Anda di halaman 1dari 3

Nama: M.

Hady Nugraha

Kelas: 12 IPA 1

Absen: 20

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia

Teks Kritik Film “Dua Garis Biru”

Film Dua Garis Biru merupakan film yang disutradarai oleh Gina S Noer, film ini
menceritakan tentang kisah sepasang anak SMA yang terlibat pergaulan bebas di luar
pernikahan. Film ini dibintangi oleh Zara Adhisthy sebagai Dara dan Angga Yunanda
sebagai Bima, keduanya merupakan tokoh utama dalam film ini, selain mereka ada
beberapa tokoh lain yaitu Lulu Tobing, Cut Mimi, Arswendy Bening, Dwi Sasono, Rachel
Amanda, serta beberapa pemeran lainnya.

Kisah ini dimulai ketika Bima dan Zara merupakan sepasang kekasih saat masih 1
bersekolah dijenjang SMA, mereka merupakan sepasang kekasih yang terlihat sangat
dekat, mereka selalu menghabiskan waktu bersama di sekolah maupun diluar sekolah.
Hingga pada suatu ketika mereka melakukan hubungan yang tidak seharusnya di luar
pernikahan yang menyebabkan Dara hamil saat masih duduk di bangku SMA. Sejak saat
itu hidup Dara dan Bima berubah menjadi kelam, dipenuhi pertengkaran dan pergolakan
batin antar tokoh.
Dengan berat hati, kedua orang tua mereka menikahkan mereka saat itu,dan Dara
pun terpaksa untuk meninggalkan sekolah serta mimpi-mimpinya. Kehidupan mereka
setelah menikah tidak berjalan mulus begitu saja, kehidupan mereka masih saja diwarnai
konflik, terlebih kebimbangan Dara untuk memberikan hak adopsi buah hatinya atau
tidak, ketika keluarga Bima bersikeras untuk merawat anak yang dikandung oleh Dara
saat ia lahir, namun keluarga Dara malah menginginkan agar anak itu diberikan hak asuk
nya kepada kerabat mereka, dengan alasan jika Dara dan Bima belum cukup mental
maupun materi untuk mengurus anak tersebut.

Akhirnya ketika anak Dara dan Bima lahir, anak itu pun diasuh oleh Bima dan keluarga,
sedangkan Dara dengan berat hati memutuskan untuk meninggalkan Bima dan anaknya
dan pergi ke Korea untuk melanjutkan mimpinya yang sempat tertunda.

Dalam film ini juga kita dapat mengerti pentingnya peran keluarga terutama
orangtua bagi anak-anaknya. Namun, film ini pun banyak menuai kritik di masyarakat
karena dianggap terlalu berlebihan dalam menampilkan adegan-adegannya, seperti
adegan Dara dan Bima saat sedang melakukan yang tidak seharusnya di tempat tidur, dan
ketika melihat adegan kemesraan Dara dan Bima saat sedang di sekolah dianggap terlalu
berlebihan.

Salah satu acting dari Zara yang di beberapa scene kurang matang. Terutama pada
scene melahirkan. Padahal, melahirkan adalah sesuatu yang mendebarkan karena
menyangkut hidup-mati ibu dan bayinya. Namun, Zara tidak memperlihatkan ekspresi
tersebut. Bagi beberapa orang, mungkin adegan tersebut dapat merusak keseluruhan
cerita, meskipun bagi aku scene tersebut tidak begitu berarti.

Kemudian, adegan di mana Mba Dewi, kakaknya Bima, pertama kali muncul. Mba
Dewi memarahi Bima di situ dan menyinggung Bima bahwa dia bego karena tidak
memakai kondom. Scene tersebut seharusnya menjadi cukup serius karena membawa
pesan mengenai kondom yang adalah kontrasepsi paling sederhana. Namun, sayangnya
scene tersebut malah dibuat jenaka seakan-akan kondom itu lucu.
Film Dua Garis Biru adalah salah satu film lokal yang patut diapresiasi dengan tepuk
tangan meriah. Film ini tidak hanya berani, tetapi juga memberi kritik terhadap para
orang tua yang selama ini merasa tabu untuk membahas sex education dengan anak
mereka. Film ini tidak hanya memberi pelajaran tentang risiko-risiko seks di luar nikah,
tetapi juga mengenai parenting. Walaupun Dua Garis Biru adalah debutnya Ginatri S.
Noer, Gina berhasil menyajikan film yang sangat bagus.

Anda mungkin juga menyukai