KONSELING PRANIKAH
Dosen Pembina:
Oleh
18006006
2021
D. Isu terkini terkait pernikahan
A. Pengertian
Dalam bahasa Indonesia “perkawinan” Seperti yang sudah kita dengar baru-baru
berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa,
MIND MAPPING ini tentang perceraian yang dialami oleh
artinya membentuk keluarga dengan lawan
jenis, melakukan hubungan kelamin dan
salah satu anak ustad Alm. Arifin Ilham
bersetubuh. Makna nikah adalah akad atau yaitu Muhammad Alvin Faiz yang akrab di
ikatan, karena dalam suatu proses pernikahan panggil Alvin. Alvin bercerai dengan istrinya
terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari yang bernama Larissa Chou pada hari kamis
pihak perempuan) dan qabul (pernyataan tanggal 21 Mei 2021
penerimaan dari pihak lelaki).
A. Pengertian
Dalam bahasa Indonesia “perkawinan” berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan
hubungan kelamin dan bersetubuh. Makna nikah adalah akad atau ikatan,
karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan
dari pihak perempuan) dan qabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki).
Selain itu, nikah bisa diartikan sebagai bersetubuh (Amir Syarifuddin, 2006).
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa
perkawinan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita, sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sedangkan menurut para ahli arti perkanikahan, yaitu :
1. Menurut Dunvall dan Miller perkawinan adalah adanya suatu hubungan
yang sah antara pria dan wanita dengan melibatkan hubungan seksual
yang saling melengkapi sehingga mampu mengetahui tugas
masingmasingnya.
2. Menurut Maya perkawinan adalah adanya suatu bentuk pola sosial yang
disetujui oleh kedua belah pihak (pria dan wanita) yang sehingga mampu
membentuk keluarga yang sah dimana agama dan legal dimata hukum.
3. Menurut Subekti perkawinan adalah pertalian sah yang terjadi antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk jangka waktu lama.
4. Menurut Kaelany HD perkawinan adalah akad antara calon suami dan
calon istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut ketentuan yang sudah
di atur oleh syariah. Dengan akad ini kedua calon akan diperbolehkan
untuk bergaul sebagai suami istri.
Dapat saya simpulkan bahwa perkawinan adalah suatu hubungan yang sah
baik di agama maupun sah secara legal dimata hokum antara pria dan wanita
untuk jangka waktu yang lama, dan menjalakan syariah islam.
B. Fungsi dan Tujuan Pernikahan
Dalam sebuah perkawinan perlu adanya fungsi-fungsi yang harus
dijalankan dan bila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi
maka tidak ada perasaan bahagia dan puas pada pasangan. Duvall & Miller
menyebutkan setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam perkawinan,
antara lain :
1. Menumbuhkan dan memelihara cinta serta kasih sayang.
2. Memberikan pengawasan dan pembelajaran tentang kebenaran.
3. Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi.
4. Menjamin kebersamaan secara terus-menerus.
5. Memberikan kepuasan dan tujuan.
6. Menyediakan rasa aman dan penerimaan.
Adapun tujuan pernikahan menurut Abd. Rahman Ghazaly (2006: 24-31)
adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan dan Melangsungkan Keturunan. Naluri manusia adalah
cenderung untuk mempunyai keturunan yang sah yang diakui oleh dirinya
sendiri, masyarakat, negara dan kebenaran keyakinan agama Islam
memberi jalan untuk itu. Agama memberi jalan hidup manusia agar hidup
bahagian di dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan akhirat dicapai
dengan hidup berbakti kepada Tuhan secara sendiri-sendiri, berkeluarga,
dan bermasyarakat.
2. Penyaluran Syahwat dan Penumpahan Kasih Sayang. Sudah menjadi
kodrat iradah Allah swt. manusia diciptakan berjodohjodoh dan
diciptakan oleh Allah swt. mempunyai keinginan untuk berhubungan
antara pria dan wanita.
3. Memelihara diri dari Kerusakan. Orang-orang yang tidak melakukan
penyalurannya dengan pernikahan akan mengalami ketidakwajaran dan
dapat menimbulkan kerusakan, entah kerusakan dirinya sendiri ataupun
orang lain bahkan masyarakat, karena manusia memiliki nafsu, sedangkan
nafsu itu condong untuk mengajak kepada perbuatan yang tidak baik.
Dengan pernikahan akan mengurangi dorongan yang kuat atau dapat
mengembalikan gejolak nafsu seksual, seperti sabda Rasulullah saw,
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu
untuk menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.”
4. Menimbulkan Kesungguhan Bertanggung Jawab dan Mencari Harta yang
Halal. Hidup sehari-hari menunjukkan bahwa orang-orang yang belum
berkeluarga tindakannya sering masih dipengaruhi oleh emosinya
sehingga kurang mantap dan kurang bertanggung jawab. Semisal sopir
yang sudah berkeluarga dalam cara mengendalikan kendaraannya lebih
tertib, para pekerja yang sudah berkeluarga lebih rajin dibanding dengan
para pekerja bujangan. Demikian pula dalam menggunakan hartanya,
orang-orang yang telah berkeluarga lebih efektif dan hemat, karena
mengingat kebutuhan keluarga di rumah. Jarang pemuda-pemudi yang
belum berkeluarga memikirkan hari depannya, mereka berpikir untuk hari
ini, barulah setelah mereka menikah memikirkan bagaimana caranya
mendapatkan bekal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
5. Membangung Rumah Tangga dalam Rangka Membentuk Masyarakat
yang Sejahtera Berdasarkan Cinta dan Kasih Sayang.
Sedangkan menurut Bimo Walgito (2004: 7-9) ada beberapa hal yang
melatarbelakangi mengapa diperlukan bimbingan dan konseling pernikahan,
yaitu:
1. Syarat materiil
Syarat materiil adalah syarat yang melekat pada diri pihak-pihak yang
melangsungkan perkawinan, dan disebut juga syarat subyektif. Syarat-
syarat perkawinan yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 seperti yang diatur dalam Pasal 6 sampai
dengan Pasal 12 adalah sebagai berikut :
a. Adanya Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat 1).
b. Adanya izin kedua orangtua atau wali bagi calon mempelai yang
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun (Pasal 6 ayat 2).
c. Usia calon mempelai pria sudah 19 (sembilan belas) tahun dan calon
mempelai wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun, kecuali ada
dispensasi dari pengadilan (Pasal 7).
d. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tidak dalam
hubungan keluarga atau darah yang tidak boleh kawin (Pasal 8).
e. Calon mempelai wanita tidak dalam ikatan perkawinan dengan pihak
lain dan calon mempelai pria juga tidak dalam ikatan perkawinan
dengan pihak lain, kecuali telah mendapat izin dari pengadilan untuk
poligami (Pasal 9).
f. Bagi suami istri yang telah bercerai, lalu kawin lagi, agama dan
kepercayaan mereka tidak melarang kawin kembali (untuk ketiga
kalinya) (Pasal 10).
g. Tidak dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
berstatus janda (Pasal 11).
2. Syarat formal
Syarat formal adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan
menurut agama dan undang-undang, disebut juga syarat obyektif. Syarat-
syarat formal berhubungan dengan tata cara perkawinan, dalam Pasal 12
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa tata cara
pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan Perundang-undangan
sendiri. Syarat formal yang berhubungan dengan tata cara perkawinan
adalah sebagai berikut :
a. Pemberitahuan untuk melangsungkan perkawinan.
b. Pengumuman untuk melangsungkan perkawinan.
c. Calon suami isteri harus memperlihatkan akta kelahiran.
d. Akta yang memuat izin untuk melangsungkan perkawinan dari
mereka yang harus memberi izin atau akta dimana telah ada
penetapan dari Pengadilan.
e. Jika perkawinan itu untuk kedua kalinya, harus memperlihatkan akta
perceraian, akta kematian atau dalam hal ini memperlihatkan surat
kuasa yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah.
f. Bukti bahwa pengumuman kawin telah berlangsung tanpa
pencegahan.
g. Dispensasi untuk kawin, dalam hal dispensasi diperlukan.
D. Isu terkini terkait pernikahan
Seperti yang sudah kita dengar baru-baru ini tentang perceraian yang
dialami oleh salah satu anak ustad Alm. Arifin Ilham yaitu Muhammad Alvin
Faiz yang akrab di panggil Alvin. Alvin bercerai dengan istrinya yang bernama Larissa
Chou pada hari kamis tanggal 21 Mei 2021, dimana kabar tersebuat disampaikan
oleh Alvin melalui akun instagramnya. sebelumnya Alvin menikah dengan Larissa
Chou pada usia 17 tahun sedangkan Larissa berumur 20 tahun, dimana umur Alvin
lebih muda 3 tahun dari istrinya yaitu Larissa Chou. Meskipun begitu, Alvin berhasil
meyakinkan ayah Larrisa untuk menjaga dan membahagiakan Larissa. Alvin dan
Larissa melangsungkan pernikahan pada tanggal 6 Agustus 2016, keduanya harus
melewati sidang pernikahan di pengadilan agama Bogor, dan mereka berhasil
melewati rintangan dan halangan dalam masalah tersebut. Setahun menjalani
hubungan rumah tangga bersama, akhirnya Alvin dan Larissa dikaruniai seorang
anak laki-laki. Anak pertama meraka lahir pada tanggal 9 Juni 2017 yang di beri
nama Muhammad Yusuf Ramadhan.
Keduanya selalu tampak romatis, yang seperti yang sudah kita dengar
bahwa Alvin dan Larissa membuat public kaget lantaran memutuskan
bercerai pada tanggal 21 Mei 2021. Larissa bahkan melayangkan gugatan
cerai secara langsung ke pengadialan agama Cibinong. Melalui instagram
Alvin menegaskan bahwa perceraian mereka bukan orang ketiga, poligami,
atau kekerasan fisik.
Analisis isu
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan diatas yaitu sebagai berikut
1. Alvin dan Larissa bercerai karena tidak ada lagi kasih sayang dan mereka
bercerai bukan karena orang ketiga, poligami, maupun kekerasan fisik.
mereka bercerai kerana mereka merasa sudah tidak cocok lagi.
2. Alvin menikah pada umur 17 tahun, padahal sudah tertera pada Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 7 “Usia calon mempelai pria sudah
19 (sembilan belas) tahun dan calon mempelai wanita sudah mencapai
16 (enam belas) tahun, kecuali ada dispensasi dari pengadilan”.
1. Bimbingan Preventif
Pendekatan bimbingan ini menolong seseorang sebelum seseorang
menghadapi masalah. Caranya ialah dengan menghindari masalah
itu, mempersiapkan orang itu untuk menghadapi masalah yang pasti
akan dihadapi dengan memberi bekal pengetahuan, pemahaman,
sikap, dan keterampilan untuk menghadapi masalah itu.
2. Bimbingan Kuratif atau Korektif
Dalam pendekatan ini pembimbing menolong seseorang jika orang
itu menghadapi masalah yang cukup berat hingga tidak dapat
diselesaikan sendiri.
3. Bimbingan Preseveratif
Bimbingan ini bertujuan meningkatkan yang sudah baik, yang
mencakup sifat dan sikap yang menguntungkan tercapainya
penyesuaian diri dan terhadap lingkungan, kesehatan jiwa yang
telah dimilikinya, kesehatan jasmani, dan kebiasaan-kebiasaan
hidup yang sehat, kebiasaan bergaul yang baik dan sebagainya
KEPUSTAKAAN
Ghazaly, Abd. Rahman, 2006. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Nurhayati, Eti. 2011. Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.