Secara etimologi, hakikat merupakan dari kata haqqa yang berarti tetap. Ia bisa
bermakna subjek (fā’il); sehingga memiliki arti ‘yang tetap’ atau objek
(maf’ūl),yang,berarti‘ditetapkan’.
Pengertian Hakikat adalah suatu lafas yang digunakan menurut asalnya untuk
maksud tertentu. Umpamanya kata (kursi) menurut asalnya memang
digunakan untuk tempat tertentu yang memiliki sandaran dan kaki, tapi saat ini
kata kursi dapat diartikan kekuasan, namun tujuan semula kata kursi bukan itu,
tempat duduk. Menurut Ibnu Subki menyatakan bahwa hakikat adalah lafaz
yang digunakan untuk apa lafaz itu ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah
mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan untuk sasarannya semula.
Sementara Al-Sarkhisi berpendapat bahwa hakikat adalah setiap lafaz yang
ditentukan menurut asalnya untuk hal tertentu. Menurut Amir Syarifuddin,
semua penjelasan tersebut mengandung makna terminologis tentang haqiqah,
yaitu suatu lafaz yang digunakan menurut asalnya untuk maksud tertentu.
Pengertian Majaz
Majaz adalah suatu lafad yang digunakan untuk
menjelaskan suatu lafad pada selain makna yang tersurat di
dalam nash atau teks, karena adanya persamaan atau
keterkaitan baik antara makna yang tersurat di dalam teks
maupun maksud yang terkandung di dalam teks tersebut.
atau dapat disimpulkan bahwa :
1. Lafaz itu tidak menunjukkan kepada arti yang
sebenarnya sebagaimana yang di kehendaki suatu
bahasa.
2. Lafaz dengan bukan menurut arti sebenarnya itu
dipinjam untuk digunakan dalam memberikan arti
kepada apa yang dimaksud.
3. Antara sasaran dari arti lafaz yang digunakan dengan
sasaran yang dipinjam dengan lafaz itu memang ada
kaitannya
Macam-macam Majaz
1. Adanya tambahan dari susunan kata menurut bentuk yang sebenarnya. Seandainya
dihilangkan tambahan kata itu, sebenarnya tidak mengurangi arti hakikatnya.
Umpamanya tambahan kata ك yang berarti “seperti” yang terdapat dalam firman Allah,
surat al-syura’ (42) : 11 :
ليس كمثله شىء
“tidak ada seperti semisal sesuatu pun”.
Seandainya ada ك (seperti) itu tidak ada, sebenarnya tidak akan mengurangi artinya.
Adanya tambahan ini menempatkannya sebagai majaz, karena berlebihan dari
hakikatnya.
2. Adanya kekurangan dalam suatu susunan suatu kata dari yang sebenarnya. Kebenaran
maksud dari lafadz itu terletak pada yang kurang itu.
Umpamanya firman Allah dalam surat Yusuf (12) : 82 :
و سئل القر ية
“Tanyalah kampung itu”
Pengertian dalam bentuk hakikatnya adalah “tanyalah penduduk kampung itu”.
Adanya kekurangan kata “penduduk” dalam kata “kampung” di atas, menjadikannya
sebagai majas,
3 Mendahulukan dan membelakangkan atau dalam pengertian “menukat
kedudukan
suatu kata”. Umpamanya firman Allah dalam surat al-Nisa’ (4) : 11 :
من بعد و صية يو صى بها او د ين
“Sesudah mengeluarkan wasiatnya dan membayarkan hutangnya”
Maksud sebenarnya adalah “sesuatu membayarkan hutang dan mengeluarkan
wasiatnya”
4 Meminjam kata lain atau isti’arah yaitu menamakan sesuatu dengan
menggunakan (meminjam
kata lain). Seperti memberi nama si A yang “pemberi” dengan “singa”.
Isti’arah (peminjaman kata lain) itu merupakan bentuk yang terbanyak dari
penggunaan lafadz majaz.
an isti’arah (peminjaman kata). Adapun cara orang Arab menggunakan kata lain untuk dipinjam bagi maksud lain adalah adanya