Menurut (Lutfiati, 2008), Perkawinan usia muda yaitu merupakan institusi agung
untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan
keluarga.
Menurut (WHO, 2006), Pernikahan dini atau kawin muda sendiri adalah
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya masih
dikategorikan remaja yang berusia dibawah 19 tahun.
Menurut (Riyadi, 2009), perkawinan usia muda adalah perkawinan yang para
pihaknya masih sangat muda dan belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang
telah ditentukan dalam melakukan perkawinan.
seseorang yang masih bergelar pelajar. Salah satu persyaratan yang sering menjadi
perbincangan masyarakat akhir-akhir ini adalah batas usia pernikahan. Undang-undang
negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Di dalam Undang-undang No 1 tahun
1974 tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi Perkawinan hanya diijinkan jika
pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah
mencapai umur 16 (enambelas) tahun. Peraturan pemerintah dalam menetapkan batas
minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan.hal tersebut
dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari segi fisik, psikis dan
mental.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan
Nikah Bab IV pasal 8 Apabila seorang calon sumi belum mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan seorang calon isteri belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus
mendapat dispensasi dari pengadilan. Pasal-pasal tersebut diatas sangat jelas sekali hampir
tak ada alternatif penafsiran, bahwa usia yang diperbolehkan menikah di Indonesia untuk
laki-laki 19 (sembilan belas) tahun dan untuk wanita 16 (enambelas) tahun. Namun itu saja
belum cukup, dalam tataran implementasinya masih ada syarat yang harus ditempuh oleh
calon pengantin (catin), yakni jika calon suami dan calon isteri belum genap berusia 21
(duapuluh satu) tahun maka harus ada ijin dari orang tua atau wali nikah, hal itu sesuai
dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 tentang Pencatatan nikah Bab IV pasal
7 Apabila seorang calon mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus
mendapat ijin tertulis kedua orang tua. Ijin ini sifatnya wajib, karena usia itu dipandang
masih memerlukan bimbingan dan pengawasan orang tua/wali. Dalam format model N5
orang tua /wali harus membubuhkan tanda tangan dan nama jelas, sehingga ijin dijadikan
dasar oleh PPN/ penghulu bahwa kedua mempelai sudah mendapatkan ijin/restu orang tua
mereka. Lain halnya jika kedua calon pengantin sudah lebih dari 21 (dua puluhsatu) tahun,
maka para catin dapat melaksanakan pernikahan tanpa ada ijin dari orang tua/wali. Namun
untuk calon pengantin wanita ini akan jadi masalah karena orang tuanya merupakan wali
nasab sekaligus orang yang akan menikahkannya. Oleh karena itu ijin dan doa restu orang
tua tentu suatu hal yang sangat penting karena akan berkaitan dengan salah satu rukun nikah
yakni adanya wali nikah.
hukum
dalam
membahagiakan
anaknya,
serta
PPN/Penghulu
budaya.
Sedangkan menurut Hanggara (2010) faktor yang memengaruhi perkawinan usia muda
adalah faktor sosial budaya, faktor pendidikan, dan faktor ekonomi.
Selain mengacu pada faktor-faktor pernikahan dini menurut para ahli diatas, maka pada
penelitian kali ini faktor-faktor yang menyebabkan pernikahan dini terjadi yang sering terjadi
dalam masyarakat kita, yaitu:
a. Faktor Pengetahuan
Faktor utama yang memengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks
pranikah adalah membaca buku porno dan menonton blue film. Sehingga jika
terjadi kehamilan akibat hubungan seks pra nikah maka jalan yang diambil adalah
menikah pada usia muda. Tetapi ada beberapa remaja yang berpandangan bahwa
mereka menikah muda agar terhindar dari perbuatan dosa,seperti seks sebelum
nikah. Hal ini tanpa didasari oleh pengetahuan mereka tentang akibat menikah
pada usia muda (Jazimah, 2006).
b. Faktor Pendidikan
dimiliki
orang
tua
sehingga
seorang
anak
iyu
harus
putus
Pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis
kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya
dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu. Mencher (dalam Siagian, 2012)
mengemukakan kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau
sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup
seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu titik waktu secara nyata
mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak. Sehingga dapat kita
katakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pernikahan usia muda
adalah tingkat ekonomi keluarga. Rendahnya tingkat ekonomi keluarga
mendorong si anak untuk menikah diusia yang tergolong muda untuk
meringankan beban orang tuanya. Dengan si anak menikah sehingga bukan lagi
menjadi tanggungan orang tuanya ( terutama untuk anak perempuan ), belum lagi
suami anaknya akan bekerja atau membantu perekonomian keluarga maka anak
wanitanya dinikahkan dengan orang yang dianggap mampu. Sehingga dapat
mengurangi biaya hidup sehari-hari. Dan juga selain kasus yang ada di atas
terdapat juga kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu
dibayarkan.Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis
maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai alat pembayaran kepada si pi
utang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang
hutang yang melilit orang tua si anak.
e. Faktor Budaya
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya
dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan. Faktor adat dan budaya, di
beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman
tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang
tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa
menstruasi. Pada hal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12
tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun,
jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU
(Ahmad, 2009). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hanggara di
Kecamatan Gegugjati Kabupaten Pasuruan tahun 2010 yaitu 61,6 % remaja yang
melakukan perkawinan usia dini karena faktor budaya. Dimana faktor budaya di
sini adalah orang tua yang menjodohkan atau memaksa kawin anaknya.
f. Faktor Media Massa
Media cetak maupun elektronik merupakan media massa yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat kota maupun desa. Oleh karena itu, media
masa sering digunakan sebagai alat menstransformasikan informasi dari dua arah,
yaitu dari media massa ke arah masyarakat atau menstransformasi diantara
masyarakat itu sendiri. Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi
sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam
dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja.
Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain,
disatu sisi berdampak positif tetapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak
posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh
negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan
pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan
bebas dan seks bebas.
Menurut Rohmahwati (2008) paparan media massa, baik cetak (koran,
majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai
pengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan
hubungan seksual pranikah.
g. Faktor Kemauan Sendiri
Hal ini disebabkan karena keduanya merasa sudah saling mencintai dan
adanya pengetahuan anak yang diperoleh dari film atau media-media yang lain,
sehingga bagi mereka yang telah mempunyai pasangan atau kekasih terpengaruh
untuk melakukan pernikahan di usia muda. Jadi sepasang kekasih ini menganggap
bahwa pasangannya adalah cinta sejatinya dan ingin cepat-cepat bersatu dalam
ikatan pernikahan.
h. Faktor Pergaulan Bebas
Seketat apapun orang tua melindungi anaknya dari dunia luar, tetap saja
akan kena pengaruhnya walau sedikit. Dengan perkembangan jaman yang cepat,
internet atau sarana media yang lain yang mudah diakses membuat anak terjatuh
dalam pergaulan bebas. Terkadang orang tua tidak mampu mengikuti
perkembangan jaman dan akan kaget melihat efeknya. Untuk pada jaman
sekarang tidak sedikit yang mempunyai rasa malu atau minder jika tidak
mempunyai seorang pacar yang akan membuat seorang anak akan terlanjur bebas
dan asyik menjalin hubungan dengan lawan jenis. Sehingga akan membuat sang
anak menjadi lupa diri saat berpacaran. Jika kondisi seperti itu terus dibiarkan
maka akan mungkin akibatnya terjadi yaitu hamil di luar nikah yang berujung
dengan menikahkan keduanya tetapi dengan title MBA (marriage by accident).
Hamil di luar nikah ini adalah akibat dari seringnya melakukan pergaulan bebas.
Karena orang tua merasa malu atau itu adalah aib maka orang tua berpikir lebih
baik untuk menikahkan anaknya tersebut. Selain karena hamil di luar nikah, ada
juga karena akibat dari pergaulan bebas seorang anak itu sudah melakukan
hubungan biologis layaknya suami istri sehingga orang tua dari si anak terpaksa
untuk menikahkan anaknya karena menurutnya anaknya sudah tidak perawan lagi
dan itu akan menjadi aib.
Menurut (Al-Mighwar, 2006) Suasana keluarga yang tenang dan penuh
curahan kasih sayang dari orang-orang dewasa yang ada di sekelilingnya, akan
menjadikan remaja dapat berkembang secara wajar dan mencapai kebahagiaan.
Sedangkan suasana rumah tangga yang penuh konflik akan berpengaruh negatip
terhadap kepribadian dan kebahagiaan remaja yang pada ahirnya mereka
melampiaskan perasaan jiwa dalam berbagai pergaulan dan perilaku yang
menyimpang.
Perkawinan usia muda terjadi karena akibat kurangnya pemantauan dari
orang tua yang mana mengakibatkan kedua anak tersebut melakukan tindakan
yang tidak pantas tanpa sepengetahuan orang tua. Hal ini tidak sepenuhnya kedua
anak tersebut haruslah disalahkan. Mungkin dalam kehidupannya mereka kurang
mendapat perhatian dari orang tuanya, kasih sayang dari orang tuanya dan
pemantauan dari orang tua. Yang mana mengakibatkan mereka melakukan
pergaulan secara bebas yang mengakibatkan merusak karakter pemuda sebagai
makhluk Tuhan. Masa-masa seumuran mereka yang pertumbuhan seksualnya
meningkat dan masa-masa dimana mereka berkembang menuju kedewasaan. Jadi,
bisa saja dalam hubungannya mereka memiliki daya nafsu seksual yang tinggi
dan tak tertahan atau tak terkendali lagi sehingga mereka berani melakukan
hubungan seksual hanya demi penunjukkan rasa cinta. Orang tua di sini terlalu
Daftar Pustaka
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39469/4/Chapter%20II.pdf
http://alimuisrintan.blogspot.co.id/2014/04/pengertian-pernikahan-dini-dan.html
http://tydar.blogspot.co.id/2012/01/makalah-pernikahan-dini.html
http://tydar.blogspot.co.id/2012/01/makalah-pernikahan-dini.html
http://kua-rancah.blogspot.co.id/2012/07/batas-usia-pernikahan-dalam-undang.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39048/4/Chapter%20II.pdf