/cerai, baik itu cerai hidup/mati, harus meminta Surat Keterangan
belum menikah (lagi) dari Kelurahan
-Untuk Penjual : KTP pasangan diperlukan apabila rumah diperoleh oleh Suami/Istri setelah
Perkimpoian dan tanpa ada Perjanjian Pisah Harta/Kimpoi. Kalo diperoleh sebelum
Perkimpoian/harta warisan, KTP pasangan tidak diperlukan, tetapi kadang PPAT meminta
untuk kelengkapan berkas saja (tidak ikut ttd)
-Untuk Pembeli : hanya sebagai kelengkapan akta.
2. KK
3. Surat Kimpoi (bagi Pembeli untuk mengetahui pasangan kimpoi WNI/WNA)
4. NPWP (untuk byr Pajak)
5. Surat WNI (kalau ada nama asing biasa diminta Kantor Pertanahan)
6. Surat Ganti Nama
*Kalau ada beda antara nama di Sertipikat/KTP/KK/Akta Kimpoi. Kalo cm salah nulis, bisa
minta Surat Keterangan dr kelurahan yg menyatakan bahwa semua nama itu adalah satu
orang yg sama.

Quote:Data Penjual/Pembeli PT (Perseroan Terbatas):


1. KTP Direksi & Komisaris
2. Akta Pendirian & Berita Acara Perubahan Anggaran Dasar sampai terakhir.
3. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM
4. Berita Acara RUPS Luar Biasa untuk menjual (kalo yg dialihkan sebagian besar dari aset PT
alias lebih dari 50%) atau Surat Pernyataan (sebagian kecil dari aset PT)

Quote:Obyek (tanah dan bangunan yang akan diperjualbelikan):


1. Sertipikat Asli (SHM, SHGB, SHGU, dan SHMSRS)*
2. IMB (Izin Mendirikan Bangunan), gak wajib sebenarnya, tapi sewajarnya Penjual sudah
memiliki IMB kalau yg dijual emang ada bangunannya. Masa pembeli yg ngurus IMB? Tp
tergantung kesepakatan Penjual Pembeli, kalo pembeli gak keberatan ya gak masalah.
3. Bukti Setor PBB 5 tahun terakhir.
Kenapa tidak tahun terakhir saja? Sebab kadang kala terjadi kesalahan, bisa ada bukti
setoran PBB tahun terakhir tapi tahun sebelumnya belum bayar/ada tunggakan (aneh kan?
tapi ini fakta). Biasa PPAT yg mengecek apakah ada tunggakan/tidak.
*Selain 4 jenis Sertipikat tersebut, maka bukan Akta PPAT yang dipergunakan, melainkan
Akta Notaris.

Tarif Pajak:
PPH Final = 5% x NJOP/Harga Jual Beli**
BPHTB = 5% x (NJOP/Harga Jual Beli-[NJOPTKP*])
*tiap daerah beda2. contoh di surabaya dikurangin Rp. 75.000.000,00
** Manakah yang dipakai untuk perhitungan Pajak? Seharusnya yg benar adl harga riil jual
beli. Tetapi biasa orang-orang memilih dihitung dari NJOP sesuai SPPT PBB (di sana bisa
diketahui harga per meter persegi di daerah tersebut), krn tentunya harga NJOP lebih rendah
dari harga riil rumah tersebut.

Tarif PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) per bidang sertipikat:


a. nilai sampai dengan Rp 250jt sebesar Rp. 50.000,–
b. antara Rp. 250 jt sampai dengan Rp. 1 Milyar, sebesar Rp. 200.000,-
c. di atas Rp. 1 Milyar sampai denganRp. 10 Milyar sebesar Rp. 2.500.000,-
d. di atas Rp. 10 Milyar sampai dengan Rp. 1 Trilyun sebesar Rp. 25.000.000,-
e. di atas Rp. 1 Trilyun, sebesar Rp. 50.000.000,-

Biaya AJB + Balik Nama (Per Sertipikat) :


Tiap daerah berbeda. Contoh: di Surabaya, biaya AJB + BN minimum antara 3 sampai 3.5
juta. Semakin besar tanah dan bangunannya tentu akan semakin mahal biayanya.

Proses Jual Beli:


1. Checking Asli Sertipikat
Ini proses yg sangat penting karena berkaitan dengan keadaan tanah itu sekarang, apakah ada
sengketa/tidak. Kalau ada sengketa, maka tidak bisa deh dijualbelikan, harus diselesaikan
dulu. Kalau tidak ada sengketa (istilahnya BERSIH), Kantor Pertanahan setempat akan
memberikan semacam stempel yg bertuliskan bahwa Sertipikat tersebut sudah diperiksa dan
sudah sesuai dengan Buku Tanah. Itu artinya Sertipikat tersebut isinya sudah cocok dengan
'catatan' di Kantor Pertanahan. Setiap PPAT pasti melakukan hal ini karena ini sangat
penting. (kecuali PPAT yg 'koboi' alias ugal2an).
Checking kurang lebih 1-5 hari, tergantung kondisi.
Contoh sertipikat bersih:

2. Bayar Pajak Pembeli dan Penjual


Biasanya sih nitip di PPAT nya buat dibayarkan, jd Penjual dan Pembeli gak repot bayar
pajak sendiri.

3. Kalau sudah bayar pajak dan hasil checking sertipikat sudah keluar (bersih), bisa langsung
deh janjian tanda tangan AJB.
Contoh Cover Blanko AJB dan Akta PPAT lainnya:

4. Pas tanda tangan perhatikan isi aktanya, apa aja yg ikut termasuk dijual, mungkin ada air,
listrik brp watt, telpon, dsb.

5. Setelah tanda tangan biasanya Penjual dan Pembeli sama2 ke bank buat transfer duitnya.
Bisa juga pembelinya kasih bukti pelunasan. Lalu barulah Penjual kasih kwitansi lunas.

6. Setelah dibayar lunas, biasa kunci rumah dikasih deh ke Pembeli beserta embel-embelnya
+ kelengkapan surat-surat rumah (PBB, IMB, bukti pembayaran telpon/listrik/air, dsb.)

7. Jangan lupa bayar biaya aktanya ke PPAT, biasa sih 50% 50%. Tergantung kesepakatan
antara Penjual dan Pembeli.

8. Tunggu 2-3 bulan untuk selesainya proses Balik Nama. Biasa kalo sudah selesai ditelpon
deh, agan disuruh ngambil. Kecuali kalo lg rame mungkin lupa, hehehe..

Bagaimana dengan Sertipikat yang dimiliki oleh yg sudah meninggal lalu ingin dijual
oleh anak-anak dan/atau istri/suami almarhum?
1. Buat SKW dulu agar tau siapa AW yang berhak atas semua Harta Warisan Almarhum.
Menunggu kurang lebih 3-4 minggu.
2. Apabila sudah selesai, baru Sertipikat tersebut dapat di Balik Nama ke semua AW. Jangan
lupa bayar Pajak Waris Waris supaya bisa Balik Nama.
3. Kalau sudah selesai dan semua AW sepakat untuk melakukan Jual Beli, maka bisa
dijuallah rumah itu. Kalau hak bagiannya mau dibeli oleh salah satu AW juga bisa, dengan
menggunakan Akta Pembagian Hak Bersama.

Pajak Waris:
BPHTB Waris = 5% x (NJOP-Pengurangan untuk BPHTB Waris)
*Besarnya tergantung daerah masing2. Contoh di Surabaya Rp. 400jt

Mengapa Jual Beli Tanah dan Bangunan harus dibuatkan Akta PPAT?
Sederhananya, supaya Sertipikat tersebut dapat dibalik nama ke atas nama Pembeli. Kalau
cuma buat perjanjian jual beli biasa saja, bukan dgn Akta Jual Beli PPAT, tidak bisa dibalik
nama. BPN/Kantor Pertanaan tidak akan mau.
Kenapa? Karena sudah ketentuannya demikian.
Oleh karena itu apabila ada Penjual yg minta dibuatkan Perjanjian di atas Materai saja, jgn
mau gan. Nanti pas ngurus Balik Nama pasti ditolak. Yang namanya Penjual, habis transaksi
n udah dapet duit, mana mau balik, kecuali emang orangnya punya itikad baik. Yang pasti
bikin repot dikemudian hari gan.

Pertanyaan Seputar Jual Beli Rumah

Quote:Gan, ane mau beli rumah nih.. Tapi luas di Sertipikat koq beda sm luas di PBB aja
yah? Pajaknya ntar ngitung dari PBB yah? Kan lebih murah..
Gak bisa gan, apabila ada perbedaan luas antara PBB dan Sertipikat, maka yg dijadikan dasar
perhitungan ialah luas di Sertipikat, bukan PBB. Kalau agan paksa bayar sesuai luas PBB,
pasti kurang bayar tuh, malah ribet.. PPAT pasti akan menghitung dari luas di Sertipikat..

Quote:Gan, ane mau beli rumah. Tapi rumah yang ane mau beli lagi dijaminkan di Bank X.
Bisa ga ya? Prosesnya gimana? Trus si Penjual juga kagak punya duit buat melunasi
kreditnya dulu. Masa ane bayarkan pake duit ane dulu gan? Ntar habis gw lunasin trus
Sertipikatnya dibw lari gmn nasib ane gan?
Bisa, tapi tentunya sedikit lebih repot. Karena Bank sbg kreditur tidak akan sembarangan
mengeluarkan Sertipikat untuk dichecking (baca penjelasan saya mengenai pentingnya
checking). Selain itu untuk transaksi Jual Beli tidak bisa menggunakan fotocopy, meski itu
fotocopy yg dilegalisir. Cara yg umum dilakukan ialah agan menggunakan PPAT yg memiiki
kerjasama dengan Bank tersebut. Sehingga nanti pihak PPAT yg akan meminjam dari Bank
untuk dilakukan cheking dan akan dikembalikan ke Bank setelah selesai. Ada beberapa bank
yang tidak keberatan dipinjam ke PPAT yg tidak ada kerjasama dengan bank tersebut, tapi
sedikit.
Setelah selesai checking dan dinyatakan bersih, agan bisa langsung ttd AJB, trus ke Bank
(bersama-sama dengan Penjual) untuk melunasi kreditnya dan mengambil Sertipikat dan
berkas-berkas yg berkaitan. Apabila agan kuatir, agan dapat meminta Notaris untuk
membuatkan Surat Kuasa dari Penjual Kepada agan untuk mengambil Sertipikat dan berkas-
berkasnya di Bank (pastikan Bank yg bersangkutan tidak keberatan menggunakan Surat
Kuasa, sebab ada Bank yg tidak mau alais harus Debitur), sehingga setelah agan lunasin
kreditnya, maka agan dapat mengambilnya. Setelah itu agan bawa ke PPAT berkas2nya
untuk diproses Balik Nama.
NOTE: Pastikan bahwa Sertipikat dan berkas-berkas lainnya dapat dikeluarkan pada hari yg
sama pada saat pelunasan. Kelengkapan yg agan perlu minta dari bank yaitu: Surat
Peroyaan (untuk menghapus jaminan) dan Surat Keterangan Lunas. Hal ini digunakan untuk
pengurusan di Kantor Pertanahan.

Quote:Gan, ane mau beli rumah nih, tapi duit ane kurang separuh. Duit ane baru ada 2
bulan lagi, jd rencananya ane mau cicil 2x, Penjualnya jg uda setuju, bisa gak ya gan ttd jual
beli skg? ntar 2 bulan lagi pasti ane bayar sesuai perjanjian..
Kalau Penjual tidak keberatan, tentu tidak masalah. Namun, agan tidak bisa langsung
menantangani AJB dan Balik Nama saat itu, melainkan menandatangani Akta PPJB/IJB (Akta
Perjanjian Pengikatan Jual Beli/Ikatan Jual Beli) dahulu. Nanti pada saat agan sudah bisa
melunasi sisanya, barulah ditandatangani AJB dan diuruskan Balik Nama. Hal ini berkaitan
dengan Prinsip yang ada di dalam Jual Beli Tanah dan Bangunan, yaitu TERANG dan TUNAI.
TERANG artinya dilakukan dihadapan PPAT, sedangkan TUNAI artinya dibayar lunas. Oleh
karena itu, apabila seperti kasus agan, maka dibuatlah PPJB/IJB (tidak lunas) terlebih dahulu.

Quote:Gan, ane mau beli rumah nih, tp di PBB gak keliatan ada bangunannya, cuma keliatan
luas tanah doank. trus ane n penjual jg sepakat gak bilang notarisnya biar pajaknya murah.
gpp kan gan? Pemkot n BPN kan g tau gan.. lumayan gan hemat banyak..
Memang betul PemKot dan BPN gak tau kalo saat itu tanahnya sudah ada bangunannya
atau tidak. Namun, saat ini PemKot gak akan begitu saja percaya melihat PBB agan hanya
tanah kosong doank, kemungkinan besar pasti akan disurvey/ditinjau ke lapangan. ketauan
deh agan kurang bayar pajak. malah agan harus betulin PBB dulu supaya keliatan
bangunannya. untuk pengurusannya memakan waktu cukup lama, oleh karena itu biasanya
dalam praktek terpaksa ttd PPJB/IJB dulu. atau terkadang dimungkinkan untuk menghitung
pajak bangunan dr PBB tetangga sebelah. jd agan bisa bayar pajak. dengan demikian agan
bisa AJB+BN langsung.
Quote:Gan, apa bedanya sih Notaris dengan PPAT? Kadang ada orang beli rumah koq
Aktanya Notaris, tapi kadang PPAT. Yg bener yg mana nih?
Notaris itu Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik, selain yang
berhubungan dengan Hak atas Tanah (SHM, SGHB, dan SHU) atau Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun (HMSRS, biasa disebut Strata Tittle, yang dipake untuk Apartment itu).
Contoh: Akta untuk Perjanjian Kerjasama, Akta untuk Sewa Menyewa, Akta Jual Beli
Bangunan (karena tanahnya sewa dari Negara, jd yg dijual belikan hanya bangunan saja)
Sedangkan,
PPAT itu Pejabat Umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah Susun.
Contoh: Akta Jual Beli, Akta Tukar menukar, Akta Hibah, Akta Pemasukan ke dalam
Perusahaan (Inbreng), Akta Pembagian Hak Bersama, Akta Pemberian HGB/HP atas HM,
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), dan pemberian Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan (SKMHT).
Oleh karena itu, saya menyebut di sini PPAT, bukan Notaris.

Quote:Gan, ane mau beli rumah nih.. Tp biar hemat ongkos ane buat perjanjian jual beli dgn
ttd di atas materai plus diketahui RT/RW/Lurah/Camat + Saksi-saksi aja gmn gan? Udah sah
kan gan?
Jangan gan, gak ada gunanya itu, malah merepotkan agan dikemudian hari. Mending keluar
uang gede dulu sekarang, tapi nanti agan sudah gak kepikiran lagi. Karena jual beli dengan
perjanjian biasa seperti itu tidak bisa dijadikan dasar untuk balik nama. Peraturan
menyebutkan bahwa hanya Akta PPAT yg bisa digunakan untuk proses balik nama. Kalo
ditanya sah atau tidak sih jawabannya sah-sah saja, tapi kalo gak bisa balik nama buat apa
kan.

Quote:Gimana kalo mau beli rumah yg blm ada sertipikatnya, misal Petok D, Letter C, Girik,
dst, apakah bisa ane beli trus dibuatkan SHM/SHGB? Bagaimana langkah2nya? Berapa lama
pengurusan dan biayanya?
Bisa gan, tapi tidak bisa lgs ttd AJB, melainkan Ikatan Jual Beli (Lunas) terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan atas tanah tersebut belum bersertipikat (Petok, Letter, Girik, dst bukan
Sertipikat Hak atas Tanah)
Langkah2:
1.Buat IJB atas tanah tersebut dengan melunasi seluruh harga jual beli kepada penjual. Ini
dinamakan IJB Lunas.
2.Pengurusan penerbitan Sertipikat atas tanah tersebut.
3.Apabila Sertipikat sudah jadi atau NIB (Nomor Identifikasi Bidang) Tanah sudah keluar,
maka selanjutnya tinggal dibuatkan AJB untuk kemudian dilakukan Balik Nama.
*Penjual tidak perlu dihadirkan lagi untuk tanda tangan AJB, karena IJB yang dibuat
sebelumnya sudah lunas. Jadi di dalam IJB tsb telah ada kuasa dari penjual ke pembeli untuk
melakukan Jual Beli (ttd AJB).
4.Jadi deh sertipikat atas nama agan.
IJB dilakukan oleh Notaris, AJB dilakukan oleh PPAT.
Biaya tergantung luas, situasi, kondisi, dan daerah letak tanah agan. Contoh kalo di surabaya
paling murah sekitar 15jt. Estimasi waktu paling cepat 1 tahun.
Quote:Proses pengurusan dari Girik / Letter / Petok dll itu sebenarnya gimana sih gan koq
lama banget?
-rekom lurah dan camat
-tinjau lokasi dan ukur
-penerbitan surat ukur
-pembayaran BPHTB
-Panitia A
-Penerbitan SK Pemilikan Tanah
-Pembayaran Uang Pemasukan ke Negara
-Jadi deh SERTIPIKATNYA.
Step2nya banyak dan terkadang ada hambatan tertentu di tiap step, akibatnya lama banget
deh jadinya..

Daftar Singkatan:
AJB (Akta Jual Beli)
AW (Ahli Waris)
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
BPHTBTKP (Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan Tidak Kena Pajak)
BPN (Badan Pertanahan Nasional)
SHGB (Sertipikat Hak Guna Bangunan)
SHGU (Sertipikat Hak Guna Usaha)
SHM (Sertipikat Hak Milik) HM (Hak Milik)
HP yang berkaitan dengan Hukum Waris (Harta Peninggalan)
HP yang berkaitan dengan tanah (Hak Pakai)
IMB (Izin Mendirikan Bangunan)
KTP (Kartu Tanda Penduduk)
KK (Kartu Keluarga)
NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)
NJOPTKP (Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak)
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)
PPH Final (Pajak Penghasilan Final)
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
SHMSRS (Sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun)
SKW (Surat Keterangan Waris)
Contoh dan Cara Menghitung BPHTB
pada Jual Beli
Mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB diatur dalam UU
No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 (selanjutnya hanya
disebut UU BPHTB), menyebutkan bahwa BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan membayar
BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai pajak pembeli, jika
perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam UU BPHTB, BPHTB dikenakan tidak
hanya dalam perolehan berupa jual beli. Semua jenis perolehan hak tanah dan bangunan
dikenakan BPHTB, diantaranya:

1. Jual Beli
2. Tukar Menukar
3. Hibah
4. Hibah Wasiat
5. Waris
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. Penunjukan pembeli dalam lelang
9. Pelaksanaan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
10. Penggabungan usaha
11. Peleburan usaha
12. Pemekaran usaha
13. Hadiah
14. Hasil Lelang Non Eksekusi

BPHTB dalam Jual Beli

Untuk peralihan hak berupa jual beli, pajak dikenakan kepada kedua belah pihak baik kepada
penjual ataupun pembeli. Kepada penjual dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan pembeli
dikenakan BPHTB, yang besarnya dihitung berdasarkan harga perolehan hak atau Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dalam bahasa sehari-hari NPOP bisa juga diartikan
sebagai nilai transaksi atau nilai kesepakatan harga antara penjual dan pembeli.

Dalam prakteknya nilai NPOP ini bisa lebih besar atau lebih kecil dari Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP). Banyak faktor yang mempengaruhi nilai NPOP, seperti perkembangan yang
luar biasa di suatu daerah dalam waktu singkat sehingga harga tanah meningkat dengan cepat.
Daerah seperti ini nilai NPOP bisa jauh lebih besar dari NJOP.

Sebaliknya ada daerah yang nilai NPOP-nya lebih rendah dari nilai NJOP seperti daerah yang
direncanakan akan dijadikan tempat pembuangan sampah, daerah yang berdekatan dengan
area pemakaman, lokasi yang berada di dekat Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi atau
Sutet, daerah dengan potensi konflik atau sengketa di kemudian hari dan lain-lain.
Jika nilai NPOP lebih besar dari NJOP maka yang dijadikan sebagai dasar pengenaan PPh
dan BPHTB adalah NPOP. Tapi jika NPOP lebih kecil dari NJOP maka yang dijadikan dasar
untuk perhitungan PPh dan BPHTB adalah NJOP.

PPh atas peralihan tanah dan bangunan dihitung sebesar 5 % dari NPOP atau NJOP.
Sedangkan untuk perhitungan BPHTB, NPOP dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) kemudian dikali 5 %.

Besarnya NPOPTKP ini berbeda tiap daerah, sebagai contoh untuk DKI Jakarta NPOPTKP
adalah Rp. 80 Juta sedangkan untuk daerah Bogor, Depok,Tangerang dan Bekasi adalah Rp.
60 Juta. Untuk daerah lain di Indonesia sebaiknya ditanyakan ke Kantor Pajak atau
Pertanahan atau ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) setempat.

Untuk contoh perhitungan bisa dilihat sebagai berikut:

Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dengan data-data sebagai berikut:

 Luas 1.000 m2
 NJOP = 1.000.000,- per meter
 NJOPTKP adalah Rp. 80.000.000,- (DKI Jakarta)
 Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp. 2.000.000,- per meter
 Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 1.000 x 2.000.000,- = Rp. 2.000.000.000,-

Besarnya PPh dan BPHTB adalah sebagai berikut:

 PPh = 5 % x NPOP
 Besarnya PPh = 5 % x Rp. 2.000.000.000,- = Rp. 100.000.000,-
 BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)
 Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp. 2.000.000.000 – Rp. 80.000.000) = Rp.
96.000.000,-
Perhitungan Besaran PBB:
Sebuah rumah dengan bangunan 100 m2, berdiri di atas lahan 200 m2, Misalnya, berdasarkan
NJOP (nilai jual obyek pajak) harga tanah Rp700.000 per m2; dan nilai bangunan Rp600.000
per m2;. Berapa besaran PBB yang harus dibayar oleh pemilik rumah tersebut?

* Harga tanah : 200 m2; x Rp. 700.000       =    Rp    140.000.000
* Harga Bangunan: 100 m2; x Rp600.000    =    Rp      60.000.000
                                                                     ——————– +
* NJOP sebagai dasar pengenaan PBB        =    Rp    200.000.000
* NJOP Tidak Kena Pajak                          =    Rp      12.000.000
* NJOP untuk penghitungan PBB                =    Rp    188.000.000
* NJKP (Nilai Jual Kena Pajak): 20% x Rp188.000.000    
                                                             =    Rp      37.600.000
* Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang :
0,5% x Rp37.600.000                               =    Rp          188.000
* Faktor Pengurangan / Stimulus               =    Rp            15.000
                                                                     ——————-  -
PBB YANG HARUS DIBAYARKAN           =    Rp          173.000
      
      
Perhitungan Besaran BPHTB
Seseorang membeli sebuah rumah di Jakarta dengan luas tanah 200 m2; dan luas bangunan
100 m2;. Berdasarkan NJOP, harga tanah Rp700.000 per m2; dan nilai bangunan Rp600.000
per m2;. Berapa besaran BPHTB yang harus dikeluarkan oleh pembeli rumah tersebut?

* Harga Tanah: 200 m2; x Rp700.000          =    Rp    140.000.000


* Harga Bangunan: 100 m2; x Rp600.000     =    Rp      60.000.000
                                                                    ——————– +
* Jumlah Harga Pembelian Rumah:             =    Rp    200.000.000
* Nilai Tidak Kena Pajak *)                         =    Rp      60.000.000
                                                                     ——————– -
* Nilai untuk penghitungan BPHTB               =    Rp    140.000.000
* BPHTB yang harus dibayar
     5% : 5% x Rp140.000.000                     =    Rp       7.000.000

*) untuk wilayah Jakarta Rp60.000.000, Bogor Rp40.000.000, Tangerang Rp30.000.000 dan


sebagainya. Besaran ini dapat berubah sesuai peraturan pemerintah setempat.
      
Perhitungan Besaran PPh
Seseorang menjual sebuah rumah di Jakarta dengan tanah 200 m2; dan luas bangunan 100
m2;. Berdasarkan NJOP harga tanah Rp700.000 per m2; dan nilai bangunan Rp600.000 per
m2;. Berapa besaran PPh yang harus dikeluarkan oleh penjual rumah tersebut?
Jawab:
* Harga Tanah: 200 m2; x Rp700.000                         =    Rp    140.000.000
* Harga Bangunan: 100 m2; x Rp600.000                    =    Rp      60.000.000
                                                                                    ——————– +
* Jumlah Harga Penjualan Rumah                              =    Rp    200.000.000
* PPh yang harus dibayar 5%: 5% x Rp200.000.000    =    Rp      10.000.000
Biaya-Biaya yang Timbul Dalam Proses
Jual Beli Rumah Second
Dalam proses jual beli property (seperti rumah, tanah dan lain-lain) diperlukan biaya-biaya.
Biaya-biaya tersebut ada yang resmi dibayarkan kepada negara atau pemerintah daerah dan
ada juga biaya untuk pejabat yang melaksanakan jual beli tersebut yang bersifat negotiable.

Biaya yang resmi dibayarkan tersebut seperti PPh, BPHTB, PNBP, sedangkan biaya lainnya
yaitu biaya untuk PPAT dan lain-lain.

1. Pengecekan Sertipikat

Pengecekan sertipikat dilakukan ke kantor pertanahan setempat sebelum proses jual beli
dilakukan. Pengecekan sertipikat diperlukan untuk memastikan bahwa sertifikat tidak ada
catatan seperti blokir, sita atau catatan lainnya. Biaya pengecekan sertifikat ini tergantung
kebijakan kantor pertanahan setempat.

2. Biaya Akta Jual Beli

Kebanyakan PPAT menarik biaya 1 % dari nilai transaksi, tetapi harga ini tidaklah kaku
sehingga klien bisa menawar harga tersebut sepanjang disetujui oleh PPAT.

Biaya akta jual beli ini biasanya dibayarkan secara proporsional antara penjual dan pembeli.
Namun tidak tertutup kemungkinan biaya akta jual beli ini dipikul oleh salah satu pihak
sesuai kesepakatan para pihak.

3. Biaya Balik Nama

Balik nama sertipikat dilakukan di Kantor Pertanahan setempat. Proses balik nama diajukan
oleh PPAT dengan membayar sejumlah biaya sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana
biaya balik nama ini ditanggung oleh pembeli.

4. Biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)

PNBP dibayarkan sekaligus pada saat pengajuan Peralihan Hak atau Balik Nama. Besarnya
PNBP ini 1 0/00 (satu perseribu/permill) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah.

5. PPh (Pajak Penghasilan)

Besarnya PPh adalah 5 % dari besarnya transaksi. PPh di harus dibayarkan sebelum akta jual
beli ditandatangani. Pembayaran PPh dilakukan di bank penerima pembayaran dan kemudian
divalidasi ke kantor pajak setempat. PPh ini merupakan tanggungjawab penjual, tetapi ada
juga proses jual beli yang membebankan PPh kepada pembeli, jika ada kesepakatan
sebelumnya.
6. BPHTB (Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan)

Sama dengan PPh, BPHTB juga harus dibayarkan sebelum akta jual beli ditandatangani.

BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual-beli, melainkan juga terhadap
setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, seperti tukar-menukar, hibah, waris,
pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lainnya.

Pada transaksi jual-beli tanah atau rumah, yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang
pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan itu, yaitu pembeli.
sedangkan untuk proses lainnya seperti pewarisan yang harus membayarkan BPHTB adalah
penerima waris. Jika ahli waris terdiri lebih dari satu orang, cukup dicantumkan nama salah
satu ahli waris saja dengan menambahkan CS di akhir namanya.

Dasar perhitungan BPHTB adalah nilai transaksi atau Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP), kemudian dikalikan 5 %. Besarnya NJTKP berbeda untuk tiap daerah, sebagai
contoh untuk DKI Jakarta besaran NPOPTKP adalah Rp. 80 juta.

Untuk proses perolehan selain jual beli seperti tukar-menukar, waris, hibah, yang menjadi
dasar perhitungan besarnya BPHTB adalah NJOP.

Dimana perhitungan besarnya BPHTB adalah nilai transaksi atau NJOP atau mana yang lebih
besar. Khusus untuk perolehan hak secara waris terdapat pengurangan berupa NPOPTKP
yang lebih besar, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sebagai contoh besarnya NPOPTKP
untuk DKI Jakarta adalah Rp. 350 juta.

Untuk lebih mudahnya dalam proses jual beli, para pihak yang terlibat sebaiknya
mempercayakan semua perhitungan dan proses-proses yang berkaitan kepada PPAT
setempat.
Prosedur dan Syarat Penandatanganan
Akta Jual Beli (AJB)
Menurut UUPA, jual beli adalah proses yang dapat menjadi bukti adanya peralihan hak dari
penjual kepada pembeli. Prinsip dasarnya adalah Terang dan Tunai, yakni dilakukan di
hadapan pejabat umum yang berwenang dan dibayarkan secara tunai. Ini artinya jika harga
yang dibayarkan tidak lunas maka proses jual beli belum dapat dilakukan.
Pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) diangkat
oleh kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Kewenangannya untuk membuat akta-akta
tertentu, seperti Akta Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, Pemberian Hak Bangunan atas Tanah
Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemasukan ke dalam Perusahaan, Pembagian Hak
Bersama dan Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
Sebelum melakukan proses jual beli, penjual maupun pembeli harus memastikan bahwa tanah
tersebut tidak sedang dalam sengketa atau tanggungan di Bank. Jika tanah tersebut sedang
dalam permasalahan maka PPAT dapat menolak pembuatan Akta Jual Beli yang diajukan.

Adapun data-data yang dibutuhkan untuk terjadinya Jual beli adalah sebagai berikut:
1. Data Penjual dan Pembeli
A. Penjual
Data yang perlu disiapkan adalah:
• Foto copy KTP (apabila sudah menikah maka Foto copy KTP Suami dan Istri)
• Kartu Keluarga (KK)
• Surat Nikah (kalau sudah nikah)
• Asli Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dijual meliputi (Sertifikat Hak Milik, Sertifikat
Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun). Selain 4 jenis sertifikat tersebut, maka bukan Akta PPAT yang digunakan melainkan
Akta Notaris.
• Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5 tahun terakhir.
• NPWP
• Foto copy Surat Keterangan WNI/ganti nama (bila ada untuk WNI keturunan)
• Surat bukti persetujan suami istri (bagi yang sudah berkeluarga)
• Jika suami/istri penjual sudah meninggal maka yang harus dibawa adalah akta kematian.
• Jika suami istri telah bercerai, yang harus dibawa adalah Surat Penetapan dan Akta
Pembagian Harta Bersama yang menyatakan tanah/bangunan adalah hak dari penjual dari
pengadilan.

B. Pembeli
• Foto copy KTP (Apabila sudah menikah maka Foto copy KTP suami dan Istri)
• Kartu Keluarga (KK)
• Surat Nikah (kalau sudah nikah)
• NPWP
2. Proses Pembuatan AJB di Kantor PPAT
A. Persiapan
• Sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat
ke kantor Pertanahan.
• Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh, sedangkan pembeli diharuskan membayar
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut:
Pajak Penjual (PPh = NJOP/Harga Jual x 5 %
Pajak Pembeli (BPHTB) = {NJOP/Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5 %
NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak, yakni harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
• Calon pembeli dapat membuat surat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut
maka tidak lantas menjadi pemegang Hak Atas Tanah yang melebihi ketentuan batas luas
maksimum.
• PPh maupun BPHTB dapat dibayarkan di Bank atau Kantor Pos. sebelum PPh dan BPHTB
dilunasi maka akta belum dapat dibayarkan. Biasanya untuk mengurus pembayaran PPh dan
BPHTB dibantu oleh PPAT bersangkutan.
• Mengecek apakah jangka waktu Hak Atas Tanah sudah berakhir atau belum. Sebab untuk
Sertifikat Hak Guna BAngunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) ada jangka
waktunya. Jangan sampai membeli tanah SHGB/SHGU dengan kondisi sudah jatuh tempo.
• Mengecek apakah di atas tanah yang akan dibeli ada Hak yang lebih tinggi. Misalkan, tanah
yang akan dibeli adalah tanah SHGB yang di atasnya ada Hak Pengelolaan (HP). Maka
penjual dan pembeli harus meminta izin dahulu kepada pemegang Hak Pengelolaan tersebut.
• Mengecek apakah rumah yang akan dibeli pernah menjadi jaminan kredit dan belum
dilakukan penghapusan (Roya) atau tidak. Apabila pernah maka harus diminta Surat Roya
dan Surat Lunas dari penjual agar nantinya bisa balik nama.
B. Pembuatan AJB
• Pembuatan AJB harus dihadiri penjual dan pembeli (suami istri bila sudah menikah) atau
orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.
• Dihadirkan sekurang-kurangnya 2 saksi.
• PPAT akan membacakan dan menjelaskan isi Akta. Bila pihak penjual dan pembeli
menyetujui isinya maka Akta akan ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi dan PPAT.
• Akta dibuat 2 lembar asli, satu disimpan oleh PPAT dan satu lembar lain akan diserahkan
ke Kantor Pertanahan untuk keperluan Balik Nama. Salinannya akan diberikan pada pihak
penjual dan pembeli.
C. Proses Ke kantor Pertanahan
Setelah AJB selesai di buat, maka PPAT menyerahkan berkas AJB ke kantor Pertanahan
untuk Balik Nama. Penyerahan berkas AJB harus dilakukan selambat-lambatnya 7 hari kerja
sejak ditandatangani.
Adapun berkas-berkas yang diserahkan meliputi:
• Surat Permohonan Balik Nama yang telah ditandatangani pembeli
• Akta Jual Beli dari PPAT
• Sertifikat Hak Atas Tanah
• Foto copy KTP penjual dan pembeli
• Bukti lunas pembayaran PPh dan BPHTB
Proses di kantor pertanahan adalah sebagai berikut:
• Setelah berkas diserahkan di Kantor Pertanahan, maka akan ada tanda bukti penerimaan
yang akan diserahkan kepada pembeli.
• Nama pemegang hak lama (penjual) akan dicoret dengan tinta hitam dan diberi paraf oleh
Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
• Nama pembeli selaku pemegang hak baru atas tanah akan ditulis pada halaman dan kolom
yang ada pada buku tanah dan sertifikat, dengan pembubuhan tandatangan Kepala Kantor
Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk.
• Dalam waktu 14 hari, pembeli berhak mengambil sertifikat yang sudah balik atas nama
pembeli di Kantor Pertanahan setempat.
3. Tanah Warisan
Apabila suami/istri atau keduanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal
dunia dan ahli warisnya akan melakukan jual beli maka tanah tersebut harus dibalik nama
terlebih dahulu atas nama Ahli Waris. Selain itu, Sebelum melakukan proses jual beli seperti
di atas, data tambahan yang diperlukan adalah sebagai berikut :
• Surat Keterangan Waris
Untuk WNI Pribumi
Surat Keterangan Waris yang diajukan disaksikan dan dibenarkan oleh Lurah yang dikuatkan
Camat.
Untuk WNI keturunan
Surat Keterangan Waris dari Notaris
• Foto copy KTP seluruh Ahli Waris
• Foto copy Kartu Keluarga (KK)
• Foto copy Surat Nikah
• Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda tangan AJB, atau Surat Persetujuan dan kuasa
dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris
(dalam hal tidak bisa hadir)
• Bukti Pembayaran BPHTB waris (pajak Ahli Waris) dimana besarnya adalah 50% dari
BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan nilai tidak kena pajaknya.
4. Tanah Girik
Tanah girik merupakan tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau
disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Jadi Girik bukan tanda bukti atas tanah
melainkan merupakan bukti bahwa pemilik girik adalah pembayar pajak dan orang
menguasai tanah milik adat atas bidang tanah tersebut beserta bangunan (bila ada) di atasnya.
Adapun jual beli tanah girik dapat dilakukan sebagai berikut:
• Akta girik yang dipakai adalah girik asli
• Bukti pembayaran PBB dari pemilik girik
• Surat keterangan bahwa tanah girik tersebut tidak sedang dalam persengketaan
• Surat keterangan Riwayat Tanah dari kelurahan/kecamatan/kepala desa. Adapun surat
riwayat ini menerangkan asal tanah dan siapa saja pemilk tanah sebelumnya hingga sampai
saat ini.
• Surat keterangan dari Kelurahan/Kecamatan bahwa tanah tersebut belum diperjualbelikan
kepada siapapun
• Tanah tersebut tidak sedang dijaminkan
Adapun pengajuan permohonan Hak dilakukan dengan cara berikut:
1. Meminta Girik asli dari penjual dan memastikan nama penjual dalam girik tersebut adalah
nama yang tercantum dalam AJB.
2. Memastikan bahwa objek yang termasuk di dalam tanah girik dikuasai secara fisik.
3. Mengajukan permohonan Hak ke Kantor BPN wilayah dengan tahapan :
• Pengakuan pemilikan fisik tanah dilanjutkan dengan pembuatan gambar situasi
• Penelitian dan pembahasan panitia ajudikasi. Dimana panitia ajudikasi ini dibentuk oleh
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN yang bertugas membantu Kepala Kantor Pertanahan
untuk melakukan pendaftaran tanah sistemik. Ajudikasi sendiri merupakan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah meliputi pengumpulan dan penetapan
kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
untuk keperluan pendaftarannya.
• Pengumuman surat permohonan tersebut
• Penerbitan surat keputusan pemberian hak
• Pencetakan sertifikat tanah
Namun, mengingat girik bukanlah bukti kepemilikan atas bidang tanah yang sah, maka
sebaiknya sebelum proses jual beli girik dirubah menjadi sertifikat. Disebutkan bahwa
pengurusan sertifikat ini membutuhkan waktu 9 bulan. Adapun berkas yang perlu disiapkan
adalah:
• Asli Girik dan asli AJB
• Foto copy KTP
• Surat penguasaan fisik bidang tanah
• Surat Keterangan Kepala Desa/kelurahan
• Surat bukti PBB
• Surat Kuasa apabila pengurusan dikuasakan kepada orang lain.
Setelah berkas-berkasnya lengkap, proses selanjutnya diteruskan ke BPN setempat dan
petugas ukur akan segera mensosialisasikan luas bidang tanah yang akan dibuatkan sertifikat
aslinya. Setelah berkas selesai diproses, petugas administrasi BPN akan memberikan
sertifikasi kepemilikan tanah yang sah sebagai pengganti girik.

Biaya dalam transaksi jual beli rumah


Untuk dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dalam investasi properti, kita perlu
mengetahui biaya-biaya dan pajak yang dikeluarkan dalam transaksi jual beli properti.
Dengan mengetahui biaya-biaya tersebut, maka kita dapat menghitung apakah transaksi
tersebut cukup menguntungkan atau tidak. Berikut biaya-biaya dan pajak yang perlu
diperthitungkan:
Biaya bagi pihak penjual rumah/properti
1. Pajak penghasilan (PPh), merupakan pajak yang dibayar oleh penjual berdasarkan
penghasilan atas transaksi jual beli properti. Untuk Jakarta pajak ini berlaku jika harga tanah
dan bangunan diatas 80 juta rupiah. Besaran PPh tersebut adalah 5%. Jadi jika anda menjual
rumah senilai 100 juta, maka PPh yang perlu dibayarkan adalah 5 juta rupiah.
Biaya bagi pihak pembeli
1. BPHTB (Biaya Perolehan Hak Tanah dan Bangunan). Rumusnya adalah  ( (angka
tertinggi dari NJOP atau harga transaksi) – NTKP (Nilai Tidak Kena Pajak)) * 5%
Nilai Tidak Kena Pajak berbeda-beda untuk tiap wilayah dan umumnya berkisar antara 40-75
juta. Jika misalnya pada suatu transaksi jual beli tanah dengan NJOP 100 juta dan nilai
transaksi 150 juta dan Jika NTKP daerah tersebut 40 juta, maka BPHTB = (150 juta  – 40
juta) * 5% = 5,5 juta rupiah.
2. Biaya Notaris untuk jual beli rumah bergantung dari notaris itu sendiri. Kita harus pandai-
pandai menawar dengan notaris tersebut. Biaya untuk notaris biasanya meliputi berbagai
komponen yaitu:
 Akte Jual Beli
 Biaya cek sertifikat
 Biaya balik nama sertifikat
 Pengecekan Sertifikat
Untuk itu ada baiknya jika kita dapat mengecek harga pada beberapa notaris dan
mendapatkan rincian detail dari biaya tersebut.
3. Biaya balik nama untuk mengubah dokumen menjadi atas nama kita, biasanya Rp
1.000.000,-
4. PPN besarannya adalah 10% dikenakan satu kali saat membeli properti baru dan hanya
dikenakan pada properti yang nilainya diatas Rp 36 juta.
Semua pajak akan dikenakan / diberitahukan pada saat penandatanganan Akta Jual Beli
dihadapan Notaris/PPAT. Pajak kemudian dibayarkan melalui bank yang ditunjuk sebagai
bank penerima pajak dan perlu dilaporkan ke kantor pajak setempat. Notaris dapat juga
membatu melaporkan pajak tersebut.
Daftar Pemeriksaan Tanah Sebelum Membelinya

Jika nama tercantum dalam sertifikat tidak sesuai dengan nama dalam Akta Jual Beli (AJB),
maka perlu dipastikan bahwa lawan transaksi Anda mendapatkan kuasa sah dari pemilik
tanah sebenarnya berdasarkan surat kuasa notaris yang sah.

Bagi Anda yang awam soal pertanahan, ketika akan membeli tanah akan terasa rumit dengan
proseduralnya. Hal ini karena tanah termasuk dalam ruang lingkup benda tidak bergerak,
yang pengalihan hak atas tanahnya memerlukan campur tangan pejabat publik (kantor
pertanahan) sebagai pihak pembuat sahnya tanah Anda.
Memang, cara termudah adalah dengan berkonsultasi dengan Notaris/PPAT setempat dan
menyerahkan semua urusan kepadanya. Namun, agar terhindar dari salah langkah, checklist
atau daftar pemeriksaan tanah berikut mungkin bisa jadi pedoman bagi Anda untuk membeli
tanah.
1. Pemeriksaan sertifikat
Langkah pertama sebelum membeli tanah adalah memeriksa sertifikat tanah. Jika tanah yang
akan dibeli adalah tanah sudah bersertifikat atau sudah memiliki status hak atas tanah, Anda
perlu memastikan keaslian sertifikat tersebut.
Pastikan, bahwa pihak penjual adalah pemilik sah, dalam arti nama yang tercantum dalam
perjanjian sesuai nama dalam sertifikat. Jika nama tercantum dalam sertifikat tidak sesuai
dengan nama dalam Akta Jual Beli (AJB), maka perlu dipastikan bahwa lawan transaksi
Anda mendapatkan kuasa sah dari pemilik tanah sebenarnya berdasarkan surat kuasa notaris
yang sah.
2. Pemeriksaan di kantor pertanahan
Pemeriksaan di kantor pertanahan sangat berguna, terutama untuk memeriksa kesesuaian
antara data fisik dan yuridis di dalam sertifikat dengan data fisik dan yuridis di buku tanah.
Dalam proses jual beli tanah, untuk melakukan pemeriksaan ke kantor pertanahan biasanya
para pihak menyerahkannya kepada Notaris/PPAT. Jika diperlukan, calon pembeli tanah juga
bisa mengajukan permohonan Surat Keterangan Pemilik Tanah (SKPT) ke kantor pertanahan
yang berisi keterangan mengenai status hak atas tanah yang akan dibeli dan siapa pemiliknya.
3. Memastikan tanah tidak dalam jaminan dan terlibat sengketa
Untuk mengetahui apakah di atas tanah yang akan dibeli terdapat hak-hak pihak lain,
misalnya Hak Tanggungan karena tanah tersebut sedang dijaminkan kepada bank, Anda
dapat memeriksanya melalui sertifikat. Jika suatu hak atas tanah dijadikan jaminan suatu
hutang dengan Hak Tanggungan, maka dalam sertifikat seharusnya terdapat catatan
penjaminan tersebut. Namun, jika penjaminan itu memang sudah selesai, maka keterangan
mengenai penjaminan tersebut akan dicoret (roya).
Untuk memeriksa apakah tanah terlibat sengketa hukum di pengadilan, Anda dapat
memeriksanya di pengadilan yang wilayah kekuasaan hukumnya meliputi wilayah tanah
tersebut berada.
4. Persetujuan suami/istri
Sesuai hukum perkawinan, maka di dalam suatu perkawinan terjadi percampuran harta suami
dan istri ke dalam harta bersama. Hal ini berarti seluruh harta kekayaan dalam rumah tangga
yang diperoleh baik oleh istri maupun suami, termasuk tanah, merupakan harta bersama yang
dimiliki secara bersama-sama oleh suami dan istri tersebut, meskipun dalam sertifikat nama
yang muncul hanya salah satunya.
Karena kepemilikan tanah berada di tangan suami dan istri secara bersama-sama, maka dalam
jual-beli tanah suami/istri juga harus memberikan persetujuannya di dalam AJB. Atau, jika
dalam AJB suami/istri tersebut tidak memberikan persetujuannya, suami/istri tersebut dapat
memberikan kuasa khusus secara notaril sebagai bentuk persetujuannya.
5. Persetujuan ahli waris dalam hal tanah warisan
Jika seseorang meninggal dunia, maka seluruh harta kekayaannya jatuh ke tangan ahli waris
secara hukum, termasuk tanah. Dengan demikian, yang berhak menjual tanah tersebut adalah
seluruh ahli waris.
Dalam penjualan tanah warisan semacam itu, maka seluruh ahli waris harus menandatangani
AJB. Tidak boleh ada satu ahli waris pun yang diabaikan dari penandatanganan tersebut. Ahli
waris yang tidak dapat hadir untuk menandatangani AJB dapat memberikan kuasanya kepada
ahli waris lain berdasarkan surat kuasa khusus yang berbentuk notaril.
6. Menghubungi notaris/PPAT
Jika berdasarkan pemeriksaan di atas sudah cukup meyakinkan, kini Anda telah siap
menandatangani AJB di hadapan Notaris/PPAT. Transaksi jual-beli tanah tidak dapat
dilakukan hanya dengan akta d ibawah tangan, tetapi harus dengan akta notaril di hadapan
Notaris/PPAT.
Selain itu, keberadaan Notaris/PPAT juga akan memudahkan penjual dan pembeli untuk
membantu melakukan pemeriksaan tanah dan pembayaran pajak transaksi.
7. Membayar pajak transaksi
Pajak transaksi terdiri dari pajak penjual dan pajak pembeli. Pajak penjual berupa pajak
penghasilan (PPh), yaitu pajak atas penghasilan (pembayaran harga tanah) yang diterima oleh
penjual. Besarnya PPh penjual adalah sebsar 5% dari harga jual beli tanah.
Pajak pembeli berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB), yaitu biaya yang dibebankan
kepada pembeli karena telah memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Besarnya BPHTB
adalah sebesar 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NPOPTKP.
Nah, apabila berdasarkan checklist di atas Anda sudah merasa yakin untuk membeli properti
yang Anda idam-idamkan, tunggu apa lagi!

Anda mungkin juga menyukai