Singkatnya, ada dua pengetahuan pokok yang harus dikuasai dalam menafsirkan al-Qur‟an.
Pertama, pengetahuan tentang ilmu bahasa yang menjelaskan bagaimana makna al-Qur‟an itu
bisa disingkap dari kode-kode tekstualnya –di sinilah ilmu bahasa menjadi signifikan
dalam penafsiran. Kedua, pengetahuan tentang ilmu tafsir yang menjelaskan bagaimana makna
al-Qur‟an itu bisa dipahami dari berbagai sistem yang terkait dengannya, baik yang tekstual
maupun kontekstual.
Pertama, majaz lughawi, dinamakan majaz lughawi karena berkaitan dengan konteks kata
dasar yang berdiri sendiri, misalnya kata asad ا سد, kata yang memiliki makna singa ini dapat
dialihkan maknanya sebagai binatang yang digelari “raja hutan”, gelar ini juga dapat diistilahkan
sebagai seorang pemberani. Pengalihan ini bisa terjadi disebabkan alasan tertentu yang
mendukungnya. Salah satu contohnya, sebagaimana terekam dalam Al-Quran surah al-Rahman
ayat 27:
“Dan tetap kekal Dzat Tuhanm.”
Lafadz (wajah) yang dimaksud pada ayat ini bukan mengambil makna sebagaimana
wajah anggota tubuh pada umumnya, melainkan dimaknai sebagai ( ذاتDzat) Tuhan. Dalam hal
ini, majaz yang termuat adalah makna luasnya bukan makna asli dari makna tersebut.
Kedua, majaz isnad atau „aqli, maksud dari majaz ini adalah penisbatan suatu aktivitas atau
yang serupa dengannya karena adanya keterkaitan antara kedua kata tersebut. Keterkaitan
tersebut beraneka ragam, bisa karena waktu dan peristiwanya, sebagian dari makna
keseluruannya dan masih banyak lagi. Misalnya, contoh dalam konteks waktu dan peristiwanya,
dilukiskan dalam firman Allah atas peristiwa hari kiamat sebagaimana berikut;
Yang dimaksud “hari” dalam ayat di atas bukan sebagaimana yang menjadikan mereka
demikian, akan tetapi “peristiwa” menakutkan yang terjadi pada hari tersebut. Pada titik ini,
terdapat keterkaitan antara peristiwa yang terjadi dan hari yang dimaksud dalam ayat ini.
Ketiga Contoh majaz isnad yang menjelaskan sebagian dari makna keseluruannya dapat
dilihat dalam redaksi Al-Quran ketika merekam perkataan Nabi Ibrahim (QS. al-An‟am: 79);
“Sesunggunya aku mengarahkan wajahku dengan lurus kepada Dia yang menciptakan langit
dan bumi dan aku tidak termasuk kelompok yang mempersekutukan Allah”
Meski pada ayat diatas hanya menyebut “wajah” namun yang dimaksud dalam lafadz ini
mencakup totalitas diri manusia, lafadz wajah dipilih karena dianggap dapat mewakili totalitas
tersebut.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan Al-Quran selalu mengandung hikmah yang
tersimpan didalamnya, tidak terkecuali faedah penggunaan majaz, dalam Kitab al-Khulaashah fi
„Ilmu al-Balaghah di jelaskan beberapa faedah penggunaan majaz:
1. Meringkas ungkapan yang ingin disampaikan.
2. Memperluas makna lafadz.
3. Menyajikan pemaknaan yang paling logis melalui ilustrasi yang paling dekat dengan akal
fikiran.
B. Pendekatan Linguistik/Bahasa Dalam Memahami Hadits
Objek pendekatan bahasa untuk memahami hadis ialah pertama struktur bahasa yakni objek
penelitian matan hadis dipahami sesuai kaidah bahasa arab. Kedua, meninjau kata
didalam matan hadis untuk mengetahui kata yang lumrah digunakan dalam bahasa arab
pada masa nabi ataupun kata yang digunakan merupakan literature arab modern. Ketiga, bahasa
Nabi yang berupa matan hadis. Keempat, meneliti kata yang digunakan Nabi agar pemahaman
pembaca sesuai dengan maksud makna hadis.
3. Dalam bi Al-Ma‟na
Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Ahmad ibn Basyir ibn Dzakwan
alDimasyqi, telah menceritakan kepada kami al-Walid ibn Muslim berkata: telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibn al- „Ala‟I yakni ibn Zabr berkata dari Yahya ibn Abi al-Muta‟ dari al
Irbad ibn Sariyah, dia berkata: suatu hari Rasulullah bersama kami seraya memberikan nasehat
kepada kami dengan nasehat yang sangat fasih sehingga bergetar hati, dan bercucuran air mata
karena nasehat itu, kami berkata wahai Rasullullah, engkau menasehati kami dengan nasehat
perpisahan ? maka amanatkanlah sesuatu kepada kami, Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah
kalian bertakwa, mendengar dan taat kepada Allah swt. Sesungguhnya kami hanya seorang
budak habasyah. Kalian akan mengetahui perbedaan yang besar setelah aku. Maka dari itu,
hendaklah kalian memegang sunnahku dan sunnah khulafaur al-rasyidin yang mendapatkan
petunjuk. Kalian peganglah erat sunnah dengan gigi graham. Berhati-hatilah kalian dengan hal
hal yang baru. Maka sesungguhnya setiap bid‟ah itu sesat,
Hadts ini sangat popular dimasa sekarang, akan tetapi tidak populer dimasa nabi. Kualitas
hadis ini adalah hasan, yang berisi nasehat apabila suatu saat sepeninggal Rasulullah terjadi
perselisihan umat agar berpegang kepada sunah Rasulullah dan Sunnah Khulafaur Rasyidun al-
mahdiyyun. Ada kemungkinan juga hadis tersebut redaksinya memang menggunakan kata
khulafaur rasyidun akan tetapi tidak hanya dimaksudkan khalifah yang empat sepeninggal
rasulullah, namun juga untuk orang-orang yang berpikiran cemerlang dan setia sepeninggal
beliau.