Balâghah secara etimologi berasal dari kata dasar yang memiliki arti sama
dengan kata وصلyaitu “sampai”. Dalam kajian sastra, Balâghah ini menjadi sifat
dari kalâm dan mutakallim, Balâghah dalam kalâm menurutpara pendahulu1
kalâm itu harus sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengar.Perubahan
situasi dan kondisi para pendengar menuntut perubahan susunan kalâm , seperti
situasi dan kondisi yang menuntut kalâm ithnâb tentu berbeda dengan situasi dan
kondisi yang menuntut kalâm îjâz , berbicara kepada orang cerdas tentu berbeda
dengan berbicara kepada orang dungu, tuntuan fashâl meninggalkan khithâb
washâl , tuntutan taqdîm tidak sesuai dengan ta’khîr , demikian seterusnya untuk
setiap situasi dan kondisi ada kalâm yang sesuai dengannya
Nilai Balâghah untuk setiap kalâm bergantung kepada sejauh mana kalâm itu
dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi, setelah memperhatikan fashâhah -
nya. Adapun kalâm fashîh adalah kalâm yang secara nahwu tidak dianggap
menyalahi aturan yang mengakibatkan (اlemah susunan) dan ta’qîd (rumit), secara
bahasa terbebas dari gharâbah (asing) dalam kata-katanya, secara sharaf terbebas
dari menyalahi qiyâs , seperti kata اkarena menurut qiyâs adalah ّا, dan secara
dzauq terbebas dari tanâfur (berat pengucapannya) baik dalam satu kata, seperti
kata atau dalam beberapa kata sekalipun satuan kata-katanya tidak tanâfur .
Balâghah itu memiliki tiga dimensi, yaitu ilmu Ma’â ni, ilmu Bayân dan ilmu
Badî’.
Ilmu Ma’ani
Ø علمّالمعانيّهوّالذىّيعرفّبهّأحوالّاللفظّالعربىّالتىّبهاّيطابقّمقتضىّالحال.
Ø علمّالمعانيّهوّأصولّوقواعدّيعرفّبهاّأحوالّالكالمّالعربيّالتيّيكونّبهاّمطابقاّلمقتضىّالحال.
Ilmu Badi’
Badi’ secara bahasa: temuan yang belum ada sebelumnya. Badi’ diambil
dari kata: bada’ syai’ wa abda’ahu (menciptakan sesuatu dan mengadakannya),
temuan atau ciptaan yang tidak ada contoh sebelumnya). Sedang secara istilah
“Ilmu Badi’ ialah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk dan
keutamaan-keutamaan yang dapat menambah nilai keindahan dan estetika suatu
ungkapan, membungkusnya dengan bungkus yang dapat memperbagus dan
mepermolek ungkapan itu, disamping relevansinya dengan tuntutan keadaan”.
Ilmu badi’ ini membahas bagaimana mengetahui cara membentuk kalam (kalimat)
yang indah sesudah memelihara kesesuaian (dengan situasi dan kodisi) dan
kejelasan maknanya. Kemudian cara membentuk kalam yang baik itu ada dua
macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya. Maka, ilmu badi’ ini
mengkaji Al- Muhassinat al-lafziyyah dan Al- Muhassinat al-ma’nawiyyah, oleh
karena itu fungsinya adalah untuk merias kata dan makna menjadi indah, sehingga
ungkapan yang keluar akan mengandung makna yang mendalam. (Yuyun
Wahyudin, 2007. 8) Disamping itu juga, dapat memperbagus bahasa yang
digunakan pada saat berbicara.
Peletak dasar ilmu Badi’ adalah Abdullah Ibn Al-Mu’taz (W.274 H). Kemudian
ilmu ini dikembangkan oleh Imam Qatadah Bin Ja’far Al-Khatib. Setelah itu
diikuti oleh ulama-ulama lainnya seperti Abu Hilal Al-Askari, Ibnu Rusyaiq al-
Qairawani (Kairawan), Shafiyuddin al-Hili, dan Ibnu Al-Hijjah.
Ilmu Badi’ menitik beratkan pembahasannya dalam segi-segi keindahan kata baik
secara lafal maupaun makna (Nurbayan, 2007: 150).
Jadi secara garis besar, ilmu badi’ ini mempelajari aspek-aspek yang berkaitan
dengan keindahan bahasa. Ilmu Badi’ merupakan penghias lafadz atau makna
dengan bermacam-macam corak kehidupan lafadz dan makna.
Menurut Ahmad Qolasy: ilmu badi’ ini mengutamakan pada segi memperindah
dan mempercantik lafadz, seperti memberi hiasan bunga-bunga dan kancing pada
pakaian pengantin setelah dijahit, atau memvernis ukiran setelah bangunan selesai
dibangun, intinya tahap akhir secara keseluruhan. Ilmu Badi’ merupakan
pengetahuan tentang seni sastra.
llmu ini ditujukan untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan
seseorang dalam meletakkan kata- kata sesuai tempatnya, sehingga kata-kata tadi
menjadi indah, sedap didengar dan mudah diucapkan.
Ilmu badi’ ini membahas bagaimana mengetahui cara membentuk kalam (kalimat)
yang indah sesudah memelihara kesesuaian (dengan situasi dan kodisi) dan
kejelasan maknanya. Kemudian cara membentuk kalam yang baik itu ada dua
macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya. Maka, ilmu badi’ ini
mengkaji Al- Muhassinat al-lafziyyah dan Al- Muhassinat al-ma’nawiyyah, oleh
karena itu fungsinya adalah untuk merias kata dan makna menjadi indah, sehingga
ungkapan yang keluar akan mengandung makna yang mendalam. (Yuyun
Wahyudin, 2007. 8) Disamping itu juga, dapat memperbagus bahasa yang
digunakan pada saat berbicara.
Analisis Kontrastif