Anda di halaman 1dari 8

PERNIKAHAN DINI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

ST. Fatimah Z, Putri Aulia Rahmat


Fatimahazzahrazainerdogan05@gmail.com putriauliahrhmt@gmail.com

Abstrak
Pernikaan dini merupakan fenomena sosial yang banyak tejadi dibebagai
wilayah. Fenomena pernikahan dini bagai fenomena gunung es yang hanya
tampak sebagian kecil dipermukaan, sangat sedikit terekspos dirana publik
tetapi kenyataannya, begitu banyak terjadi dikalangan masyarakat luas. Ketika
kita menelusuri akar sejarah pernikahan dini di Indonesia, khusunya
diberbagai daerah sudah menjadi sesuatu yang lumrah yang dilakukan oleh
kakek dan nenek moyang kita. Pada konteks mereka, terdapat stigma negatif
jika seorang perempuan menikah diusia matang dalam komunitas mereka.
Tulisan ini akan mendiskusikan fenomena pernikahan dini dalam perspektif
hukum islam.
Kata Kunci: Pernikahan Dini, Hukum islam,

1. Pendahuluan
Pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang sudah sering terdjadi.
Fenomena pernikahan dini sudah banyak terjadi dikalangan masyarakat luas.
Masalah ini sudah sering diangkat sebagai topik utama diberbagai media sosial.
Istilah pernikahan dini merupakan istilah yang relatif kontemporer. Seiring
berkembangnya zaman, image yang berkembang di masyarakat justru
sebaliknya, Arus globalisasi yang melesat sangat cepat dan banyak berubah
paradigma berfikir masyarakat secara luas. Pernikahan diusia yang sangat belia
dianggap sebagai sesuatu yang tabu karena dipandang sebagai banyak
membawa efek negatif khususnya bagi pihak perempuan. 1 Sekalipun demikian

1
De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 3 Nomor 2, Desember 2011, hlm: 125-134.

1
fenomena pernikahan dini masih banyak dijumpai terutama didaerah.
Pernikahan dini sebenarnya bukan hal yang baru untuk di perbincangkan.
Masalah ini sudah sering di perbincangkan atau di angkat sebagai topik utama
di berbagai diskusi. Sekalipun demikian, masalah ini selalu menarik keinginan
para kaum muda untuk menelisik lebih jauh lagi tentang apa dan bagaimana
pernikahan dini. Adapun pernikahan dini biasanya dikaitkan oleh waktu, yakni
yang sangat awal. Lawannya adalah pernikahan lama atau kadaluwarsa. Bagi
orang-orang yang hidup pada awal-awal abad 20 atau bahkan sebelumnya,
pernikahan dini adalah sesuatu yang biasa dilakukan, bukan sesuatu yang tabu
dan tidak penting untuk di munculkan ke permukaan.
2. Pembahasan
2.1 Pernikahan Dini
Adapun pernikahan dini di Indonesia di dalam undang-undang yang mengatur
tentang pernikahan tertung dalam Undang-undang No.1 Tahu 1974 yang
menyatakan bahwapernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun batas usia
dalam Undang-Undang perkawinan bab II Pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa
pernikahan pernikahan hanya diijinkan jika usia pria mencapai 19 tahun dan
pihak perempuan teah mencapai 16 tahun. Kebijakan pemerintah dalam
menetapkaan batasan usia minimal pernikahan ini tentunya sudah melalui
proses dan pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-
benar siap dan matang dari aspek fisik, psikis, dan mental.
Lebih lanjut di jelaskan dalam Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1974
bahwa untuk melangsungkan pernikahan seseorang yang belum mencapai usia
21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua mereka. Namun dalam
prakteknya di masyarakat, secara umum masih banyak yang melangsungkan
pernikahan di usia muda atau di bawah umur. Adapun dalam sebagian
penelitian medis, bahwa ideal pernikahan bagi perempuan adalah 21-25,

2
sedangkan bagi laki-laki adalah 25-28 tahun. Karena menurut penelitian
tersebut, organ reproduksi pada perempuan sudah berkembang dengan baik dan
kuat, sertasecara psikologis sudah dianggap matang untuk menjadi calon
orangtua bagi anak-anaknya. Sementara kondisi fisik dan psikis laki-laki pada
usia tersebut juga sudah kuat sehingga mampu menopang kehidupn keluarga
dan melindunginya baik secara psikis emosional, ekonomi, dan sosial.
Adapun pernikahan dini yang berdampak pada kesehatan reproduksi anak
perempuan. Anak perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan
meninggal lima kali lebih besar di bandig perempuan yang berusia dintara 20-
25 tahun. Sementara anak yang berusia 15-19 tahun kemungkinan 2 kali lebih
besar. Sebelum usia tersebut dianggap terlalu cepat atau matang sebelum
waktunya, kondisi yang berkembangan memberikan gambaran
bahwapernikahan yang dilkukan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang
matang2 dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap mengindikasikan sikap
terhadap makna nikah dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan
terhadap pernikahan itu sendiri selama ini diaggap sakral oleh agama.
Secara umum, sebagian masyarakat yang melangsungkan pernikahan pada usia
muda dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (1) Pernikahan dini terjadi karena
kedaan ekonomi keluarga yang berada garis kemiskinan, sehingga dengan
menikahkan satu dari anak perempuannya meskipun ia masih sangat usia belia,
yang akan cukup meringankan beban orang tuanya khususnya dari sisi
ekonomi; (2) Orang tua, anak, masyarakat dengan tingkat kesadaran pendidikan
yang rendah umur; (3) Ada kekhawatiran dikalangan orang tua akan
mendapatkan aib karena anak perempuannya sudah berpacaran dengan laki-laki
segera menikahinya; (4) Gencarnya media massa baik cetak maupun elektronik
khususnya internet yang belum bisa di kendalikan dalam batas aman untuk
dikomsumsi publik yang mengespos pornografidan adegan-adegan yang tidak
layak di pertontonkan secara umum yang meyebabkan remaja moderen kian
2
http://www.wahdah.or.id/wahdahwahdahislamiah.

3
banyak yang terjebak dalam lingkup yang membolehkan pola hidup yang
bagaimanapun yang mereka inginkan; (5) Pernikahan usia muda yang terjadi
karena orang tua jika tidak segera menerima pinangan dari laki-laki yang
melamarnya.

2.2 Hukum islam


Dalam literatur fikih Islam, tidak dapat ketentuan secara jelas mengenai batasan
usia pernikahan, baik batasan usia minimal walaupun maksimal. Walau
demikian, hikmah tasyri’ dalam pernikahan adalah menciptakan keluarga
sakinah serta dalam rangka memperoleh keturunan dan ini bisa tercapai pada
usia dimana calon mempelai telah sempurna akal pikirannya serta siap
melkukan proses reproduksi.
Adapun ketentuan hukumnya, pada dasarnya islam tidak memberikan batasan
usia minimal pernikahan secara definitif. Usia kelayakan pernikahan adalah
usia kecukupan berbuat dan dan menerima hak sebagai ketentuan sinn al-ruysd.
Pernikahan usia dini hukumnya sah, sepanjang telah memenuhi atau
terpenuhinya syarat dan rukun nikah, akan tetapi haram jika menyebabkan
mudharat. Kedewasan usia merupakan salah satu indikator bagi tercapainya
tujuan pernikahan, yaitu kemashlahatan hidup berumah tangga dan
bermasyarakat serta jaminan keamanan bagi kehamilan. Guna merealissikan
kemashlahatan, ketentuan perkawinan dikembalikan pada standarisasi usia
sebagaimana ditetpkan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 sebagai pedoman.3
Untuk mencegah terjadinya pernikahan usia dini yang berdampakpada hal-hal
yang bertentangan dengan tujuan dan hikmah dari pernikahan, pemerintah
diminta untuk lebih meningkatkan sosialisasi tentang UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan. Pemerintah, Ulama, dan Masyarakat diminta untuk
memberikan sosialisasi tentang hikmah perkawinan dan menyiapkan calon
mempelai, baik laki-laki maupun perempuan. Ketentuan perundang-undangan
3
De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 3 Nomor 2, Desember 2011, hlm: 150

4
yang tidak sejalan dengan ketentuan fikih Islam mengenai pernikahan dan tidak
sejalan dengan UU Nomor1 Tahun 1974 tentag Perkawinan perlu di
sinkronisasi.
Adapun dasar penetapan yang kami dapatkan dalam Al-Qur’an yaitu; yang
artinya ; Dan kawinlahorang-orang yang sendirian diantara kamu, danorang-
orang yang layak (berkkawin) dari hamba- hamba sahaya yang lelaki dan
hamba-hamba sahaya yang perempuan.(QS.An-Nur [24]:32). Adapun
pegertian”sendirian” dalam ayat ini adalah perempuan yang tidak memiliki
suami. Menggunakan sighat umum yang dewasa maupun anak-anak.
Dalam Hadis Nabi SAW dalamShahih MuslimJuz II halaman 1093: yang
artinya Dari Al-qamah RA ia berkata: ketikah saya berjalan bersama Abdillah
RA ia berkata “Saya pernah bersama Raulullah SAW lantas beliau bersabda:
“Barang siapa yangtelah memiliki bekal , maka hendaknya ia segera menikah,
karena meikah lebih menahan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.
Barang siapa yang tidak mampu hedaknya ia berpuasakarena puasabaginya
merupakan perisai” (HR. Bukhari dan Muslim).
Satu hal yang perlu digaris bawahi dari Hadist di atas adalah perintah menikah
bagi para pemuda dengan syarat jika ia telah mampu, maksudnya adalah telah
siap untuk menikah dalam tinjauan hukum islam meliputi tiga hal, yaitu: (a)
Kesiapan ilmu, yaitu kesiapan pemahaman hukum-hukum fikih yang ada
hubungannya dengan masalah pernikahan, baik hukum sebelum menikah,
seperti (khtbah) melamar, pada saaat menikah seoerti syarat da rukunakad
nikah, maupun sesudah menikah seperti hukum menafkahi keluarga, thalaq, dan
rujuk. Syarat pwetama ini di dasarkan pada prinsip bahwa fardhu ain
hukumnya bagi seorang muslim untuk mengetahuihukum-hukum
perbuatansehari-hari yang akan dilakukannya; (b) Kesiapan Harta atau Materi,
yang di maksud dengan harta disini ada dua macam yaitu harta sebagai mahar
dan harta sebagai nafkah suami kepada istrinya untuk memenuhi kebutuhan
pokok, bagi isteri berupa sandang, pangan, dan papan yang wajib diberikan

5
dalam kadar layak; (c) Kesiapan fisik atau kesehatan khususnya bagi laki-laki
yaitu mampu menjalani tugas-tugasnya sebagai suami, tidak imponten untuk
berobat. Ini menujukkan bahwa “fisik” yang satu ini perlu mendapatkan
perhatian yang serius.
Sekalipun dikatakan bahwa pernikahan dini hukum asalnya di perbolehkan
menurut syariat Islam, tetapi tidak berarti ia dibolehkan secara mutlak
bagisemua perempuandalam semua dan setiap keadaan. Sebab pada sebagian
perempuan terdapat beberapa kondisi yang menunjykkan bahwa lebih baik ia
tidak menikah pada usia dini. Terdapat beberapa ketentuan yang perlu di
perhatikan dalam sebuah pernikahan dini agartidak mengakibatkan efek negatif
sebagaimana di lansir oleh banyak kalangan yang mayoritas berpamndangan
bahwa pernikahan dini selalu berkonotasi tidak baik.
Pertama perempuan harus siap secara fisik, karena banyak perempuan yang
sudah baligh namun belum siap untuk menikah karena kondisi tubuh nya yang
lemah atau penyakityang membuat nya tidak memiliki fisik yang prima
sehingga tidakmampu menjalangkan tugasnya sebagai istri. Kedua , perempuan
tersebut sudah matang secaramental dan terdidik untuk dapat memenuhi
tanggung jawab. Ini bukan berarti harus mengetahui seluk beluk kehidupan
rumah tangga secara sempurna ketika berinteraksi dengan suami, dengan anak,
dan lain sebagainya. Kedua pointtersebut pantas mendapat perhatian lebih
berdasar dari Hadist Nabi bahwa beliau tidak menyuruh menikah kepada
seluruh pemuda tanpa terkecuali bagi mereka yang dianggap mempunyai
kemampuan memberi nafkah.
Ketiga, pada pernikahan perempua yang masih sangat belia, lebih utama kalau
dia dan calon suminyatidak terpaut jauh usianya, kecualiuntuk maksud yang di
benarkan. Imam Annasa’i telah mengeluarkan sebuah riwayat dalam Sunannya
demikian pula Ibnu Hibban di dalam Shahihnya sert Al-Hakim dalam Al-
Mustadraknya, dan ia menilai Shahih riwayat tersebut berdasarkan Syarat
Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa Abu bakar dan Umar melamar

6
Fatimah, namun Rasulullah menikahkan Fatimah dengan Ali. Dari Hadist
tersebut dapat diambil keseimpulan bahwa usia calon suami harus dan perlu di
perhatikan, yaitu sebaiknya tidak jauh dengan usia perempuan. Karena akan
kedekatan jarak usia inidi harapkan aka lebih dapat melahirkan keserasian
diantara pasangan suami istri dan lebih dapat melanggegkan pernikahan
mereka.
Adapun pandangan Jumhur Fuqahah yang membolehkan pernikahan di usia
dini. Pendapat Ibn Syubrumah dan Abu Bakr Al-Asham yang sebagaimana
disebutkan dalam Fath al-Bari juz 9halaman 273 yang menyatakan bahwa
praktik nikah Nabi dengan ‘Aisyah adalah sifat kekhususan Nabi. Dan
jugaPendpat Ibn Hazm yang memilah antara pernikahan anak kecil laki-laki dan
perempuan. Pernikahan anak perempuan yang masih kecil oleh bapaknya
dibolehkan, sedangkan pernikahan anak laki-laki yang kecil dilarang.
Terkait pernikahan Rasulullah denag Aisyah RA, ada beberapa hadistyang
menunjukkan bahwa pernikahan tersebut berdasarkan pada sebuah mimpi, dan
mimpi para rasul itu benar. Jadi hal itu merupakan ketentuan Allah yang
diberlakukan untuk Nabi Muhammad SAW yang tidak serta merta harusdiikuti
sebagai sunnah rasul, yang beristri lebih dari 4 wanita yang tidak boleh
langsung juga di terpkan oleh ummatnya dengan dalil melaksnakan sunnahnya.
Ini merupaka sesuatu dan sallah satu yang di khususkan bagi Nabi yang tidak
berllakkukan untuk ummatya pada umumnya.

3. Kesimpulan
Wajar saja jika ada kekhawatiran pihak-pihak tertentu bahwa pernikahan diusia
dini akan menghambat studi atau rentang konflik yang berujung pada
perceraian, akibat kekurangsiapan mental, fisik, psikis dari kedua pasangan
yang belum dewasa. Namun sebetulnya kekhawatiran dan kecemasan
timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial telah dijelaskan secara jelas

7
bahwa usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan mental dan
kedewasaan seseorang untuk meraih puncak prestasi yang lebih cemerlang.

DAFTAR PUSTAKA

De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 3 Nomor 2, Desember 2011


http://www.wahdah.or.id/wahdahwahdahislamiah

Anda mungkin juga menyukai