Diskusi Hukum
Perlindungan Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Pengurus Daerah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kabupaten Bogor
Ruang Serbaguna I, Pemda Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Rabu, 9 Oktober 2019
I. SURAT PENGAKUAN HUTANG
Pasal 1 angka 10 UndangUndang Nomor 10
Tahun 1998 (Perubahan atas Undang‐Undang
No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan)
SURAT
PENGAKUAN
HUTANG
WAARMERKING DIBAWAH
TANGAN
II. GROSSE AKTA
Grosse Akta Pengakuan Hutang diatur
Pasal 224 HIR.
Pasal 1320
Pasal 1338
ASAS-ASAS PERJANJIAN
3.Pacta Sunt Servada : Akibat Perjanjian para pihak mentaati Per‐ UU dan tidak dapat
dibatalkan sepihak
4.Itikad Baik :
a.Subyektif : Kejujuran dalam melakukan perbuatan hukum
b.Obyektif : Perjanjian dilaksankan dengan itikad baik
5.Kepribadian : Asas yang berhubungan dengan Subyek Perjanjian (pasal 1340 ayat
(1) Perjanjian hanya berlaku untuk para pihak yang membuatnya)
PPJB
Obyek atau bidang tanah belum dapat dikuasai oleh para pihak,
pihak penjual ataupun pihak pembeli, dalam hal ini pemilik asal
ataupun pemilik baru.
PPJB dibuat karena AJB belum dapat ditandatangani (belum dipenuhinya syarat tertentu atau tanah
yang menjadi obyek jual beli terletak di luar wilayah Jabatan Notaris/PPAT).
Alasan PPJB diuraikan secara jelas dan tegas dalam PPJB
Harga belum dibayar secara lunas.
Tanah belum dilakukan pemecahan, digabung atau belum dibaliknama atau akan dilakukan
perpanjangan hak terlebih dahulu dan proses lainnya.
ASLI DOKUMEN SEBELUM
TANDATANGAN PPJB
1.Subyek (KTP, KK, Akta Perkawinan/Buku Nikah, Ganti Nama (apabila ada)
2.Obyek (IMB)
3. Sertipikat
4. SPPT PBB dan Bukti Pelunasan PBB
5. NPWP
Lainnya yang terkait
Wajib melihat asli‐aslinya dan fotokopi sesuai aslinya (dicek dan dicocokan kembali
dengan aslinya)
WAJIB DILAKUKAN SEBELUM PPJB
a. CEK SERTIPIKAT
b. ASLI DOKUMEN
c. PEMBUATAN DAN PENANDATANGANAN AKTA DITEMPAT KEDUDUKAN PEJABAT
d. PEMBACAAN AKTA
e. PENJELASAN KEPADA PARA PIHAK
f. RENVOOI DAN BAP
g. PARAF DAN TANDATANGAN DIHADAPAN SAKSI‐SAKSI
h. PARAF DAN TANDATANGAN DILAKUKAN OLEH PARA PENGHADAP, PARA SAKSI DAN
NOTARIS
i. SIDIK JARI
j. SIMPAN SEBAGAI PROTOKOL
SUBYEK HUKUM PPJB
PERORANGAN BADAN HUKUM
PERORANGAN
a. Kewenangan Dan Kecakapan
b. Tidak Menikah
c. Menikah (Perjanjian Kawin/Tidak Ada Perjanjian
Kawin)
d. Perkawinan Campur
e. Perkawinan Di Luar Negeri
f. Perkawinan Tidak Dicatat
g. Perbedaan Nama, Tanggal Lahir
h. Lainnya
BADAN HUKUM
a. KEWENANGAN DAN KECAKAPAN
b. PERSORAN TERBATAS
OBYEK
HARGA YANG DISEPAKATI OLEH PARA PIHAK
NOTARIS/PPAT TIDAK TURUT CAMPUR DALAM HARGA ATAU NILAI
TRANSAKSI
HARGA AJB DAN PPJB HARUS SAMA
PAJAK DIBAYAR LUNAS
PPJB BERANTAI
Tindak Pidana
Tindak Pidana
dalam Akta PPJB
dalam Akta PPJB
karena kesalahan
karena
Notaris/PPAT
Wanprestasi dari
dalam
Para Pihak.
menjalankan
Jabatan
IV. PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI
(PPJB)
SISTEM PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI RUMAH
(SPPJBR)
DASAR HUKUM
Undang‐Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4916)
Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
Undang‐Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5252);
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 16)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2018 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 249);
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 03/PRT/M/2019
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 96);
BAB I KETENTUAN UMUM‐Pasal 1
(2) Kepastian peruntukan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dibuktikan dengan surat keterangan rencana kabupaten/kota yang sudah disetujui
Pemerintah Daerah.
(3) Kepastian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah atas nama pelaku pembangunan atau
sertipikat hak atas tanah atas nama pemilik tanah yang dikerjasamakan dengan
pelaku pembangunan.
Pasal 4
(5) Kepastian status penguasaan Rumah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, diberikan oleh pelaku
pembangunan dengan menjamin dan menjelaskan mengenai
bukti penguasaan yang akan diterbitkan dalam nama pemilik
Rumah yang terdiri atas:
(4) Media cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat berupa brosur,
selebaran, spanduk, iklan di media massa.
(5) Media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berupa iklan
dengan menggunakan sistem elektronik.
Penjelasan kepada Calon Pembeli‐Pasal 6
(3) Dalam hal pembatalan pembelian Rumah tunggal, Rumah deret atau
Rumah Susun pada saat Pemasaran oleh calon pembeli yang bukan
disebabkan oleh kelalaian pelaku pembangunan, maka pelaku
pembangunan mengembalikan pembayaran yang telah diterima
kepada calon pembeli dengan dapat memotong 10% (sepuluh persen)
dari pembayaran yang telah diterima oleh pelaku pembangunan
ditambah atas biaya pajak yang telah diperhitungkan.
Pasal 9
(4) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
disampaikan secara tertulis.
(2) Status kepemilikan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dibuktikan dengan sertipikat hak atas tanah yang diperlihatkan kepada calon
pembeli pada saat penandatanganan PPJB.
(3) Hal yang diperjanjikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling
sedikit terdiri atas:
a. kondisi Rumah;
b. prasarana, sarana, dan utilitas umum yang menjadi informasi pemasaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf i;
Pasal 10
c. penjelasan kepada calon pembeli mengenai materi muatan PPJB; dan
d. status tanah dan/atau bangunan dalam hal menjadi agunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).
(4) Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disampaikan salinan sesuai asli
kepada calon pembeli pada saat penandatanganan PPJB.
(5) Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, untuk perumahan dibuktikan dengan:
a. terbangunnya prasarana paling sedikit jalan dan saluran pembuangan air
hujan/drainase;
b. lokasi pembangunan sarana sesuai peruntukan; dan
c. surat pernyataan pelaku pembangunan mengenai tersedianya utilitas umum
berupa sumber listrik dan sumber air.
(6) Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, untuk Rumah Susun dibuktikan dengan surat pernyataan
dari pelaku pembangunan mengenai ketersediaan tanah siap bangun di luar tanah
bersama yang akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota atau
Pemerintah Daerah Provinsi khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Pasal 10
(7) Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, dibuktikan dengan:
a. untuk Rumah tunggal atau Rumah deret keterbangunan paling sedikit 20% (dua
puluh persen) dari seluruh jumlah unit Rumah serta ketersediaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum dalam suatu perumahan yang direncanakan; atau
b. untuk Rumah Susun keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
volume konstruksi bangunan Rumah Susun yang sedang dipasarkan.
(8) Keterbangunan 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
huruf a dan huruf b sesuai dengan hasil laporan dari konsultan pengawas
pembangunan atau konsultan manajemen konstruksi
Pasal 11
(1) PPJB dilakukan sebagai kesepakatan jual beli antara pelaku pembangunan
dengan calon pembeli pada tahap proses pembangunan Rumah.
(2) PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
a. identitas para pihak;
b. uraian objek PPJB;
c. harga Rumah dan tata cara pembayaran;
d. jaminan pelaku pembangunan;
e. hak dan kewajiban para pihak;
f. waktu serah terima bangunan;
g. pemeliharaan bangunan;
h. penggunaan bangunan;
i. pengalihan hak;
j. pembatalan dan berakhirnya PPJB; dan
k. penyelesaian sengketa.
(3) Petunjuk materi muatan PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 12
b) letak (desa atau kelurahan, kecamatan, kota atau kabupaten, provinsi); dan
c) lokasi:
1) Rumah blok, nomor, klaster, untuk Rumah tunggal atau Rumah deret; dan
2) satu bangunan Rumah Susun, lantai dan nomor unit untuk Sarusun pada Rumah
Susun.
4. HARGA RUMAH DAN TATA CARA
PEMBAYARAN
c) Untuk Rumah Susun dengan lebih dari satu bangunan Rumah Susun
melampirkan gambar lokasi satu bangunan Rumah Susun atau blok,
gambar atau batas‐batas tanah bersama, gambar bangunan yang
dipotong vertikal dan memperlihatkan isi atau bagian dalam
bangunan, dan denah yang menunjukan lantai Sarusun berada.
VI. KASUS-KASUS PPJB
1. PPJB ATAS OBYEK SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN
(SHGB) SUDAH BERAKHIR
Notaris tidak bisa membuat PPJB yang bukti hak sertifikat (Mis :
SHGB atau SHGU atau Hak Pakai) telah berakhir haknya.
Catatan :
Dengan habisnya hak tidak serta merta menghapus hak pemilik
tersebut dan menjadi hak negara akan tetapi ada hak prioritas
yang mendahulukan pemilik sebelumnya untuk memiliki
kembali.
Catatan :
Untuk proses ini sebaiknya dilakukan Pelepasan Hak
2. NOTARIS MEMBUAT PPJB DAN KUASA MENJUAL
SEBAGAI PENYELESAIAN HUTANG PIUTANG
a.Putusan Mari 3247 K/Pdt/1987, PJB dengan tekanan hutang
piutang merupakan penyalh gunaan keadaan batal demi
hukum
b.Putusan MARI No. 1947 K/Pdt/1990, Hutang Piutang diikat
dengan perjanjian pinjam-meminjam tidak dengan PJB.
c.Putusan MARI No. 1074 K/Pdt/1985, Pjj Hutang Piutang
tidak dapat digantikan dengan PJB.
Catatan :
Notaris jangan membuat PPJB dalam rangka kewajiban
pelunasan hutang karena merupakan penyalah-gunaan
keadaan akibatnya “batal demi hukum”.
Catatan :
Unsur Penggelapan harus Jelas sebagaimana dalam Pasal 372
KUHAP
Notaris berkewajiban menjamin kepastian
hukum para pihak sebagaimana ketentuan UU.
Akta dibuat atas kesepakatan para pihak.
Notaris bukan pihak.
7. PPJB DENGAN ANGSURAN
• ‐Bila pembeli lalai dalam melakukan pembayaran, maka tidak serta merta perjanjian batal
akan tetapi harus diberikan klausul denda/ganti rugi, sehingga untuk kepentingan pembeli
terlindungi.
• Catatan :
Kedudukan Kuasa dalam PPJB adalah sebagai jaminan kepada Pembeli untuk balik nama
karena telah Lunas.
Akta PJB, di dalamnya dibarengi dengan Kuasa untuk menjual, dari penjual kepada
pembeli. Jadi, ketika semua persyaratan sudah terpenuhi, tanpa perlu kehadiran penjual
karena sudah terwakili sudah memberikan kuasa, dengan redaksi kuasa menjual kepada
pembeli, PPAT dapat langsung membuatkan Akta Jual Beli untuk memproses balik nama
sertifikatnya.
(Kuasa Jual PPJB Lunas adalah untuk kepentingan Pembeli)
Pasal 1792 KUHPerdata menyebutkan, “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan
mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas
namanya, menyelengarakan suatu urusan”.
Kuasa untuk menjual, masuk kedalam kategori kuasa yang digunakan untuk
memindahtangankan benda yang sejatinya hanya dapat dilakukan oleh pemiliknya saja.
Maka dari itu, untuk kuasa menjual ini, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata‐
kata yang tegas di dalam aktanya (Pasal 1796 KUHPerdata).
KUASA MENJUAL
Kuasa untuk menjual ini, bisa masuk sebagai klausul dalam PJB, bisa juga berbentuk akta
tersendiri. Jadi, menandatangani dua akta: PJB dan Akta Kuasa Untuk Menjual. Kuasa
untuk menjual masuk sebagai klausul dalam PJB, maka yang ditandatangani hanya akta PJB
saja.
Akta PJB Lunas, Kuasa Menjual yang terdapat di dalam akta PJB Lunas bersifat mutlak,
artinya tidak dapat dicabut kembali dan tidak berakhir karena sebab yang diatur Pasal
1813 KUHPerdata. Hal ini menjamin kepastian hukum pembeli yang sudah membayar
lunas secara penuh namun belum bisa dilaksanakan baliknama karena satu dan lain hal
ada syarat‐syarat yang belum terpenuhi. Jika kuasa menjual ini bagian yang tak
terpisahkan dari PJB Lunas, maka dalam hal akta PJB Lunas tersebut telah ditandatangani
dengan sempurna tanpa ada unsur khilaf, paksaan maupun tipuan, maka proses PJB
Lunas, yang dilanjutkan menjadi AJB sampai balik nama sertifikat, memang sudah berjalan
sebagaimana seharusnya.
Pencantuman Kuasa dalam PJB adalah untuk kepentingan Pembeli karena telah
memenuhi seluruh kewajibannya.
KUASA MENJUAL
93
PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA DAN
PENYITAAN MINUTA
•Bahwa dalam Pasal 20 Permenkumham
disebutkan kewenangan MKNW yaitu :
Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris
Wilayah berdasarkan keputusan rapat Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah meliputi:
95
• MKNW punya kewenangan untuk memberikan persetujuan
atau penolakan permintaan pengambilan fotokopi minuta akta
dan/atau surat‐surat yang dilekatkan pada minuta akta atau
protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;
• Dengan MKNW terbatas hanya mengizinkan atau menolak
permintaan untuk pengambilan fotokopi minuta.
• Bagaimana dengan Penyitaan terhadap minuta minuta akta
dan/atau surat‐surat yang dilekatkan pada minuta akta atau
protokol notaris dalam penyimpanan notaris.?
• Dalam hal ini harus dibedakan antara Pengambilan Fotokopi
Minuta Akta dan Penyitaan Minuta Akta.
96
1. MKNW berwenang untuk mengijinkan atau
menolak permintaan penyidik, penuntut umum
dan hakim untuk pengambilan fotokopi minuta
akta dan/atau surat‐surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris
2. Penyitaan terhadap Minuta Akta Notaris Penyitaan hanya
dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan
mendesak, Penyitaan tersebut dapat dilakukan penyidik
lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera
dilaporkan ke ketua pengadilan negeri, untuk memperoleh
persetujuan.
97
Bahwa jika dilakukan Penyitaan oleh
Pengadilan yang pada akhirnya bukan untuk
dimusnahkan, tapi harus dikembalikan
kepada Notaris yang bersangkutan atau
Notaris pemegang protokol, karena Minuta
Akta Notaris merupakan arsip Negara (Pasal
1 angka 13 UUJN.
98
Pasal 29 Permenkumham menegaskan bahwa Ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini berlaku juga bagi Notaris Pengganti dan
Pejabat Sementara Notaris. Hal ini harus diartikan untuk Notaris,
Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris yang masih
menjalankan jabatannya, bagaimana untuk :
a. Notaris yang pensiun/werda (karena telah sesuai
batas umur atau mengundurkan diri atau
diberhentikan).
b. Mantan Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara
Notaris.
99
Jabatan Notaris dalam pelaksanaan tugasnya harus
dibina, diawasi oleh 3 (tiga) institusi yang berbeda:
100
MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS
(MKN) – (PASAL 66 A UUJN)
101
FAKTOR PEMICU MASALAH
LANGKAH HUKUM:
LAPOR KE KEPOLISIAN, KEPOLISIAN AKAN
MEMANGGIL/MEMINTA KETERANGAN DARI NOTARIS/PPAT
102
PASAL 66 UUJN
(1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim
dengan persetujuan MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS berwenang:
a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat‐surat yang dilekatkan
pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan
dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.
(2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat‐surat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan.
(3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban
menerima atau menolak permintaan persetujuan.
(4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis
kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan.
103
Untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 66 A UUJN.
105
Pasal 18 :
(1) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai tugas:
a. melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh
penyidik, penuntut umum, dan hakim; dan
b. memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan,
penuntutan, dan proses peradilan.
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah mempunyai fungsi melakukan
pembinaan dalam rangka:
a. menjaga martabat dan kehormatan Notaris dalam menjalankan profesi
jabatannya; dan
b. memberikan perlindungan kepada Notaris terkait dengan kewajiban
Notaris untuk merahasiakan isi Akta.
106
KEWENANGAN MKNW
Pasal 20 :
Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan keputusan
rapat Majelis Kehormatan Notaris Wilayah meliputi:
a. pemeriksaan terhadap Notaris yang dimintakan persetujuan kepada
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah oleh penyidik, penuntut umum,
atau hakim;
b. pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat‐surat
yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris; dan
c. pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan
persetujuan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam penyidikan,
penuntutan, dan proses peradilan yang berkaitan dengan akta atau
protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
107
PROSEDUR
PEMANGGILAN/PEMERIKSAAN
NOTARIS
108
SYARAT PEMANGGILAN NOTARIS
Pasal 27
(1) Pemberian persetujuan kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk
kepentingan proses peradilan dalam pemanggilan Notaris, dilakukan dalam hal:
a. adanya dugaan tindak pidana berkaitan dengan minuta akta dan/atau surat‐
surat Notaris dalam penyimpanan Notaris;
b. belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluwarsa dalam
peraturan perundangundangan di bidang hukum pidana;
c. adanya penyangkalan keabsahan tanda tangan dari salah satu pihak atau
lebih;
d. adanya dugaan pengurangan atau penambahan atas Minuta Akta; atau
e. adanya dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal (antidatum).
(2) Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dapat mendampingi Notaris dalam proses
pemeriksaan di hadapan penyidik.
109
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PPAT
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA
BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018
TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT
AKTA TANAH
Undang-Undang Nomor 5 Undang-Undang Nomor 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Tahun 1960 tentang Tahun 1996 tentang Hak Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Peraturan Dasar Pokok- Tanggungan atas Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pokok Agraria beserta benda-benda yang Nomor 24 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
berkaitan dengan tanah. Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Maksud :
Sebagai pedoman pelaksanaan pembinaan dan pengawasan serta
penegakan aturan hukum melalui pemberian sanksi terhadap
PPAT yang dilakukan oleh Kementerian. (Pasal 2 Ayat (1))
Tujuan :
Untuk mewujudkan PPAT yang profesional, berintegritas dan
melaksanakan jabatan PPAT sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan Kode Etik.(Pasal 2 Ayat (2))
Ruang Lingkup :
• pembinaan dan pengawasan PPAT;
• pembentukan majelis pembina dan pengawas PPAT;
• tata kerja pemeriksaan dugaan pelanggaran PPAT; dan
• bantuan hukum terhadap PPAT. (Pasal 3 Ayat (1))
PEMERIKSAAN AKTA PPAT
• Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan disebutkan :
d. Peraturan Pemerintah;
e. PeraturanPresiden;
122
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA
RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN
NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2
TAHUN 2018 TENTANG PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
(Pasal 50)
123
(1) Kementerian, Majelis Pembina dan Pengawas PPAT dan/atau
IPPAT dapat memberikan BANTUAN HUKUM TERHADAP PPAT
YANG DIPANGGIL SEBAGAI SAKSI MAUPUN TERSANGKA OLEH
PENYIDIK.
124
(3) Bantuan hukum sebagaimana di‐maksud
pada ayat (1) dapat berupa saran,
masukan/pendampingan dalam penyidikan
dan/atau keterangan ahli di pengadilan.
(4) Kementerian, Majelis Pembina dan
Pengawas PPAT dan/atau IPPAT dapat
membentuk tim gabungan guna
memberikan bantuan hukum kepada PPAT
yang anggotanya berasal dari unsur
Kementerian, Majelis Pembina dan
Pengawas PPAT dan/atau IPPAT.
125
(5)Dalam Hal Penyidik Akan
Memeriksa Ppat Atas Dugaan
Tindak Pidana Dapat Ber‐koordinasi
Dengan Kementerian, Majelis
Pembina Dan Pengawas PPAT
dan/atau IPPAT.
126
PPAT Yang Dipanggil Sebagai Saksi Maupun Tersangka
Oleh Penyidik Dapat Diberi Bantuan Hukum Oleh
Kementerian, Majelis Pembina Dan Pengawas PPAT
dan/atau IPPAT.
127
BANTUAN HUKUM:
Saran,
Masukan/Pendampingan Dalam
Penyidikan Dan/Atau
Keterangan Ahli Di Pengadilan.
128
•KOORDINASI ANTARA KEMENTERIAN,
MAJELIS PEMBINA DAN PENGAWAS
PPAT DAN/ATAU IPPAT DALAM HAL
PENYIDIK AKAN MEMERIKSA PPAT
ATAS DUGAAN TINDAK PIDANA YANG
DILAKUKAN PPAT
129
BANTUAN HUKUM YANG AKAN
DILAKUKAN BERKAITAN DENGAN
PELAKSANAAN TUGAS JABATAAN
PPAT ATAU DALAM KORIDOR
HUKUM/KEWENANGAN PPAT.
130
PERMOHONAN BANTUAN HUKUM
DIAJUKAN OLEH PPAT YANG
BERSANGKUTAN KE : MP3 (PUSAT‐
WILAYAH–DAERAH) DAN IPPAT
(PENGURUS PUSAT–PENGURUS
WILAYAH–PENGURUS DAERAH) ATAU
TIM GABUNGAN (MP3 DAN IPPAT)
131
SEGALA PERSOALAN/MASALAH YANG
BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN
JABATAN PPAT DAPAT DILAPORKAN KE
MP3 (PUSAT‐WILAYAH‐DAERAH)
132
1. NOTARIS PASAL 66 UUJN JO PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS
KEHORMATAN NOTARIS, SEJAK TANGGAL 22 SEPTEMBER 2016, PEMANGGILAN
TERHADAP NOTARIS OLEH PENYIDIK/JAKSA PENUNTUT UMUM/HAKIM WAJIB
TERLEBIH DAHULU HARUS SEIZIN DARI MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH
(MKNW) PROPINSI.
133
IX. KESIMPULAN
PPJB DAN KUASA JUAL
1. PPJB DAN KUASA MENJUAL BERKEDOK UTANG-PIUTANG ATAU
PINJAM-MEMINJAM
2. NOTARIS MEMBUAT PPJB ATAS OBYEK YANG SERTIFIKAT HAK
GUNA BANGUNAN (SHGB) SUDAH BERAKHIR
3. NOTARIS MEMBUAT PPJB DAN KUASA MENJUAL SEBAGAI
PENYELESAIAN HUTANG PIUTANG
4. PPJB DITANDATANGANI KOSONG dan TIDAK DIBACAKAN NOTARIS.
5. NOTARIS MEMBUAT PPJB DAN KUASA JUAL ATAS OBYEK DALAM
JAMINAN BANK
6. PPJB TERKAIT DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI
7. PENITIPAN SERTIFIKAT DIARTIKAN SEBAGAI PENGGELAPAN
8. PPJB DENGAN ANGSURAN
9. PENYIMPANGAN KUASA JUAL Hindari/Jangan
Dilakukan
FAHAMI
1.Wajib melakukan Pengecekan Sertipikat ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota letak objek tanah
yang dilakukan oleh PPAT Tidak melihat dan fotokopi asli‐asli seluruh dokumen untuk AJB dan
atau PPJB.
2.Pengecekan tunggakan PBB dan pembayaran seluruh tunggakan PBB
3.Pembayaran Pajak Penjual dan Pajak Pembeli terlebih dahulu sebelum tandatangan AJB.
4.Validasi pajak penjual dan pembeli ke pihak yang berwenang untuk itu.
5.Pembayaran pajak terhadap kekurangan bayar pajak, apabila dinyatakan kurang bayar pajak oleh
pihak yang berwenang untuk itu.
6.Pembayaran PNPB ke pihak yang berwenang untuk itu.
7.Melakukan Roya terlebih dahulu
8.Melakukan PPJB atau AJB padahal Sertipikat tanah sedang dijaminkan ke Pihak Bank maupun
pihak lainnya.
9.Melakukan PPJB atau AJB padahal Sertipikat tanah sedang dalam sengketa/diblokir/disita oleh
pihak yang berwenang untuk itu.
10.Melakukan PPJB atau AJB padahal Sertipikat tanah sedang dalam proses lelang (belum final).
11.Melakukan PPJB atau AJB padahal Sertipikat tanah sedang dalam proses eksekusi.
12.Melakukan PPJB atau AJB padahal Sertipikat tanah sedang dalam proses pailit dan tanpa
adanya izin dari Kurator dan Hakim Pengawas.
FAHAMI
14. Penjual menandatangani AJB terlebih dahulu dan Pembeli tidak ikut tandatangan dan akan diisi
kemudian hari atau digantikan dengan Pembeli yang lain.
15. Tidak menghadirkan suami/isteri tandangan AJB terhadap Harta Bersama Suami Isteri (kecuali
jika ada Perjanjian Kawin/Harta Pisah).
16. Dilarang melakukan pengalihan/pembebanan hak atas tanah milik yayasan yang Anggaran
Dasarnya belum disesuaikan dgn UU Yayasan sebagaimana yang dimaksud UU No 16/2001 Jo.
UU No.28/2004 Jo. PP No.63/2008 Jo. Pp No.2/2013.
17. WNA dilarang untuk mempunyai tanah dengan status Hak Milik dan HGB (Pasal 21 ayat (3) dan
Pasal 36 ayat (2) UUPA), Jika Penjual adalah WNI yang menikah dengan WNA yang dicatatkan di
Indonesia tanpa adanya Perjanjian Kawin Pisah Harta dan perkawinan sudah lebih dari 1 tahun,
maka status tanahnya gugur dan kembali kepada Negara.
18. Tanah yg belum bersertipikat, sebelum AJB wajib melakukan Pengukuran Tanah (SK BPN No
1/2006), sebaiknya dilakukan pensertipikatan terlebih dahulu.
19.Minuta akta dibawa oleh pihak lain.
20.Tanda tangan AJB tidak dihadapan PPAT.
21.Mendaftarkan AJB ke Kantor Pertanahan melebihi 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
penandatanganan AJB.
22.Tidak melakukan proses pemeliharaan data atau pembetulan atau penyesuaian terlebih dahulu,
apabila adanya hal atau kewajiban melakukan perubahan (misal pemecahan, ganti blangko, ganti
nama, letak dan lain‐lain).
FAHAMI
23. Melakukan PPJB dan atau AJB terhadap harta warisan yang belum dilakukan Balik
Nama Waris.
24. Tidak menghadirkan suami/isteri yang telah bercerai untuk tandatangan PPJB dan
atau AJB yang merupakan harta bersama/harta gono gini/harta campur.
25. PPJB dan AJB dengan pemberian kuasa hanya kuasa dibawah tangan, sebaiknya jika
kuasa dibuat secara Akta Notaril dan atau Legalisasi dari Notaris dan atau Konjen
setempat (apabila di luar negeri).
26. Tidak membuat Berita Acara Serah Terima (sebaiknya dibuat BAS).
27. Agar mengikuti seluruh ketentuan hukum yang berlaku, Hukum Syariah dan Hukum
Positif yang berlaku di Indonesia.
28. Jangan Minta Nomor Akta
29. Jangan Melakukan Cek Intip, Cek Toong, Cek SMS
30. Jangan Asisten atau Karyawan yang melakukan AKAD
31. Berikan Salinan Akta atau dokumen lainnya kepada penghadap atau kepada yang
berwenang untuk itu atau ada Surat Kuasa tertulis (jika dikuasakan).
Lainnya
MITIGASI
139
REFERENSI:
1. KUHP
2. KUHD
3. UUPA
4. PP 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai
5. UU 40/2007 tentang PT
6. PP. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah
7. PP 24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
8. Perpres 17/2015 tentang Kementerian ATR
9. Perpres 20/2015 tentang BPN
10. Permen Hukum dan HAM RI 17/2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata.
11. UUJN
12. PJ PPAT
13. Permenkumham & Permen ATR
14. Surat Edaran 2/2019
15. Badan Pertanahan Nasional (2019)
16. Habib Adjie (2019)
17. Udin Narsudin (2019)
18. Julius Purnawan (2019)
19. MJ. Widijatmiko (2019)
20. Agung Irianto (2019)
21. Alwesius (2019)
22. I Made Pria (2019)
23. Lainnya.
141
Dr. M. Sudirman, SH, MH, SpN, MKn
Dosen Universitas Brawijaya, Universitas Tarumanagara, Universitas Jayabaya
Email: m.sudirman321@gmail.com
Hp: 0 8 1 3 8 5 9 1 5 1 9 9
Salam Hormat