Anda di halaman 1dari 3

Resume PKPU dan Kepailitan

PKPU dan pailit telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU atau yang disingkat dengan UUK 2004 pada Pasal 222 ayat (2).

Ayat tersebut berbunyi bahwa debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan
membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
penundaan kewajiban pembayaran utang.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan pailit merupakan dua solusi atas masalah
yang terjadi di sektor bisnis. Bagi perusahaan-perusahaan yang terbelit masalah finansial atau
utang piutang, PKPU atau pailit bisa menjadi jalan keluar di mana permohonan keduanya
diajukan ke Pengadilan Niaga. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini banyak dijumpai kasus
kepailitan dan PKPU.

Namun masih banyak pihak yang belum memahami perbedaan PKPU dan Pailit. Baik PKPU
maupun pailit diatur dalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UU Kepaliitan). Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas. Sedangkan, PKPU sendiri tidak diberikan definisi oleh UU Kepailitan.

Akan tetapi, dari rumusan pengaturan mengenai PKPU dalam UU Kepailitan kita dapat melihat
bahwa PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal
debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi
melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan
maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan (lihat Pasal
222 UU Kepailitan jo. Pasal 228 ayat [5] UU Kepailitan).
Apa yang membedakan permohonan PKPU dan pailit? Menurut kurator Imran Nating, pada
dasarnya syarat pengajuan PKPU dan pailit adalah sama, yakni ada dua kreditur atau lebih, ada
utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan dapat dibuktikan secara sederhana. Hal isi
sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan

Namun dalam beberapa hal, PKPU dan pailit memiliki banyak perbedaan. Pertama, dalam hal
terdapat permohonan PKPU dan kepailitan, permohonan PKPU didahulukan daripada kepailitan
(Pasal 229 ayat [3] dan ayat [4] UU Kepailitan).

Pasal 229:

Ayat (3): Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu.

Ayat (4): Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah adanya
permohonan pernyataan pailit yang diajukan terhadap Debitor, agar dapat diputus terlebih
dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib diajukan pada sidang pertama pemeriksaan
permohonan pernyataan pailit.

Kedua, dalam kepailitan, harta debitur akan digunakan untuk membayar semua utang-utangnya
yang sudah dicocokkan, sedangkan dalam PKPU, harta debitur akan dikelola sehingga
menghasilkan dan dapat digunakan untuk membayar utang-utang debitur.

Ketiga, dalam kepailitan perkara akan diputus dalam tenggang waktu paling lama 60 hari (pasal
8 ayat 5), atas putusan pailit bisa diajukan kasasi dan PK, dan diangkat satu atau lebih kurator
(pasal 11. 14, dan 15). Sementara dalam PKPU, permohonan yang diajukan oleh kreditur harus
diputus paling lama 20 hari, dan jika permohonan PKPU diajukan oleh debitur, maka
permohonan harus diputus paling lama tiga hari, dan menunjuk 1 atau lebih pengurus (pasal 225
ayat 2 dan 3),

Selain itu dalam PKPU, jika proposal perdamaian ditolak oleh kreditur yang menyebabkan pailit,
maka tak ada upaya hukum lanjutan yang bisa dilakukan oleh debitur selaku termohon.

Keempat, setelah termohon dinyatakan pailit, maka debitur tidak berhak atas harta kekayaannya
sejak putusan pailit dibacakan, dan seluruh harta kekayaan debitur berada dibawah pengawasan
kurator. Sementara PKPU, koorporasi, direksi maupun komisaris masih memiliki hak untuk
mengurus harta kekayaan perusahaan dengan pengawasan pengurus.

“Kenapa beda, yang satu kurator dan satu lagi pengurus, karena beda konsekuensi hukumnya.
Dalam pailit disebut kurator karena dalam rangka likuidasi dan sejak pailit debitur tidak berhak
mengurus harta kekayaanya, sedangkan PKPU itu pengurus karena tugasnya hanya mengurus
bersama-sama dengan komisaris dan perseroan atas izin dari pengurus. PKPU dalam rangka
melakukan restrukturisasi. Sekalipun juga di kepailitan debitur menawarkan proposal
perdamaian, namun sejak dinyatakan pailit siapapun tidak berhak mengurus harta kecuali
kurator,” katanya dalam wawancara bersama Hukumonline.

Kelima, jangka waktu penyelesaian. Dalam kepailitan, setelah diputuskannya pailit oleh
Pengadilan Niaga, tidak ada batas waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh proses
kepailitan.Dalam PKPU, PKPU dan perpanjangannya tidak boleh melebihi 270 (dua ratus tujuh
puluh) hari setelah putusan PKPU sementara diucapkan (Pasal 228 ayat [6] UU Kepailitan).

“PKPU berlangsung sampai maksimal 270 hari, itu PKPU tetap, satu syarat membuat PKPU
menjadi pailit jika waktu yang melebihi 46-270 hari tidak cukup dan debitur tidak mampu
memberikan proposal perdamaian. Sementara di kepailitan tidak ada batasan, bisa 45 hari
selesai, tidak ada jangka waktu sama sekali. Pailit tidak ada batas waktu,” tandasnya

Anda mungkin juga menyukai