Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSELING PRANIKAH
“KEPUASAN PERNIKAHAN”

Dosen Pembina:
Dr. Nurfarhanah, M.Pd. Kons

Kelompok 11:
Widia Wati (18006217)
Tiwi Permata Ningsih (18006337)
Fara Vanesha (18006099)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapakan atas kehadirat Allah SWT, Robb pencipta alam
semesta, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kepuasan Pernikahan” dalam bentuk yang sangat sederhana ini. Makalah ini dibuat sebagai
tugas mata kuliah “Konseling Pranikah”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan makalah ini semoga semua amal kebaikannya dibalas oleh AllaKh SWT.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari
semua pihak agar penulisan selanjutnya bisa lebih baik lagi. Penulis harap makalah ini dapat
memberikan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi semua orang yang
membacanya.

Padang, 16 November 2021

Kelompok 11

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 2
A. Kompenen Dasar ......................................................................................... 2
B. Dimensi Kepuasan Pernikahan .................................................................... 3
C. Isu Terkait.................................................................................................... 6
D. Pelayanan Bimbingan dan Konseling.......................................................... 8
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN .............................................................................................. 10
B. SARAN ............................................................................................................ 10
KEPUSTAKAAN ....................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan sesuatu yag sakral dan mempunyai tujua yag sangat
mulia dan suci. Dalam suatu pernikahan, hidup sebagai suami-isteri bukan semata-
mata ikatan yang dibuat berdasarkan perjanjian dengan manusia yaitu dengan wali
dari pihak perempuan dan keluarga perempuan secara keseluruhan, serta dengan
perempuan itu sendiri. Tujuan dari pernikahan itu sendiri adalah untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan yang penuh ketenangan cinta dan kasih sayang (Ridwan,
2013).
B. Rumusan Masalah
Hal-hal yang akan dibahas dan merupakan suatu rumusan masalah dari
pembahasan ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Konsep dasar kepuasan pernikahan?
2. Apa yang dimaksud dengan dimensi kepuasan pernikahan?
3. Bagaimana isu terkait dalam kepuasan pernikahan?
4. Bagaimana pelayanan bimbingan dan konseling dalam kepuasan pernikahan?
C. Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana kepuasan pernikahan.
2. Untuk memahami apa saja dimensi kepuasan pernikahan.
3. Untuk memahami isu yang terkait.
4. Untuk memahami bagaimana pelayanan bimbingan dan konseling.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Menurut UU Pernikahan No 1 tahun 1974 pasal 1 pernikahan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui pernikahan kedua individu membentuk sebuah
institusi sosial yang disebut dengan keluarga, juga mendatangkan peran dan status
baru sebagai suami dan istri. Sebagai pasangan suami istri harus mengerti dengan
hak-hak dan kewajiban masing-masing, selain itu sebagai sebuah instituai sosial,
pasangan harus mengerti mengenai perannya terhadap keluarga yang akan
berhubungan dengan keluarga pasangannya maupun masyarakat sekitar.
Setiap individu yang menikah memiliki harapan untuk memperoleh kepuasan
pernikahan. Fower & Olson (1993) menyebutkan kepuasan pernikahan sebagai
evaluasi terhadap area-area dalam pernikahan yang mencakup komunikasi, kegiatan
mengisi waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan
keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, kesetaraan peran serta pengasuhan
anak. Clayton (dalam Lailatulsifah, 2003) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan
merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan
pernikahan. Kepuasan pernikahan merupakan persepsi terhadap kehidupan pernikahan
seseorang yang diukur dari besar kecilnya kesenangan yang didapatkan dalam kurun
waktu tertentu.
Menurut Brockwood (2007) kepuasan pernikahan adalah penilaian umum
terhadap kondisi pernikahan yang tengah dialami oleh seseorang. Penilaian umum
tersebut dapat berupa cerminan dari seberapa bahagia individu dalam pernikahannya
atau berupa penggabungan dari kepuasan dalam beberapa aspek spesifik dari
hubungan pernikahan. Pinsof dan Lebow (dalam Aswati, 2017) menyatakan bahwa
kepuasan pernikahan merupakan suatu pengalaman subjektif, suatu perasaan yang
berlaku dan suatu sikap, dimana semua itu di dasarkan pada faktor dalam diri individu
yang mempengaruhi kualitas yang dirasakan dari interaksi dalam pernikahan.
Menurut Roach dkk (dalam Hidayah dan Hadjam, 2006) kepuasan pernikahan adalah
persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar kecilnya
kesenangan yang dirasakan dalam jangka waktu tertentu.

2
Sedangkan Hawkins (dalam Bradford & Hawkins, 2006) mengatakan bahwa
kepuasan pernikahan merupakan pengalaman subjektif yang dirasakan pasangan
suami istri yang berkaitan dengan aspekaspek yang ada di dalam suatu pernikahan
seperti rasa bahagia, puas, serta pengalamanpengalaman yang menyenangkan bersama
pasangannya yang bersifat individual. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah penilaian subjektif suami atau istri
terhadap pernikahannya yaitu seberapa banyak kebahagiaan, kesenangan dan
pengalaman menyenangkan yang didapatkan dari pernikahannya.
B. Dimensi Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan menggunakan aspek-aspek dalam
pernikahan seperti yang dikemukakan oleh Fowers dan Olson (dalam Marini dan
Julinda, 2010) sebagai berikut:
1. Communication (Komunikasi)
Komunikasi merupakan aspek yang penting dalam kepuasan
pernikahan. Komunikasi berfokus kepada tingkat kenyaman yang dirasakan
oleh masingmasing pasangan dalam berbagi emosi dan keyakinan, persepsi
masingmasing pasangan terhadap kemampuan mendengarkan dan
keterampilan berbicara, dan persepsi megenai kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi dengan pasangan. Komunikasi pernikahan dibagi menjadi
lima dasar menurut Laswell (dalam Marini dan Julinda, 2010), yaitu:
keterbukaan di antara pasangan (opennes), kejujuran terhadap pasangan
(honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust),
sikap empati terhadap pasangan (empathy) dan kemampuan menjadi
pendengar yang baik (listening skill). Aspek ini berfokus pada bagaimana
perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi mereka dalam pernikahan
yang dijalani.
2. Leisure Activity (Aktivitas Waktu Luang)
Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang yang
merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area
ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan individu
atau pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang
bersama pasangan. Knowles (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif antara waktu senggang bersama pasangan dengan
kepuasan pernikahan. Semakin banyak waktu senggang yang dimiliki oleh
3
pasangan semakin tinggi kepuasan pernikahan yang dimiliki oleh pasangan
suami istri.
3. Religious Orientasi (Orientasi Agama)
Keyakinan spiritual dapat memberikan landasan bagi nilai dan perilaku
individu dan pasangan. Keyakinan spiritual yang kuat dapat memperdalam
18 rasa cinta dan membantu pasangan untuk mencapai impian mereka. Hal
ini karena agama akan memberi pengaruh dengan memelihara nilai-nilai
suatu hubungan, norma dan dukungan sosial yang memberi pengaruh besar
dalam pernikahan, dan mengurangi perilaku berbahaya dalam pernikahan
(Christioano dalam Marini dan Julinda, 2010).
4. Conflict Resolution (Penyelesaian Konflik)
Konflik merupakan bagian alami dan tidak terelakkan dari hubungan
manusia. Hubungan pernikahan tidak selalu harmonis karena adanya
perbedaan yang dimiliki. Resolusi konflik berfokus pada perilaku, perasaan,
keyakinan, keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah
serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi.
5. Financial Management (Manajemen Keuangan)
Sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk
pengeluaran dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Adanya perbedaan
cara pasangan untuk mengeluarkan dan menyimpan uang dalam pernikahan.
Harapan dan kebutuhan pasangan dalam pernikahan seringkali melebihi
kemampuan keuangan pasangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock
(1980) yang menyebutkan bahwa sebagian besar wanita berharap dengan
menikah membuat status ekonominya menjadi terangkat, namun dapat terjadi
ketidakpuasan pernikahan apabila harapan tidak sesuai dengan realita.
6. Sexual Orientation (Intimasi Seksual)
Olson & Defrain (dalam Habibi, U.R, 2015) menyebutkan bahwa
hubungan seksual yang memuaskan pada pasangan akan menghasilkan
kebahagiaan pada pasangan, namun ketika tidak adanya ketertarikan
hubungan seksual akan menurunkan kebahagiaan pada pasangan. Relasi
seksual bertindak sebagai alat ukur emosional dalam hubungan. Hubungan
seksual yang baik, datang dari hubungan emosional yang baik dengan
pasangan. Pasangan dengan hubungan emosional yang baik memiliki
hubungan fisik yang baik.
4
7. Family and Friends (Keluarga dan Teman-teman)
Keluarga dan teman merupakan konteks yang paling penting bagi
pasangan dalam membangun relasi yang berkualitas. Keluarga sebagai
family of origin banyak mempengaruhi kepribadian, selain itu keterlibatan
orang tua dapat memperkuat atau memperlemah kualitas relasi pasangan.
Hubungan dengan teman dan keluarga besar yang tetap terjalin dengan baik
akan membantu meningkatkan kepuasan pernikahan karena dapat
memberikan dukungan dan membantu pasangan dalam menjalani kesulitan
sehingga pasangan merasa tidak sendirian.
8. Children and Parenting (Anak-anak dan Pengasuhan)
Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak
penting halnya dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita
pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat
terwujud. Personality Issues (Masalah yang berkaitan dengan kepribadian)
Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik
untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpurapura menjadi
orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul.
Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan
tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan
kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan
maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.
9. Equalitarian Role (Kesetaraan Peran)
Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat
bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar
rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga
memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan
dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan.
Adapun menurut Saxton (dalam Afni dan Indrijati, 2011), aspek-aspek
kepuasan pernikahan yang harus terpenuhi dalam kehidupan pernikahan yaitu:
1. Kebutuhan materil
Pemenuhan kebutuhan materil ditandai dengan adanya kepuasan fisik
atau biologis atas pemenuhan kebutuhan berupa makanan, tempat tinggal,
keadaan rumah tangga yang teratur dan uang/ekonomi.
5
2. Kebutuhan Seksual
Pemenuhan kebutuhan seksual ditandai dengan terpenuhinya
kebutuhan seksual dengan adanya respon seksual yang baik dan frekuensi
hubungan seksual yang tidak rendah.
3. Kebutuhan Psikologis
Pemenuhan kebutuhan psikologis ditandai dengan adanya
kenyamanan, persahabatan, keamanan emosional, saling memahami,
menerima, menghormati, dan sependapat. Berdasarkan uraian di atas
mengenai dimensi-dimensi kepuasan pernikahan dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek kepuasan pernikahan adalah komunikasi, aktivitas waktu
luang, orientasi agama, penyelesaian konflik, manajemen keuangan,
intimasi seksual, keluarga dan teman-teman, anak dan pengasuhan, masalah
yang berkaitan dengan kepribadian dan kesetaraan peran.
C. Isu Terkait
Spainer & Lewis (Spainer, 2016) menjelaskan bahwa kepuasan pernikahan
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yaitu:
1. Faktor internal
a) Pemahaman terhadap pola asuh orang tua yang positif. Situasi keluarga,
terutama pola asuh orang tua yang positf akan mempermudah
terwujudnya kepuasan dalam pernikahannya pada saat anak tersebut
menikah.
b) Penerimaan dari orang lain, artinya ada dukungan orang tua dan
masyarakat. Sebuah keluarga yang dibangun atas dasar restu orang tua
serta memperoleh dukungan positif dari masyarakat akan cenderung
lebih mudah memperoleh kepuasan dalam pernikahannya.
c) Kualitas kepribadian, apabila masing-masing mendapatkan pasangan
dengan kriteria kepribadian yang diharapkannya maka akan
mengarahkan pasangan pada kesamaan pandangan dalam menentukan
arah tujuan dari pernikahan.
d) Interaksi yang positif. Bentuk dari adanya interaksi yang positif yaitu
dengan adanya penerimaan, kasih sayang serta dukungan antara suami
dan istri.
e) Komunikasi yang efektif, artinya dalam hubungan suami istri dibangun
komunikasi dua arah, jadi suami maupun istri bisa menjadi pemberi dan
6
penerima informasi. Adanya komunikasi antara suami dan istri juga
akan menciptakan suasana saling pengertian, rasa aman dan nyaman
pada masing-masing pasangan.
f) Kesesuaian peran, artinya suami maupun istri mengerti tentang peran
yang diembannya masing-masing dalam hubungannya sebagai pasangan
suami istri.
g) Adanya kebijaksanaan, yakni kepandaian dalam menggunakan akal
budinya dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul dengan
selalu memakai pengalaman, pengetahuan serta selalu bersikap hati-hati
dan teliti.
h) Kerjasama yang baik, kerjasama yang baik umumnya dapat dilakukan
dengan saling tolong menolong antara suami dan istri. Jika kerjasama
antara suami dan istri berjalan dengan baik maka segala permasalahan
dalam kehidupan dapat di atasi dengan mudah.
i) Kemampuan penyesuaian suami istri, antara lain dengan menumbuhkan
sikap saling terbuka dan bisa menerima setiap kelebihan dan
kekurangan dari pasangan.
j) Tekad yang sama dalam pernikahan, tekad yang sama akan
memfasilitasi kesepemahaman langkah, kekompakan, kerjasama yang
pada akhirnya melandasi kepuasan pernikahan.
2. Faktor eksternal
a) Homogami, yaitu adanya kesamaan dalam pendidikan, agama, ras , usia
maupun kelas sosial. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki oleh
pasangan suami istri maka akan meminimalisr terjadinya konflik yang
disebabkan oleh perbedaan sudut pandang.
b) Bekal-ekal sebelum menikah, seperti pendidikan yang cukup, ataupun
keahlian dalam berhubungan sosial menunjang kedewasaan sikap,
pasangan suami istri tersebut dalam menghadapi persoalan yang terjadi.
c) Kemampuan sosial ekonomi yang memadai, situasi ekonomi yang baik
akan meningkatkan taraf pemenuhan kebutuhan, sekaligus mengurangi
resiko permasalahan akibat ketidakmampuan mengakomodasi
kebutuhan dasar.
Selain itu, menurut Hendrick & Hendrick (dalam Merzavani, 2016), ada dua
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan, yaitu:
7
1. Premarital Factors
a) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak
sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan
perkawinan.
b) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih
banyak menghadapi stressor seperti pengangguran atau tingkat
penghasilan rendah.
c) Hubungan dengan orang tua yang akan mempengaruhi sikap anak
terhadap romantisme, perkawinan, dan perceraian.
2. Postmarital Factors
a) Kehadiran anak, anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya
kepuasan perkawinan terutama pada wanita (Bee & Mitchell, 1984).
Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa menambah
stress pasangan, dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick &
Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan
perkawinan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaanan
anak tersebut.
b) Usia perkawinan, seperti yang dikemukakakan oleh Duvall bahwa
tingkat kepuasan perkawinan tinggi diawal perkawinan, kemudian
menurun setelah kehadiran anak dan akan meningkat kembali setelah
anak dewasa dan meninggalkan rumah orangtua.
Dari uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam
pernikahan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh
faktor internal dan faktor eksternal. Peneliti selanjutnya memfokuskan penelitian pada
salah satu fakt or internal yaitu kepribadian, karena kepribadian berpengaruh terhadap
cara pandang dan persepsi pasangan yang akan menentukan arah dan tujuan
pernikahan.
D. Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Adapun layanan yang dapat diberikan yaitu konseling individu merupakan
suatu cara yang dapat digunakan oleh konselor kepada klien yang sedang mengalami
masalah terhadap pasangan suami-istri dalam menjalani kehiudpan berumah tangga
untuk mencapai kehidupan sakinah mawadah wa rahmah. Adapun cara yang dapat
dilakukan Maidiantius (22) yaitu:
8
1. Jangan membiarkan diri dikuasai emosi sehingga melakukan hal hal yang
tidak baik atau bahkan lebih jauh melakukan tindakan melanggar hukum atau
melakukan tindakan kriminal. Misalnya, karena suami diketahui
berselingkuh, kemudian menjadi marah lalu melakukan tindakan pemukulan
atau lebih dari itu.
2. Cobalah memahami bahwa setiap orang yang melakukan perselingkuhan,
"tahu bahwa dirinya sedang berbuat dosa". Tidak peduli dia orang Kristen
atau bukan, mereka tahu bahwa perselingkuhan itu salah. Sebab masalah ini
juga merupakan pelanggaran norma yang berlaku di masyarakat.
3. Menangkan kembali pasangan Anda untuk kembali dan mem punyai
tanggungjawab dalam rumah tangga. Maka apabila anda mendapati
pasangannya sedang berselingkuh, janganlah memberikan judgement-
judgement dengan kemarahan tak terkendali yang akan membuatnya lebih
menjauhi Anda, hal ini yang kurang dipahami oleh banyak pasangan
sehingga pada akhirnya bercerai. Tetapi berusahalah untuk meyakinkan
pasangan Anda bahwa dia mempunyai tanggung jawab terhadap
pernikahannya dan tanggung jawab terhadap anakanaknya. Terlebih lagi
tanggung jawab kepada Tuhan. Tunjukkan kasih kepada pasangan Anda
bahwa kita inilah "yang paling special" untuknya, dan curahkan perasaan kita
kepadanya. Bersikaplah bahwa ada ini patut untuk dicintai, dan mudah untuk
dicintai. Percayalah bahwa kemudian dia tidak akan pernah meninggalkan
Anda, ini penting untuk membangun "konsep diri" dan selalu berusaha
berpikir positif. Tentu saja, hal ini kadang sulit sekali untuk dilakukan; malah
yang sering terjadi kita menjadi histeris dan sulit berpikir dengan kepala
dingin

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kehidupan pernikahan, Setiap individu yang menikah memiliki harapan
untuk memperoleh kepuasan pernikahan. Fower & Olson (1993) menyebutkan
kepuasan pernikahan sebagai evaluasi terhadap area-area dalam pernikahan yang
mencakup komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan,
penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman,
kesetaraan peran serta pengasuhan anak. Clayton (dalam Lailatulsifah, 2003)
menyatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan evaluasi secara keseluruhan
tentang segala hal yang berhubungan dengan pernikahan. Kepuasan pernikahan
merupakan persepsi terhadap kehidupan pernikahan seseorang yang diukur dari besar
kecilnya kesenangan yang didapatkan dalam kurun waktu tertentu.
B. Saran
Penulis sangat berharap para pembaca akan dapat lebih memahami lagi
mengenai Kepuasan Pernikhan dalam kehidupan perkawinan, baik dengan pasangan,
orangtua maupun keluarga besar, serta isu-isu terkait. Dan bagaimana layanan BK
dalam membantu individu yang memiliki permasalahan komunikasi ini.

10
KEPUSTAKAAN

Kauma, Fuad. 2011. Kamus Nikah. Jombang: ISFA Press.

Ma’sum, Ma’ruf. 2006. Panduan Istri-Suami yang Shalih. Solo: Smart Media.

Mathis, Susan dan Dale. 2010. Menuju Pernikahan yang Sehat dan Solid. Tanggerang:
ANDI.

Muhibin, Raudah. 2010. Nikah Awal Kuliah. Solo: Smart Media.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: RINEKA
CIPTA.

Nurcahyati, Febriani W. 2010. Manajemen Konflik Rumah Tangga. Jogjakarta: BIPA.

Sunarto, Ahmad. 2010. Kado Pengantin. Rembang: Pustaka Anisah.

Suryadi. 2006. Kuliah itu Gampang. Tangerang: Agromedia Pustaka.

11

Anda mungkin juga menyukai