1
Gambar 1
(wonderinalexland.com)
Contoh gambar 1 di atas menunjukkan bahwa di masa lalu para orangtua menjadi rekan sekerja
guru, pada saat nilai siswa tidak bagus para orangtua ikut memarahi siswa. Namun, saat ini para
orangtua dianggap selalu berpihak kepada anak, saat nilai siswa tidak bagus orangtua justru
protes dan marah kepada guru. Gambar tersebut ingin menunjukkan bahwa orangtua bukan lagi
rekan sekerja guru.
Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemukan kini adalah bagaimana sekolah bekerja
sama atau mengajak orangtua untuk ikut serta dalam pendidikan karakter. Apakah bertemu
setahun dua kali saat mengambil rapor sudah dianggap cukup? Berikut ini adalah beberapa hal
yang dapat dipertimbangkan.
2. Media
Perlu bagi sekolah untuk berkomunikasi melalui media misalnya majalah, surat, atau
informasi melalui website.
2
3. Sesi Seminar untuk Orangtua
Perlu bagi sekolah untuk mengadakan pertemuan-pertemuan seperti seminar atau
talkshow membahas perkembangan karakter siswa dan membahas persoalan-
persoalan siswa.
4. Teknologi Informasi
Untuk sekolah-sekolah tertentu yang telah menggunakan sistem informasi,
komunikasi antar guru dan orangtua dapat intensif dan sesuai dengan kebutuhan
zaman. Saat ini sangat banyak vendor atau start-up yang menawarkan berbagai
teknologi atau aplikasi yang dapat digunakan untuk berkomunikasi secara langsung
antara sekolah dan orangtua.
Kelima hal di atas menjadi beberapa hal yang dapat dilakukan oleh sekolah. Namun
demikian, sekolah juga perlu memiliki semacam “kurikulum” pendidikan karakter dengan
melibatkan guru dan staf di lingkungan sekolah. Di dalam “kurikulum” itu pun perlu disiapkan
“lingkungan belajar” (learning space) yang memang didesain untuk membentuk nilai-nilai
hidup.
Demikian, kita berharap bahwa pendidikan karakter siswa tidak hanya merupakan
tanggung jawab sekolah melainkan juga orangtua.
Referensi
Lockwood, A. 1997. Character Education: Controversy and Consesnsus. London: Sage.
Setyawan, Sigit. 2013. Guruku Panutanku. Yogyakarta: Kanisius