Oleh:
MUSADDIQ ALHADID
NIM: 912018012
MUH ZULKIFLY HS
NIM: 912018010
Dosen Pengampu:
Abdul Salam, SHI., MH.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Putusan Hakim
Putusan berasal dari bahasa Belanda yaitu vonnis atau al qada’u dalam
bahasa arab, yaitu produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang
berlawanan dalam suatu perkara, yaitu “ penggugat ” dan ”tergugat”.1
Putusan bersifat mengikat kepada kedua belah pihak, dan putusan juga
memiliki kekuatan pembuktian sehingga putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dapat dieksekusi. Putusan harus diucapkan didalam persidangan yang
terbuka untuk umum. Dan dengan diucapkannya putusan oleh Majelis Hakim
maka hal itu menandakan telah berakhirnya suatu perkara, dan telah ditetapkan
siapa yang benar dan siapa yang tidak benar.2
Jumhur ulama berpendapat bahwa putusan hakim hanya menetapkan aspek
aspek lahiriyah perkara, tidak untuk masalah batin atau hakikat nya, sebab
manusia hanya diperintahkan untuk memperhatikan aspek lahiriyahnya,
sedangkan aspek batiniahnya hanya Allah yang menghukumi. karena itu
keputusan hakim tidak sampai menyebabkan sesuatu yang hukumnya haram
menjadi halal atau sesuatu yang halal menjadi haram.3
B. Cara memutuskan perkara
Seorang Hakim wajib menetapkan perkara dengan cara-cara yang legal
menurut syara’ yaitu berdasarkan bukti, ikrar, sumpah, dan menolak untuk
bersumpah.
1. Permasalahan yang berkaitan dengan putusan hakim4
a. Putusan hakim berdasarkan pengetahuannya sendiri
1
Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Cet. 16; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 203.
2
M Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah
Syar’iyah Indonesia,( Cet. 1; Prenada Media, Jakarta, 2005), h. 159.
3
Wahbah azzuhaili,Fiqih islam wa adillatuhu, (jihad, pengadilan dan mekanisme
mengambil keputusan, pemerintahan dalam islam, jilid 8), (Cet. 10; Damaskus: 20007M ) h. 112.
4
Wahbah azzuhaili,Fiqih islam wa adillatuhu, (jihad, pengadilan dan mekanisme
mengambil keputusan, pemerintahan dalam islam, jilid 8), (Cet. 10; Damaskus: 20007M ) h.114.
2
3
Dalam perkara yang berkaitan harta benda para ahli fiqih bersepakat
untuk menerima kesaksian atas kesaksian dasarnya adalah Firman Allah SWT:
.....dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
(Q.S At-thalaq: 2)
Diterimanya kesaf ksian atas kesaksian merupakan hal yang kadang
diperlukan sebab terkadang kesaksian para saksi yang asli tidak dapat
dihadirkan karena ada uzur contohnya sakit, terhadap dalam perjalanan, atau
tidak mampu untuk datang.
Adapun menurut mazhab Hanafi Hambali dan Syafi'i kesaksian atas
kesaksian tidak diterima apabila perkara yang ditangani berkaitan dengan
masalah hudud yang murni berhubungan dengan hak Allah, Adapun menurut
Imam Malik kesaksian atas kesaksian dapat diterima dalam masalah hudud dan
semua perkara yang berkaitan dengan masalah harta benda.
2. Asas Putusan Hakim5
5
Haikal A.S Pane, “penerapan uitvoerbaar bij vorraad dalam putusan hakim pada
pengadilan tingkat pertama: putusan perkara perdata register”(skripsi sarjana, fakultas hukum
universitas indonesia, depok, 2009), h.14.
5
Asas ini sebagimana yang digariskan dalam Pasal 178 ayat (2)
H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50 Rv. Dimana dalam setiap
putusannya hakim harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili
setiap segi gugatan yang diajukan. Hakim tidak boleh hanya memeriksa
dan memutus sebagian saja, dan mengabaikan gugatan selebihnya. Karena
cara mengadili yang demikian bertentangan dengan asas yang digariskan
undang-undang. Akibatnya, seperti pada asas sebelumnya, bahwa putusan
hakim yang seperti itu dapat dibatalkan pada tingkat selanjutnya
6
dalam hal ini perlu diingat bahwa asas ini tidak hanya melarang
hakim untuk menjatuhkan putusan yang mengabulkan melebihi tuntutan,
melainkan juga putusan yang mengabulkan sesuatu yang sama sekali
tidak diminta dalam tuntutan, karena hal tersebut nyata-nyata melanggar
asas ultra petitum, sehingga mengakibatkan putusan itu harus dibatalkan
pada tingkat selanjutnya
7
6
Haikal A.S Pane, “penerapan uitvoerbaar bij vorraad dalam putusan hakim pada
pengadilan tingkat pertama: putusan perkara perdata register”(skripsi sarjana, fakultas hukum
universitas indonesia, depok, 2009), h.19.
8
putusan ini lebih dikenal dengan istilah putusan sela, sebagaimana yang
digariskan dalam Pasal 185 ayat (1) H.I.R. atau Pasal 48 Rv. Adapun tujuan
dijatuhkannya putusan sela ini semata-mata untuk mempermudah atau
memperlancar kelanjutan pemeriksaan perkara yang akan atau sedang
dihadapi. Selain itu, putusan sela juga tidak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya putusan akhir, sebab putusan sela merupakan satu kesatuan dengan
putusan akhir. Meskipun di persidangan putusan sela diucapkan secara
terpisah sebelum dijatuhkannya putusan akhir, namun putusan sela tidak
dibuat dengan putusan tersendiri, melainkan hanya ditulis dalam berita acara
persidangan. Sehingga jika pihak yang berperkara menginginkan
putusansela itu, maka hakim hanya dapat memberikan salinan otentik dari
berita acara tersebut dengan membayar biayanya.
b. Putusan Akhir
Ditinjau dari sifatnya, maka putusan hakim ini dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) macam, yaitu: Putusan Declaratoir, Putusan Condemnatoir, dan
Putusan Constitutief.
kedudukan sebagai anak sah, kedudukan sebagai ahli waris, atau tentang
pengangkatan anak
4. Kekuatan putusan7
Putusan pengadilan mempunyai 3 kekuatan, yaitu kekuatan mengikat
(bindende kracht), kekuatan bukti ( bewijzende kracht), dan kekuatan eksekusi
( executoriale kracht)
a. Kekuatan Mengikat
7
Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Cet. 16; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 213
10
8
Sofyan hasan, “sebuah pengantar komperehensif tentang ilmu tata hukum dan tata hukum
islam di indonesia” (Cet. 1; malang: 2018), h.71.
11
9
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999, hlm. 200
10
Sofyan hasan, “sebuah pengantar komperehensif tentang ilmu tata hukum dan tata hukum
islam di indonesia” (Cet. 1; malang: 2018), h. 74
11
Wahbah azzuhaili,Fiqih islam wa adillatuhu, (jihad, pengadilan dan mekanisme
mengambil keputusan, pemerintahan dalam islam, jilid 8), (Cet. 10; Damaskus: 20007M ) h.365.
12
12
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Cet. 6; Jakarta: Kencana, 2011) h, 46
13
2. Hukum taqlid13
a. Taqlid yang haram
1) Para ulama membagi taqlid yang dihukumi haram ini menjadi tiga
macam: Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat
nenek moyang atau orang-orang dahulu kala, yang bertentangan dengan
Al-Qur’an dan Sunnah. Contohnya adat kebiasaan yang terjadi pada
masyarakat yang sampai sekarang masih sulit untuk ditinggalkan, yaitu
pada setiap bulan syuro diadakan yang namanya “bersih desa” atau
“grebeg suro” yang ditandai dengan ritual-ritual yang menandai
perbuatan syirik dan perdukunan yang masih kental di dalam masyarakat
awam di daerah-daerah terpencil.
2) Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan
keahliannya. Seperti orang yang menyembah berhala, tapi ia tidak
mengetahui kemampuan dan kekuasaan berhala tersebut.
3) Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedang yang bertaqlid
mengetahui bahwa perkataan dan pendapat itu salah.
b. Taqlid yang Dibolehkan
Diperbolehkan bertaqlid kepada seorang mujtahid dalam hal yang
belum ia ketahui hukum Allah dan Rasulnya yang berhubungan dengan
persoalan atau suatu peristiwa, dengan syarat bahwa ia harus selalu mencari
dalil dan menyelidiki kebenaranya, maksudnya bahwa taqlidnya adalah
bersifat sementara. Dan jika kebenarannya sudah diketahui dari Al-Qur’an
dan Hadist dan ternyata pendapat mujtahid tersebut salah maka pendapat itu
harus ditinggalkan dan kembali pada Al-Qur’an dan Hadist. Sebagai contoh
adalah jika kita ketinggalan waktu sholat ashar ada ulama yang berpendapat
boleh dijama’ dengan sholat magrib sesudahnya. Untuk sementara kita
boleh mengikuti pendapat tersebut. Tapi jika kita menemukan dalil yang
menyalahkan pendapat tersebut kita harus meninggalkannya.
13
Wahyuni Rola paramita, “Tasyri’ Pada Masa Muqqallidun Dan Faktor Yang
Melatarbelakangi” Official Website of Wahyuni Rola paramita,
https://www.academia.edu/9701946/TASYRI_PADA_MASA_MUQQALLIDUN_DAN_FAKTOR_Y
ANG_MELATARBELAKANGI (29 februari 2020)
14
Taqlid ini biasanya terjadi pada orang awam kepada ulama yang
dipercayainya, selama orang awam itu belum menemukan alasan dari
pendapat ulama yang diikutinya itu. Hal semacam ini sudah terjadi
dikalangan umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
3. Taqlid yang Diwajibkan
Pada zaman sekarang ini taqlid yang berkembang seperti di
Indonesia adalah taklid kepada buku, bukan taqlid kepada imam-imam yang
terkenal. Imam-imam yang terkenal itu adalah Abu Hanifah, Malik, Asy
Syafi’i, dan Ahmad Bin Hanbal. Jika seseorang bertaqlid kepada seorang
imam dia harus mengikuti ajaran imam tersebut secara murni, atau
setidaknya kepada muridnya yang paling dekat. Orang yang bertaqlid pada
salah satu imam tidak boleh mengikuti ajaran imam lain. Tapi kenyataan
yang terjadi adalah tidak demikian, kebanyakan orang mengikuti pendapat
seseorang yang digolongkan termasuk mahzab salah satu imam.
E. Peradilan untuk non muslim
Peradilan Dalam bahasa Arab biasa disebut dengan al-qadha memiliki arti
secara bahasa yaitu memutuskan hukum perkara di antara manusia. Adapun
secara syara’ berarti menyelesaikan dan memutuskan perkara perseteruan dan
persengketaan14
peradilan adalah perkara yang diperintahkan dalam Islam perkara yang
diperintahkan dalam Islam dalam Islam Allah subhanahu wa ta'ala berfirman
kepada rasulnyanya:
….dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut
apa yang diturunkan Allah ( QS: Al Maidah: 49 )
Adapun perintah untuk berlaku adil baik itu kpd orang muslim mauppun
yang non muslim sebagaimana dalam firman Allah SWT:
….Maka putuskanlah dengan adil Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang adil ( QS:Al Maidah: 42)
mengambil keputusan, pemerintahan dalam islam, jilid 8), (Cet. 10; Damaskus: 20007M ) h. 356.
15
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (QS. al-Maidah [5]: 8 )
Di mata hukum, tidak ada perbedaan antara non-Muslim dengan Muslim.
Hakim (qadhi) wajib mencermati pembuktian yang disyaratkan menurut syariat
semata, bukan menurut aturan lain. Ada banyak contoh yang menunjukkan
bagaimana non-Muslim dapat mengalahkan seorang Muslim di pengadilan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sejumlah Muslim menyerobot
tanah yang dimiliki oleh seorang Yahudi dan mendirikan masjid di atas tanah
tersebut. Ini jelas melanggar hak Yahudi tersebut sebagai ahlu dzimmah. Umar
kemudian memerintahkan agar masjid tersebut dirubuhkan dan tanah tersebut
dikembalikan pada orang Yahudi tersebut.15
Dalam kasus lainnya, pada masa pemerintahan Imam Ali, seorang Yahudi
mencuri baju zirah milik Khalifah. Ali kemudian mengadukan Yahudi tersebut ke
pengadilan dan membawa puteranya sebagai saksi. Hakim menolak gugatan sang
Khalifah, dan menyatakan bahwa seorang anak tidak dapat dijadikan saksi dalam
perkara yang melibatkan ayahnya di pengadilan. Setelah menyaksikan keadilan
tersebut, si Yahudi kemudian mengaku bahwa ia memang mencuri baju tersebut
dan kemudian memeluk Islam.
16
Daftar Pustaka
17