Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN MEDIASI PERSETERUAN LUHUT BINSAR

PANDJAITAN ATAS KASUS DUGAAN PENCEMARAN NAMA BAIK

DAN BERITA BOHONG OLEH HARIS AZHAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berkeinginan

merevisi UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), menjadi

pembicaraan hangat di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung

keinginan presiden tersebut. Alasannya apalagi kalau bukan banyaknya

korban yang tersandung dengan pasal “pencemaran nama baik”

[ CITATION Yoz21 \l 1057 ]

R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi

Pasal (hal. 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa,

“menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”.

Yang diserang ini biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang di

sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan”

dalam lapangan seksuil, kehormatan yang dapat dicemarkan karena

tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.

1
Dimana pada prinsipnya, mengenai pencemaran nama baik diatur dalam

KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 321

KUHP.

Prinsip keadilan restoratif (restorative justice) adalah salah satu

prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan

instrumen pemulihan dan sudah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dalam

bentuk pemberlakuan kebijakan (Peraturan Mahkamah Agung dan Surat

Edaran Mahkamah Agung), namun pelaksanaannya dalam sistem peradilan

pidana masih belum optimal.

Keadilan restoratif (restorative justice) merupakan alternatif

penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara

peradilan berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan

mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak

lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas

penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban

maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan

semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Hukum yang adil di dalam keadilan restoratif (restorative justice)

tentunya tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang, dan

hanya berpihak pada kebenaran sesuai aturan perundang-undangan yang

berlaku serta mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi dan

keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Pelaku memiliki kesempatan

terlibat dalam pemulihan keadaaan (restorasi), masyarakat berperan untuk

2
melestarikan perdamaian, dan pengadilan berperan untuk menjaga

ketertiban umum.

Berangkat dari kanal youtube Haris Azhar, berujung pada polemik

perseturuan antara Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS

Fatia Maulida atas dugaan pencemaran nama baik yang dilayangkan

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar

Pandjaitan.

Dilatari nama Luhut yang disebut Haris dan Fathia, pada program

NgeHAMtam yang berjudul "Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops

Militer Intan Jaya!! Jendral BIN Juga Ada!!". Telah dianggal kubu Luhut

sebagai bentuk pencemaran nama baik.[ CITATION Bac21 \l 1057 ]

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah yang termasuk dengan pencemaran nama baik dan

berita bohong?

2. Bagaimanakah penerapan mediasi perseteruan Luhut Binsar

Pandjaitan atas kasus dugaan pencemaran nama baik dan berita

bohong oleh Haris Azhar dalam keadilan restoratif (restorative

justice)?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui kategori pencemaran nama baik dan berita bohong, baik

yang disampaikan melalui media cetak maupun media online.

3
2. Mengetahui penerapan konsep Alternative Dispute Resolution (ADR)

melalui mediasi dalam mencapai keadilan restoratif (restorative

justice) dalam perseteruan Luhut Binsar Pandjaitan atas kasus dugaan

pencemaran nama baik dan berita bohong oleh Haris Azhar.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kategori Pencemaran Nama Baik Dan Berita Bohong

Pencemaran Nama Baik

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pencemaran

nama baik dikenal sebagai penghinaan. Melihat pada penjelasan R. Soesilo

dalam Pasal 310 KUHP, dapat dilihat bahwa KUHP membagi enam macam

penghinaan, yaitu:

1. Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)

Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini,

maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh

seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar

tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang

dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti

mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan

perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.

2. Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)

Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan

Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan

(surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan

5
surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan

atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.

3. Fitnah (Pasal 311 KUHP)

Merujuk pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP,

perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak masuk

menista atau menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum), apabila

tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau

terpaksa untuk membela diri. Dalam hal ini hakim barulah akan

mengadakan pemeriksaan apakah betul-betul penghinaan itu telah

dilakukan oleh terdakwa karena terdorong membela kepentingan

umum atau membela diri, jikalau terdakwa meminta untuk diperiksa

(Pasal 312 KUHP).

4. Penghinaan ringan (Pasal 315 KUHP)

Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa

kata-kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam

penjelasan Pasal 315 KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan

bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain

“menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”,

“asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP

dan dinamakan “penghinaan ringan”.

Penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan perbuatan.

Menurut R. Soesilo, penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan

6
seperti meludahi di mukanya, memegang kepala orang Indonesia,

mendorong melepas peci atau ikat kepala orang Indonesia. Demikian

pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan, dorongan yang

sebenarnya merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak

seberapa keras, dapat menimbulkan pula penghinaan.

5. Pengaduan palsu atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)

R. Sugandhi, S.H. dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya (hal. 337) memberikan

uraian pasal tersebut, yakni diancam hukuman dalam pasal ini ialah

orang yang dengan sengaja: a. memasukkan surat pengaduan yang

palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri; b. menyuruh

menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada

pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu

terserang.

6. Perbuatan fitnah (Pasal 318 KUHP)

Menurut R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP,

sebagaimana kami sarikan, yang diancam hukuman dalam pasal ini

ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang

menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak

pidana, misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal

dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang

itu dituduh melakukan kejahatan.

7
Berita Bohong (Hoaks)

Definisi hoax/hoaks menurut Lexico Oxford Dictionary yaitu: “A

humorous or malicious deception.” Sedangkan hoaks menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia diartikan sebagai informasi bohong.

Istilah hoax/hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan

Indonesia. Tetapi ada beberapa peraturan yang mengatur mengenai berita

hoax atau berita bohong, dimana antara lain:

1. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) melarang: Setiap

Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam

Transaksi Elektronik.

Berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik (sosial

media) yang bukan bertujuan untuk menyesatkan konsumen, dapat

dipidana menurut UU ITE tergantung dari muatan konten yang

disebarkan sebagaimana seperti dalam Pasal 27 ayat (1 s/d 4) UU ITE,

Pasal 28 ayat (2) UU ITE, ataupun Pasal 29 UU ITE.

2. Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) juga

mengatur hal yang serupa walaupun dengan rumusan yang sedikit

berbeda yaitu digunakannya frasa “menyiarkan kabar bohong”

8
sebagaimana berbunyi “Barang siapa dengan maksud hendak

menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak

menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat

berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara

selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”

Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi

Pasal (hal. 269), terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390

KUHP, apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar

bohong. Yang dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja

memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga

menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.

3. Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang

Peraturan Hukum Pidana (“UU 1/1946”) juga mengatur mengenai

berita bohong yakni:

Pasal 14:

1) Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan

bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan

rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya

sepuluh tahun.

2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan

pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan

rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau

9
pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara

setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal 15:

“Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang

berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-

tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah

dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan

hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun”

B. Penerapan Mediasi Guna Tercapainya Keadilan Restoratif (Restorative

Justice) Dalam Perseteruan Antara Luhut Binsar Pandjaitan dan Haris

Azhar

Untuk memperoleh gambaran umum tentang apa yang disebut ADR,

George Applebey dalam tulisannya “An Overview of Alternative Dispute

Resolution,” dengan merujuk pendapat Liebermann dan Hendry,

berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu eksperimen

mencari :

1. Model-model baru dalam penyelesaian sengketa.

2. Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama.

3. Forum-forum baru bagi penyelesaian sengketan dan

4. Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum.

10
Definisi tersebut diatas sangat luas dan terlalu akademis. Satu definisi

yang lebih sempit dan praktis dikemukan oleh Phillip D. Bostwick yang

menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik

hukum yang ditujukan untuk :

1. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaikan diluar

pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang

bersengketa sendiri.

2. Mengurangi biaya dan keterlambatan kalau sengketa tersebut

diselesaikan melalui litigasi konvensional.

3. Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak dibawa ke pengadilan.

Tetapi teori ini selanjutnya berkembang menjadi :

1. ADR (A lternative D ispute R esolution) /PPS (Pilihan Penyelesaian

Sengketa) di luar pengadilan (ADR outside the court).

2. ADR (Alternative Dispute Resolution) / PPS di dalam pengadilan

(ADR inside the court).

Bentuk-Bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR) antara lain;

Negosiasi, Good Offices, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Summary Jury

Trial, Rent a Judge, Med-Arb, Hybrid, CDR (Court Dispute Resolution)

atau CADR (Court Annexed Dispute Resolusion).

Kronologis Perseteruan

Kasus tersebut bermula dari unggahan video dalam kanal YouTube

Haris Azhar dengan judul “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Pos

11
Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada” yang diunggah, Jumat

(20/8/2021). [ CITATION Rik21 \l 1057 ]

Narasumber (fatia) mengatakan terdapat bisnis para pejabat atau

purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana

eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua. Fatia menyebutkan

bahwa ada sejumlah perusahaan yang bermain di balik bisnis tambang

tersebut. Salah satunya PT Tobacom Del Mandiri yang merupakan anak

perusahaan Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki oleh Menko

Luhut. “[PT] Tobacom Del Mandiri ini direkturnya purnawirawan TNI,

namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group

dimiliki sahamnya salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar

Pandjaitan,” kata Fatia. Mendengar nama itu, Haris kemudian membalas

perkataan Fatia. “LBP, the Lord,” balas Haris. Selain itu, Fatia juga

menyebut bahwa Luhut bermain di balik pertambangan Papua. “Jadi,

Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang

terjadi di Papua hari ini,” ujarnya.

Menanggapi video tersebut, Luhut meminta Haris Azhar dan Fatia

Maulidiyanti agar mengklarifikasi tudingan terkait keterlibatan dirinya pada

bisnis tambang di Papua. Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, Selasa

(24/8/2021) mengatakan video percakapan yang diunggah Haris bisa

menimbulkan fitnah. Terlebih lagi, konten tersebut sudah menyebar luas di

publik.

12
Sebanyak dua kali somasi sudah dilayangkan Luhut kepada Haris dan

Fatia. Masing-masing somasi dilayangkan pada 26 Agutus dan 2 September

2021 dengan batas waktu 5 x 24 jam. Namun, somasi kedua dilakukan

karena Luhut merasa tidak puas dengan jawaban Haris Azhar dan tidak

relevan dengan somasi yang dilayangkan. Luhut meminta Haris

menjelaskan mengenai motif, serta maksud dan tujuan dari unggahan video

tersebut. "Itu tidak dijawab. Malahan jawabannya itu tidak relevan dengan

somasi kami. Jawabannya hanya dikatakan bahwa motifnya itu dikarenakan

ada datanya," kata kuasa hukum Luhut Binsar, Juniver Girsang pada Jumat

(3/9/2021).

Juniver mengatakan hak berekspresi memang dibebaskan di negara

demokrasi. Namun, dia mengatakan hal tersebut harus dilakukan dengan

bermartabat dan beretika. Dia ingin baik Haris maupun Fatia meminta maaf

atas ucapan mereka dan unggahan video tersebut. Dia menyebut alasan

pihaknya mengajukan gugatan perdata dan menggugat Rp100 miliar

terhadap kedua tergugat tersebut karena nama baik kliennya dicemarkan di

dalam video Youtube yang diunggah Haris Azhar berjudul Ada Lord Luhut

Dibalik Relasi Ekonomi-Pos Militer Intan Jaya. Namun jika hal tersebut

tidak dilakukan, maka pihaknya mempertimbangkan jalur pidana.

Dalam jadwal proses mediasi yang telah ditentukan antara Luhut

dengan Haris bersama Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti Hari Senin,

tanggal 15 November 2021 tidak dihadiri oleh pihak Haris dan Fatia.

Sehingga pihak Luhut pun akhirnya membuat laporan polisi untuk

13
menempuh jalur pidana dimana terdaftar dengan nomor

STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September

2021.

Adapun, pasal yang dilanggar baik Haris maupun Fatia adalah Pasal

45 Juncto Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

(ITE). Sementara itu, Luhut menegaskan alasan dirinya melaporkan Haris

dan Fatia bukan untuk mengkriminalisasi, melainkan memberikan pelajaran

bahwa seluruh pernyataan maupun tudingan yang sudah dikeluarkan ke

publik harus diikuti dengan rasa tanggungjawab. "Saya ingatkan tidak ada

kebebasan yang absolut semua kebebasan bertanggung jawab jadi saya

punya hak untuk bela hak asasi saya. Saya sudah minta bukti-bukti ke

mereka, tapi katanya tidak ada," jelasnya.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pencemaran nama baik atau penghinaan serta Hoax atau menyebarkan

berita bohong adalah sebuah tindak pidana. Ada beberapa aturan yang

mengatur mengenai hal ini yaitu: UU ITE dan perubahannya, KUHP serta

UU 1/1946. UU ITE bukanlah satu-satunya dasar hukum yang dapat dipakai

untuk menjerat orang yang menyebarkan hoax atau berita bohong ini karena

UU ITE hanya mengatur penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang

mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik saja.

B. Saran

Atas perseteruan yang terjadi sebagaimana dalam pembahasan

makalah singkat ini, penulis mengusulkan agar melihat pentingnya

penempuhan mediasi guna pembudayaan keadilan restoratif (restorative

justice) yang merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan

15
mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan

masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada

pola hubungan baik dalam masyarakat.

1. Kepada masing-masing pihak terutama dalam hal ini pihak Haris dan

Fatia lebih bijak dan menahan diri dalam berekspresi atau

mengungkapkan pendapat. Mengingat masing-masing pihak adalah

bukan orang awam yang buta akan hukum positif yang ada di

Indonesia.

Kepada masing-masing pihak agar tetap dapat membuka pintu untuk

mediasi dengan klarifikasi kepada publik mengingat masalah ini telah

ramai tersebar menjadi konsumsi publik dengan mengingat terlepas

masing-masing pihak berhak menempuh jalur hukum atas “pribadi”

nya yang mungkin merasa dirugikan namun masing-masing pihak

merupakan tokoh dalam masyarakat yang memiliki peran serta

pengaruh atas setiap “langkah hukum” nya dalam bermasyarakat.

2. Pada dasarnya, mediasi di Kepolisian tidak dikenal dalam ketentuan

undang-undang mengenai sistem peradilan pidana, yaitu Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(“KUHAP”). Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”) juga tidak

diatur mengenai mediasi oleh pihak kepolisian.

Akan tetapi, kita dapat melihat mengenai mediasi oleh polisi dalam

tataran di bawah undang-undang, yaitu dalam Surat Kapolri No Pol:

16
B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang

Penanganan Kasus Melalui Alternatif Dispute Resolution (“ADR”)

(“Surat Kapolri 8/2009”).

Dalam artikel Menakar Keadilan Melalui Penyelesaian Sengketa

Pidana di Luar Pengadilan oleh Malik dari Perkumpulan HUMA

sebagaimana dari situs Komite Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan

KUHAP, disebutkan bahwa dalam Surat Kapolri 8/2009 ditentukan

beberapa langkah-langkah penanganan kasus melalui ADR yaitu:

1. Mengupayakan penanganan kasus pidana yang mempunyai

kerugian materi kecil, penyelesaiannya dapat diarahkan melalui

konsep ADR.

2. Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus

disepakati oleh pihak-pihak yang berperkara namun apabila

tidak terdapat kesepakatan baru diselesaikan sesuai dengan

prosedur hukum yang berlaku secara profesional dan

proporsional.

3. Penyelesaian kasus pidana yang menggunakan ADR harus

berprinsip pada musyawarah mufakat dan harus diketahui oleh

masyarakat sekitar dengan menyertakan RT RW setempat.

4. Penyelesaian kasus pidana dengan menggunakan ADR harus

menghormati norma hukum sosial / adat serta memenuhi azas

keadilan.

17
5. Memberdayakan anggota Pemolisian/ Perpolisian Masyarakat

(“Polmas”) dan memerankan Forum Kemitraan Polisi dan

Masyarakat (“FKPM”) yang ada di wilayah masing-masing

untuk mampu mengidentifikasi kasus-kasus pidana yang

mempunyai kerugian materiil kecil dan memungkinkan untuk

diselesaikan melalui konsep ADR.

6. Untuk kasus yang telah dapat diselesaikan melalui konsep ADR

agar tidak lagi di sentuh oleh tindakan hukum lain yang kontra

produktif dengan tujuan Polmas.

Kepolisian sebagai pintu masuk (entry point) dari rangkaian proses

penegakan hukum pidana di Indonesia, dimana pintu masuk berarti

Kepolisian menjadi kunci utama penentuan suatu peristiwa apakah

merupakan tindak pidana atau bukan, dan dapat tidaknya dilanjutkan

ke dalam proses pengadilan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia (UU Kepolisian) pada Pasal 13 menyebutkan

tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakkan hukum;

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

18
Sebagai komponen penegakan hukum, Kepolisian harus tetap

memperhatikan 3 (tiga) unsur penegakan hukum dalam melaksanakan

tugasnya, yaitu: kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Dimana

ketiga-tiganya saling berkaitan dan tidak bisa lepas, meski penulis

secara pribadi berpendapat kemanfaatan sebagai ujung dari semua

proses penegakkan hukum.

Sehingga polisi dalam perkara ini dapat mengambil bagian penting

demi tercapainya jalan damai melalui mediasi dalam putusan perkara

ini.

3. Kepada masyarakat. Masyarakat dapat mengambil bagian dengan ikut

menyuarakan dukungan agar dicapainya jalan damai yang tidak

merugikan masing-masing pihak guna teladan bagi masyarakat itu

sendiri terkait nilai-nilai kemanfaatan dalam persatuan dan kesatuan

bangsa.

Banyak masyarakat sekarang yang tidak bijak dalam menggunakan

media sosial, mereka menganggap bahwa media sosial itu tempat

untuk bebas mengeluarkan pendapat. Dimana sekarang ini sering

sekali kita melihat orang-orang mengomentari dengan kata-kata kasar,

memposting atau menulis status yang menyinggung dan menghujat

seseorang, menuduh dengan fakta palsu.

Masyarakat perlu lebih bijak lagi dalam menggunakan sosial media

dan lebih mengetahui lagi dan sadar akan hukum yang diterima jika

terjerat kasus tersebut.

19
Masih banyak yang kurang memahami tentang bahaya nya

memposting atau mengomentari kata-kata yang bersifat kasar atau

merendahkan orang lain yang bisa membuat mereka terkena hukuman

akibat tidak bisanya mengontrol dengan baik jari-jarinya.

Sebaiknya para pemakai media sosial lebih berhati-hati lagi dalam

menggunakan media sosial. Dimulai dari tidak memposting hal-hal

yang berhubungan dengan kata kasar, mengomentari hal-hal tidak

penting yang bersifat merendahkan orang lain, dan menghindari dari

asal bicara.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, B. (2021, September 23). Melihat Latar Belakang Perseteruan Luhut Vs


Haris Azhar Soal Tambang di Papua. Diambil kembali dari Liputan6.com:
https://www.liputan6.com/news/read/4666154/melihat-latar-belakang-
perseteruan-luhut-vs-haris-azhar-soal-tambang-di-papua

Anggraeni, R. (2021, September 22). Kronologi Perseteruan Luhut Binsar vs


Haris Azhar, Lanjut ke Meja Hijau? Diambil kembali dari Bisnis.com:
https://kabar24.bisnis.com/read/20210922/15/1445458/kronologi-
perseteruan-luhut-binsar-vs-haris-azhar-lanjut-ke-meja-hijau

Yozami, M. A. (2021, Februari 25). 6 Bentuk Perbuatan Pencemaran Nama Baik


dalam KUHP. Diambil kembali dari hukumonline.com:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt6037059d911eb/6-bentuk-
perbuatan-pencemaran-nama-baik-dalam-kuhp/

20
Penulis:

Benyamin Steven Napitupulu

NIM.: 1811121058

21

Anda mungkin juga menyukai