1. Nikah Sirri
Pernikahan Sirri sering terjadi dimasyarakat kita bahkan masyarakat kita banyak yang
melangsungkannya meskipun tidak sesuai dengan hukum. SSistem hukum Indonesia tidak
mengenal istilah “kawin di bawah tangan” atau semacamnya, dan belum diatur dalam
sebuah peraturan perundang-undangan. Namun, secara sosiologis, istilah “kawin di bawah
tangan” atau “kawin sirri” diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatat ataudilakukan tanpa
memenuhi ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 khususnya tentang pencatatan perkawinan
yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974.Nikah di bawah tangan adalah sah jika dilaksanakan sesuai dengan syariat
Islam, sepanjang tidak ada motif ”Sirri”(dirahasiakan nikahnya dari orang banyak). Nikah
semacam ini bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa mengundang fitnah, serta dapat
mendatangkan madarat atau reseko berat bagi pelakuknya,Hal ini sesuai dengan pendapat
Abdul Mujib, Wakil Ketua Pengadilan Agama Tanah Grogot Kaltim,2010). Hal ini didasarkan
pada Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Menurut suatu riwayat, Khalifah Umar bin al-
Khattab pernah mengancam pelaku nikah sirri dengan hukuman had (dera atau rajam), jika
telah terjadi hubungan seksual antara keduanya dan diakuinya atau dengan kesaksian empat
orang saksi.Hukum Agama dan hukum nasional tidak ada menyebut atau tidak mengatur
perkawinan di bawah tangan (Pernikahan Sirri). Pernikahan Sirri sering terjadi dimasyarakat
meskipun jenis pernikahan ini tidak sesuai dengan hukum agama dan nasional. Tapi
pernikahan Sirri terlanjur berkembang di masyarakat sehingga pernikahan Sirri harus
dihindari.
Biasanya, untuk mencegah terjadinya perkawinan beda-agama yang masih belum diterima
dengan baik oleh masyarakat, biasanya salah satu pihak dari pasangan tersebut berpindah
agama atau mengikuti agama salah satu pihak sehingga perkawinannya pun disahkan
berdasarkan agama yang dipilih tersebut[6]. Walaupun demikian, di tengah-tengah
masyarakat, pro-kontra pendapat terjadi sehubungan dengan perkawinan beda-agama ini.
Salah satu pendapat mengatakan bahwa masalah agama merupakan masalah pribadi
sendiri-sendiri[7]sehingga negara tidak perlu melakukan pengaturan yang memasukkan
unsur-unsur agama. Namun, di pihak lain, ada yang berpendapat bahwa perkawinan beda-
agama dilarang oleh agama[8] sehingga tidak dapat diterima. Di sisi lain, di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, terjadi perubahan yang signikan, terutama dalam hal penegakan
Hak-Hak Asasi Manusia (HAM). Aspek-aspek dalam HAM terus menjadi sorotan masyarakat
dunia karena semakin timbiul kesadaran bahwa muatannya merupakan bagian inheren dari
kehidupan dan jati diri manusia[9]. Makalah ini memaparkan sejauh mana perkawinan beda-
agama mendapat tempat dalam peraturan perundangan-undangan, dan kaitannya dengan
aspek Hak Asasi Manusia (HAM)
Nikah muda sudah menjadi trend di kalangan remaja. Bagi sebagian remaja putri nikah
muda bukan hanya sekadar menyatukan dua hati untuk selamanya (baik secara hukum
maupun dalam ketentuan agama), tapi lebih dari itu. Pernikahan bagi mereka adalah
sebuah mimpi bahkan cita-cita. Tak heran pernikahan muda pun menjamur di kalangan
remaja, baik yang berlatar belakang rakyat jelata, artis, bahkan anak dari tokoh maupun
ulama.
Baru-baru ini publik diramaikan dengan kisah pernikahan seorang hafidz muda Taqy
Malik dengan Salmafina Khoirunnisa anak seorang pengacara terkenal Sunan Kalijaga.
Pernikahan yang mulai dirajut pada bulan September 2017 ini ternyata hanya bertahan
seumur jagung. Sontak hal tersebut membuat panas dunia remaja maupun selebrita.
Sampai-sampai semua masyarakat seakan berhak angkat bicara untuk ikut
mengomentari kasus tersebut. Tidak ketinggalan ahli psikologi pun turut dalam
memberikan komentar tentang hal itu.
Banyaknya kasus nikah muda diantara remaja menyita perhatian berbagai kalangan.
Pasalnya pernikahan di usia muda ini banyak dilakukan oleh orang-orang ternama alias
publik figur. Di tahun 2016 kita digegerkan dengan kisah pernikan Alvin Faiz (yang
waktu itu baru berusia 17 tahun) anak dari seorang ulama besar KH Muhammad Arifin
Ilham dengan Larissa Chou (20 tahun), seorang mualaf keturunan China.
Selain kisah pernikahan Alvin Faiz dengan Larissa Chou, masih banyak kisah pernikahan
muda yang dilakukan oleh publik figur. Misalnya saja kisah pernikahan Qori muda
alumnus ITB (Institut Tekhnologi Bandung) yang memiliki suara merdu Muzammil
Hasballah (24 tahun) dengan Sonia Ristanti (22 tahun). Mereka menikah pada bulan Juli
2017 di Masjid Agung Al Makmur, Banda Aceh, Aceh. Sontak pernikahan mereka
menjadi viral di media bahkan hari pernikahannya dinobatkan remaja sebagai hari patah
hati nasional.
...Dalam Islam memang tidak ditemukan usia ideal dalam pernikahan. Hanya saja Islam menggariskan
standar pernikahan dengan ukuran kedewasaan. Bicara dewasa tidak melulu masalah usia, karena
kedewasaan bisa dilihat dari beberapa aspek...
Bukan sebuah peristiwa jika tidak mengandung pro kontra. Begitupun dengan kisah
nikah muda yang banyak menuai ungkapan yang berbeda dari para ahli. Ada yang alergi
dengan nikah muda karena beberapa alasan:
1. Tidak sejalan dengan program pemerintah, yang sudah sejak lama mencanangkan
program Millenium Depelopment Goals (MDGs). Program ini memiliki target diantaranya
mengentaskan kemiskinan, pemberdayaan wanita dan peningkatan kesejahtraan wanita
dengan emansipasi. Mereka mensinyalir adanya pernikahan muda ini akan menjadi
penghambat dalam pencapaian target MDGs tersebut.
2. Berdampak secara kesehatan terutama bagi wanita. Dikutip dari kompasiana.com, dr.
Ridwan NA, Sp.OG salah seorang dokter spesialis kandungan dan kebidanan
mengatakan, "Para perempuan yang menikah di usia muda pada dasarnya secara
psikologis dan fisik belum siap ataupun belum matang untuk mengandung karena
pertumbuhan panggulnya belum sempurna sehingga akan mengagangu kesehatan
reproduksi."
Terlepas dari itu semua, tidak dipungkiri pernikahan muda juga banyak mengandung
hal-hal positif ketika dijalankan sesuai ketentuan. Banyak orang yang menganggap
nikah muda sebagai solusi dalam menghadapi perkembangan zaman yang sudah tidak
terkendali. Alasan yang sering diungkapkan seseorang ketika menikah muda adalah
untuk menjaga diri dan menunaikan sunnah Nabi. Rosululloh Saw bersabda:
ع أ َمنَ ال َشبَابَ َم ْعش ََرَ يَا َ َ فَل َيت َزَ َّوجَْ ْال َبا َءَة َ م ْن ُك َْم ْست، َُض فَانَ َه
ََ طا َ صنَُ ْلل َب
َُ صرَ أَغ َ ْص ْومَ فَعَلَيْهَ َي ْست َط َْع َل ْمَ َم ْنَ َوَ ل ْلف َْرجَ َواَح
َ بال، ُو َجاءَ لَ َهُ فَا َن َه.
"Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian sudah mampu menikah, maka
menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan memelihara
kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa
lebih bisa menahan syahwatnya (menjadi tameng).(H.R. Bukhori)".
Idealisme Menikah
Terlepas dari pro kontra yang ada, penulis menilai bahwa kehidupan pernikahan pada
dasarnya adalah kehidupan persahabatan, bukan masalah usia tua ataupun muda tapi
bagaimana menjalani kehidupan pernikahan tersebut supaya bisa sejalan dengan
tuntunan syara dan tentu saja mampu menggapai tujuan. Adapun yang harus dijadikan
pijakan dalam pernikahan adalah ideslisme dan visi yang besar yang harus ditanamkan
pada calon pengantin muda.
Dalam Islam memang tidak ditemukan usia ideal dalam pernikahan. Hanya saja Islam
menggariskan standar pernikahan dengan ukuran kedewasaan. Bicara dewasa tidak
melulu masalah usia, karena kedewasaan bisa dilihat dari beberapa aspek diantaranya;
Pertama, dewasa secara biologis (baligh), yang ditandai dengan mimpi basah untuk laki-
laki dan haid untuk perempuan.
Kedua, dewasa secara pemikiran. Kematangan pemikiran tentu saja menjadi hal
terpenting dalam perjalanan membangun biduk rumah tangga. Suami istri bisa berjalan
seirama dalam biduk rumah tangga ketika mereka sama-sama memahami fungsi dan
kewajiban masin-masing.
Ketika hal tersebut sudah terpenuhi dan orang yang akan melaksanakan pernikahan
tersebut sudah memiliki kemampuan "ba'ah" (kemampuan secara jima' dan ekonomi,
memenuhi kebutuhan finansial) maka usia muda sudah bukan lagi hambatan.
Dalam lintasan sejarah kita pun banyak menyaksikan kisah - kisah indah pernikahan
muda yang terwujud dalam naungan penuh keberkahan dan kesakinahan. Seperti
halnya kisah pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ra yang saat itu masih sangat muda.
Jelas sudah apa yang menjadi kekhawatiran dalam nikah muda terbantahkan. Justru
peluang sukses di usia muda lebih terbuka besar dengan adanya pernikahan muda. Dan
tentunya peluang untuk memiliki keturunan pun menjadi besar. Waallahu'alam. (rf/voa-
islam.com)