ثَ اب لَـ ُكمۡ ِّمنَ النِّ َسٓا ِء َم ۡث ٰنى َوثُ ٰل َ ََواِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ اَاَّل تُ ۡق ِسطُ ۡوا فِى ۡاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكح ُۡوا َما ط
ك اَ ۡد ٰنٓى اَاَّل تَع ُۡولُ ۡوا
َ َِور ُٰب َعۚ فَا ِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ اَاَّل ت َۡع ِدلُ ۡوا فَ َوا ِح َدةً اَ ۡو َما َملَـ َك ۡت اَ ۡي َمانُ ُكمۡ ؕ ٰذ ل
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
Nikah adalah salah satu kebutuhan hidup yang utama dalam pergaulan
atau masyarakat yang sempurna, bukan saja pernikahan itu satu jalan yang
amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan. Tetapi
pernikahan itu dapat dipandang sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan
itu akan menjadi jalan untuk saling tolong-menolong antara satu sama lain.
( Siti Maleha, 2010)
20
Agoes Dariyo, “Psikologi Perkembangan
Dewasa Muda”,(Jakarta: Grasindo Anggota Ikapi,
2003), hlm.135.
6