Anda di halaman 1dari 16

“MAKALAH HUKUM KEPAILITAN”

PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN DAN BERAKHIRNYA PENUNDAAN


KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
BANJARBARU
2020
KATA PENGANTAR

Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa yang telah memberikan nikmat
kepada saya, sehingga saya dapat menyusun makalah yang berjudul “PROSEDUR
PENGAJUAN PERMOHONAN DAN BERAKHIRNYA PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG (PKPU)” ini dengan baik guna melengkapi dan memenuhi
tugas mata kuliah Hukum Kepailitan.
Dengan rasa bangga pula saya sajikan makalah ini dengan semaksimal
mungkin agar dalam penyajian makalah benar-benar memuaskan, cukup memadai,
mudah dipahami, dan ada manfaat.
Walaupun demikian saya memaklumi bahwa makalah yang saya sajikan
belum sempurna. Meski kami telah berusaha semaksimal mungkin, saya berharap
semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan akan menambah
pengetahuan.

1
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan atas segala
kekurangan saya mohon saran dan kritik yang dapat memperbaiki pembuatan
makalah lainnya.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebelum ada Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan mengenai Pengunduran dan
Pembayaran atau Penundaan Pembayaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 4
tahun 1998. Didalam undang-undang yang baru, PKPU diatur dalam Bab III yang
terdapat dua bagian, yaitu: Bagian pertama tentang Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang dan Akibatnya sedangkan Bagian kedua tentang Perdamaian.
Menurut pendapat Munir Fuady Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang

2
melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada
kreditor dan debitor diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara
pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition
plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu
merestrukturisasi utangnya tersebut.1
Dari pendapat diatas maka maksud dari PKPU adalah memberi kesempatan
kepada debitur untuk memohon penundaan terhadap kewajiban pembayaran utang
kepada para debitur, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utangnya.
Selain itu tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk
memungkinkan seorang debitur meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran
pembayaran dan untuk menghindari kepailitan. 2
Berdasarkan pasal 222 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PKPU dapat
diajukan oleh debitur yang memiliki lebih dari satu kreditur atau kreditur itu sendiri.
Dalam pasal 224 disebutkan bahwa permohonan PKPU harus diajukan kepada
Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 undang-undang tersebut dengan
ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.
PKPU dapat diakhiri atas beberapa hal antara lain merupakan permintaan
hakim pengawas, satu atau lebih dari kreditur, atau atas prakarsa pengadilan dalam
hal debitur selama PKPU mempunyai iktikad buruk, telah atau mencoba merugikan
krediturnya, melakukan pelanggaran, lalai dalam melaksanakan kewajiban atau
keadaan harta debitur tidak dimungkinkan untuk membayar utang pada waktunya.
Apabila PKPU diakhiri berdasarkan ketentuan tersebut maka debitur harus
dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.

1.2 Rumusan Permasalahan


1. Bagaimana prosedur pengajuan permohonan sampai berakhirnya PKPU ?
2. Apa perbedaan antara putusan pengadilan atas PKPU dan putusan
kepailitan?

1.3 Tujuan Masalah

1
http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-pkpu-dan-pelaksanaannya.html
2
Rahayu Hartini, 2012, Hukum Kepailitan , Malang, UMMpress Hal.158

3
1. Untuk mengetahui prosedur pengajuan permohonan sampai berakhirnya
PKPU
2. Untuk mengetahui perbedaan antara putusan pengadilan atas PKPU dan
putusan kepailitan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang Prosedur


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia prosedur adalah suatu tahap
kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Selain itu pengertian prosedur adalah
metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah.
Sedangkan prosedur menurut Yogianto (1995:1) mengutip dari Richard F. Neuschel,
didefinisikan sebagai berikut: “Suatu prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari
tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa (what) yang harus dikerjakan,
siapa (who) yang mengerjakan, kapan (when) dikerjakan, dan bagaimana
mengerjakannya.3

2.1.1 Tinjauan Umum tentang Prosedur Permohonan PKPU


Pada dasarnya, pemberian PKPU pada debitur dimaksudkan agara debitur
yang berada dalam keadaan insolvensi mempunyai kesempatan untuk mengajukan
rencana perdamaian, baik yang berupa tawaran untuk pembayaran utang secara
keseluruhan ataupun sebagian atas utangnya ataupun melakukan restrukturisasi
(penjadwalan ulang) atas utangnya. Oleh karena itu, PKPU merupakan kesempatan
bagi debitur untuk melunasi atau melaksanakan kewajibannya atas utang-utang agar
debitur tidak sampai dinyatakan pailit, undang-undang secara tegas menyatakan
bahwa selama PKPU berlangsung, maka terhadap debitur tidak dapat dinyatakan
permohonan pailit4.
Dalam hal ada permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU yang
diajukan dan diperiksa pada saat yang bersamaan, maka pengadilan niaga wajib
memberikan putusan terlebih dahulu atas permohonan PKPU dibandingkan dengan
permohonan pernyataan pailit. Adapun dalam hal permohonan PKPU yang diajukan
setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang telah diajukan terhadap debitur,
maka agar permohonan PKPU tersebut harus diajukan pada sidang pertama
pemeriksaan permohonan pernyataan pailit5.

3
http://ondyx.blogspot.com/2014/01/pengertian-fungsi-sistem-dan-prosedur.html
4
Jono, 2008, Hukum Kepailitan,Jakarta,Sinar Grafika, hlm. 169-171
5
Jono, Ibid, 172-173

5
Maka prosedur permohonan PKPU ialah metode langkah demi langkah
secara pasti dalam hal kesempatan bagi debitur untuk melunasi atau melaksanakan
kewajibannya atas utang-utangnya agar debitur tidak sampai dinyatakan pailit.

2.2 Tinjauan Umum tentang Berakhirnya


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “akhir” berarti penghabisan.
Sehingga berakhirnya ialah selesainya atau habisnya sesuatu.

2.3 Tinjauan Umum tentang PKPU


PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh Hakim Pengadilan Niaga
kepada debitur dan kreditur untuk menegosiasikan cara-cara pembayaran utang
debitur, baik sebagian maupun selurunya termasuk apabila perlu merustrukturisasi
utang tersebut6.
Menurut Munir Fuady, PKPU adalah suatu periode waktu tertentu yang
diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, dimana dalam
periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitur diberikan kesepakatan untuk
memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan
rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya
itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut 7.
Pasal 212 Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi
Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 (selanjutnya disebut UUK 1998) menyebutkan
bahwa8:
“debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih,
dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada
umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur konkuren.”
Dalam Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUKPKPU 2004)
pasal 222 ayat (2) dan (3) pada prinsipnya mengatur hal yang sama dengan UUK

6
SriWidjiastuti, 2010, Lembaga PKPU Sebagai Sarana Restrukturisasi Utang Bagi Debitor Terhadap Para
Kreditor, Tesis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2
Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Padjadjaran, hlm.1
7
Munir Fuady, 2001, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 82
8
Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress, hlm.157-158

6
1998, hanya dalam UUK 1998 langsung menunjuk pada “kreditur konkuren” tetapi
dalam UUKPKPU 2004 menunjuk pada Kreditur saja yang kemudian mencakup
seluruh kreditur baik yang diutamakan maupun tidak 9.
PKPU pada dasarnya adalah penawaran perdamaian dari debitur kepada
para kreditur dan PKPU itu merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk
melakukan restrukturisasi utang-utangnya, yang meliputi pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada kreditur konkuren (Kartini Mulyadi, 1998: 1) 10
PKPU dapat diperintahkan oleh Hakim kepada debitur yang merasa tidak
dapat melakukan pembayaran utangnya yang sudah tiba waktu pelunasannya tetapi
sanggup bila waktu pembayarannya diperpanjang atau sanggup meneruskan
pembayaran setelah beberapa waktu yang akan datang (Andi Hamzah, 1986: 256) 11.
PKPU adalah wahana Juridis Ekonomis yang disediakan bagi debitur untuk
menyelesaikan kesulitan finansialnya agar dapat melanjutkan kehidupannya.
Sesungguhnya PKPU adalah cara untuk menghindari kepailitan yang lazimnya
bermuara ada likuidasi harta kekayaan debitur. Bagi perusahaan, PKPU bertujuan
memperbaiki keadaan ekonomis dan kemampuan debitur membuat laba 12.
PKPU atau dikenal juga dengan istilah moratorium adalah suatu istilah hukum
yang digunakan untuk menunjukkan keadaan seorang debitur yang tidak mampu
melakukan pembayaran utangnya.
Dalam putusan PKPU terdapat dua tahap yaitu:

 PKPU sementara
Pengadilan Niaga harus mengabulkan. Diberikan untuk jangka waktu
maksimum 45 hari.

 PKPU tetap
PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270 hari, apabila
hari ke 45 atau hari rapat kreditur tersebut belum dapat memberikan suara
mereka terhadap rencana tersebut.

BAB III
9
Sri Redjeki Hartono, Ibid.
10
Misahardi Wilamarta, Prosedur dan Akibat Hukum Penundaan Pembayaran Hutang Perseroan Terbatas,
Dosen Universitas Bhayangkara, Bahan Ajar Kuliah Fakultas Hukum, hlm.3-4
11
Misahardi Wilamarta, Ibid.
12
Andi Setiawan, 2009, Penetapan PKPU, Tugas Akhir Sarjana Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
hlm. 20

7
PEMBAHASAN

3.1 Prosedur Pengajuan Permohonan Sampai Berakhirnya Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 peraturan kepailitan sudah
lebih lengkap mengatur masalah penundaan kewajiban debitur untuk membayar
utang-utangnya dengan maksud debitur yang memiliki itikad baik untuk
menyelesaikan seluruh atau sebagian utang-utangnya dengan cara damai. Keadaan
tersebut disebut “keadaan surseance”, yaitu dimana yang pailit dapat mengajukan
permohonan kepada pengadilan (niaga atau komersial) untuk suatu pengunduran
umum dari kewajibannya untuk membayar utang-utangnya dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh atau sebagian utang kepada
kreditur, keadaan surseance dapat diajukan:13
a. Harus persetujuan lebih setengah kreditur konkuren yang haknya diakuinya
atau sementara diakui. Hal ini diatur dalam pasal 229 UUK.
b. Hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga dari tagihan yang diakui atau
sementara diakui.
c. Persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur yang piutangnya dijamin
dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak anggunan
atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga
bagian seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang.
d. Diumumkan di dua Koran dan Berita Negara RI.
e. Apabila PKPU tetap disetujui, penundaan trsebut berikut perpanjangannya
tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan penundaan kewajiban
pembayaran hutang sementara diucapkan. Hal ini diatur dalam pasal 228
ayat 6 UUK.

Sedangkan “keadaan insolventie”, seperti dimaksud pasal 290 UU No.37


tahun 2004 adalah suatu keadaan debiur sudah sungguh-sungguh pailit atau tidak
mampu lagi untuk membayar utang-utangnya. Untuk hal ini kreditur diberi waktu dua
bulan untuk menggunakan hak khususnya terhadap keadaan insolventie tersebut.

13
Abdul, R. Saliman, 2010, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, Cetakan ke-V, Kencana
Prenadana Media Group: Jakarta, hlm.138-139.

8
BAGAN PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN PKPU MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Permohonan PKPU ditujukan kepada ketua PN didaerah tempat kedudukan hokum debitur
Pemohon PKPU:
Debitur
Kreditur
Jaksa
BI (Bak Indonesia)
BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal)
Menteri Keuangan

onan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal p
ayat 3,4,5 maka panitera wajib menolak permohonan PKPU)

ra menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan

ngadilan mengabulkan PKPU sementara, dengan ketentuan jangka waktu:


ngadilan harus mengabulkan PKPU sementara dalam waktu paling lambat 3 hari, apabila pemohon debitur (pasal 225 ayat 2)
ngadilan harus mengabulkan PKPU sementara dalam waktu paling lambat 20 hari, apabila permohonan diajukan kreditur (pasal 225 ayat 3)
Mengenai pengurus, bertugas;
Dalam waktu 21 hari sebelum sidang pengurus mengumumkan putusan di berita negara dan minimal 2 surat kaba yang ditun
Undangan untuk para pihak menghadiri sidang
Tanggal. Tempat, dan waktu sidang
Nama hakim pengawas
Nama alamat penguirus
ngan demikian Pengadilan akan:
Rencana perdamaian dan lampiran (jika ada)
enunjuk Hakim Pengawas
engangkat satu atau lebih pengurus (pasal 225 ayat 2 dan 3)
emanggil debitur dan kreditur ke depan persidangan (dilakukan paling lambat hari ke 45 setelah putusan PKPU sementara) pasal 224 ayat 4

Pada hari sidang:


Sesuai dengan pasal 226 ayat 1, pengadilan harus mendengar debitur, hakim pengawas, pengurus dan kreditur
Pemungutan suara dulakukan apabila lampiran rencana perdamaian dicantumkan (pasal 228 ayat 3)
Menyatakan debitur pailit apabila tidak menghadiri persidangan (pasal 225 ayat 5)

rian PKPU tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk mempertimbangkan dan menyetujui renana perdamaian pada rapat atau sidang yang diaka

Dapat berupa :
Apabila rencana perdamaian ditolak: Debitur dinyatakan pailit
Pengajuan PKPU tetap atau perpanjangan waku ditolak: Debitur dinyatakan pailit
Dalam waktu 270 hari terhitung PKPU sementara diucapkan, tetapi belum tercapai perdamaian: Debitur dinyatakan pailit

9
Keterangan bagan:
1. Pengajuan permohonan PKPU dapat dilakukan oleh :
a. Debitur yang memiliki dua atau lebih kreditur dan memiliki setidaknya satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih ;
b. Kreditur ;
c. Bank Indonesia dalam hal debitur adalah bank ;
d. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), dalam hal debitur adalah
perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian ;
e. Menteri Keuangan, dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang kepentingan publik.
2. Permohonan PKPU diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga di daerah tempat
kedudukan hukum Debitur dengan ketentuan :
a. Apabila debitur meninggalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka
pengadilan yang berhak untuk menjatuhkan putusan atas permohonan PKPU
adalah pengadilan tempat kedudukan hukum debitur terakhir menetap.
b. Apabila debitur merupakan persero suatu firma, maka yang dapat
menjatuhkan putusan atas permohonan PKPU adalah pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi kedudukan persero suatu firma tersebut.
c. Apabila debitur tidak berkedudukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia,
tetapi bekerja dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
pengadilan yang berwenang adalah pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitur bekerja.
d. Apabila debitur merupakan badan hukum, maka mennetukan kedudukan
hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya sehingga
dapat menentukan pengadilan yang berwenang untuk menjatuhakn putusan
atas permohonan PKPU.
3. Permohonan PKPU ditandatangani oleh pemohon dan kuasa hukumnya dengan
memperhatikan ketentuan, sebagai berikut :
a. Apabila pemohon adalah debitur, maka permohonan harus disertai daftar yang
memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti yang
cukup.

10
b. Apabila pemohonan adalah kreditur, maka Pengadilan Niaga wajib memanggil
debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum siding. Pada siding tersbut, debitur wajib mengajukan daftar yang
memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta surat bukti yang
cukup serta rencana perdamaian jika ada.
c. Pada surat permohonan tersebut dapat dilampirkan rencana perdamaian 14.
Pemohonan PKPU dapat diajukan debitur, pada saat sebelum atau sesudah
adanya permohonan kepailitan terhadap debitur ke Pengadilan Niaga.
Sehubungan dengan hal ini ada kemungkinan bahwa permohonan kepailitan
telag diterima oleh PN namun belum diperiksa atau sedang dalam tahap
diperiksa, muncul permohonan untuk PKPU yang artinya Pengadilan Niaga
menerima dua permohonan untuk debitur yang sama. Untuk hal demikian,
maka permohonan PKPU harus diputus terlebih dahulu.

Apabila situasi diatas terjadi, maka proses pemeriksaan permohonan kepailitan


harus ditunda oleh Hakim Pengadilan Negeri. Sehingga permohonan PKPU yang
diajukan setelah adanya permohonan kepailitan hanya bisa diputus apabila belum
ada putusan kepailitan yang diucapkan oleh Pengadilan Niaga. Sehingga apabila
PKPU diputuskan ditolak, sidang pemeriksaan permohonan Kepailitan tidak perlu
diteruskan dan debitur langsung dinyatakan pailit.
Masa jangka waktu PKPU sementara berakhir karena hal-hal berikut:
1. Kreditor konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU tetap;
2. Pada saat batas waktu tiba, belum terjadi persetujuan tentang Rencana
Perdamaian antara debitur dan kreditur, dan bila ketentuan pasal 216 dikaitkan
dengan pasal 217, maka diketahui bahwa selama berlangsungnya sidang untuk
memperoleh putusan PKPU tetap, PKPU sementara terus berlaku (Sutan Remi
Sjahdeini, 2002:333)

Pemberian PKPU dapat ditetapkan oleh pengadilan apabila:


1. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang hadir dan mewakili
paling sedikit 2/3 bagian dari tagihan kreditur konkuren yang hadir tersebut.

14
Jono, 2010, Hukum Kepailitan, sinar grafika : Jakarta, hlm :170-171

11
2. Persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor dengan jaminan hak kebendaan
(gadai, fidusia, hak tanggungan, atau hipotik) yang hadir, dan mewakili
2/3 bagian tagihan kreditur yang hadir tersebut.
Pada hakikatnya, PKPU Tetap disetujui atau tidak, bukan tergantung pada
Pengadilan Niaga, melainkan berdasarkan kesepakatan antara debitur dan kreditur
mengenai rencana perdamaian. Pengadilan Niaga hanyalah memberikan keputusan
untuk mengesahkan dan mengkonfirmasi kesepakatan tersebut.

Berakhirnya PKPU
PKPU dapat berakhir, atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih
Kreditur, atau atas prakarsa Pengadilan15 dalam hal :
1. Debitur, selama waktu PKPU bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan
pengurusan terhadap hartanya ;
2. Debitur telah merugikan atau mencoba merugikan krediturnya ;
3. Debitur melakukan pelanggaran ketentuan pasal 240 ayat (1) yaitu selama
PKPU, debitur tanpa persetujuan pengurus melakukan tindakan pengurusan
atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya ;
4. Debitur lalai dalam melakasnakan tindakan-tindakan yang diwajibkan
kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban
pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang
disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitur ;
5. Selama waktu PKPU keadaan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan
dilanjutkannya PKPU atau merosot ;
6. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya
terhadap para kreditur pada waktunya.
Dalam hal PKPU diakhiri berdasarkan alasan-alasan tersebut maka demi
hukum debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Dengan demikian
pasal 11, 12, 13, dan pasal 14 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 berlaku
mutatis mutandis terhadap putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan
pengakhiran PKPU. Putusan pernyataan pailit sebagai akibat putusan pengakhiran
PKPU harus diumumkan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam pasal 15
ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. 16

15
Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress, hlm.199
16
Jono, 2010, Hukum Kepailitan, sinar grafika : Jakarta, hlm :181

12
BAGAN PROSEDUR PENGAJUAN BERAKHIRNYA PKPU MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

Apabila debitur melakukan hal-hal sebagaimana yang


tercantum dalam pasal 255 ayat (1) huruf a sampai huruf e,
maka pengurus wajib unutk mengajukan permohonan
pengakhiran PKPU

Pengadilan kemudian memanggil pemohon, debitur, dan


pengurus untuk didengar pada tanggal yang telah ditetapkan

Pemeriksaan permohonan pengakhiran PKPU harus telah


selesai dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

Putusan permohonan pengakhiran PKPU harus diucapkan


dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari

Apabila pengadilan memutuskan untuk mengakhiri PKPU


maka debitur akan dinyatakan pailit dalam putusan tersebut

Terhadap putusan pengakhiran PKPU ini terdapat upaya


hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

13
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan
mengenai Pengunduran dan Pembayaran atau Penundaan Pembayaran
diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998.
2. Didalam undang-undang yang baru, PKPU diatur dalam Bab III yang terdapat
dua bagian, yaitu:
a. Bagian pertama tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
dan Akibatnya
b. Bagian kedua tentang Perdamaian
3. Permohonan PKPU diajukan oleh pemohon, apabila pemohon tersebut
adalah debitur maka bertujuan untuk suatu pengunduran umum dari
kewajibannya untuk membayar utang-utangnya dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian, baik seluruh atau sebagian utang kepada
kreditur.
4. Perbedaan putusan pailit dengan putusan PKPU yaitu:
a. Dalam hal melakukan upaya hukum, terhadap putusan atas
permohonan pernyataan pailit, dapat diajukan kasasi ke Mahkamah
Agung (Pasal 11 ayat [1] UU Kepailitan). Selain itu terhadap putusan
atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
(Pasal 14 UU Kepailitan). Sedangkan terhadap putusan PKPU tidak
dapat diajukan upaya hukum apapun (Pasal 235 ayat [1] UU
Kepailitan).
b. Dalam hal Kewenangan debitur, sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan, debitur kehilangan haknya untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit (Pasal 24
ayat [1] UU Kepailitan). Sedangkan dalam PKPU, debitur masih dapat
melakukan pengurusan terhadap hartanya selama mendapatkan
persetujuan dari pengurus (Pasal 240 UU Kepailitan).
c. Dalam hal jangka waktu penyelesaian, dalam kepailitan, setelah
diputuskannya pailit oleh Pengadilan Niaga, tidak ada batas waktu
tertentu untuk penyelesaian seluruh proses kepailitan. Sedangkan
dalam PKPU, PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270
14
(dua ratus tujuh puluh) hari setelah putusan PKPU sementara
diucapkan (Pasal 228 ayat [6] UU Kepailitan).

15
DAFTAR PUSTAKA

BUKU :
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 8:
Perwasitan, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Djambatan, Jakarta.
Jono, 2010, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
Munir Fuady, 2002, Hukum Pailit, Bandung, Citra Aditya Bakti
Rahayu Hartini, 2012, Hukum Kepailitan edisi Revisi,Malang, UMMPress
Sri Redjeki Hartono, 2012, Hukum Kepailitan cetakan.3, Malang, UMMPress

JURNAL ONLINE :
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-
kepailitan-dengan-pkpu

ARTIKEL INTERNET :
http://notariatundip2011.blogspot.com/2012/02/pengertian-pkpu-dan-
pelaksanaannya.html
http://sesukakita.wordpress.com/2012/05/30/kepailitan-dan-penundaan-kewajiban-
pembayaran-utang-pkpu,
http://click-gtg.blogspot.com/2009/12/prosedur-penundaan-kewajiban-
pembayaran.html

16

Anda mungkin juga menyukai