Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang
berjudul “Pernikahan Dalam Agama Islam”. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Hukum Muamalah . Pada kesempatan ini, kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………..……………….ii
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
2.6 Mahar……………………………………………………………..…………………..8
3.2 Saran………………………………………………………………………………….10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap Makhluk pasti ingin berkembang biak dan memiliki keturunan, tetapi yang
membedakan Manusia dengan makhluk – makhluk lainnya adalah ikatan
pernikahan. Allah S.W.T menganjurkan Manusia untuk menikah agar dapat
mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan
cara yang sesuai dan menurut kaiadah norma Agama, Laki-laki dan perempuan
memiliki fitrah yang saling membutuhkan satu sama lain.
2
BAB II
PEMBAHASAAN
Investasi di Akhirat
Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua
orangtua di akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan
memberikan peluang bagi kedua orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat
nanti. Berbekal segala ilmu dalam beragama yang diperoleh selama di dunia, bekal
doa dari anak merupakan hal yang dapat diharapkan kelak.
Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat.
Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh
Rasulullah. Dan pernikahan merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah.
4
2.3 Manfaat Pernikahan
Mendatangkan keberkahan
Memperluas persaudaraan
pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan memperluas kekerabatan
diantara dua keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.
terlebih lagi jika terjadi pernikahan di luar suku, daerah maka kekerabatan akan
semakin luas, karena menyatukan kedua suku yang berbeda tradisi dan
kebudayaan.
Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia
sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran
agama.
Penyempurna Agama
5
Melaksanakan pernikahan berarti sudah menyempurnakan separuh dari agama
sehingga melengkapi takwa kita yang juga diimbangi dengan melakukan separuh
ibadah lainnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang menikah maka berarti dia telah
menyempurnakan separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang lain”.
Hal senada telah diriwayatkan dari Anas ra, beliau berkata: “Apabila seorang
hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada
Allah SWT untuk separuh sisanya“.
Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki
dan perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang
muslim menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara
Islam.
Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-
laki, mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari
mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada
6
syariat Islam, terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah
pernikahan.
Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan
tetapi saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk
melakukan pernikahan.
Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu
pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk
hidup bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan,
sekarang pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai untuk memulai hidup
bersama.
Sebagaimana sabda Rasullullah SAW : Wahai para pemuda, jika diantara kalian
sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena
pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat memelihara kelamin
(kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa,
karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
7
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani,
rohani, maupun mental dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir
akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk segera menikah.
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin
melakukan pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani,
rohani, mental maupun meteriil dalam menafkahi keluarganya kelak.
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan
tersebut, baik menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.
2.6 Mahar
Mahar atau maskawin adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada
pihak perempuan yang merupakan salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan
atau perkawinan. hukum memberikan mahar adalah wajib bagi laki-laki, walaupun
mahar bukan termasuk syarat atau rukun nikah. Mahar dalam sebuah pernikahan
dianggap penting karena selain diwajibkan oleh agama mahar juga merupakan
tanda kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon suami
kepada calon istrinya.
8
Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 24:
ًيضة َ فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ِه ِم ْنه َُّن فَآتُوه َُّن ُأج
َ ُوره َُّن فَ ِر
Artinya: “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka,
berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-
Nisa :24)
Pemberian mahar yang utama harus didasarkan kepada nilai dan manfaat
yang terkandung didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini masing-
masing sesuai dengan kemampuan dan adat yang berlaku di dalam masyarakat,
dengan syarat tidak berbentuk sesuatu yang mendatangkan mudharat,
membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.
9
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Jadi dalam sebuah pernikahan itu kita harus memperhatikan bagaimana itu
proses nya kemudian harus di penuhi syarat dan rukun nya. Tidak bisa seseorang
menikah berdua tanpa ada saksi tanpa ada wali. Maka pernikahan dapat di katakan
tidak sah. Semestinya sebagaimana seorang muslim harus bisa mempelajari
terlebih dahulu bab pernikahan. Tidak heran di pesantren yang ada di Indonesia
ketika santri nya akan menikah, pihak pesantren tidak melepas nya begitu saja.
Tetapi di beri arahan, di beri ilmu sebagaimana yang di pelajari dalam kitab bab
pernikahan.
3.2 Saran
Saran nya di harapkan kepada siapa saja yang membaca ini dapat di terapkan
sebagaimana mestinya. Karena pada dasarnya untuk mempraktekkan segala
sesuatu kita perlu pegangan nya. Ketika kita sudah dapat ilmu nya maka kita perlu
untuk mengamalkan nya.
10
DAFTAR PUSTAKA
11