Anda di halaman 1dari 9

Tugas UTS

Review Kitab Manzilatullughah Al-Arabiyah

Dr. H.Dedi Wahyudin,Lc. MA

Balaghah al-Lughah al-Arabiyah

Balâghah secara etimologi berasal dari kata dasar yang memiliki arti sama
dengan kata ‫ وصل‬yaitu “sampai”. Dalam kajian sastra, Balâghah ini menjadi sifat
dari kalâm dan mutakallim, Balâghah dalam kalâm menurutpara pendahulu1
kalâm itu harus sesuai dengan situasi dan kondisi para pendengar.Perubahan
situasi dan kondisi para pendengar menuntut perubahan susunan kalâm , seperti
situasi dan kondisi yang menuntut kalâm ithnâb tentu berbeda dengan situasi dan
kondisi yang menuntut kalâm îjâz , berbicara kepada orang cerdas tentu berbeda
dengan berbicara kepada orang dungu, tuntuan fashâl meninggalkan khithâb
washâl , tuntutan taqdîm tidak sesuai dengan ta’khîr , demikian seterusnya untuk
setiap situasi dan kondisi ada kalâm yang sesuai dengannya

Nilai Balâghah untuk setiap kalâm bergantung kepada sejauh mana kalâm itu
dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi, setelah memperhatikan fashâhah -
nya. Adapun kalâm fashîh adalah kalâm yang secara nahwu tidak dianggap
menyalahi aturan yang mengakibatkan ‫(ا‬lemah susunan) dan ta’qîd (rumit), secara
bahasa terbebas dari gharâbah (asing) dalam kata-katanya, secara sharaf terbebas
dari menyalahi qiyâs , seperti kata ‫ ا‬karena menurut qiyâs adalah ّ‫ا‬, dan secara
dzauq terbebas dari tanâfur (berat pengucapannya) baik dalam satu kata, seperti
kata atau dalam beberapa kata sekalipun satuan kata-katanya tidak tanâfur .

Balâghah itu memiliki tiga dimensi, yaitu ilmu Ma’â ni, ilmu Bayân dan ilmu
Badî’.

Ilmu Ma’ani

Ilmu Ma’âni adalah ilmu untuk mengetahui hâl-ihwal lafadz


bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi.
Yang dimaksud dengan hâl ihwal lafadz bahasa Arab adalah
model-model susunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti
penggunaan taqdîm atau ta’khîr , penggunaan ma’rifat atau
nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah
situasi dan kondisi mukhâthab , seperti keadaan kosong dari
informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi
tersebut.

Kalimat dalam bahasa Arab disebut al-jumlah. Secara tarkib


(struktur), jumla itu terdiri dari dua macam, yaitu jumlah ismiyah
(kalimat nominal) dan jumlah fi’liyah (kalimat verbal). Dilihat dari
segi fungsinya, al-jumlah itu banyak sekali ragamnya.

Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’ani adalah ilmu yang


mempelajari hal ihwal lafazh atau kata bahasa arab yang sesuai
dengan tuntutan situasi dan kondisi.

Ø ‫علمّالمعانيّهوّالذىّيعرفّبهّأحوالّاللفظّالعربىّالتىّبهاّيطابقّمقتضىّالحال‬.

Ø ‫علمّالمعانيّهوّأصولّوقواعدّيعرفّبهاّأحوالّالكالمّالعربيّالتيّيكونّبهاّمطابقاّلمقتضىّالحال‬.

Ilmu ma’ani pertama kali di kembangkan oleh Abd


al- Qahir al- Jurzani. Objek kajian ilmu ma’ani adalah kalimat-
kalimat yang berbahasa arab. Tentu ditemukannya ilmu ini
bertujuan untuk mengungkap kemukjijatan al-Qur’an, al-Hadits
dan rahasia-rahasia kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik
puisi maupun prosa. Disamping itu, objek kajian
ilmu ma’ani hampir sama dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang
berlaku dan digunakan dalam ilmu nahwu berlaku dan digunakan
pula dalam ilmu ma’ani. Perbedaan antara keduanya terletak pada
wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat murad (berdiri sendiri)
sedangkan ilmu ma’ani lebih bersifat tarkibi (dipengaruhi faktor
lain). Hal ini sesuai dengan pernyataan Tamam Hasan, bahwa
tugas ilmu nahwu hanya mengutak ngatik kalimah dalam suatu
jumlah tidak sampai melangkah pada jumlah yang lain.
Ilmu Bayan
Ilmu Bayan menetapkan beberapa peraturan dan kaedah untuk
mengetahui makna yang terkandung dalam kalimat. Penemunya adalah
Abu Ubaidah yang menyusun pengetahuan ini dalam "Mu’jaz Al-
Qur’an" kemudian disempurnakan oleh pujangga-pujangga Arab
lainnya seperti AI-Jahiz, lbnu Mu'taz, Quddamah dan Abu Hilal Al-
Asykari. Dengan ilmu ini, akan diketahui rahasia bahasa Arab dalam
prosa dan puisi, keindahan sastra Al-Quran dan al-Hadits. Tanpa
mengetahui ilmu ini, seseorang tidak akan dapat menilai apalagi
memahami isi Al-Qur’an dan Sabda Nabi Saw dengan sesungguhnya10.

Pembentukan kaidah ilmu Bayan didasarkan pada keinginan


manusia untuk mengungkapkan ungkapan yang indah dan langsung
dengan membandingkan dengan sesuatu untuk memberikan kesan
pada lawan bicara. Sebagaimana al-Qur’an menjadikan manusia
sebagai lawan bicara yang harus menguasai kandungannya dengan
melibatkan konten bayan yang lebih memberikan makna yang lugas
dan jelas bagi mustami’.

Bentuk kandungan ilmu Bayan tampak khas dengan sejumlah


simbol yang mewarnai ujaran setiap orang dalam rangka
menyampaikan maksud kepada orang lain dengan susunan yang
indah dan elok. Keindahan bahasa seseorang akan tampak ketika
mampu menghadirkan perbandingan manusia dengan benda dan
sebaliknya dalam setiap apa yang dikatakan. Realitas manusia yang
mengungkapkan langsung dengan cara seperti itu merupakan
keharusan agar Mukhatab dapat menangkap makna dengan sejelas-
jelasnya.

Terkadang terbersit dalam hati seseorang untuk menyifati


seseorang dengan sifat yang mulia. Maka ketika dia mensifatinya
paling tidak dia menggunakan salah satu dari dua hal berikut ini :
pertama, dengan mengungkapkan dengan bahasa yang jelas bahwa
seseorang itu mulia“Fulan adalah orang yang mulia” Atau
mengungkapkannya dengan kata-kata : “Saya melihat laut
dirumahku” (saya melihat seseorang yang begitu mulia dirumahku )
atau dengan ungkapan yang lainnya yang lebih indah. Ungkapan
dengan tasybih seperti ini terdapat dalam salah satu cabang Ilmu
Balaghah, yaitu ilmu Bayan. Ilmu Bayan inilah yang akan
menjembatani kita untuk menyampaikan pesan yang yang terbersit
dalam hati kita dengan ungkapan yang sesuai dengan yang kita
inginkan, dengan bahasa indah dan padat makna.
Posisi Ilmu Bayan dalam memahami realitas komunikasi
manusia adalah sangat penting mengingat gaya bicara mereka
cenderung mengatakan apa yang dirasa lebih singkat tetapi dapat
memberikan pengetahuan yang komplit dan komprehensif.
Begitu pula dalam kaidah ini akan diperoleh susunan gaya
bahasa yang indah dan memberikan kesejukan kepada
pendengarnya.

Seiring perkembangan zaman, maka cara berujar manusia


juga mengalami perkembangan. Ungkapan demi ungkapan terus
berkembang menyesuaikan trend yang mengarah pada era
modern. Bentuk majaz menjadi idola di hati pemuda untuk dapat
memberikan nilai seni pada setiap ucapan yang tercipta dalam
diri manusia.

Berdasarkan pengertian ilmu Bayan, maka faedah


menggunakannya adalah dapat melihat atau mengetahui rahasia-
rahasia kalimat Arab, baik prosa maupun puisinya, dan juga
mengetahui perbedaan macam-macam kefasikan dan perbedaan
tingkatan sastra, yang dengannya ia dapat mengetahui tingkat
kemukjizatan al-Qur'an dimana manusia dan jin kebingungan
untuk menirunya dan tidak mampu menyusun semisalnya.

Ilmu Badi’

Badi’ secara bahasa: temuan yang belum ada sebelumnya. Badi’ diambil
dari kata: bada’ syai’ wa abda’ahu (menciptakan sesuatu dan mengadakannya),
temuan atau ciptaan yang tidak ada contoh sebelumnya). Sedang secara istilah
“Ilmu Badi’ ialah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk dan
keutamaan-keutamaan yang dapat menambah nilai keindahan dan estetika suatu
ungkapan, membungkusnya dengan bungkus yang dapat memperbagus dan
mepermolek ungkapan itu, disamping relevansinya dengan tuntutan keadaan”.
Ilmu badi’ ini membahas bagaimana mengetahui cara membentuk kalam (kalimat)
yang indah sesudah memelihara kesesuaian (dengan situasi dan kodisi) dan
kejelasan maknanya. Kemudian cara membentuk kalam yang baik itu ada dua
macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya. Maka, ilmu badi’ ini
mengkaji Al- Muhassinat al-lafziyyah dan Al- Muhassinat al-ma’nawiyyah, oleh
karena itu fungsinya adalah untuk merias kata dan makna menjadi indah, sehingga
ungkapan yang keluar akan mengandung makna yang mendalam. (Yuyun
Wahyudin, 2007. 8) Disamping itu juga, dapat memperbagus bahasa yang
digunakan pada saat berbicara.

● Peletak dasar ilmu badi’

Peletak dasar ilmu Badi’ adalah Abdullah Ibn Al-Mu’taz (W.274 H). Kemudian
ilmu ini dikembangkan oleh Imam Qatadah Bin Ja’far Al-Khatib. Setelah itu
diikuti oleh ulama-ulama lainnya seperti Abu Hilal Al-Askari, Ibnu Rusyaiq al-
Qairawani (Kairawan), Shafiyuddin al-Hili, dan Ibnu Al-Hijjah.

● Pembagian Pembahasan Ilmu Badi’

Ilmu Badi’ menitik beratkan pembahasannya dalam segi-segi keindahan kata baik
secara lafal maupaun makna (Nurbayan, 2007: 150).

Jadi secara garis besar, ilmu badi’ ini mempelajari aspek-aspek yang berkaitan
dengan keindahan bahasa. Ilmu Badi’ merupakan penghias lafadz atau makna
dengan bermacam-macam corak kehidupan lafadz dan makna.

Ilmu badi’ dibagi menjadi dua, yaitu:

1. muhassinat maknawiyah yang bertujuan untuk memperindah makna


(konsentrasi pada makna), baru kemudian pada lafadz.

2. muhassinat lafdziyah yang memfokuskan pada segi memperindah lafadz, baru


kemudian pada makna.

● Pengaruh Ilmu badi’ terhadap kalam


Ilmu badi’ sebenarnya telah dikenal oleh bangsa Arab sejak zaman Jahiliyah dan
Islam yang terdapat dalam kalam Arab. Ungkapan-ungkapan yang mereka
keluarkan secara spontan dan otomatis, dan mereka tidak bermaksud atau dengan
sengaja mengucapkan kata-kata yang bernilai badi’. Hal ini disebabkan oleh jiwa
atau rasa mereka yang asli adanya bakat dalam diri mereka. Kemudian ketika
suatu kota atau peradaban semakin berkembang, muncullah banyak penyair , dan
diantara mereka ada salah seorang penyair yang piawai dan memiliki kedalaman
makna, utamanya dalam bahasa Arab, dia adalah Abdullah bin Mu’taz. Ia adalah
orang yang pertama kali meletakkan dasar ilmu ini dan mengarang kitab yang
diberi judul “Badi”. Didalamnya membahas tentang isti’arah, jinas, muthobiqoh,
raddul ‘ajzi ‘ala shudur, dan madzhab kalam.

Menurut Ahmad Qolasy: ilmu badi’ ini mengutamakan pada segi memperindah
dan mempercantik lafadz, seperti memberi hiasan bunga-bunga dan kancing pada
pakaian pengantin setelah dijahit, atau memvernis ukiran setelah bangunan selesai
dibangun, intinya tahap akhir secara keseluruhan. Ilmu Badi’ merupakan
pengetahuan tentang seni sastra.

llmu ini ditujukan untuk menguasai seluk beluk sastra sehingga memudahkan
seseorang dalam meletakkan kata- kata sesuai tempatnya, sehingga kata-kata tadi
menjadi indah, sedap didengar dan mudah diucapkan.

Ilmu badi’ ini membahas bagaimana mengetahui cara membentuk kalam (kalimat)
yang indah sesudah memelihara kesesuaian (dengan situasi dan kodisi) dan
kejelasan maknanya. Kemudian cara membentuk kalam yang baik itu ada dua
macam, yaitu dengan memperhatikan lafadz dan maknanya. Maka, ilmu badi’ ini
mengkaji Al- Muhassinat al-lafziyyah dan Al- Muhassinat al-ma’nawiyyah, oleh
karena itu fungsinya adalah untuk merias kata dan makna menjadi indah, sehingga
ungkapan yang keluar akan mengandung makna yang mendalam. (Yuyun
Wahyudin, 2007. 8) Disamping itu juga, dapat memperbagus bahasa yang
digunakan pada saat berbicara.
Analisis Kontrastif

persamaan dan perbedaan antara aspek-aspek Balaghah dalam


bahasa Arab dan dalam bahasa Indonesia:

1. Terdapat persamaan antara aspek-aspek Balaghah yang terdapat dalam


bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Aspek-aspek yang mempunyai
persamaannya dalam kaidah bahasa Indonesia adalah: tasybih mursal,
tasybih muakkad, tasybih mufashshal, tasybih mujmal, tasybih tamtsili,
tasybih baligh, tasybih dhimni, majaz isti’arah tashrihiyyah, majaz
mursa dengan berbagai ‘alaqahnyal, majaz aqli, kinayah sifat dan
kinayah nisbah.

2. Terdapat aspek-aspek bayan yang berbeda dengan kaidah-kaidah dalam


bahasa Indonesia yaitu tasybih maqlub, majaz isti’arah makniyyah,
isti’arah ashliyyah, isti’arah tabaiyyah, isti’arah murashshahah, isti’a
rah mujarrodah, isti’arah muthlaqah, dan kinayah maushuf.

Anda mungkin juga menyukai