Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan era modern ini memiliki beberapa dampak yaitu

dampak positif dan dampak negative, dari hal positif tercermin dari

banyaknya pembangunan, tekhnologi, pusat-pusat perkantoran, pusat

perbelanjaan dan mode kecanggihan lainnya, yang semakin hari semakin

banyak terlihat sekalipun di pinggiran kota, hal ini tentunya mendorong

sektor perkreditan dalam pembiayaan pembangunan dan pemberian modal

usaha yang sedang maju ini.

Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.

Dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat termasuk perusahaan telah

menjadikan kegiatan pinjam memminjam uang sebagai sesuatu yang sangat

diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonimiannya guna

untuk meningkatkan taraf kehidupan dan memperlancar usahanya. Pihak

pemberi pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia memberikan

pinjaman berdasarkan keperluan atau tujuan tertentu melakukan peminjaman

uang. Dengan demikian, kegiatan pinjam-meminjam uang sudah merupakan

bagian dari kehidupan saat ini.

Namun dalam menjalankan usaha,semakin pesatnya perkembangan

ekonomi menimbulkan semakin banyaknya permasalahan utang-piutang pada

perusahaan, tidak semua perusahaan dapat berjalan secara lancar, pasang

1
2

surut perekonomian membuat keuangan menjadi tidak stabil, sehingga

tersendaknya dalam melakukan pembayaran dan akhirnya tidak mampu lagi

untuk dapat membayar utang-utangnya tersebut, terlebih perusahaan

mempunyai utang kepada beberapa pihak, sehingga perusahaan tersebut dapat

dinyatakan pailit dengan memiliki minimal 2 kreditur.

Bila ditelusuri secara lebih mendasar, bahwa istilah “pailit” dijumpai


didalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris, istilah
“faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran.
Oleh sebab itu orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya
didalam bahasa Perancis disebut le failit. Untuk arti yang sama di dalam
bahasa Inggris dikenal istilah“failure”, dan di dalam bahasa latin
dipergunakan istilah “faillire”.1

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang

mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dan telah

dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga,

dikarenakan debitor tersebut tidak dapat membayar utangnya. 2 Menurut

poerwadarminta, “pailit” artinya “bangkrut”, dan “bangkrut” artinya

menderita kerugian besar hingga jatuh ( perusahaan, toko, dan sebagainya).3

Kepailitan adalah sita umum mencakup seluruh kekayaan debitor untuk

kepentingan semua kreditornya.Tujuan kepailitan adalah pembagian

kekayaan debitor oleh kurator kepada semua kreditor dengan memperhatikan

1
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran di
Indonesia, edisi revisi, PT.Raja Grafindo. Jakarta, 1994,hlm.24
2
J. Djohansah, “Pengadilan Niaga” di dalam Rudy Lontoh(Ed.)Penyelesaian Utang
Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang.Bandung Aumni , 2004,hlm.23.
3
Ramlan Ginting, kewenangan Tunggal Bank Indonesia dalam kepailitan Bank,
Buletin Hukum perbankan dan kebanksentralan, Vol 2 Nomor 2 Agustus 2001 , hal 1.
Mengutip dari wjs poerdawaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai pPustaka. Jakarta
1999.
3

hak-hak mereka masing-masing. 4 Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan

Perdagangan disebutkan bahwa dimaksud dengan pailit atau bangkrut, antara

lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bangkrut, dan

yang kavita-nya atau warisan-nya telah diperuntukan untuk membayar

hutang-hutangnya.5

Adapun tujuan yang terkandung dalam Undang-Undang Kepailitan

secara tersirat untuk melakukan proses likuidasi yang lebih cepat terhadap

harta kekayaan debitor yang akan dinyatakan pailit. Hal ini tersurat dalam

pertimbangan Perpu Nomor 1 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan

undang-undang Nomor 4 tahun 1998 maupun dalam Undang-Undang Nomor

37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan peundaan kewajiban pembayaran

utang, yang menyatakan bahwa untuk mengatasi gejolak moneter beserta

akibatnya yang berat terhadap perekonomian saat ini.

Salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan


pemecahan adalah penyelesaian utang piutang perusahaan dan dengan
demikian adanya peraturan kepailitan dan penundaaan kewajiban pembayaran
utang yang dapat digunakan oleh para debitor dan kreditor secara adil,cepat,
terbuka dan efektif menjadi sangat diperlukan.6

Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit dari

kewajiban untuk membayar utang-utangnya. Dalam ketentuan umum

4
Fred B.G Tumbuan, Pokok-Pokok Undang-Undang Tentang Kepailitan
Sebagaimana Diubah Oleh Perpu Nomor 1/1998 Dalam Penyelesaian Utang Melalui Pailit
Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Rudy Lontoh (Ed.).Bandung Alumni,
2001,hlm 125.
5
Abdurrahman A, dalam Munir Fuady, Hukum pailit dalam Teori dan praktek, PT.
Citra Aditya Bakti Bandung, 2005.hlm.8.
6
M.hadi Subhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma Dan Praktek Peradilan.,
Kencana.Jakarta .2008,Hlm.71-72.
4

penjelasan Undang-Undang kepailitan dijelaskan yang dimaksud dengan

kepailitan adalah: Pasal 1 ayat ( 1 ) : “ kepailitan adalah sita umum atas

semua semua kekayaan debitor pailit yang pengurusnya dan pemberesannya

dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim pengawas sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang ini”.

Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun

1905. Saat ini, Undang-Undang yang digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

( Selanjutnya disebut UU Kepailitan).

Dalam UU Kepailitan BAB II bagian kesatu Syarat dan putusan pailit

Pasal 2 ayat (1) debitur yang mempunyai dua atu lebih kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Kepailitan merupakan eksekusi massal yang ditetapkan dengan

keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan

umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada

waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan

berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan

pengawasan pihak yang berwajib.

Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang

Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri pada
5

Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan dalam kedudukannya harus

independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau

kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara. Diputuskannya

seorang debitor menjadi debitor pailit oleh Pengadilan Niaga membawa

konsekuensi hukum, yaitu bagi debitor dijatuhkan sita umum terhadap

seluruh harta debitur pailit dan hilangnya kewenangan debitor pailit untuk

menguasai dan mengurus harta pailitnya.

Sementara itu bagi kreditor, akan mengalami ketidak pastian tentang


hubungan hukum antara kreditor dengan debitor pailit. Oleh karenanya
kemudian Undang-Undang Kepailitan menentukan pihak yang akan
mengurusi persoalan kreditor dengan debitor tersebut, yaitu kurator yang
akan melakukakn pengurusan dan pemberesan atas harta pailit dengan para
kreditornya.7

Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan


dalam suatu proses perkara pailit. Oleh karena peranannya yang besar dan
tugasnya yang berat, tidak sembarangan orang data menjadi pihak
kurator.Karena itu, persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi curator ini
oleh undang-undang kepailitan diatur secara relative ketat.8

Penunjukan kurator, debitor dan kreditor dapat mengusulkan kepada

pengadilan untuk menunjuk seorang kurator tertentu yang independen dan

tidak memiliki benturan kepentingan. Undang-Undang kepailitan telah

memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan independen dan

tidak mempunyai benturan kepentingan sebagai berikut : “ Bahwa

kelangsungan keberadaan curator tidak bergantung kepada debitor atau

kreditor, dan curator tidak memiliki kepentingan ekonomis kreditor dengan


7
Jono, Hukum kepailitan, Sinar grafika Jakarta 2008, hlm. 85
8
Munir Fuady, Hukum kepailitan daam teori dan praktek, Edisi Revisi ( disesuaikan
dengan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004). PT Citra Aditya Bakti Bandung,
2005,hlm.38
6

9
debitor”. Terhadap penunjukan kurator baru pengadilan harus

memberhentikan atau mengangkat curator atas permintaan atau atas usul

kreditor konkuren berdasar putusan rapat kreditor.10

Kurator harus bertindak untuk kepentingan yang terbaik bagi kreditor


dengan tetap memperhatikan kepentingan debitor pailit. Kepentingan itu sama
sekali tidak boleh diabaikan. Untuk melaksanakan tugas kewenangannya,
curator perlu memilah kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang-
Undang Kepailitan.11

Tugas pokok kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau

pemberesan harta pailit, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) UU

Kepailitan dan PKPU, yaitu tugas kurator adalah melakukan pengurusan

dan/atau pemberesan harta pailit. Kewenangan KuratorDi samping tugas

utama tersebut, kurator juga mempunyai sejumlah kewajiban yang dapat

diinventarisasi dari UU Kepailitan dan PKPU, antara lain :

1. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah tanggal putusan

pernyataan pailit diterima oleh kurator, kurator wajib mengumumkan

dalam Berita Negara RI dan paling sedikit dua surat kabar harian yang

ditetapkan oleh hakim pengawas (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan dan

PKPU).

2. Kurator wajib mengumumkan putusan kasasi atau peninjauan kembali

yang membatalkan putusan pailit dalam Berita Negara RI dan paling

9
Imran Nating,Peranan Dan Tanggung Jawab Curator Dalam Pengurusan Dan
Pemberesan Harta Pailit, PT Grafindo Persada.Jakarta 2005,hlm 63.
10
Rapat kreditor adalah rapat paa keditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Pelaksanaan rapat kreditor untuk pertama kalinya dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal putusan ( pasal 86 UUK )
11
Ivida dewi amrih suci dan herowati poesoko, hukum kepailitan : kedudukan dan
hak kreditor separatis atas benda jaminan. LaksBang PRESSindo. Yogyakarta 2016,hlm82
7

sedikit dalam dua surat kabar harian (Pasal 17 ayat (1) UU Kepailitan

dan PKPU).

3. Kurator wajib memberikan kepada panitia kreditor atas

semua keterangan yang dimintanya termasuk memperlihatkan semua

buku, dokumen, dan surat mengenai kepailitan (Pasal 81 UU Kepailitan

dan PKPU).

4. Kurator wajib meminta pendapat panitia kreditor mengenai pengajuan

gugatan atau meneruskan perkara yang sedang berlangsung, ataupun

menyanggah gugatan yang diajukan atau yang sedang berlangsung (Pasal

83 (1) UU Kepailitan dan PKPU).

5. Kurator wajib memanggil semua kreditor yang mempunyai hak suara

dengan surat tercatat atau melalui kurir, dan dengan iklan paling sedikit

dalam dua surat kabar harian untuk menghadiri rapat (Pasal 90 ayat (4)

UU Kepailitan dan PKPU).

6. Dalam waktu paling lama 5 hari setelah penetapan hakim pengawas

sebagaimana maksud Pasal 113, kurator wajib memberitahukan

penetapan tersebut kepada semua kreditor yang alamatnya diketahui

dengan surat dan mengumumkannya paling sedikit dalam 2 surat kabar

harian (Pasal 114 UU Kepailitan dan PKPU).

7. Kurator wajib :

a. Mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh kreditor

dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dan keterangan debitur

pailit; atau
8

b. Berunding dengan kreditor jika terdapat keberatan terhadap penagihan


yang diterima (Pasal 116 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).
8. Kurator wajib memasukkan piutang yang disetujuinya ke dalam suatu daftar

piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang yang dibantah termasuk

alasannya dimasukkan ke dalam daftar tersendiri (Pasal 117 UU Kepailitan

dan PKPU).

9. Dalam hal kurator tidak menyetujui pendapat panitia kreditor maka kurator

dalam waktu 3 (tiga) hari wajib memberitahukan hal itu kepada panitia

kreditor (Pasal 84 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU).

10. Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit

dengan menyimpan semua surat, dokumen, uang perhiasan, efek, dan surat

berharga lainya dengan memberikan tanda terima (Pasal 98 UU Kepailitan

dan PKPU).

11. Kurator harus membuat pencatatan harta pailit paling lama 2 (dua) hari

setelah menerima surat putusan pengangkatannya sebagai kurator. Pencatatan

harta pailit dapat dilakukan di bawah tangan oleh kurator dengan persetujuan

hakim pengawas (Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan dan PKPU).

12. Kurator harus membuat daftar yang menyatakan sifat, jumlah piutang dan

utang harta pailit, nama dan tempat tinggal kreditor beserta jumlah piutang

masing-masing kreditor (Pasal 102 UU Kepailitan dan PKPU).

13. Kurator wajib menyimpan semua uang, perhiasan, efek, dan surat berharga

lainnya milik debitur pailit kecuali hakim pengawas menentukan lain. Uang

tunai yang tidak diperlukan untuk pengurusan harta pailit wajib disimpan oleh
9

kurator di bank untuk kepentingan harta pailit setelah mendapat izin hakim

pengawas (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

14. Kurator wajib menyediakan di Kepaniteraan Pengadilan salinan dari masing-

masing daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, selama 7 hari sebelum

hari pencocokan piutang, dan setiap orang dapat melihatnya secara cuma-

cuma (Pasal 119 UU Kepailitan dan PKPU).

15. Kurator wajib memberitahukan dengan surat tentang adanya daftar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 kepada kurator yang dikenal, disertai

panggilan untuk menghadiri rapat pencocokan piutang

dengan menyebutkan rencana perdamaian jika telah diserahkan oleh debitur

pailit (Pasal 120 UU Kepailitan dan PKPU).

16. Setelah berakhirnya pencocokan piutang, kurator wajib memberikan laporan

mengenai keadaan harta pailit, dan selanjutnya kepada kreditor

wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh mereka (Pasal 143 ayat

(1) UU Kepailitan dan PKPU).

17. Kurator wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana pedamaian

dalam rapat (Pasal 146 UU Kepailitan dan PKPU).

18. Kurator wajib mengumumkan perdamaian dalam hal perdamaian telah

memperoleh kekuatan hukum tetap di dalam Berita Negara RI dan paling

sedikit dalam 2 surat kabar harian (Pasal 116 ayat (1) dan (2) UU Kepailitan

dan PKPU).
10

19. Kurator wajib melakukan pertanggungjawaban kepada debitur di hadapan

hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian memperoleh

kekuatan hukum tetap (Pasal 167 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU).

20. Kurator berkewajiban membayar piutang kreditor yang mempunyai hak untuk

menahan suatu benda, sehingga benda masuk kembali dan menguntungkan

harta pailit (Pasal 185 ayat (5) UU Kepailitan dan PKPU).

21. Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan

pemberesan yang telah dilakukannya kepada Hakim Pengawas paling lama 30

(tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan (Pasal 202 ayat (3) UU

Kepailitan dan PKPU).

22. Memberikan kepastian kepada pihak yang mengadakan perjanjian timbal

balik dengan debitur pailit tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut

yang belum atau baru sebagian dipenuhi (Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan dan

PKPU).

Wewenang kurator merupakan hak, dalam arti kekuasaan yang diberikan


oleh Undang-Undang untuk menjalankan tugasnya.Wewenang selalu terikat
dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan terhadap seseorang. Secara umum,
kurator mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas pengurusan dan/atau
pemberesan harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.12

Kewenangan absolute dalam perkara pailit ini diajukan ke Pengadilan

Niaga, Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang berada dalam lingkungann

peradilan umum yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara

permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayran utang, yang

12
Munir Fuady, Hukum Kepailitan dalam teori dan praktek., Citra Aditya Bakti
Bandung 2005,hlm 44-48
11

pembentukannya dimungkinkan oleh undang-undang Nomor 14 Tahun 1970

tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.13 Pemeriksaaan perkara

dengan Masalah permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban

pembayaran utang dalam tingkat pertama akan diperiksa oleh Majelis Hakim,

sedangkan dalam perkara lainnya Ketua Mahkamah Agung akan menetapkan jenis

dan nilai perkara pada tingkat pertama dapat diperiksa oleh Hakim

Tunggal.Hukum Acara yang berlaku sepanjang tidak ditentukan lain oleh

Undang-Undang kepailitan menggunakan hukum Acara Perdata.

Hukum acara yang berlaku pada peradilan umum berlaku juga pada
peradilan niaga kecuali undang-undang menentukan lain ( pasal 284 ayat 91)
undang-undang kepailitan). Dengan demikian berarti bahwa HIR dan Rbg telah
berlaku pada Pengadilan Niaga akan tetapi apabila Undang-Undang kepailitan
mengatur secara lebih khusus dari ketentuan-ketentuan HIR dan Rbg yang berlaku
umum, maka berlakulah asas Lex Specialis Derograt Lex generalis. Ketentuan-
ketetuan khusus tersebut antara lain berupa tata cara pemeriksaan, upaya hukum
dan kuasa pihak berperkara.14

Melihat pada kasus Putusan Pininjauan Kembali Nomor. 49 PK/Pdt.Sus-

pailit/2013, dalam memeriksa perkara perdata khusus kepailitan prosedur renvoi

pada pemeriksaan peninjauan kembali, kasus masalah antara curator dari debitur

pailit dengan para kreditur –krediturnya, yakni PT Bank SBI Indonesia yang

berkedudukan di Graha Mandiri Lantai 11 dan 15, Jalan Imam Bonjol Nomor 61

Jakarta Pusat 10210, yang pada perkara ini member kuasa kepada Nartojo, S.H.,

MH. Dan kawan-kawan. Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 februari

2013 yaitu sebagai Pelawan I, kemudian Kantor Pelayanan Pajak Penanaman

Modal Asing Setempat, turut sebagai pelawan II, CV Sari Rasa dan cita rasa, PT

13
Munir Fuady ,hlm 19.Loc.Cit.
14
Prawoto Wingjosumarto, “Hukum Kepailitan selayang pandang( himpunan makalah),”
Tatunusa.jakarta 2003, hlm 104
12

Green textile Co Ltd, PUK SP TSK – SPSI PT. Kizone Internasional terhadap

Kurator PT Kizone International ( dalam pailit ). Namun dalam kasus ini penulis

membatasi dari kasus yang ada dalam putusan, yakni hanya antara PT Bank SBI

Indonesia dengan kurator PT Kizone International ( dalam pailit ), dimana PT

BANK SBI Indonesia adalah sebagai Kreditor Separatis, dalam kasus ini terkait

masalah boedel pailit dari debitur pailit PT Kizone Internasional yang

berkedudukan dikantor dahulu Gedung Graha Eka Formula, 3th floor, 305 suite,

Jalan Bangka Raya Nomor 02 Kemang, Jakarta Selatan, sekarang berkedudukan

di Jalan Tebet Barat IX, Nomor 7b Tebet, Jakarta selatan. Termohon Peninjauan

Kembali dahulu Termohon Kasasi/Terlawan ; yang dalam hal pengurusan boedel

pailit tersebut di pegang oleh Kurator. Karena merasa kurang menerima putusan

dari Mahkamah Agung pada permohonan Kasasi lalu, maka PT Bank SBI

Indonesia dengan kuasa Hukumnya mengajukan permohonan Peninjauan

Kembali, disebabkan oleh hakim dari Mahkamah Agung memutuskan bahwa

kasus tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku dan sesuai dengan

peraturan yang ada, yang padahal dalam hal ini, PT Bank SBI Indonesia sebagai

Kreditur Separatis berpiutang dengan PT Kizone International sebesar Rp.

26.354.012.026,76 ( dua puluh enam miliar tiga ratus lima puluh empat juta dua

belas ribu dua puluh enam rupiah jutuh puluh enam sen ). Yang baru dibayarkan

sebagian oleh Kurator belum lunas kemudian dalam pelelangan harta yang

pertama kedua tersebut curator mengambil fee dari hasil penjualan tersebut yang

terlalu besar dengan tidak memikirkan utang kepada para Kreditur yang belum

semua dibayar utang-utangnya, namun pada putusan Mahkamah Agung terdahulu,


13

pada Permohonan Kasasi dari isi memori kasasi hakim menganggap bahwa

perbuatan kurator tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang ada dan kasus lain sebagainya dalam penanganan harta pailit oleh kurator.

Oleh karena itu, penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk

mengetahui kepastian hukum, sehingga dalam proposal penelitian ini penulis

mengajukanjudul“ KEPASTIAN HUKUM TERHADAP KEWENANGAN

KURATOR ATAS HARTA PAILIT DALAM HUKUM ACARA

PERDATA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37

TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG” ( Analisis Putusan 49 PK/

Pdt.Sus-Pailit/2013 ).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi dalam masalah ini yang

akan dibahas adalah

1. Apakah tugas dan kewenangan Kurator telah sesuai Dengan Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan

Kewajiban Dan Pembayaran Utang?

2. Apakah proses Upaya hukum pengurusan harta pailit dalam menangani

harta pailit telah sesuai dengan Hukum Acara perdata?

C. Rumusan Masalah

Demi pentingnya sebuah pengetahuan dan informasi tentang

Kepastian Hukum Terhadap Kewenangan Kurator Atas Harta Pailit Dalam

Hukum Acara Perdata menurut Undang-Undang no 37 Tahun 2004 tentang


14

Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaan utang ( Analisis Putusan

No.49 PK/Pdt.Sus-pailit/2013 ) dengan ini penulis merumuskan beberapa

permasalahan yang akan di bahas, diantaranya :

1. Apakah tugas dan kewenangan Kurator telah sesuai Dengan Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004Tentang Kepailitan Dan Penundaan

Kewajiban Dan Pembayaran Utang?

2. Apakah upaya hukum dalam menangani harta pailit telah sesuai

dengan Hukum Acara perdata ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagaimana masalah

yang telah di kemukakan sebelumnya adalah :

a. Untuk mengetahui tugas dan kewenangan Kurator telah sesuai

Dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang

Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Dan Pembayaran Utang.

b. Untuk mengetahui kurator dalam menangani harta pailit telah

sesuai dengan Hukum Acara perdata.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat setelah dilakukan penelitian yang dilakukan

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat

umum mengenai kepailitan, hak kreditur dan pelaksanaan

eksekusi,kewenangan Kurator, khususnya bagi siapa yang akan


15

berperkara, dan mengetahui Hukum Acaranya.

b. Sebagai bahan masukan bagi lembaga yang berkewenangan dalam

menangani masalah eksekusi harta memiliki kepastian hukum.

c. Sebagai informasi kepada seluruh masyarakat

E. Kerangka Teori

Dalam suatu putusan hakim yang merupakan hukum dalam praktek

seyogianya dapat memenuhi unsur-unsur dalam penegakan hukum, yaitu

unsur kepastian hukum, unsur kemanfaatan dan unsur keadilan.Menurut

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo “Hukum bertugas menciptakan kepastian

hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.” 15 Tanpa kepastian

hukum, orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul

keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat

mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan menimbulkan rasa tidak adil.

Mengenai unsur kemanfaatan, seperti pada pandangan


Utilitarianisme yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama
hukum.Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).Jadi,
baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah
hukum itu dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.16
Kemudian yang tidak kalah pentingnya, yaitu mengenai unsur
keadilan. Teori Keadilan (John Rawls,2006:15) menyebutkan salah satu
bentuk keadilan sebagai fairness, yaitu memandang netral kepada semua
pihak yang melanggar hukum. Dapat dipahami bahwa aparat penegak
hukum harus bersikap netral kepada semuanya tanpa memandang atribut
sosial yang melekat dalam diri individu baik jabatan, nama baik ataupun
yang lainnya. Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling
banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah hukum. Seperti telah
diketahui bahwa tujuan hukum memang tidak hanya keadilan, tetapi juga
kepastian hukum dan kemanfaatan karena memang idealnya bahwa hukum
memang harus mengakomodasi ketiganya. Aristoteles dalam bukunya

15
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,
Yogyakarta, PT.Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.2.
16
Leni Candra Kartika, 2012206027, Fak Hukum UMJ
16

Nicomachean Ethics, sebagai mana dikutip oleh Darji Darmodiharjo dan


Shidarta menyatakan bahwa “Keadilan adalah kebajikan yangberkaitan
dengan hubungan antar manusia.”17
Untuk mengetahui kedudukan putusan Hakim yang oleh Sudikno

Mertodikusumo diartikan sebagai “… suatu pernyataan yang oleh Hakim, sebagai

pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan

bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa

antara pihak, 18 dalam system hukum Indonesia dapat mendasarkan pada teori

Reine Rechtslehre (The pure theory of law) teori hukum murni dari Hans Kelsen.

Teori ini bermaksud melihat hukum sebagai kaidah yang dijadikan objek ilmu

hukum. Meskipun diakui bahwa hukum dipengaruhi oleh factor-faktor politis,

sosiologis, filosofis dan sebagainya, akan tetapi yang dikehendaki adalah „teori

yang murni mengenai hukum.

Teori Kehendak (Wilstheorie), factor yang menentukan adanya perjanjian


adalah kehendak. Terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara kehendak dan
pernyataan (Verklaringstheorie) Suatu kehendak harus dinyatakan. Tidak adanya
kesesuaian antara kehendak dan pernyataan maka tidak terbentuk suatu
perjanjian.19

Dalam hal mengadakan hubungan hukum dengan perjanjian segalanya

harus disertai rasa aman, Menurut Fitzgerald, menjelaskan teori pelindungan

hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan

berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas

kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat

17
Darji Darmodiharjo dan Shidarta,Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm.156.
18
Sudikno Mertodikusumo, Hukum Acara Perdata, Yogjakarta, Liberty, 1988, hlm. 167.
19
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya Di Bidang
Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya, 2010, hlm. 76.
17

20
dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.

Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga

hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang

perlu diatur dan dilindungi.21

Teori kepercayaan (vertrouwens theorie) Mengajarkan bahwa

kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak (secara

objektif) diterima oleh pihak yang menawarkan. Moorman, Deshpande dan

Zaltman (1993) sebagaimana yang dikutip oleh Zulganef (2002) mendefinisikan

kepercayaan sebagai keinginan menggantungkan diri pada mitra bertukar yang

dipercayai. Definisi lain Rempel, Holmes dan Zanna (1985) yaitu kepercayaaan

merupakan rasa percaya diri seseorang yang akan ditemukan berdasarkan hasrat

dari orang lain daripada kekuatan dirinya sendiri.

Morgan dan Hunt (1994) berpendapat bahwa ketika suatu pihak

mempunyai keyakinan bahwa pihak lain yang terlibat dalam pertukaran

mempunyai reliabilitas dan integritas, maka dapat dikatakan ada kepercayaan

(Darsono dan Dharmmesta : 2005). Lau dan Lee (1999) mendefinisikan

kepercayaan sebagai kesediaan (willingness) seseorang untuk menggantungkan

dirinya pada pihak lain dengan resiko tertentu. Kepercayaan terhadap merek

terbentuk dari pengalaman masa lalu dan interaksi sebelumnya (Garbarino dan

Johnson, 1999). Anderson dan Narus dalam Aydin dan Ozer (2005) menekankan

20
Satijipto Raharjo, “Ilmu Hukum’, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000),hlm 5
18

bahwa trust terjadi ketika suatu kelompok percaya bahwa tindakan kelompok

yang lain akan memberikan hasil yang positif baginya.

F. Metode Penelitian

Menyelesaikan penelitian ilmiah diperlukan pendekatan yang tepat

sesuai dengan permasalahan yang telah diangkat sebelumnya. Metode

penelitian yang digunakan termasuk jenis penelitian yuridis normatif yang

didalamnya meneliti dan mempelajari norma yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan khususnya peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan aturan hukum mengenai kepailitan baik bagi debitor,

kreditor maupun para pihak yang bersengketa.

Penelitian juga diarahkan untuk mengetahui kepastian hukum

terhadap kewenangan kurator dalam menangani harta pailit pada hukum

acara perdata. Berdasarkan pendekatan tersebut, penelitian ini meliputi

lingkup penelitian inventarisasi hukum positif yang merupakan kegiatan

pendahuluan dari seluruh proses yang dilakukan dalam penelitian. Untuk

melengkapi dan mendukung serta memperjelas analisis terhadap

peraturan perundang-undangan diteliti juga tulisan-tulisan dari para ahli yang

terdapat dalam kepustakaan.

Penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum (sesuai dengan

karakter penelitian normatif), baik bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder secara kritis melalui proses klasifikasi secara logis sistematis

sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Bahan hukum primer

adalah bahan hukum yang mengikat dalam bentuk peraturan.


19

Perundang-undangan, khususnya yang mengatur atau

berkenaan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian. Sedang

bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan-bahan hukum yang akan

dikaji yaitu berupa peraturan perundang-undangan dikumpulkan dengan cara

melakukan inventarisasi dan selanjutnya mengkaitkan isinya dengan bahan-

bahan hukum berupa literatur hukum. Bahan hukum yang telah diperoleh

kemudian diolah dan dianalisis secara normatif dengan menggunakan logika

berpikir secara deduksi yang didasarkan pada aspek hukum normatif dan

evaluatif untuk memperoleh kebenaran pragmatis. Hal tersebut dilakukan

untuk mempermudah dalam menguraikan dan menganalisis masalah,

khususnya dalam membuat kesimpulan atas konsep-konsep yang ada di

dalam sumber-sumber yang berbeda, sehingga diharapkan melalui penelitian

ini dapat dimanfaatkan untuk pembaharuan dan pembangunan hukum.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penulisan penelitian ini disusun

secara sistematik dan dibagi lima bab serta terdiri dari beberapa sub bab,

yaitu sebagai berikut :

BAB I : Pada bab ini memberikan gambaran yang bersifat umum dan

menyeluruh mengenai latar belakang masalah, Identifikasi

masalah, perumusan masalah,tujuan dan manfaat

penelitian,landasan teori, metode penelitian dan sistematika

penulisan.
20

BAB II: Pada bab ini memberikan penjelasan tentang pengertian

Kurator, Harta Pailit Dan Hukum Acara Perdata.

BAB III: Membahas penguraian masalah tentang kewenangan Kurator,

Kreditur, dalam mengeksekusi harta pailit dalam Hukum

Acara Perdata dan tuntutan dari pihak termohon kasasi.

BAB IV: Pada bab ini membahas kepastian hukum mengenai Kurator,

Kreditur, dalam mengeksekusi harta pailit dalam Hukum

Acara Perdata dan penyelesaian tuntutan dalam kasasi yang

diajukan termohon kasasi.

BAB V: Dalam bab ini membahas hasil dari semua yang diteliti oleh

penulis dan dituangkan dalam bentuk kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai