PENDAHULUAN
tunggu bagi perjalanan hidup manusia karena telah dimulailah babak baru
kehidupan pria dan wanita dalam ikatan yang halal. perkawinan juga secara
Sudah menjadi kodrat alam, dua orang manusia dengan dua jenis
kelamin yang berlainan saling memiliki rasa suka dan perasaan cinta yang
tumbuh perlahan, seorang perempuan dan seorang laki-laki ada daya tarik
menarik satu sama lain untuk hidup bersama untuk membina suatu keluarga.2
berat dan tanggung jawab sesuai diri masing-masing. Tanggung jawab dan
beban itu bukanlah sesuatu yang mudah dilaksanakan, sehingga mereka harus
1
Wirjono Prodijokoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung,
1960, hlm. 7
2
Ibid, hlm. 8
3
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Akademika Pressindo, Jakarta , 1992 , hlm.
45
1
2
luhur dan sentral yaitu rumah tangga, karena lembaga ini merupakan benteng
bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral,
perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan
penting dan besar dalam kehidupan.4
hukum fositif yang berlaku dan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa
dengan tidak memandang profesi, suku bangsa, kaya atau miskin, dan
dilakukan oleh orang yang sudah berusia matang dan dapat dikatakan telah
cukup mapan.
perlu memiliki kesiapan matang, baik fisik maupun psikis. Bagi laki-laki,
dari segala ancaman. Dari segi psikis (mental), baik laki-laki maupun
Mengingat kehidupan ini tidak selalu ramah bahkan kadang kala kejam dan
4
Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Press,
Jakarta, 1991, hlm. 7
3
tidak seperti yang diharapkan bahkan bisa saja sering terjadi konflik dalam
keuletan.
perkawinan itu mengandung tujuan luhur, suci dan sakral.5 Apapun itu
perkawinan harus di langsungkan oleh pria dan wanita yang sama-sama sudah
Sebagai suatu peristiwa hukum maka subjek hukum yang melakukan peristiwa
tersebut harus memenuhi syarat, salah satu syarat manusia sebagai subjek
5
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 139
4
masyarakat tanpa terkecuali, Undang-undang ini telah diatur secara pas dan
matang untuk mengatur secara pasti apa saja masalah yang ada didalam
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa”. Aturan ini juga menopang terwujudnya dari tujuan perkawinan
dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau
di bawah umur banyak mendapat masalah dikemudian hari yang pasti akan
6
Shofiyun Nahidloh, Kontroversi Perkawinan Dibawah Umur, Sunan Ampel,
Demak, 2009, hlm. 1
7
Ibid, hlm. 2
8
Dedi Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia islam,
Pustaka Al-Fikris, Malang, 2009, hlm. 51
5
mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah
tangga.
muda berdampak kurang baik bagi sebuah keluarga karena sedikit dari mereka
kependudukan. Ternyata batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita
Dalam konteks hak anak, sangatlah jelas seperti yang tercantum dalam
perhatian kita bersama sebagai orang tua, bahwa hal ini disebabkan anak-anak
yang terpaksa menikah muda, dalam usia yang masih tergolong anak dilihat
dari aspek hak anak, mereka akan terampas hak-haknya seperti hak bermain,
sehingga membuat mereka berfikir lebih tua disaat usia masih sangat muda.
Cara berfikir dan mengambil keputusan dan tersebut yang akan menganggu
tumbuh kembang fisik dan mental anak karena sebagian pikirannya dilakukan
6
untuk mengerjakan hal-hal yang harusnya dilakukan oleh orang dewasa, pola
berfikir seperti itu dapat membuat anak tersebut bisa saja salah mengambil
terjadi atas dasar faktor ekonomi (kemiskinan), faktor diri sendiri, faktor
lingkungan dan aktor pergaulan.9 Dilihat dari faktor sosiologis yang terjadi
saat ini semakin bebas pergaulan anak masa ini memang sudah diluar batas
karena sudah banyak yang menyebabkan anak luar kawin, hal ini dilatar
belakangi oleh faktor intern dalam keluarga yaitu kurangnya pengawasan dari
orang tua dan faktor ekstern yaitu dari faktor sosiologis yang kurang baik yang
yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun”. Dari
kekuatan fisik yang memadai, karena perkawinan adalah hal yang sakral semi
9
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
1990, hlm. 51
7
mengetahui dampak apa saja yang akan terjadi apabila akan mengawinkan
anaknya saat usia belum memenuhi syarat yang ditulis dalam Undang-undang
Perkawinan.
“Bagi pria atau wanita yang telah mencapai umur 21 tahun tidak perlu
ada izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan. Yang perlu memakai
izin orang tua untuk melakukan perkawinan ialah pria yang belum mencapai
umur 19 (sembilan belas) tahun dan wanita belum berumur 16 (enam belas
tahun)”.12
10
Wahyu, Kehidupan Setelah Perkawinan, Juana Raya, Malang, 1992, hlm. 45
11
Ibid, hlm. 46
12
Tri Raharjo, Ilmu Masyarakat Umum, PT Pembangunan, Jakarta, 1999, hlm. 119
8
Dari alinea di atas ada 2 (dua) asas hukum yang terkandung, yaitu:
1. Asas suka sama suka
Asas Suka sama suka mengandung makna bahwa perkawinan hanya dapat
dari pihak manapun baik orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat
sekitar.
seizin orang tua, bila orang tua tersebut setuju dengan isi Pernyataan
Memberi Izin kepada anaknya untuk menikah, maka orang tua calon
telah mendidik dan membesarkannya. Bila orang tua sudah tidak ada lagi,
(1) UU No. 1 tahun 1974, namun dalam prakteknya masih banyak kita
Dari adanya batasan usia ini dapat ditaksirkan bahwa Undang- Nomor
umur masih banyak dilakukan sampai saat ini, maka Undang-Undang Nomor
dengan adanya dispensasi dari pengadilan bagi yang belum mencapai batas
Pengadilan Agama.
kapan suatu hubungan suami istri ini dihalalkan antara seorang laki-laki dan
perempuan untuk melakukan hubungan suami istri yang sah dalam agama dan
secara otomatis akan lebih mengikuti ajaran dari Agama islam. Begitu pula
halnya dalam bidang perkawinan, yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia
13
Abdul Zaelani, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cipta Karya, Bandung, 1998,
hlm. 32
10
agar tidak terjadi kerusakan rumah tangga akibat umur para calon mempelai
yang masih terlalu dini yang notabene masih berjiwa labil dan juga untuk
calon bayi.
B. Idetifikasi Masalah
C. Rumusan Masalah
identifikasi masalah yang sudah diuraikan diatas dapat penulis buat rumusan
0350/Pdt.P/2014/PA JS?
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Pelitian
dalam hal hukum perdata dan hukum acara perdata dalam bidang
hukum perkawinan.
pihak yang terkait dengan masalah skripsi ini dan pedoman atau
mengenai perkawinan.
E. Kerangka Teori
14
Thalib, Sayuti, Hukum kekeluargaan di Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam, UI,
Jakarta, 1982, hlm. 47
13
Pernikahan dini oleh anak dibawah usia 19 tahun atau sedang mengikuti
Menurut Dra. Suryana, “Anak adalah rahmat dan amanah Allah yang
sangat berharga, penguji iman orang tua , media beramal, bekal kebahagiaan
dimasa depan, tempat bergantung dihari tua, penyambung cita-cita, dan
sebagai mahluk yang harus di didik dengan baik agar dewasanya anak bisa
meneruskan bangsa”.18
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh hasil yang baik dari skripsi ini sehingga berhasil
mencapai sasaran yang sesuai dengan judul yang telah diketengahkan maka
Adalah suatu cara untuk memperoleh data yang bersifat teoritis terhadap
akurat. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian yang
sebagainya.
Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer, dalam
hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan jelas dengan
Analisis Data:
Semua data yang telah dikumpulkan oleh penulis baik data primer, data-
G. Sistematika Penulisan
terbagi dalam 5 (lima) bab dan masing-masing bab mempunyai sub bab,
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
tahun 1974, Syarat dan rukun perkawinan menurut Hukum Islam dan
UMUR
Perlindungan Anak.
BAB V PENUTUP