Anda di halaman 1dari 3

Teks eksposisi

“Menikah muda, pilihan yang tepat atau bukan?”


Tesis :
Rasa cinta dan kasih sayang dalam diri manusia merupakan
anugerah dari Allah SWT kepada umat manusia. Islam sebagai
agama yang sesuai dengan fitrah manusia mempunyai solusi
terbaik bagi manusia dalam memadu cinta kasih, yaitu dengan
ikatan pernikahan. Melalui jalinan pernikahan, pasangan suami
isteri diberi tuntunan mengenai hak dan tanggung jawabnya
masing-masing demi kebahagiaan hidup yang lebih sempurna. Di
Indonesia sendiri, terdapat UU Perkawinan Pasal 7 (1) yang
menerangkan batasan usia untuk menikah yaitu untuk pria
minimal berusia 19 tahun dan wanita minimal berusia 16 tahun.
Namun, sudah sering terjadi pernikahan di bawah umur di
kalangan masyarakat yang selama ini sudah tidak lagi menjadi
hal yang luar biasa.

Pernyataan pendapat :

Dengan berbagai alasan, beberapa remaja Indonesia


memilih menikah pada usia yang tergolong muda. Faktanya,
banyak masyarakat berpendapat bahwa mereka melakukan
pernikahan dini sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah.
Tetapi, tidak semua yang beliau lakukan boleh kita ikuti dan
amalkan apalagi dalam hal perkawinan. Bahkan, tidak jarang apa
yang ditetapkan Rasulullah diubah oleh pakar atau generasi
sesudah beliau. Hal itu dikarenakan penyesuaian terhadap
perkembangan jaman demi meraih kemaslahatan yang lebih
besar ataupun menghindari mudharat.
Melihat banyaknya praktik pernikahan dini di Indonesia,
seorang ahli tafsir, cendikiawan, dan mantan Menteri Agama Prof.
Muhammad Quraish Shihab ikut berpendapat. “Al-Quran dan
sunnah Nabi saw. tidak menetapkan usia tertentu untuk
perkawinan. Dalam konteks perkawinan, Al-Quran dan sunnah
telah menetapkan tujuan perkawinan. Pasangan suami istri diberi
tuntunan mengenai hak dan tanggung jawabnya masing-masing
demi kebahagiaan hidup yang lebih sempurna. Hal itu tentu tidak
dapat diwujudkan apabila ia belum mencapai tingkat mental,
emosional, dan spiritual yang dapat mendukung tujuan tersebut”,
ujarnya.

Beberapa ulama juga memakruhkan praktik pernikahan usia


dini. Seperti misalnya, pernikahan anak perempuan yang belum
cukup umur. Maka ia berkewajiban memikul tugas sebagai istri
dan ibu rumah tangga, padahal ia belum siap secara fisik maupun
psikologis meskipun dia sudah melalui masa haid. Oleh karena
itu, menikahkan anak perempuan yang belum cukup umur dinilai
tidak maslahat bahkan bisa menimbulkan kerusakan. Karena
pada dasarnya fungsi keluarga bukan hanya reproduksi dan
ekonomi, tetapi lebih dari itu antara lain fungsi sosialisasi dan
pendidikan.

Contoh lainnya yaitu mahasiswa yang masih kuliah yang


berarti mereka sedang menjalani suatu kewajiban, yaitu menuntut
ilmu. Sedangkan menikah hukumnya adalah masih sunnah
baginya, tidak wajib selama dia masih dapat memelihara
kesucian jiwa dan akhlaknya. Dalam keadaan demikian, maka ia
harus mendahulukan yang wajib daripada yang sunnah yang
artinya ia harus lebih memprioritaskan kuliahnya daripada
menikah. Jika tetap ingin menikah, maka dia dituntut untuk dapat
menjalankan dua hukum tersebut (menuntut ilmu dan menikah)
dalam waktu yang sama secara baik, tidak mengabaikan salah
satunya, disertai dengan keharusan memenuhi kesiapan
menikah, yakni kesiapan fisik, ilmu, dan harta. Tetapi, tidak sedikit
orang yang telah melampaui usia 18 tahun atau bahkan 20 tahun
tapi ia dinilai belum dewasa, sehingga belum dapat diberi
tanggung jawab dalam berumahtangga.

Penegasan ulang pendapat :

Sekali lagi, Islam tidak menetapkan batas tertentu bagi usia


perkawinan, tetapi negaralah yang memiliki ketetapan mengenai
hal tersebut. Ketetapan hukum yang berlaku di negara-negara
berpenduduk muslim pun berbeda-beda. Bahkan dalam satu
negara perubahan dapat terjadi akibat perkembangan masa.
Pernikahan dianjurkan pada setiap agama untuk meneruskan
keturunan dalam kelangsungan hidup manusia. Namun,
bagaimanapun pernikahan yang dilakukan pada usia muda
memiliki banyak hal yang dikhawatirkan dapat menimbulkan
perceraian dalam pernikahan tersebut dan juga berdampak buruk
bagi seseorang di bawah umur yang secara biologis belum
dewasa, serta terputusnya peluang untuk mencapai segala yang
dicita-citakannya. Jadi, dalam konteks usia perkawinan diperlukan
peninjauan kembali atas penetapan hukum menyangkut usia
perkawinan, serta menetapkan syarat-syarat yang diperlukan
guna menghindarkan para istri dari mudarat dan kegagalan dalam
pernikahan.

Anda mungkin juga menyukai