Anda di halaman 1dari 15

KONSEP NIKAH

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu : Mughniatul Ilma,M.H.

Disusun Oleh :

1. M.Fikry Al Fatih 201230173


2. Megan Anggilia 201230216

3.

JURUSAN TADRIS PENGAJARAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAN PONOROGO

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan atau dalam bahasa arab munakahat adalah suatu peristiwa atau momen

sakral dimana dua orang manusia yang berlawanan jenis membuat suatu janji suci untuk
bisa

hidup berdampingan sampai ajal menjemput dan memisahkan mereka. Janji tersebut
harus

disertai dengan tanggung jawab, komitmen dan kasih sayang di dalamnya, agar tercipta

keluarga yang harmonis dan saling menyayangi serta menghargai satu sama lain.
Sehingga

menghasilkan keturunan yang sholeh dan seholehah untuk mereka serta ketika dalam
sebuah
keluarga tercipta kondisi saling sayang menyayangi maka Allah SWT pun ikut
memandang

keluarga tersebut dengan kasih dan sayang.

Pada hakikatnya pernikahan adalah satu-satunya jalan keluar untuk pemenuhan

kebutuhan biologis manusia yang dihalalkan oleh Allah SWT. Selain itu tujuan dari

pernikahan adalah melanjutkan keturunan yang sudah ada serta membangun rumah
tangga

yang seluruh anggota di dalamnya mendapatkan rahmat serta barokah dari Allah SWT.
Nabi

Muhammad SAW sangat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan pernikahan.


Banyak

hadist Nabi Muhammad SAW yang mendukung itu.Beberapa hadist Nabi yang
mendukung

pernikahan adalah, “Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan
golonganku”

(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.) lalu “ Empat macam diantara sunnah-sunnah para
Rasul

yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
serta

“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hinanya mayat kalian
adalah

yang tidak menikah” (HR. Bukhari).

Masih banyak hadist Nabi Muhammad SAW yang ditujukan kepada ummatnya agar

melakukan sesegera mungkin pernikahan apabila sudah memenuhi syarat dan ketentuan
yang
sudah ditetapkan agar terlindung pandangannya serta terlindung dari maksiat. Dalam
KBBI

(Kamus Besar Bahasa Indonesia), pengertian pernikahan adalah perkawinan yang


dilakukan

sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.Sehingga pernikahan harus sesuai
dengan

aturan yang berlaku dalam agama masing-masing. Dalam Islam, pernikahan adalah suatu

perintah agama yang mempunyai hukum sunnah untuk dilakukan. Akan tetapi hukum

tersebut dapat berubah menjadi wajib, makruh bahkan haram tergantung dari situasi dan

kondisi yang terjadi pada saat tersebut. Di dalam Islam juga, pernikahan merupakan

penyempurna dari ibadah-ibadah yang dilakukan sebelumnya.

Dalam Islam pernikahan diatur dalam banyak ayat di Al-Quran. Beberapa contoh ayat

tersebut adalah “ Dan Segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu

mengingat kebesaran Allah”(QS. Adz Dzariyaat (51) : 49), lalu “ Maha Suci Tuhan yang

telah menciptakan manusia berpasang-pasangan semuanya, baik dari apa yang


ditumbuhkan

oleh bumi dan dari diri mereka maupun apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Yaasin
(36) :

36) serta ada juga “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian dari kamu, dan
orangorang yang layak(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu dari lelaki dan hamba-
hamba

sahayamu dari perempuan. Jika mereka miskin. Allah akan memampukan mereka denga

karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS. An


Nuur

(24) : 32). Berdasarkan beberapa ayat diatas dengan munakahat pada dasarnya manusia

sudah diciptakan berpasang-pasangan dengan lawan jenisnya sejak awal penciptaan.


Tinggal
bagaimana usaha manusia tersebut untuk menemukan jodoh mereka yang sudah
ditentukan.

Apabila mereka terus berikhtiar dan setelah itu bertawakal untuk menemukan jodoh
mereka,

cepat atau lambat Allah SWT akan mempertemukan mereka berdua untuk membentuk

sebuah keluarga.

Akan tetapi dewasa ini banyak dari manusia yang tidak cukup berusaha untuk dapat

menemukan jodohnya, sehingga ada laki-laki maupun perempuan yang sudah cukup
umur

tapi belum mau untuk menikah.Dalam pencarian jodoh, mereka terlalu banyak memilih
dan

menimbang segala sesuatu yang seharusnya tidak dijadikan masalah besar dalam
pencarian

jodoh. Atau mereka telalu lama nyaman dengan keadaan hidup sendiri yang membuat

mereka tidak sempat untuk memikirkan hala lain diluar mereka sendiri. Sehingga ketika

mereka sudah memutuskan untuk membangun sebuah keluarga, agak sulit untuk mencari

pasangan yang dapat mengerti dengan situasi dan kondisi mereka sekarang ini.

Dalam pernikahan yang sudah dijalani, setiap manusia ingin selalu mencapai keluarga

yang sakinah, mawadah, warrahmah. Sakinah yang berarti tenang atau tentram dalam

kehidupan berumah tangga, mawadah yang mempunya makna cinta yang selalu ada
dalam

keluarga tersebut, dan warrahmah yang memiliki artian kasih sayang yang harus terus
dijaga

agar impian menjadi keluarga yang bahagia dapat tercapai. Akan tetapi dalam suatu

pernikahan akan banyak terjadi cobaan atau ujian yang diberikan Allah kepada keluarga
tersebut. Ujian tersebut bertujuan untuk memuliakan keluarga tersebut jika berhasil

melewatinya. Jika masalah tersebut tidak dapat diatasi maka akan terus bertambah
masalah

kepada keluarga tersebut dan parahnya bisa berujung kepada perceraian.

Adanya tren meningkatnya perceraian di Indonesia juga dipengaruhi oleh publik figur

di Indonesia yang memperlihatkan bahwa perkawinan adalah bukan sesuatu hal yang
sakral

lagi dalam kehidupan mereka. Bahkan lebih terkesan perkawinan mereka adalah untuk

bermain-main. Terdapat beberapa kasus yang memperlihatkan publik figur di negeri ini

dengan gampangnya mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama terdekat walaupun


usia

perkawinannya belum lebih dari enam bulan. Ketika publik figur negeri ini
mencontohkan

kejadian tersebut, maka persepsi masyarakat sedikit demi sedikit juga akan berubah
tentang

nilai pernikahan itu sendiri. Masyarakat cenderung terbawa-bawa mengikuti publik figur

yang mereka idolai untuk melakukan hal yang sama. Ketika terjadi masalah di dalam
rumah

tangga mereka cenderung menyimpulkan untuk melakukan perceraian sebagai jalan


keluar

tanpa melakukan suatu usaha luar biasa untuk mempertahankan pernikahan yang sudah

mereka bangun bersama pasangannya.

Beberapa faktor utama penyebab perceraian adalah faktor ekonomi, kekerasan dalam

rumah tangga yang terjadi, perselingkuhan, serta masih banyak lagi faktor penyebabnya.

Seharusnya faktor ekonomi tidak akan menjadi masalah apabila pasangan tersebut mau

saling menerima kondisi satu sama lain. Baik menerima kekurangan pasangannya juga
menerima kelebihan pasangannya masing-masing. Yang tak kalah penting adalah
komunikasi

yang berlangsung diantara pasangan tersebut harus selalu dijaga. Agar terciptanya kondisi

dimana antar pasangan dapat mengetahui keinginan dan pendapat pasangannya tentang

berbagai hal. Dalam Islam sendiri perceraian atau dapat disebut gugat cerai adalah

pemutusan hubungan suami istri dari hubungan pernikahan yang sah menurut islam.

Perceraian adalah perkara yang diperbolehkan dalam Islam akan tetapi sangat dibenci
oleh

Allah SWT.

Dalam Islam apabila seorang suami ingin menceraikan istrinya dapat melalui proses

talak. Dalam bahasa Arab talak berarti melepas ikatan. Hukum dari talak sendiri dalam
Islam

adalah makruh. Ketika seorang istri ingin menmutuskan hubungan dengan suaminya
karena

si suami sudah tidak bertanggung jawab, melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan

melakukan perselingkuhan, pihak istri bisa mengajukan proses perceraian ke Pengdilan

Agama terdekat. Agar bisa dicarikan jalan dari masalah tersebut sebelum melakukan jalan

keluar terakhir yaitu perceraian. Ketika melakukan perceraian pastilah akan terjadi
dampak

yang akan mengenai pasangan yang melakukan perceraian tersebut, dampak terhadap

keluarga pasangan tersebut, atau dampak terhadap anak mereka. Cukup banyak dampak
yang

terjadi akibat dari perceraian tersebut walaupun menurut orang yang bercerai, perceraian

adalah jalan terbaik yang bisa diambil untuk memecahkan masalah yang pasangan
tersebut

alami,
Salah satu diantara dampak dari perceraian kebanyakan masalah di Indonesia adalah

tekanan mental yang luar biasa yang dialami oleh anak mereka. Karena sulit menerima

kenyataan yang pahit ketika orangtua yang selama ini mereka sayangi sudah tidak
bersama

lagi. Kebanyakan anak berubah menjadi lebih pemurung dan pendiam setelah kedua
orang

tuanya bercerai. Selain dampak buruk bagi anak terasebut, terdapat juga dampak-dampak

lainnya akibat perceraian tersebut yang menimpa anak, keluarga, lingkungan sekitar dan

dampak yang menimpa pasangan yang bercerai itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud munahakat?

2. Apa sajakah macam-macam hukum nikah?

3. Apa saja rukun nikah itu?

4. Sebutkan urutan wali nikah?

5. Sebutkan macam-macam wali nikah?

6. Apa pengertian kafa’ah?

7. Apa pengertian khitbah?

8. Apa pengertian walimah?

9. Apa pengertian nusyuz?

10. Apa pengertian talak?

11. Apa pengertian iddah?

12. Apa pengertian rujuk?


C. TUJUAN

1. Dapat mengetahui pengertian munahakat.

2. Dapat mengetahui macam-macam hukum nikah.

3. Dapat mengetahui rukun rukun nikah.

4. Dapat mengetahui urutan dan macam-macam wali nikah.

5. Dapat mengetahui tentang kafa’ah, khitbah, walimah, nusyuz, talak, iddah, dan rujuk

BAB 2

PEMBAHASAN

1. Pengertian Munahakat

Menurut bahasa, Nikah nerarti berkumpul menjadi satu, sebagaimana dikatakan orang
arab “pepohonan it saling bernikah” jika satu sama lain saling bercondong dam
mengumpul. Menurut istilah adalah suati aqad yang berisi pembolehan melakukan
persetubuhan dengan menggunakan lafaz menikahkan atai mengawinkan, secara hakiki
nikah bernakna aqad, dan secara majazi bermakna persetubuhan.
Dalam arti yang luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan
perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan keturunan yang
dilangsungkan menurut ketentuan syariat islam.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang
telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka
disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan
pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi
laki - laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat
yang berada disekeliling kedua insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina dengan
sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya
dan masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan
membawa mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu
dapat menjadi hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi
keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu.
Dengan pernikahan seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
Artinya:
” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An -
Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan
nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan
kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini
juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat
tertentu.
2. Hukum Nikah

Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam - macam, maka hukum
nikah ini dapat dibagi menjadi lima macam.[3]

a. Sunnah

bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan - keperluan lain yang mesti dipenuhi.

b. Wajib

bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia
akan terjerumus dalam perzinaan.

Sabda Nabi Muhammad SAW. :

“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah
menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu enghalangi pandangan (terhadap yang dilarang
oleh agama.) dan memlihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka
hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).

c. Makruh

bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak mampu
memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.

Firman Allah SWT :

‫وليستعفف الذين ال يجدون نكاحا حتى يغنيهم هللا من فضله‬

“Hendaklah menahan diri orang - orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah,
hingga Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya. . . .” (An Nur / 24:33)

d. Haram

bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia -
nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi
belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e. Mubah

bagi orang - orang yang tidak terdesak oleh hal - hal yang mengharuskan segera nikah
atau yang mengharamkannya.

3. Rukun Nikah

a. Calon suami
Calon suami harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar - benar pria
3) Tidak dipaksa
4) Bukan mahram calon istri
5) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
6) Usia sekurang - kurangnya 19 Tahun
b. Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat - syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam
2) Benar - benar perempuan
3) Tidak dipaksa,
4) Halal bagi calon suami
5) Bukan mahram calon suami
6) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7) Usia sekurang - kurangnya 16 Tahun
c. Wali
Wali harus memenuhi syarat - syarat sebagi berikut :
1) Beragama Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mempunyai hak untuk menjadi wali
7) Laki - laki
d. Dua orang saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut :
1) Islam
2) Baligh (dewasa)
3) Berakal Sehat
4) Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5) Adil (tidak fasik)
6) Mengerti maksud akad nikah
7) Laki - laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat
Ahmad.)
e. Ijab dan Qabul
“Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah”. (HR. Muslim).

4. Urutan Wali Nikah


1.Wali Nasab
Merupakan wali yang diambil berdasarkan keturunan, atau yang punya hubungan nasab
dengan pengantin perempuan. Mayoritas ulama mengurutkan wali nasab dari paling
berhak dan masih hidup, karena yang terdekat adalah amat utama.
1) ayah kandung,
2) ayahnya ayah (kakek) terus ke atas,
3) saudara lelaki seayah-seibu,
4) saudara lelaki seayah saja,
5) anak lelaki saudara laki-laki seayah-seibu,
6) anak lelaki saudara laki-laki seayah,
7) anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah-seibu,
8) anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah,
9) anak lelaki dari no. 7 di atas,
10) anak lelaki dari no. 8 dan seterusnya,
11) saudara lelaki ayah, seayah-seibu,
12) saudara lelaki ayah, seayah saja,
13) anak lelaki dari no. 11,
14) anak lelaki no. 12, dan
15) anak lelaki no. 13 dan seterusnya.

Bila diringkas, wali nasab terdiri tiga kelompok; ayah kandung seterusnya ke atas,
saudara laki-laki ke bawah, dan saudara lelaki ayah ke bawah. Dan urutan di atas harus
berurutan, tidak boleh melangkahi satu dengan yang lainnya.

2. Wali Hakim
Sesuai namanya, ialah wali yang berasal dari hakim (qadhi), seperti kepala pemerintah,
pemimpin, atau orang yang diberi kewenangan oleh kepala negara untuk menikahkan
perempuan yang berwali hakim.

Seorang wanita baru boleh diwakilkan wali hakim apabila; tidak adanya wali nasab
seperti yang disebutkan di atas seluruhnya, serta tidak mencukupinya syarat bagi wali
nikah di atas jika masih hidup.

Ketentuan wali hakim sendiri adalah tidak menikahkan; perempuan yang belum baligh,
pasangan dari kedua pihak keluarga yang tidak sekufu (sepadan), orang yang tanpa
mendapat izin dari wanita yang akan menikah, dan orang yang berada di luar wilayah
kekuasaannya. Dalam kondisi tersebut, wali hakim dilarang menikahkan.

3. Wali Tahkim
Yaitu wali nikah yang diangkat sendiri oleh calon suami atau calon istri. Syarat akada
nikah bisa diwakilkan wali satu ini, jika; wali nasab pada urutan di atas tidak ada
seluruhnya atau tidak memenuhi syarat, serta tak adanya wali hakim. Sehingga wali
hakim baru boleh menikahkan, apabila tak terdapatnya wali nasab dan wali hakim.

4. Wali Maula
Adalah majikan dari seorang hamba sahaya yang ingin menikah. Maka jika ada wanita
yang berada di bawah kuasanya (yakni sebagai budak), maka majikan laki-lakinya boleh
menjadi wali akad nikah bagi hamba sahaya perempuannya itu.

Anda mungkin juga menyukai