Anda di halaman 1dari 7

Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.. Kami sebagai penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam penyusunan makalah ini, kepada teman-teman sekelompok dan teman-teman sekitar yang mendukung pembuatan makalah ini. Kami sebagai penyusun menyadari juga bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan yang memerlukan tanggapan dan koreksi. Dalam menyusun makalah ini penyusun menyadari adanya kesalahan dan kekurangan-kekurangan pada penulisan makalah kami, hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan kami dalam mencari sumber data dan penulisan makalah. Oleh itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun, agar kedepannya makalah yang kami susun menjadi lebih sempurna.

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan suku Sasak. Seseorang baru dianggap sebagai warga penuh dari suatu masyarakat apabila ia telah berkeluarga. Dengan demikian ia akan memperoleh hak-hak dan kewajiban baik sebagai warga kelompok kerabat atau pun sebagai warga masyarakat. Perkawinan bagi masyarakat Sasak juga memiliki makna yang sangat luas, bahkan menurut seorang Sasak, perkawinan bukan hanya mempersatukan seorang lakilaki dengan seorang perempuan saja, tetapi sekaligus mengandung arti untuk mempersatukan hubungan dua keluarga besar, yaitu kerabat pihak laki-laki dan kerabat pihak perempuan. Berdasarkan tujuan perkawinan pada suku Sasak Lombok terdapat tiga bentuk perkawinan yaitu : a. Perkawinan dalam satu kadang waris/pekawinan betempuh pisa (misan dengan misan/cross cousin) b. Perkawinan yang mempunyai hubungan kadang jari (ikatan keluarga) disebut perkawinan sambung uwat benang (untuk mempererat hubungan kekeluargaan) c. Perkawinan yang tidak ada hubungan perkadangan (kekerabatan) disebut perkawinan pegaluh gumi (memperluas daerah/wilayah). Selanjutnya, apabila membahas perkawinan suku Sasak, tidak bias tidak membicarakan merarik, yaitu melarikan anak gadis untuk dijadikan istri. Merarik sebagai ritual memulai perkawinan merupakan fenomena yang sangat unik, dan mungkin hanya dapat ditemui di masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat.

B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah : a. Apa itu latar sejarah tradisi merarik (kawin lari) ? b. Prinsip dasar merarik (kawin lari). c. Dampak positif dan negatif merarik (kawin lari).

C. Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai bahan tambahan nilai pada mata kuliah ISBD dan pemberian pengetahuan tentang adat suku Sasak Lombok.

BAB II PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar Merarik ( Kawin Lari ) Pada Suku Sasak Menurut M. Nur Yasir dalam peneitiannya tentang budaya merarik, ada empat prinsip dasar dalam praktik kawin lari di pulau Lombok : a. Prestise Keluarga Perempuan. Kawin lari (merarik) diyakini sebagai bentuk kehormatan atas harkat dan martabat keluarga prermpuan; perempuan yang dilarikan sama sekali tidak dianggap sebagai pelanggaran sepihak oleh keluarga lelaki atas keluarga perempuan. Adanya anggapan yang mengakar kuat dalam struktur masyarakat Lombok bahwa dengan dilarikan, berarti seorang gadis tersebut memiliki nilai keistimewaan yang tinggi bahkan jika perkawinannya seorang gadis tidak dengan kawin lari (merarik) keluarga perempuan tersebut beranggapan terhina.

b. Superioritas Lelaki dan Inferioritas Perempuan. Merupakan suatu hal yang tidak bias dihindarkan dari kawin lari (mereriq) adalah seorang lelaki memiliki kekuatan tersendiri, kaum lelaki mampu menguasai dan menjinakkan kondisi sosial psikologis calon istri baik dengan dasar suka sama suka maupun telah direncanakan sebelumnya sehingga pada sisi lain menggambarkan inferioritas kaum perempuan atas segala tindakan yang dilakukan kaum lelaki.

c. Egalitarianisme (Menimbulkan Rasa Kebersamaan). Terjadinya kawin lari memberikan kontribusi yang positif terhadap kedua belah pihak, kebersamaan dari kedua keluarga besar melibatkan komunitas besar masyarakat di lingkungan setempat / pertukaran budaya.

Dalam pementasan kawin lari (budaya merarik) tidak selalu berakhir dengan dilakukannya perkawinan (merarik), tetapi adakalanya berakhir dengan pembatalan, disebabkan ketidaksepakatan antara kedua belah pihak.

d. Komersial. Terjadinya kawin lari hampir berkelanjutan ke proses tawar menawar pisuke, yaitu proses nego yang sangat kental dengan nuansa bisnis. Alasannya ada indikasi kuat bahwa seorang Ayah telah membesarkan anak gadisnya sejak kecil hingga dewasa yang telah membesarkannya dengan segelintir dana yang besar, akibatnya muncul sikap orang tua yang ingin agar biaya membesarkan anaknya memperoleh ganti rugi dari calon menantunya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat sosial anak dan orang tua, semakin tinggi pula nilai ekonomis yang ditawarkan. Tetapi komersialisasi kawin lari akan melemah jika diantara calom suami istri berasal dari luar suku sasak. Hal itu diakibatkan adanya dialog peradaban, adat dan budaya antara nilai yang menjadi pedoman orang sasak dan pedoman orang luar sasak.

B. Dampak Tradisi Merarik (Kawin Lari) Pada Suku Sasak Lombok a. Dampak Positif Tradisi Merarik (Kawin Lari) Adapun dampak positif dari tradisi merarik (kawin lari) bagi seorang lakilaki adalah adanya sikap heroik (kepahlawanan) sehingga tradisi ini sangat dipertahankan di pulau Lombok. Sikap yang demikian mengandung pengertian heroik dalam lahir batin. b. Dampak Negatif Tradisi Merarik (Kawin Lari) Sejak terlahir perempuan suku sasak disubordinatkan sebagai istri calon suaminya kelak dengan anggapan jane lalo / te bait si semamene (suatu saat nanti akan meninggalkan orang tua / diambil dan dimiliki suaminya). Begitu juga

dengan tradisi perkawinan suku sasak, seakan-akan seorang perempuan dipromosikan sebagai barang dagangan. Hal ini terlihat dari awal proses perkawinan, yaitu dengan dilarikannya seorang perempuan yang dilanjutkan dengan adanya tawar menawar uang pisuke (jaminan). Berdasarkan penuturan pakar ahli dan dosen IAIN Mataram, terdapat 9 bentuk superioritas suami sebagai dampak (merarik) perkawinan dari tradisi orang sasak (Lombok) : a. Adanya sikap otoriter suami akan menentukan keputusan keluarga. b. Pekerjaan domestik hanya dilakukan oleh istri dan dianggap tabu jika seorang suami sasak mengerjakan tugas domestik. c. Perempuan karer juga tetap diharuskan mengerjakan tugas domestik tersebut sehingga terkadang perempuan memiliki peran ganda dalam keluarga. d. Adanya praktek kawin cerai yang kuat dan cukup besar. e. Adanya peluang berpoligami yang tinggi bila dibanding dengan lelaki suku lain. f. Seandainya terjadi perkawinan campuran (antara lelaki Amaq kangkung / orang non bangsawan dengan perempuan bangsawan, anaknya tidak boleh memakai gelar bangsawan. Tetapi sebaliknya lelaki bangsaawan dan istrinya non bangsawan, anaknya boleh menggunakan gelar bangsawan. g. Nilai perkawinan ternodai jika dikaitkan dengan pelunasan uang pisuke (jaminan). h. Seandainya terjadi perceraian maka istrilah yang menyingkir dari rumah tanpa menikmati nafkah selama iddah, kecuali dalam perkawinan nyerah hukum / nyerah mayung sebungkul. i. Tidak ada pembagian harta.

Demikianlah merarik dengan pernak pernik budaya akulturasinya telah memberi warna parokialitas pada tradisi masyarakat Sasak Lombok. Lebih jauh, akulturasi Islam dan budaya siharapkan mampu melakukan secara simultan

langkah invensi dan inovasi sebagai upaya kreatif untuk menemukan, merekonsiliasi, dan mengkomunikasikan serta menghasilkan konstruksi-

konstruksi baru. Konstruksi tersebut tidak harus merupakan pembaruan secara total atau kembali ke tradisi leluhur masa lalu secara total pula, namun pembaruan yang dimaksud tersebut adalah pembaruan yang terbatas sesuai dengan prinsip islam.

Daftar Pustaka Harfin Zuhdi, Muhammad dkk. 2011. Lombok Mirah Sasak Adi (Sejarah Sosial, Islam, Budaya dan Ekonomi Lombok). Imsak Press : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai