Anda di halaman 1dari 7

1

2.1 Faktor Terjadinya Pernikahan Dini


Faktor–faktor yang memengaruhi terjadinya perkawinan dalam usia
muda atau pernikahan dini adalah : (Nurul Izzah, 2016)
1. Masalah ekonomi keluarga
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di
garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tua maka anak wanita
di kawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
2. Faktor Pergaulan Bebas
Pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang yang
mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma
ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik
di lingkungan maupun dari media massa. Pergaulan bebas juga
merupakan sisi paling menakutkan bagi orang tua terhadap anak remaja
mereka. Dorongan seksual rasa ingin tahu yang besar, namun tidak
disertai pengetahuan dan pengalaman yang memadai menyebabkan
banyak remaja terjerumus melakukan seks bebas.
3. Faktor Orang tua (perjodohan)
Walaupun orang tua mempunyai hak untuk menikahkan anaknya, tapi
mereka tidak sewenang-wenang memilih tanpa ada pertimbangan dahulu
dari anak-anaknya. Agar terjadi kemaslahatan umur dalam melakukan
pernikahan yang benar-benar berdasarkan atas suka sama suka tanpa
paksaan dari orang tua, karena yang demikian akan menimbulkan rasa
tanggung jawab atas diri masing- masing.
4. Faktor Kemauan Sendiri
Pernikahan pada usia muda yang dilakukan bukan karena paksaan orang
tua untuk segera menikahkan anak, namun karena keinginan anak sendiri,
sebab kelakuan yang sudah mereka jalani tidak sesuai dengan usia
remaja. Menikah dini adalah sebuah pilihan, pilihan hidup yang akan
dilalui setiap orang, pilihan untuk segera menikah karena sudah bertemu
dengan orang yang cocok dan siap untuk menikah.
5. Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah atau tidak melanjutkan sekolah lagi bagi
2

seorang wanita dapat mendorong untuk cepat-cepat menikah.


Permasalahan yang terjadi karena mereka tidak mengetahui seluk beluk
perkawinan sehingga cenderung untuk cepat berkeluarga dan melahirkan
anak. Selain itu tingkat pendidikan keluarga juga dapat memengaruhi
terjadinya perkawinan usia muda. Perkawinan usia muda juga
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat secara.Dari penjelasan
diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang
rendah sangat mempengaruhi terjadinya pernikahan dini.

2.2 Pengertian Dampak Pernikahan Dini

Secara etimologi, pernikahan berarti persetubuhan. Ada pula yang


mengartikannya perjanjian (al-„Aqdu). Secara terminologi pernikahan
menurut Abu Hanifa adalah : “‟Aqad yang dikukuhkan untuk memperoleh
kenikmatan dari seorang wanita, yang dilakukan dengan sengaja”.
Pengukuhan disini maksudnya adalah ketetapan pembuat syariah, bukan
sekedar pengukuhan yang dilakukan oleh dua orang yang saling membuat
aqad (perjanjian) yang bertujuan hanya sekedar untuk mendapatkan
kenikmatan semata.
Menurut mazhab Maliki, pernikahan adalah : “Aqad yang dilakukan
untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita. Dengan „aqad tersebut seseorang
akan terhindar dari perbuatan haram (zina). Menurut mazhab Syafi‟i
pernikahan adalah: „‟Aqad yang menjamin diperbolehkannya persetubuhan”.
Sedangkan menurut mazhab Hambali adalah: „‟Aqad yang di dalamnya
terdapat lafazh pernikahan secara jelas, agar diperbolehkannya bercampur”.
(M. Ali Hasan, 2006).
Kalau kita perhatiakan keempat definisi tersebut jelas, bahwa yang
menjadi inti pokok pernikahan itu adalah „aqad (perjanjian) yaitu serah trima
antara orang tua calon mempelai wanita dengan calon mempelai pria.
Penyerahan dan penerimaan tanggung jawab dalam arti luas, telah terjadi pada
saat „aqad nikah itu, di samping penghalalan bercampur keduanya sebagai
suami-istri.Pernikahan menjadikan manusia itu saling berpasangan untuk
dapat membentuk keluarga. Pernikahan menjadikan kehalalan bagi hubungan
manusia agar tidak terjerumus ke dalam zina. (Muhammad Ali, 2016)
3

Ta‟rif perkawinan yaitu akad yang menghalalkan pergaulan dan


membatasi hak dan kewajiban sett bertolong-tolongan antara seorang laki-
laki dan perempuan yang antara keduanya bukan muhrim. Dalam bahasa
Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya
membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata “nikah”
yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering
dipergunakan untuk persetubuhan (coitus). (Muhammad Ali, 2016)
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih bahasa Arab sendiri
disebut dengan dua kata yaitu nikah dan zawad. Kedua kata ini kata yang
terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam
Al-Qur‟an dan hadits Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Qur‟an
dengan arti kawin, seperti dalam surat An-Nisa‟ ayat 3: (Amir
Syarifuddin,2010).

‫ث‬َ ‫اب لَـ ُكمۡ ِّمنَ النِّ َسٓا ِء َم ۡث ٰنى َوثُ ٰل‬ َ َ‫َواِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ اَاَّل تُ ۡق ِسطُ ۡوا فِى ۡاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكح ُۡوا َما ط‬
‫ك اَ ۡد ٰنٓى اَاَّل تَع ُۡولُ ۡوا‬
َ ِ‫َور ُٰب َ‌ع‌ۚ فَا ِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ اَاَّل ت َۡع ِدلُ ۡوا فَ َوا ِح َدةً اَ ۡو َما َملَـ َك ۡت اَ ۡي َمانُ ُكمۡ‌ ؕ ٰذ ل‬

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Pengertian fiqih, pernikahan adalah akad yang mengundang kebolehan


melakukan hubungan suami istri dengan kata-kata nikah atau dengan kata-
kata yang semakna dengan itu. Sedangkan perkawinan menurut agama adalah
melakukan akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki
dan seorang wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua
belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang
diliputi rasa kasih dan sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi
Allah.
4

Nikah adalah salah satu kebutuhan hidup yang utama dalam pergaulan
atau masyarakat yang sempurna, bukan saja pernikahan itu satu jalan yang
amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan. Tetapi
pernikahan itu dapat dipandang sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan
itu akan menjadi jalan untuk saling tolong-menolong antara satu sama lain.
( Siti Maleha, 2010)

Menikah atau perkawinan adalah sunnatullah bagi umat Rassulullah


SAW. Dengan pernikahan Allah berharap mereka yang melakukan
pernikahan dapat menjalani kehidupan dengan penuh kedamaian. Umat
manusia dianjurkan untuk menikah dikarenakan untuk menjaga pandangan
mata yang salah dan melindungi syahwat. Menurut pandangan islam,
pernikahan itu sebagai perbuatan ibadah, dan juga merupakan sunnatullah dan
sunnah Rasul. Sunnatul Allah, berarti menurut qodrat dan iradat Allah dalam
penciptaan alam ini, sedangkan sunnah Rasul merupakan suatu tradisi yang
telah ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan umatnya. Oleh karena
itu, menikah adalah sunnatullah pada hamba-hamba- Nya. Dengan pernikahan
Allah menghendaki agar mereka mengemudikan bahtera kehidupan.

Tetapi Allah SWT, tidak menghendaki perkembangan dunia berjalan


sekehendaknya. Oleh sebab itu, diatur-Nya naluri pada manusia dan dan
dibuatlah sebuah prinsip-prinsip dan undang-undang, sehinggah nilai
kemanusiaan tetap utuh, bahkan semakin baik. Namun segala sesuatu yang
ada pada jiwa manusia sebenarnya tidak satupun terlepas dari bimbingan dan
campur tangan Allah SWT.
2.3 Dampak Pernikahan Dini

Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat, baik maupun


positif baik positif maupun negatif. Dari kacamata psikologi, pernikahan di
usia muda adalah motivator untuk meningkatkan potensi diri dalam segala
aspek positif. Dengan adanya cinta kasih yang di dapat dari pernikahan
menimbulkan rasa aman, nyaman yang akan memberikan dampak mental bagi
seseorang yang melakukan pernikahan. Individu yang hidup dalam lingkungan
sosia yang diwarnai dengan suasana cinta kasih, akan menjadi seseorang yang
bisa menyayangi dan menghargai orang lain.20
5

Dampak perkawinan usia muda akan menimbulkan hak dan kewajiban


diantara kedua belah pihak, baik dalam hubungannya dengan mereka sendiri,
terhadap anak – anak, maupun terhadap keluarga mereka masing – masing.
Dampak pernikahan usia dini diantaranya: (Agoes Dariyo,2003)
a. Dampak terhadap suami istri

Tidak dapat dipungkiri


bahwa pada pasangan suami
istri yang telah
melangsungkan perkawinan
di usia muda tidak bisa
memenuhi atau tidak bisa
memenuhi atau tidak
mengetahui hak dan
kewajibannya sebagai suami
istri. Hal tersebut timbul
dikarenakan belum
matangnya fisik maupun
mental mereka yang
cenderung keduanya
memiliki sifat keegoisan yang
tinggi.

b. Dampak terhadap anak – anaknya

20
Agoes Dariyo, “Psikologi Perkembangan
Dewasa Muda”,(Jakarta: Grasindo Anggota Ikapi,
2003), hlm.135.
6

Masyarakat yang telah melangsungkan


perkawinan pada usia muda atau di bawah
umur akan membawa dampak. Selain
berdampak pada pasangan yang
melangsungkan perkawinan pada usia muda,
perkawinan usia muda juga berdampak pada
anak – anaknya. Karena bagi wanita yang
melangsungkan perkawinan di bawah usia
20 tahun, bila hamil akan mengalami
gangguan – gangguan pada kandungannya
dan banyak juga dari mereka yang
melahirkan anak.
c. Dampak terhadap masing – masing keluarga

Selain berdampak pada pasangan


suami-istri dan anak- anaknya perkawinan di
usia muda juga akan membawa dampak
terhadap masing – masing keluarganya.
Apabila perkawinan diantara anak- anak
mereka lancar, sudah barang tentu akan
menguntugkan orang tuanya masing –
masing. Namun apabila sebaliknya keadaan
rumah tangga mereka tidak bahagia dan
akhirnya yang terjadi adalah perceraian. Hal
ini akan mengakibatkan bertambahnya biaya
hidup mereka dan yang paling parah lagi
akan memutuskan tali kekeluargaan
7

diantara kedua belah - pihak.

Anda mungkin juga menyukai