Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan satu jalan untuk membentuk satu keluarga yang
terkecil dalam lingkungan masyarakat dan juga sebagia bagian yang amat
disenangi oleh manusia pada umumnya.Perkawinan bukan hanya saja untuk
menghalalkan hubungan intim antara suami-istri,akan tetapi juga untuk
membina rumah tangga yang disertai dengan hak dan kewajibannya agar
memperoleh kebahagiaan yang tidak hanya kita naungi didunia semata,akan
tetapi juga keselamatan di akhirat kelak.
Maka dari itu sebelum melakukan prosesi akad perkawinan,yang pada
akhir nanti akan mewujudkan satu keluarga,maka perlu pengkajian yang
mendalam,memerlukan pengamatan dan penilitian yang lebih serius,guna untuk
menjawab pertanyaan dengan siapa kita boleh melakukan pernikahan,yang pada
gilirannya nanti akan melahirkan hak dan kewajiban sebagai suami-istri serta
pemeliharaan terhadap anak cucu kita dibelakang hari.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Nasab ?
2. Apa hak dan kewajiban orang tua terhadap anak ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, Adapun tujuan penulisan untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan nasab dan mengetahui apa hak dan
kewajiban orang tua terhadap anak?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasab
Pada umumnya nasab mempunyai dua tempat yang berbeda dalam
memahaminya yaitu:
1. pertama,nasab dari garis keturunan perempuan dan laki-laki.
Nasab dari garis keturunan perempuan lazimnya ditempatkan ketika
kita hendak menikahi seseorang perempuan yang biasa dikenal dengan
peminangan,maka dalam hal ini dianjurkan untuk melihat
harta,kecantikan.agama dan dari garis keturunan perempuan yang akan kita
pinang tersebut.
2. Kedua,nasab dari satu pernikahan hingga melahirkan keturunan.
Adapun yang kedua tadi nasab yang disebabkan karena adanya ikatan
nikah,dalam hal yang semacam ini akan melahirkan tanggun jawab terhadap
satu pihak dengan pihak yang lain dan bahkan terhadap anak sekaligus,dan
begitu selanjutnya.Oleh sebab itu nasab mempunyai makna yaitu suatu
legalitas hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pertalian darah sebagai
salah satu akibat pernikahan yang sah.1
Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan seorang anak
dengan garis keturunan ayahnya,sehingga dengan itu anak tersebut menjadi
salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu,dengan demikian anak
tersebut berhak mendapatkan hak-hak sebagai akhibat adanya hubungan nasab
seperti hak warisan,pernikahan,perwalian dan lain sebagainya.2
Hak-hak sebagai adanya hubungan nasab juga akan mengakibatkan
terhadap suatu larangan,yaitu larangan untuk menikahi,baik sifatnya selamanya
dalam artian sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan
1 http://wazir86.blogspot.co.id/2013/03/nasabhak-dan-kewajiban-orang-tua_17.html
2 Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara fiqh munakahat dan undang-undang
perkawinan,(Jakarta : PT Persada Grafindo, 2006)., h. 167.

3
perempuan itu tidak boleh melakukan perkaawinan,larangan dalam bentuk ini
disebut dengan mahram muabbad.
Ataupun bersifat sementara dalam artian larangan itu berlaku dalam
keadaan dan waktu tertentu;suatu ketika bila keadaan dan waktu tertentu itu
sudah berubah ia sudah tidak lagi menjadi haram,yang lazimnya kita kenal
dengan mahram mauqqat.3
Dalam pengertian yang riil mahram muabbad juga dibagi kedalam tiga
kelompok;pertama,disebabkan oleh adanya hubungan kekerabatan atau
nasab,kedua,larangan perkawinan karena adanya hubungan perkawinan yang
disebut dengan hubugan mushaharah,dan ketiga,karena hubungan persusuan.
Adapun mahram muaqqat yang merupakan larangan kawin yang sifatnya
sementara yang disebabkan oleh waktu tertentu,bilamana waktu tersebut sudah
tidak ada lagi,maka larangan tersebut menjadi gugur,sebab itu dalam katagori
yang seperti ini berlaku dalam keadaan :
a) Mengawini dua orang saudara dalam satu masa.
b) Poligami diluar batas,dalam artian seorang laki-laki mengawini lebih dari
empat perempuan,dengan tidak menceraikan salah satunya.
c) Larangan karena ikatan perkawinan terhadap perempuan yang masih ada
hubungannya dengan suami dalam perkawinan yang sah.
d) Larangan karena talak tiga.
e) Larangan kerana ihram.
f) Larangan karena perzinaan.
g) Larangan karena beda agama.

B. Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak


Sebagaimana kita ketahui bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian
hidup bersama antara dua jenis kelamin untuk menempuh kehidupan rumah

3 Ibid,. h. 110.

4
tangga,semenjak dari keberlangsungan perjanjian melalui akad,kedua belah
pihak telah terikat dan sejak itu mereka mempunyai hak dan kewajiban yang
tidak mereka miliki sebelumnya.Maka dalam hal yang seperti ini focus kita
terhadap hak dan kewajiban orang tua terhadap anak atau disebut juga hak dan
kewajiban bersama,bukan hak dan kewajiban terhadap salah satu keduanya
suami-istri.4
Yang dimaksud dengan hak bersama suami-istri ini adalah hak bersama
secara timbal balik dari pasangan suami istri terhadap yang lain,yakni:
1. Boleh bergaul dan bersenang-senang diantara keduanya.
2. Timbulnya hubungan suami dengan keluarga istrinya dan begitu juga
sebaliknya,yang lazim disebut hubungan mushaharah.
3. Hubungan saling mewarisi diantara suami-istri.Setiap pihak berhak mewarisi
pihak lain bila terjadinya kematian.
4. Sedangkan kewajiban keduanya secara bersama dengan terjadinya
perkawinan itu secara garis besar adalah:
5. Memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari perkawinan
tersebut.
6. Memelihara kehidupan rumah tangga yang sakinah,mawaddah dan
warahmah.

Dari item diatas pada bagian kedua yang merupakan kewajiban orang tua
terhadap anaknya dan tidak terlepas dari tanggung jawab untuk membekali anak
dengan kebutuhan yang seharusnya menjadi hak anak tersebut,baik itu
4 http://wazir86.blogspot.co.id/2013/03/nasabhak-dan-kewajiban-orang-tua_17.html

5
pemeliharaan maupun didikan. Maka dalam hal ini memelihara dan mendidik
mempunyai penjabaran yang sangat luas,sehingga peran orang tua dalam hal ini
sangat membantu akan tumbuh kembang anak tersebut.
Dalam pengertian yang lebih spesifik para ulama figh menyebutnya
dengan hadanah yang berarti pemeliharaan terhadap anak yang masih kecil atau
sudah besar sekalipun,akan tetapi belum bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk (mumayyiz),menyediakan sesuatu yang menjadikan
kebaikannya,menjaga dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya,mendidik
jasmani,rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan
memikul tanggung jawabnya.5
Berbicara masalah mengasuh atau mendidik anak yang merupakan
sebagian dari bagian tanggung jawab orang tua yang tidak akan terlepas sampai
kapanpun sebelum hak-hak anak ini diprioritasi,yang bukan hanya terbatas pada
materi yang di perlukan oleh anak,akan tetapi juga dari segi pendidikan agama
yang bersifat aqidah,amaliah dan lain sebagainya,sehingga anak ini mengetahui
akan keesaan Allah yang merupakan perkara wajib bagi seluruh ummat.6
Oleh sebab itu pembekalan anak dengan ilmu agama hendaknya
dilakukan sedini mungkin dengan berbagai upaya,karena ia merupakan farzhu
‘ain yang bersifat individual.Hal ini ditegaskan para ulama dengan pernyataan
bahwa haram terhadap seseorang menuntut ilmu selain ilmu agama sebelum ia
membekali diri dengan ilmu agama tersebut,yakni ilmu Tauhid yang
mengesakan Allah,ilmu Fiqih yang sifatnya tata cara pelaksanaan ibadah dan
ilmu lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

5 Aminuddin,Slalmat Abidin, Fiqih Munakahat II (Bandung: CV Pustaka Setia,2001).hlm 171


6 Ibid,. h.

6
Nasab merupakan sebuah pengakuan syara’ bagi hubungan seorang anak
dengan garis keturunan ayahnya,sehingga dengan itu anak tersebut menjadi
salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu,dengan demikian anak
tersebut berhak mendapatkan hak-hak sebagai akhibat adanya hubungan nasab
seperti hak warisan,pernikahan,perwalian dan lain sebagainya.
Hak-hak sebagai adanya hubungan nasab juga akan mengakibatkan
terhadap suatu larangan,yaitu larangan untuk menikahi,baik sifatnya selamanya
dalam artian sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan
perempuan itu tidak boleh melakukan perkaawinan,larangan dalam bentuk ini
disebut dengan mahram muabbad.
Sebagaimana kita ketahui bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian
hidup bersama antara dua jenis kelamin untuk menempuh kehidupan rumah
tangga,semenjak dari keberlangsungan perjanjian melalui akad,kedua belah
pihak telah terikat dan sejak itu mereka mempunyai hak dan kewajiban yang
tidak mereka miliki sebelumnya.Maka dalam hal yang seperti ini focus kita
terhadap hak dan kewajiban orang tua terhadap anak atau disebut juga hak dan
kewajiban bersama,bukan hak dan kewajiban terhadap salah satu keduanya
suami-istri.
Dari item diatas pada bagian kedua yang merupakan kewajiban orang tua
terhadap anaknya dan tidak terlepas dari tanggung jawab untuk membekali anak
dengan kebutuhan yang seharusnya menjadi hak anak tersebut,baik itu
pemeliharaan maupun didikan. Maka dalam hal ini memelihara dan mendidik
mempunyai penjabaran yang sangat luas,sehingga peran orang tua dalam hal ini
sangat membantu akan tumbuh kembang anak tersebut.

B. Saran
Alhamdulilah, akhirnya penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga dapat bermsanfaat dan menjadi berguna untuk menambah wawasan
didalam ilmu pengetuhuan. Penulis berharap apabila ada kesalahan didalam

7
penulisan, mohon dimaafkan. Besar harapan untuk para pembaca semmoga
dapat memberikan saran dan kritik demmi kesempurnaan hasil penelitian ini.
Dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin

DAFTAR FUSTAKA

8
Amir, Syarifuddin, 2006, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara fiqh
munakahat dan undang-undang perkawinan, Jakarta : PT Persada
Grafindo.

http://wazir86.blogspot.co.id/2013/03/nasabhak-dan-kewajiban-orang-
tua_17.html.

Aminuddin, Slalmat Abidin, Fiqih Munakahat II, Bandung: CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai