Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 1

KONSELING PRANIKAH

“Konsep Dasar Pernikahan”

Dosen Pembina:

Dr. Nurfarhanah, M. Pd., Kons.

Oleh

Ayu Chizya Milaningrum

18006006

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

2021
D. Isu terkini terkait pernikahan
A. Pengertian
Dalam bahasa Indonesia “perkawinan” Seperti yang sudah kita dengar baru-baru
berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa,
MIND MAPPING ini tentang perceraian yang dialami oleh
artinya membentuk keluarga dengan lawan
jenis, melakukan hubungan kelamin dan
salah satu anak ustad Alm. Arifin Ilham
bersetubuh. Makna nikah adalah akad atau yaitu Muhammad Alvin Faiz yang akrab di
ikatan, karena dalam suatu proses pernikahan panggil Alvin. Alvin bercerai dengan istrinya
terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari yang bernama Larissa Chou pada hari kamis
pihak perempuan) dan qabul (pernyataan tanggal 21 Mei 2021
penerimaan dari pihak lelaki).

KONSEP DASAR PERNIKAHAN

B. Fungsi dan Tujuan Pernikahan

Enam fungsi penting dalam perkawinan, antara lain : Menumbuhkan dan


C. Undang Undang Pernikahan
memelihara cinta serta kasih sayang, Memberikan pengawasan dan
pembelajaran tentang kebenaran, Menyediakan status sosial dan Dalam ketentuan peraturan perundang-
kesempatan sosialisasi, Menjamin kebersamaan secara terus-menerus, undangan terkait perkawinan bahwa
ditentukan tentang prinsip-prinsip mengenai
Memberikan kepuasan dan tujuan dan Menyediakan rasa aman dan
perkawinan dan segala sesuatu yang
penerimaan.
berhubungan dengan perkawinan yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Adapun tujuan pernikahan Mendapatkan dan Melangsungkan
Keturunan.Penyaluran Syahwat dan Penumpahan Kasih Sayang, Memelihara
diri dari Kerusakan, Menimbulkan Kesungguhan Bertanggung Jawab dan
Mencari Harta yang Halal dan Membangung Rumah Tangga dalam Rangka
Membentuk Masyarakat yang Sejahtera Berdasarkan Cinta dan Kasih
KONSEP DASAR PERNIKAHAN

A. Pengertian
Dalam bahasa Indonesia “perkawinan” berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan
hubungan kelamin dan bersetubuh. Makna nikah adalah akad atau ikatan,
karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan
dari pihak perempuan) dan qabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki).
Selain itu, nikah bisa diartikan sebagai bersetubuh (Amir Syarifuddin, 2006).
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa
perkawinan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita, sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sedangkan menurut para ahli arti perkanikahan, yaitu :
1. Menurut Dunvall dan Miller perkawinan adalah adanya suatu hubungan
yang sah antara pria dan wanita dengan melibatkan hubungan seksual
yang saling melengkapi sehingga mampu mengetahui tugas
masingmasingnya.
2. Menurut Maya perkawinan adalah adanya suatu bentuk pola sosial yang
disetujui oleh kedua belah pihak (pria dan wanita) yang sehingga mampu
membentuk keluarga yang sah dimana agama dan legal dimata hukum.
3. Menurut Subekti perkawinan adalah pertalian sah yang terjadi antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk jangka waktu lama.
4. Menurut Kaelany HD perkawinan adalah akad antara calon suami dan
calon istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut ketentuan yang sudah
di atur oleh syariah. Dengan akad ini kedua calon akan diperbolehkan
untuk bergaul sebagai suami istri.

Dapat saya simpulkan bahwa perkawinan adalah suatu hubungan yang sah
baik di agama maupun sah secara legal dimata hokum antara pria dan wanita
untuk jangka waktu yang lama, dan menjalakan syariah islam.
B. Fungsi dan Tujuan Pernikahan
Dalam sebuah perkawinan perlu adanya fungsi-fungsi yang harus
dijalankan dan bila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi
maka tidak ada perasaan bahagia dan puas pada pasangan. Duvall & Miller
menyebutkan setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam perkawinan,
antara lain :
1. Menumbuhkan dan memelihara cinta serta kasih sayang.
2. Memberikan pengawasan dan pembelajaran tentang kebenaran.
3. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi.
4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus.
5. Memberikan kepuasan dan tujuan.
6. Menyediakan rasa aman dan penerimaan.
Adapun tujuan pernikahan menurut Abd. Rahman Ghazaly (2006: 24-31)
adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan dan Melangsungkan Keturunan. Naluri manusia adalah
cenderung untuk mempunyai keturunan yang sah yang diakui oleh dirinya
sendiri, masyarakat, negara dan kebenaran keyakinan agama Islam
memberi jalan untuk itu. Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup
bahagian di dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat dicapai
dengan hidup berbakti kepada Tuhan secara sendiri-sendiri, berkeluarga,
dan bermasyarakat.
2. Penyaluran Syahwat dan Penumpahan Kasih Sayang. Sudah menjadi
kodrat iradah Allah swt. manusia diciptakan berjodohjodoh dan
diciptakan oleh Allah swt. mempunyai keinginan untuk berhubungan
antara pria dan wanita.
3. Memelihara diri dari Kerusakan. Orang-orang yang tidak melakukan
penyalurannya dengan pernikahan akan mengalami ketidakwajaran dan
dapat menimbulkan kerusakan, entah kerusakan dirinya sendiri ataupun
orang lain bahkan masyarakat, karena manusia memiliki nafsu, sedangkan
nafsu itu condong untuk mengajak kepada perbuatan yang tidak baik.
Dengan pernikahan akan mengurangi dorongan yang kuat atau dapat
mengembalikan gejolak nafsu seksual, seperti sabda Rasulullah saw,
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu
untuk menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.”
4. Menimbulkan Kesungguhan Bertanggung Jawab dan Mencari Harta yang
Halal. Hidup sehari-hari menunjukkan bahwa orang-orang yang belum
berkeluarga tindakannya sering masih dipengaruhi oleh emosinya
sehingga kurang mantap dan kurang bertanggung jawab. Semisal sopir
yang sudah berkeluarga dalam cara mengendalikan kendaraannya lebih
tertib, para pekerja yang sudah berkeluarga lebih rajin dibanding dengan
para pekerja bujangan. Demikian pula dalam menggunakan hartanya,
orang-orang yang telah berkeluarga lebih efektif dan hemat, karena
mengingat kebutuhan keluarga di rumah. Jarang pemuda-pemudi yang
belum berkeluarga memikirkan hari depannya, mereka berpikir untuk hari
ini, barulah setelah mereka menikah memikirkan bagaimana caranya
mendapatkan bekal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
5. Membangung Rumah Tangga dalam Rangka Membentuk Masyarakat
yang Sejahtera Berdasarkan Cinta dan Kasih Sayang.

Sedangkan menurut Bimo Walgito (2004: 7-9) ada beberapa hal yang
melatarbelakangi mengapa diperlukan bimbingan dan konseling pernikahan,
yaitu:

1. Masalah perbedaan individual. Masing-masing individu berbeda satu


dengan yang lainnya. Akan sulit didapatkan dua individu yang benar-
benar sama, sekalipun mereka merupakan saudara kembar. Di dalam
menghadapi masalah, masing-masing individu dalam mencari solusi
memiliki kemampuan dan cara yang berbeda-beda. Ada yang cepat
menemukan solusi dengan cepat, tetapi yang lain lambat, ataupun
mungkin yang lain mungkin tidak dapat menguraikan masalah tersebut.
Bagi individu yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan sendiri,
maka ia membutuhkan bantuan orang lain. Demikian juga bagi pasangan
suami istri yang sedang menghadapi suatu permasalahan.
2. Masalah kebutuhan individu. Perkawinan merupakan suatu usaha untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan. Dalam perkawinan kadang-kadang justru sering individu
tidak tahu harus bertindak bagaimana. Dalam hal seperti ini maka
individu yang bersangkutan membutuhkan bantuan orang lain yang dapat
berperan membantu dan mengarahkan serta memberikan solusi yang
terbaik baginya.
3. Masalah perkembangan individu. Pria maupun wanita merupakan
makhluk yang berkembang dari masa ke masa. Akibat dari perkembangan
pada keduanya maka akan mengalami perubahanperubahan. Dalam
mengarungi perkembangan ini, kadang-kadang antara pria dan wanita
mengalami kesulitan akibat dari keadaan tersebut. Karena itu untuk
menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan itu diperlukan
bantuan orang lain untuk mengarahkannya.
4. Masalah sosio-kultural. Perkembangan zaman menimbulkan banyak
perubahan dalam kehidupan masyarakat, seperti perubahan dalam aspek
sosial, politik, ekonomi, industri, sikap, nilai dan sebagainya. Keadaan
seperti ini dapat memengaruhi kehidupan masingmasing individu dan
pasangan suami istri. Melihat berbagai macam permasalahan yang datang
dari luar (baca: kebudayaan luar) tersebut tidak semua individu dapat
memecahkan permasalahannya secara mandiri. Karena itu, dibutuhkan
seseorang yang dapat membantu dan mengarahkannya, dengan kata lain
ia membutuhkan seorang konselor yang dapat membimbingnya untuk
mencarikan solusi yang terbaik baginya.
C. Undang Undang Pernikahan
Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan terkait perkawinan
bahwa ditentukan tentang prinsip-prinsip mengenai perkawinan dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan. ketentuan peraturan
perundangundangan terkait perkawinan menggunakan prinsip monogami,
bahwa pada prinsipnya dalam sebuah perkawinan seorang pria hanya boleh
memiliki seorang istri, begitu juga sebaliknya bahwa seorang wanita hanya
boleh mempunyai seorang suami dalam jangka waktu yang bersamaan.
Artinya dalam waktu yang bersamaan, seorang suami atau istri dilarang untuk
melakukan perkawinan dengan wanita atau pria lain. Prinsip monogami ini
ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pada asasnya
dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri.
Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”.Adapun asas
perkawinan disini penulis bedakan menjadi dua jenis asas, yaitu asas
perkawinan menurut hukum adat dan asas perkawinan menurut
UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974. Asas-asas perkawinan menurut hukum
adat yaitu :
1. Perkawinan bertujuan untuk membentuk rumah tangga dan hubungan
kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia, serta kekal.
2. Perkawinan tidak hanya harus sah dilaksanakan menurut hukum agama
atau kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para
anggota kerabat.
3. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan anggota keluarga dan
anggota kerabat.
4. Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang atau
beberapa orang perempuan atau sebagai istri yang kedudukannya
ditentukan menurut hukum adat setempat.
5. Perkawinan dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum
cukup umur.
6. Perceraian ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak diperbolehkan.
7. Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri didasarkan pada
ketentuan hukum adat yang berlaku.

Asas-asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,


yaitu sebagai berikut:
1. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar
keduanya dapat mengembangkan kepribadiannya masing-masing untuk
mencapai kesejahteraan yang bersifat materiil dan spiritual.
2. Perkawinan dianggap sah jika dilaksanakan menurut hukum agama dan
kepercayaannya masing-masing, dan bahwa perkawinan harus dicatatkan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Perkawinan harus memenuhi syarat administrasi, dengan jalan
mencatatkan diri pada kantor pencatatan yang telah ditetapkan oleh
undang-undang.
4. Perkawinan menganut prinsip monogami, meskipun tidak bersifat mutlak
karena masih ada kemungkinan untuk menikah lebih dari satu orang bila

Syarat perkawinan dibagi menjadi dua (2) yaitu :

1. Syarat materiil
Syarat materiil adalah syarat yang melekat pada diri pihak-pihak yang
melangsungkan perkawinan, dan disebut juga syarat subyektif. Syarat-
syarat perkawinan yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 seperti yang diatur dalam Pasal 6 sampai
dengan Pasal 12 adalah sebagai berikut :
a. Adanya Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat 1).
b. Adanya izin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun (Pasal 6 ayat 2).
c. Usia calon mempelai pria sudah 19 (sembilan belas) tahun dan calon
mempelai wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun, kecuali ada
dispensasi dari pengadilan (Pasal 7).
d. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan keluarga atau darah yang tidak boleh kawin (Pasal 8).
e. Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak
lain dan calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan perkawinan
dengan pihak lain, kecuali telah mendapat izin dari pengadilan untuk
poligami (Pasal 9).
f. Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi, agama dan
kepercayaan mereka tidak melarang kawin kembali (untuk ketiga
kalinya) (Pasal 10).
g. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
berstatus janda (Pasal 11).
2. Syarat formal
Syarat formal adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan
menurut agama dan undang-undang, disebut juga syarat obyektif. Syarat-
syarat formal berhubungan dengan tata cara perkawinan, dalam Pasal 12
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa tata cara
pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan Perundang-undangan
sendiri. Syarat formal yang berhubungan dengan tata cara perkawinan
adalah sebagai berikut :
a. Pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.
b. Pengumuman untuk melangsungkan perkawinan.
c. Calon suami isteri harus memperlihatkan akta kelahiran.
d. Akta yang memuat izin untuk melangsungkan perkawinan dari
mereka yang harus memberi izin atau akta dimana telah ada
penetapan dari Pengadilan.
e. Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus memperlihatkan akta
perceraian, akta kematian atau dalam hal ini memperlihatkan surat
kuasa yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah.
f. Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung tanpa
pencegahan.
g. Dispensasi untuk kawin, dalam hal dispensasi diperlukan.
D. Isu terkini terkait pernikahan
Seperti yang sudah kita dengar baru-baru ini tentang perceraian yang
dialami oleh salah satu anak ustad Alm. Arifin Ilham yaitu Muhammad Alvin
Faiz yang akrab di panggil Alvin. Alvin bercerai dengan istrinya yang bernama Larissa
Chou pada hari kamis tanggal 21 Mei 2021, dimana kabar tersebuat disampaikan
oleh Alvin melalui akun instagramnya. sebelumnya Alvin menikah dengan Larissa
Chou pada usia 17 tahun sedangkan Larissa berumur 20 tahun, dimana umur Alvin
lebih muda 3 tahun dari istrinya yaitu Larissa Chou. Meskipun begitu, Alvin berhasil
meyakinkan ayah Larrisa untuk menjaga dan membahagiakan Larissa. Alvin dan
Larissa melangsungkan pernikahan pada tanggal 6 Agustus 2016, keduanya harus
melewati sidang pernikahan di pengadilan agama Bogor, dan mereka berhasil
melewati rintangan dan halangan dalam masalah tersebut. Setahun menjalani
hubungan rumah tangga bersama, akhirnya Alvin dan Larissa dikaruniai seorang
anak laki-laki. Anak pertama meraka lahir pada tanggal 9 Juni 2017 yang di beri
nama Muhammad Yusuf Ramadhan.
Keduanya selalu tampak romatis, yang seperti yang sudah kita dengar
bahwa Alvin dan Larissa membuat public kaget lantaran memutuskan
bercerai pada tanggal 21 Mei 2021. Larissa bahkan melayangkan gugatan
cerai secara langsung ke pengadialan agama Cibinong. Melalui instagram
Alvin menegaskan bahwa perceraian mereka bukan orang ketiga, poligami,
atau kekerasan fisik.
 Analisis isu
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas yaitu sebagai berikut
1. Alvin dan Larissa bercerai karena tidak ada lagi kasih sayang dan mereka
bercerai bukan karena orang ketiga, poligami, maupun kekerasan fisik.
mereka bercerai kerana mereka merasa sudah tidak cocok lagi.
2. Alvin menikah pada umur 17 tahun, padahal sudah tertera pada Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 7 “Usia calon mempelai pria sudah
19 (sembilan belas) tahun dan calon mempelai wanita sudah mencapai
16 (enam belas) tahun, kecuali ada dispensasi dari pengadilan”.

langkah yang harus dilakukan sebelum diadakan pernikahan sebaiknya


melakukan konsling terlebih dahulu agar nantinya bisa Membentuk Keluarga
yang Sakinah mawadah warahma. Seorang konselor ketika akan melakukan
konseling pernikahan, harus memperhatikan tahap-tahap konseling, khususnya
dalam wawancara permulaan. Hal ini penting karena wawancara permulaan
menentukan suasana bagi pertemuan konseling keluarga (pernikahan)
berikutnya. Adapun tahap-tahap konselingnya adalah sebagai berikut:

Pertama, Perencanaan Prapertemuan. Perencanaan prapertemuan


penting dilakukan untuk membuat perencanaan umum bagi pertemuan pertama
dengan keluarga yang menjadi klien. Untuk itu diperlukan data awal tentang
keluarga tersebut melalui telepon prapertemuan atau format isian
pendahuluan. Dari data tersebut ditetapkan masalah yang mungkin dihadapi
data-data yang perlu dikumpulkan dan siapa yang akan diundang untuk
menghadiri pertemuan pertama.

Kedua, Tahap Pembinaan Hubungan Baik. Pada tahap ini konselor


membina hubungan baik dengan anggota keluarga dengan cara menunjukkan
perhatian, penerimaan penghargaan, dan pemahaman empatik. Ini saat
pertama konselor bergabung dengan keluarga yang akan dibantu meningkatkan
fungsinya. Tahap ini penting karena merupakan wahana terciptanya hubungan
baik dengan anggota keluarga, pemahaman hubungan antar anggota keluarga
dan penetapan struktur konseling.

Ketiga, Tahap Klarifikasi Masalah. Setelah terbina hubungan baik


dengan semua anggota keluarga melalui tahap sebelumnya, konselor
memperkenalkan tahap klarifikasi masalah, pada tahap ini konselor
memfasilitasi teridentifikasikan masalah yang dihadapi keluarga yang
menyebabkan keluarga tersebut meminta bantuan konseling keluarga. Untuk itu
konselor memberi stimulus dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah
pada teridentifikannya masalah yang dihadapi keluarga tersebut.

Keempat, Tahap Interaksi. Pada tahap ini, konselor mengamati


bagaimana pola interaksi yang memelihara terjadinya masalah dalam keluarga.
Untuk itu konselor mendorong mereka membahas perbedaanperbedaan
tersebut dan mencoba mencapai kesepakatan tentang masalah yang
dihadapinya. Setelah anggota kelompok menyepakati masalah yang membuat
mereka meminta bantuan konseling maka mereka dimintai menampilkan
masalah yang dialaminya dalam kosenling tersebut. Interaksi ini menjadi
informasi yang berharga untuk memahami masalah yang sebenarnya dialami
dalam keluarga.

Kelima, Tahap Penetapan Tujuan. Tujuan tahap penetapan tujuan ialah


mencapai kesepakatan dengan keluarga tentang masalah dapat dipecahkan dan
memprakarsai proses yang akan mengubah situasi sosial sedemikian rupa
sehingga masalah tersebut tidak lagi diperlukan. Untuk itu masalah yang akan
dipecahkan hendaknya dinyatakan secara spesifik dalam bentuk tujuan yang
akan dicapai sehingga dapat diketahui kapan masalah tersebut telah berhasil
dipecahkan.

Keenam, Tahap Pengakhiran. Pertemuan diakhiri dengan mengingatkan


tugas-tugas yang perlu dilakukan anggota keluarga dan kemudian menetapkan
pertemuan selanjutnya serta menentukan anggota keluarga yang hadir pada
pertemuan berikutnya. Ketujuh, Tahap Pasca Pertemuan. Konselor perlu
mencatat kesan terhadap masalah yang dikemukakan, struktur keluarga,
hipotesis yang berkenaan dengan perubahan yang diperlukan, dan tugas-tugas
yang diberikan (Nurhayati, 2011: 175-178).

Kemudian, dalam melakukan bimbingan dan konseling pernikahan ada


tiga macam pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Bimbingan Preventif
Pendekatan bimbingan ini menolong seseorang sebelum seseorang
menghadapi masalah. Caranya ialah dengan menghindari masalah
itu, mempersiapkan orang itu untuk menghadapi masalah yang pasti
akan dihadapi dengan memberi bekal pengetahuan, pemahaman,
sikap, dan keterampilan untuk menghadapi masalah itu.
2. Bimbingan Kuratif atau Korektif
Dalam pendekatan ini pembimbing menolong seseorang jika orang
itu menghadapi masalah yang cukup berat hingga tidak dapat
diselesaikan sendiri.
3. Bimbingan Preseveratif
Bimbingan ini bertujuan meningkatkan yang sudah baik, yang
mencakup sifat dan sikap yang menguntungkan tercapainya
penyesuaian diri dan terhadap lingkungan, kesehatan jiwa yang
telah dimilikinya, kesehatan jasmani, dan kebiasaan-kebiasaan
hidup yang sehat, kebiasaan bergaul yang baik dan sebagainya
KEPUSTAKAAN

Amir Syarifuddin. 2006. HukumPerkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh


Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana.

Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta:


Penerbit Andi.

Ghazaly, Abd. Rahman, 2006. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Nurhayati, Eti. 2011. Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.tentang pernikahan.

Anda mungkin juga menyukai