Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Tashwirul Fanniy Fil-Qur’an (Seni Ilustrasi Dalam Qur’an)


Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Uslub Al-Qur’an”

Dosen Pengampu:
Dr. H. Kharisuddin,, M.Ag

Disusun Oleh:
Muhammad Adib (A91218102)
Moch Qoyum Mahfudz (A71218060)
Salman Alfarisi (A91218124)

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillairabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan nikmat
yang begitu besar tak terhingga kepada setiap hamba, serta megizinkan kami untuk terus belajar
sehingga kami diberikan kemudahan dalam penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad saw. yang telah
menunjukkan jalan kebaikan dan kebenarankepada segenap umat manusia.

Karena ilmu pada umumnya merupakan hal yang harus dicari oleh setiap manusia, maka adanya
penyusunan makalah ini disamping sebagai syarat tercapainya ilmu yang diingikan, juga sebagai
bukti penyelesaian tugas yang telah diberikan oleh dosen pengampu kami yaitu Ustadz Dr. H.
Kharisuddin,, M.Ag dan kami menyadari bahwa pada setiap manusia tidak terlepas dari
kesalahan, oleh karenanya kami mengharap kritik dan saran apabila terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, semoga bermanfaat dan menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Surabaya, 27 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………

BAB Ⅰ : PENDAHULUAN……………………………………………………………………..

A. Latar Belakang……………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………………………..

BAB Ⅱ : PEMBAHASAN………………………………………………………………………

A. Seni Ilustrasi dan Imajinasi Dalam Gaya Bahasa Al-Qur’an………………………..


B. Nilai Seni Dalam Al-Qur’an…………………………………………………………

BAB Ⅲ : PENUTUP…………………………………………………………………………..

KWSIMPULAN………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
BAB Ⅰ

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
al-Qur’an telah dikehendaki oleh Allah SWT sebagai kitab suci terakhir yang
menjadi mukjizat bagi nabi terakhir, nabi Muhammad SAW. Sebagai mukjizat al-Qur’an
didesain oleh Allah SWT untuk dapat mematahkan seluruh argumen dan dakwaan orang-
orang yang mengingkari kenabian Rasulullah SAW. Dan menegaskan bahwa al-Qur’an
merupakan firman Allah, bukan karangan Muhammad SAW.
Ada beberapa aspek kemukjizatan al-Qur’an yang telah diungkap para ulama
islam. Aspek kebahasaan adalah yang paling kuat dan mendekati hakikat mukjizat itu
sendiri. Aspek kebahasaan al-Qur’an memiliki banyak unsur. Unsur-unsur itu saling
berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk rangkaian keindahan gaya bahasa al-
Qur’an yang sempurna dan tidak dapat ditandingi. Di antara unsur-unsur tersebut adalah
daya imajinasi yang impresif, keseimbangan rangkaian kata bahasa al-Qur’an makna
yang dikandung dan pilihan kata yang tepat.
Di antara unsur-unsur aspek kebahasaan al-Qur’an tersebut. pada makalah ini
penulis akan menjelaskan unsur daya imajinasi sebagai poin pembahasan. Penulis
berupaya mengungkap dan menjelaskan ragam imajinasi yang digunakan bahasa al-
Qur’an dalam menyampaikan pesannya serta pengaruh yang ditimbulkan dalam perasaan
penerima pesan tersebut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman lebih
mendalam tentang sisi imajinasi dalam bahasa al-Qur’an serta maksud nilai seni dalam
al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk ilustrasi dan imajinasi yang ada dalam bahasa Al-Qur’an ?
2. Apa yang dimaksud dengan nilai seni dalam Al-Qur’an ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ilustrasi dan imajinasi yang ada dalam bahasa Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui nilai seni dalam Al-Qur’an
BAB Ⅱ
PEMBAHASAN
SENI ILUSTRASI DALAM AL-QUR’AN

A. Seni Ilustrasi dan Imajinasi Dalam Gaya Bahasa Al-Qur’an


Imajinasi yang dalam bahasa Arab disebut dengan at-takhyil atau al-khayal adalah daya
pikir untuk membayangkan dan menciptakan gambar kejadian berdasarkan kenyataan atau
pengalaman seseorang, baik dihasilkan dari akal pikiran ataupun di luar akal pikiran
(Hussein, 1922 :11)1.

Bangsa Arab yang memiliki latar belakang budaya, sosial dan geografis yang khas
memiliki imajinasi yang berbeda dengan bangsa lain. Imajinasi ini berkembang sesuai
dengan perkembangan bangsa Arab. Muhammad al-Khidlr Hussein (1922: 83-89)2
memaparkan fase perkembangan imajinasi satrawan Arab. Pada masa pra Islam tingkat
imajinasi bangsa Arab masih pada taraf sederhana atau natural, yang banyak disandarkan
pada keadaan alam sekitar, seperti bintang-bintang, laut, padang pasir hewan dan beberapa
jenis tumbuh-tumbuhan, atau alat-alat peperangan seperti pedang, tombak dan sejenisnya.

Imajinasi yang bersifat natural ini kemudian tumbuh pesat sejak islam dengan kitab suci
Al-Qur’an datang di Jazirah Arab. Gaya bahasa Al-Qur’an mengandung banyak ragam
imajinasi yang baru. Selain itu, ucapan-ucapan nabi Muhammad SAW sebagai orang yang
paling fasih juga turut memperkaya keanekaragaman imajinasi kesusastraab Arab. Hal ini
dapat dibuktikan dengan membandingkan karya sastra pada masa pra islam dan masa Islam.

Gaya bahasa (style) dalam bahasa Arab adalah uslub, yang secara leksikal berarti cara,
madzhab, atau sisi. Menurut ahli bahasa Arab gaya bahasa dipahami sebagai bentuk fisik dari
ide, atau rangkaian kata yang berfungsi mengunggkap suatu gagasan dan menggambarkan
suatu imajinasi (Asy-Syaib, 2003 : 46)3. Jika bahasa secara umum memiliki dua lapisan,
yaitu lapisan bentuk dan makna, maka gaya bahasa lebih dipahami sebagai bentuk bahasa.
Gaya bahasa diibaratkan sebagai gaun yang membungkus sebuah gagasan, ibarat jasad bagi

1
Muhammad al-Khidlr Hussein,. Al-khayal fisy-syi’ril ‘Arabiyyi, hlm : 11
2
Muhammad al-Khidlr Hussein, ibid, hlm : 83-89
3
Ahmad Asy-Syaib,.. Al-Uslub, hlm : 46
ruh, gagasan akan menarik dan bernilai jika dikemas dalam wadah yang sesuai, dan akan
terabaikan jika ditampilkan dalam gaya bahasa yang tidak sesuai.

Sebagai bentuk yang menampilkan subtansi, gaya bahasa yang baik memiliki tiga ciri:
kejelasan, kekuatan, dan keindahan (asy-syaib, 2003: 185)4 ciri pertama menghendaki gaya
bahasa harus tranparan dan akurat dalam mengungkap sebuah gagasan, tehindar dari kata-
kata yang ambigu dan asing, didukung oleh kalimat-kalimat penjelas, diperjelas dengan
kosakata antonim dan memiliki sense gramatikal yang tepat. Kekuatan sebagai ciri kedua
menghendaki gaya bahasa itu harus sangat memperhatikan urutan kata atau kalimat sesuai
dengan tingkat urgensi makna yang diungkap, dan adanya kalimat pembanding yang efektif
menampilkan kekuatan bahasa. Selain itu, kekuatan gaya bahasa harus ditopang oleh kuatnya
ilustrasi atau penggambaran gagasan, yaitu denga menggunakan kiasan, metafora, dan
metonimia yang tepat dan akurat, dan menjauhi kalimat yang tidak efektif. Sedangkan,
keindahan gaya bahasa lebih ditentukan oleh kejujuran rasa dan nalar, bukan oleh manuver
kata yang artifisial. Ketika rasa yang diungkap dan gagasan yang disuarakan itu jujur dan apa
adanya, maka dengan sense keindahan bahasa yang tinggi keindahan bahasa itu akan hadir
dengan sendirinya.

Dalam disiplin ilmu Balaghah atau retorika Arab, dimensi imajinasi gaya bahasa dikaji
oleh ilmu bayan. Ilmu bayan adalah bagian dari ilmu balaghah yang mempelajari bagaimana
sebuah makna di tampilkan dalam ragam bentuk penggambaran seperti tasybih (simile),
isti’arah (metafora), majaz mursal (hiperbola), dan kinayah (metonimia).

1. Bentuk pertama adalah tasybih (simile) yaitu menyerupakan atau membandingkan


sesuatu dengan sesuatu yang lain karena ada sisi kesamaan antara keduanya. Biasanya
tasybih menggunakan partikel (‫ ك‬،‫ كأن‬،‫ مثْل‬،‫ )مثَل‬atau verba yang menunjukkan makna

perbandingan, atau nomina yang bermakna menyerupakan.


2. Isti’arah (metafora) isti’arah adalah bgian dari majaz lughawi ( majaz, kata kiasan
yang tidak digunakan untuk makna yang sebenarnya. Dalam kajian ilmu retorika
Arab, sebuah majaz harus memenuhi dua syarat, pertama adanya relasi semantik,
keterkaitan antara makna yang sebenarnya (langsung) dan makna kiasan (tidak
langsung), dan kedua adanya petunjuk, baik tersurat maupun tersirat kepada makna
4
Ahmad Asy-Syaib,.. Al-Uslub, hlm : 185
kiasan yang dikehendaki (musyabbahah). Sehingga metafora ini didefinisikan sebagai
kata kiasan yang bertumpu pada tasybih dengan menghilangkan salah satu dari dua
sisinya, musyabbah atau musyabbah bih.
3. Selain isti’arah bentuk majaz yang menampilkan imajinasi adalah apa yang disebut
dengan majaz mursal (hypallage), yaitu bentuk kata kiasan yang tidak digunakan
untuk makna sebenarnya, yang berdasarkan relasi semantik bukan penyerupaan antara
makna yang sebenarnya dan makna kiasan. Relasi-relasi ini adalah sebab
(sababiyah/causality), akibat (musabbabiyah/result), seluruh (kulliyyah/whole to
part), sebagian (juz’iyyah/part to whole).
4. Gaya bahasa lain yang imajinatif adalah kinayah (metonimia) kinayah adalah kata
kiasan yang dimaksudkan untuk makna tidak langsung yang menetap dan ada secara
logis pada makna sebenarnya, dengan tetap sah menghendaki makna sebenarnya.
Sehingga relasi semantik antara makna sebenarnya dan makn kiasan adalah kepastian
(luzum). Dan tetap dibenarkan menghendaki makna yang sebenarnya. Kalusa terakhir
inilah yang membenarkan poin pembeda antara kinayah dengan isti’arah dan majaz
mursal.

Al-Qur’an dalam berkomunikasi kepada mitra tuturnya tidak saja mengarahkan


tuturannya itu ke dimensi pikiran, tetapi juga ke perasaan dan hati. Sehingga gaya bahasa
yang digunakan pun tidak hanya berciri ilmiah, melainkan lebih dekat kepada gaya bahasa
Sastra yang sasaran utamanya adalah hati, dan bertujuan untuk memikat lawan tuturnya agar
menerima dan tunduk kepada pesan-pesan al-Qur’an.
Hal itu dapat dilihat dalam gaya bahasa al-Qur’an ketika menceritakan kisah-kisah para
nabi. Bahasa al-Qur’an memiliki kesan dan tingkat daya Tarik yang sama meski kisah itu
diulang lima sampai sepuluh kali. Bahkan, dalam setiap kisah yang disampaikan terdapat
makna atau rahasia tertentu yang tidak ditemukan di kisah lain yang diulang. Keistimewaan
ini tentunya tidak dapat ditemukan dalam karya Sastra Manusia. (Bahgat, 2003: 24)5.
Rahasia kekuatan dan keindahan gaya bahasa Al-Qur’an adalah seni Ilustrasi (at-
taswirul-fanniyyu/ artistic imagery). Sayyid Quthb dalam kitab At-taswirul-Fanniyyu Fil-
Qur’an (2010: 36) menguraikan dengan gambling:

5
Ahmad Bahgat. Anbiyau-Allah, hlm : 24
“seni ilustrasi adalah media gaya bahasa yang efektif. Dengan ilustrasi konkret yang
imajinatif. seni ini mampu mengungkap secara detail makna abstrak, situasi emosional,
peristiwa nyata, panorama visual, tipe-tipe dan tabiat manusia. Berkat ilustrasi itu pula
makna-makna itu beranjak hidup secara nyata dan bergerak berkelanjutan. Tidak lama
makna abstrak itu menampilkan suatu keadaan atau gerakan, situasi emosional menjadi
panorama dan papan lukisan, tipe manusia terlihat hidup, dan tabiat manusia menjelma
menjadi gerakan visual. Adapun peristiwa, adegan, kisah-kisah, dan panorama bertambah
semakin hidup, hadir dan penuh dengan gerakan. Dan saat dialog mulai memainkan
perannya, lengkap sudah komponen imajinasi yang indah itu6.
Bentuk ilustrasi konkret banyak ditampilkan dalam gaya bahasa Al-Qur’an. Ia digunakan
dalam mengungkap pesan-pesan abstrak seperti tentang keimanan dan kekufuran, kehidupan
dunia dan akhirat. Keikhlasan, situasi emosional dan spiritual seperti kebingungan, kedamaian
jiwa, kegelisahan dan kebahagiaan; tipe-tipe manusia seperti tipe orang munafik, orang yang
lemah akidahnya; tentang peristiwa-peristiwa besar seperti hari kiamat, pertanggungjawaban
amal perbuatan, penciptaan langit dan bumi; dan peristiwa riil yang terjadi seperti pembangunan
ka’bah oleh Nabi Ibrahim, dan kisah-kisah umat terdahulu.

Secara garis besar ada dua bentuk ilustrasi konkret yang dijelaskan oleh Sayyid Quthb
(2010 : 72)7:

1. At-takhyil al-chissi ( ‫)التخييل الحس‬


Takhyil al-chissi yaitu mengungkap makna dengan ilustrasi yang hidup, penuh
gerakan baik nyata atau tidak. Bentuk pertama ini memiliki ragam dan warna ilustrasi
seperti at-Tasykhish (personafikasi). Ragam ilustrasi ini dilakukan dengan memasukkan
unsur-unsur makhluk hidup ke dalam benda mati, fenomena alam atau situasi emosional.
Unsur-unsur itu kemudian menjadikan mereka hidup layaknya manusia yang memiliki
perasaan, pikiran dan kehendak. Mereka pun bergerak melakukan hal-hal yang dilakukan
manusia seperti berbicara, bernafas, berlari, dan seterusnya. Ilustrasi ini akhirnya
menghembuskan di jiwa pembaca perasaan tenang atau takut atas makna yang
diilustrasikan.

6
Sayyid Quthb. At-taswirul-Fanniyyu Fil-Qur’an, hlm : 36
7
Sayyid Quthb. ibid, hlm : 72
Lazimnya penggunaan ilustrasi ini mengikuti pola isti’arah, yaitu dengan
menyamakan benda mati, fenomena alam dan yang sejenisnya dengan makhluk hidup
seperti manusia. Kemudian disebutkan di dalamnya pekerjaan-pekerjaan yang hanya
dilakukan oleh makhluk hidup. Atau juga menggunakan pola tasybih, yaitu dengan
menyebutkan persamaannya yang konkret, riil dan penuh gerakan.

 Ilustrasi khayal dengan mengikuti pola isti’arah, yaitu dengan menyamakan benda mati,
fenomena alam dan yang sejenisnya dengan makhluk hidup seperti manusia
Contohnya adalah surat al-A’raf ayat 54

}‫َّه َار يَطْلُبُهُ َحثِْيثًا‬ ِ


َ ‫{يُ ْغشى الَّ ْلي َل الن‬
Allah menutup siang dan malam.. malam itu mengejar siang pelan-pelan.
Ayat ini mengungkapkan fenomena alam yaitu pergantian siang dan malam.
Diilustrasikan dengan adanya gerakan kejar-mengejar antara malam dan siang
dengan pelan tapi pasti secara terus menerus sebagaimana makhluk hidup.
Imajinasi pembaca dibawa kepada arena balap, kejar-mengejar antara siang dan
malam tanpa henti selama alam raya ini ada.
 Ragam lain dari ilustrasi konkret adalah adanya penggambaran gerak untuk situasi atau
emosi tertentu.
Contohnya dalam surat al-A’raf ayat 40

‫الس َم ِاء َواَل يَ ْد ُخلُ ْو َن اجْلَنَّةَ َحىَّت يَلِ َج‬


َّ ‫اب‬
ُ ‫َّح هَلُ ْم أ َْب َو‬
ِ ِ
ْ ‫{ إِ َّن الَّذيْ َن َك َّذبُ ْوا بِأَيَاتنَا َو‬
ُ ‫استَكَْب ُر ْوا َعْن َها اَل تُ َفت‬
ِ ‫اجْل مل يِف س ِّم اخْلِي‬
} ‫اط‬َ َ ْ ُ ََ
sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan sombong
kepadanya bagi mereka tidak akan dibukakan pintu-pintu langit, dan mereka
tidak akan masuk surge hingga onta mampu masuk ke dalam lobang jarum.
Ayat ini mengungkap situasi orang-orang kafir yang tidak akan masuk surga dan
selamanya kekal di neraka. Situasi ini ditampilkan dengan memberikan batas
akhir yang mustahil terjadi, yaitu sampai onta dapat masuk ke lubang jarum.
Imajinasi gerakan onta masuk ke lubang jarum yang terlukis di benak pembaca
membuat makna yang diungkap ini semakin nyata dan dan kuat (mustahil). Di
dalamnya juga ada nada menghina dan merendahkan.
 Ilustrasi gerakan khayalan juga menjadi salah satu ragam ilustrasi konkret.
Seperti dalam surat al-Furqan ayat 23

}‫ِّمنَا إِىَل َما َع ِملُ ْوا ِم ْن َع َم ٍل فَ َج َع ْلنَاهُ َهبَاءً َمْن ُث ْو ًرا‬


ْ ‫{ َوقَد‬

dan kami datangi amal-amal kebaikan yang telah mereka kerjakan, maka kami
jadikan amal-amal itu bagai debu yang berterbangan.
Ilustrasi gerakan khayalan debu berterbangan memperkuat makna yang dimaksud
yaitu bahwa kebaikan-kebaikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang tidak
beriman di sisi Allah Swt tidak ada nilainya dan sia-sia sebesar apapun kebaikan
itu. Di dalam tasybih ini juga ada makna merendahkan. Ilustrasi gerakan juga
terdapat pada kata kerja “kami datangi”, sebagaimana Allah SWT pasti akan
meminta pertanggungjawaban mereka, meski mereka tidak menghendaki.
 Ragam gerak yang lain dari ilustrasi konkret ini adalah gerakan cepat dan berkelanjutan
Contohnya dalam surat al-Hajj ayat 31

}‫ان َس ِحْي ٍق‬


ٍ ‫الريح يِف م َك‬ ِِ ِ َّ ‫اهلل فَ َكأَمَنَا خَّر ِمن‬
ِ ِ‫{ومن ي ْش ِر ْك ب‬
َ ْ ُ ْ ِّ ‫الس َماء َفتَ ْخطَُفهُ الطَّْي ُر أ َْو َت ْه ِوي به‬ َ َ ُ ْ ََ
dan barangsiapa menyekutukan Allah maka dia seakan-akan jatuh dari langit
lalu burung itu menyergapnya atau angina membawanya ke tempat yang
terpencil .
Ayat ini diilustrasikan dengan menggunakan pola tasybih. Gerakan “jatuh dari
langit”, kemudian gerakan “burung menyambar dengan cepat” dan “angina
menerbangkannya ke tempat terpencil” hal itu merupakan beberapa gerakan
secara cepat dan berkelanjutan yang menggambarkan bertambahnya kesengsaraan
orang musyrik.
2. At-Tasjim
At-Tasjim yaitu menampilkan makna abstrak dalam bentuk benda padat atau
sesuatu yang indrawi secara umum. Bentuk ini banyak ditemukan menggunakan pola
tasybih yang menampilkan makna abstrak ke dalam bentuk-bentuk gambar dan situasi.
Contoh dari bentuk ini adalah surat al-Ibrahim ayat 18

‫ف اَل َي ْق ِد ُر ْو َن مِم َّا َك َسُب ْوا َعلَى‬ ِ ‫الريح يِف يوٍم ع‬


ٍ ‫اص‬ ِ ‫{مثَل الَّ ِذين َك َفروا بِرهِّبِم أ َْعماهُل م َكرم ِاد ا ْشتَد‬
َ ْ َ ْ ُ ْ ِّ ‫َّت بِه‬
ْ َ َ ُْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ ُ َ
}‫الضاَل ُل الْبَعِْي ُد‬
َّ ‫ك ُه َو‬ ِ
َ ‫َشْيئ ٍذَل‬

perumpaan orang-orang kafir, amal-amal mereka itu bagaikan debu yang


dihembuskan angin kencang di hari yang penuh badai. Mereka tidak kuasa sama
sekali atas amal-amal itu. Dan itu sesuatu kesesatan yang jauh.
Ayat di atas membandingkan secara nyata sesuatu yang abstrak, yaitu amal-amal
kebaikan orang kafir dengan sesuatu yang nyata, yaitu debu, sesuatu yang tidak
bernilai. Debu itu disapu oleh angin kencang. Demikian ilustrasi amal kebaikan
orang-orang kafir. Amal itu tidak bernilai di sisi Allah SWT, dan hilang tak
berbekas. Imajinasi yang demikian detail memperjelas keadaan yang abstrak.
 Selain menggunakan pola tasybih, menyerupakan makna abstrak dengan sesuatu yang
konkret yang banyak ditemukan dalam gaya bahasa Al-Qur’an, bentuk at-tasjim juga
dilakukan dengan mengungkap makna abstrak menjadi atau berubah ke makna konkret
(Quthb, 2010: 79).
Contohnya dalam surat Ali Imran ayat 30

َّ ‫ت ِم ْن ُس ْو ٍء َت َو ُّد لَ ْو أ‬
‫َن َبْيَن َها َو َبْينَهُ أ ََم ًدا‬ ْ َ‫ضًرا َو َما َع ِمل‬
ِ َ‫س ما ع ِمل‬
َ ْ‫ت م ْن خَرْيٍ خُم‬
ِ
ْ َ َ ٍ ‫{ َي ْو َم جَت ُد ُك ُّل َن ْف‬
}‫بَعِْي ًدا‬

hari dimana setiap jiwa mendapati amal kebaikannya dihadirkan, juga amal
kejelekannya, dimana setiap jiwa itu berharap antara ia dan amal kejelekannya
itu terpisah dengan jarak yang jauh.
Kata ‫“ مخضر‬dihadirkan” membawa imajinasi pembaca kepada situasi seakan-akan
makna abstrak itu, yaitu amal perbuatan, berubah menjadi benda padat yang dapat
dibawa dan dihadirkan di hadapan sang Maha Pencipta.
 Bentuk ilustrasi ini juga digunakan untuk mengungkap suasana hati yang abstrak seperti
perasaan gelisah dan cemas.
Seperti dalam surat at-Taubah ayat 118

ِ ِ
‫ت َعلَْي ِه ْم أَْن ُف ُس ُه ْم َوظَن ُّْوا‬
ْ َ‫ضاق‬ ْ َ‫ض مِب َا َر ُحب‬
َ ‫ت َو‬ ُ ‫ت َعلَْي ِه ُم األ َْر‬ َ ‫{و َعلَى الثَّاَل ثَة الَّذيْ َن ُخلِّ ُف ْوا َحىَّت إِ َذا‬
ْ َ‫ضاق‬ َ
}‫اهلل إِاَّل إِلَْي ِه‬
ِ ‫أَ ْن الَ م ْلجأَ ِمن‬
َ َ َ
dan atas tiga orang yang tidak ikut berperang (Tabuk), sehingga bumi yang luas
itu menyempit terhadap mereka, dan juga jiwa-jiwa mereka, dan mereka yakin
tidak ada tempat berlindung dari-Nya kecuali kembali kepada-Nya.
Suasana gelisah dan cemas yang mendalam diilustrasikan dengan gerakan bumi
menyempit terhadap mereka, demikian juga hati mereka. Ilustrasi konkret ini
memertajam redaksi dalam mengungkap suasana hati menjadi lebih jelas dan
akurat.
 Selain tema suasana hati, bentuk ilustrasi ini juga digunakan mengungkap sikap nalar
seperti sikap tidak mempercayai pesan agama seakan-akan mereka tidak mendengarkan.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Isra’ ayat 46

}‫{ َو َج َع ْلنَا َعلَى ُقلُ ْوهِبِ ْم أَكِنَّةً أَ ْن َي ْف َق ُه ْوهُ َويِف ْ أَ َذاهِنِ ْم َو ْقًرا‬

dan kami jadikan atas hati mereka penutup (yang menutup)mereka memahami
(Al-Qur’an) dan atas telinga mereka ketulian.
Kata ‫ أكنة‬adalah bentuk jamak yang bermakna benda yang menutupi. Ungkapan
ini menjelaskan sikap mereka yang tidak mau menerima pesan allah al-Qur’an
seakan-akan terdapat banyak benda yang menutupi rapat-rapat akal pikiran
mereka. Ilustrasi ini menggunakan pola isti’arah yang menyamakan sikap
sombong dan ingkar dengan sebuah benda yang menutupi akal pikiran.
 Ilustrasi konkret juga dapat juga ditampilkan dalam bentuk kinayah
Seperti dalam surat Hud ayat 44

ِّ ‫ت َعلَى اجْلُْو ِد‬


}‫ي‬ ْ ‫اسَت َو‬
ْ ‫{ َو‬

dan bahtera nabi Nuh berlabuh di atas gunung Judi.


Makna sebenarnya dari kata “‫ ”واستوت‬adalah duduk dengan tenang. Makna ini

mengilustrasikan keadaan berlabuhnya bahtera nabi nuh secara kokoh dan tenang,
tidak goyah atau miring, bergerak-gerak atau goncang. Keadaan ini juga turut
menenangkan suasana hati para penumpangnya.

Selain mengandung unsur imajinasi, gaya bahasa kinayah juga efektif untuk
menyampaikan makna secara santun.
Seperti ayat surat al-Baqarah ayat 235

} ‫وه َّن ِسًّرا‬ ِ ِ


ُ ‫{ولَك ْن الَ ُت َواع ُد‬
َ
akan tetapi janganlah kalian merencanakan untuk berhubungan badan.
Kata “‫ ”سر‬sebenarnya bermakna rahasia, tetapi dimaksudkan untuk makna
berhubungan badan karena mengisyaratkan bahwa perbuatan itu biasa dilakukan
manusia secara rahasia.
Sedangkan Majaz Mursal (hiperbola) juga memberikan ilustrasi dan isyarat
makna yang tepat, selain juga efisiensi dalam redaksi.
Contohnya dalam ayat al-Baqarah ayat 19

َّ ‫َصابِ َع ُه ْم يِف آذَاهِنِ ْم ِم َن‬


}‫الص َو ِع ِق َح َذ َر الْ َم ْو ِت‬ َ ‫{جَيْ َعلُ ْو َن أ‬
mereka orang-orang munafik itu menjadikan jari-jari mereka ke dalam telinga
karena petir dan takut mati.
Kata “‫( ”أصابعهم‬jari-jari) maksudnya adalah sebagian dari jari (ruasnya) karena
tidak mungkin satu jari bias masuk semuanya ke dalam telinga, melainkan satu
ruas jari saja. Makna yang disebut adalah semuanya tetapi yang dimaksud adalah
sebagiannya saja. Pilihan kata ini mengesankan makna hiperbola, karena begitu
takutnya orang-orang munafik dengan suara petir maka mereka seakan-akan
berusaha memasukkan semua jari ke dalam telinga.
B. Nilai seni dalam al-Qur’an
Al Qur’an memiliki nilai sastra dan puitisnya yang disebutkan dalam Al-Taswir
Al-Fanniy Fi Uslub Al-Qur’an yaitu memiliki ghayatul balaghah. Nilai – nilai sastra
dalam Al-Qur’an tiada tertandingi oleh para penyair, baik pada zaman jahiliyyah maupun
modern. Segi balaghah serta cakupannya yang lengkap dengan badi’ dan ma’aninya tidak
dapat dicapai dengan nalar dan daya pikir mereka (penyair quraisy). Sayid Qutub dalam
bukunya "al Tashwir al-Fanny fi al-Qur'an" menulis: "Gaya bahasa dan untaian kata al-
Qur'an bebas sepenuhnya dari belenggu sajak (ritme) dan segala bentuk keindahan yang
harus diindahkan dalam penggubahan syair Arab8. Dengan demiklan, susunan kalimat
dan gaya bahasa Al-Qur'an bebas pula dari tujuan yang umum dikenal dalam syair-syair
dan sajak-sajak Bersama dengan itu irama puitik yang terdapat dalam rangkaian kata-kata
itu sendiri menciptakan pemisahan kalimat yang berpola serupa dan yang tidak
memerlukan bentuk-bentuk tertentu yang lazim mengikat susunan syair atau sajak,
karena itu semua terangkum di dalam Keistimewaan khas yang kami sebut di atas.
Dengan demikian gaya bahasa al-Qur'an mencakup semua bentuk puisi dan prosa.
Keindahan bahasa Al-Qur’an juga membuat sahabat Umar memeluk agama Islam.
Ketika Umar membaca awal dari surat Thaha, dari lembaran-lembaran Al-Qur’an yang
dimiliki saudara iparnya Sa’id bin Zaid, dia terkesima dan mengatakan : “ Betapa indah
dan agung kalam ini”. Umar pergi menemui Rasulullah dan mengikrarkan diri masuk
Islam.
Sayyid Quthb dalam Tashwirul Fanniy fil Qur’an mengungkapkan “bahwa factor
yang membuat al-Qur’an mempunyai rasa yang paling tinggi dan mulia, karena ia
mempunyai kehalusan yang murni, jiwa seni yang tinggi yang dapat menyentuh perasaan
yang paling dalam. Tidak saja ritmis bahasanya yang indah tetapi juga isinya
mengandung kebenaran yang membawa rasa sadar tentang situasi kemanusiaan.”. dalam
bukunya “balaghatul Qur’an” Syeikh Muhammad Al-Khudlry Hussein menyatakan
bahwa di antara segi kekuatan nilai seni Al-Qur’an itu terletak pada susunan bahasanya
yang mempunyai balaghah. Tidak hanya mempunyai arti terdalam dan terluas tetapi juga
melahirkan rasa yang mudah diucapkan, sederhana dan kuat susunannya.

8
Sayyid Quthb. At-taswirul-Fanniyyu Fil-Qur’an, hlm :
1. Kata-katanya fasih, tidak saja mudah diucapkan dan cepat dapat dipahami
oleh setiap orang yang mendengar, tetapi juga membayangkan dan
menggambarkan peristiwa-peristiwa yang ada secara nyata.
2. Kekuatan susunannya, teratur rapi, yang membayangkan pemikiran yang
teratur dan tersusun baik
3. Mempunyai tujuan yang jelas. Demi mendengar ayat-ayatnya terlintas dalam
pikiran kebenarannya serta gambaran yang hidup dan menarik hingga
terketuklah perasaan dan hati nurani bagi setiap orang yang membaca dan
mendengarkannya.
 Contoh ayat-ayat yang mengandung nilai seni dalam Al-Qur’an

6 : ‫الر ِاج َفةُ}النازعات‬


َّ ‫ف‬ُ ‫{ي ْو َم َت ْر ُج‬
َ
“(sungguh kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama
mengguncangkan alam”

Kata yauma tarjufur rajifah merupakan kinayah yang mana makna sesungguhnya
adalah kiamat. Kiamat diilustrasikan dengan kata tersebut karena dianggap lebih
efektif dan menimbulkan imajinasi terhadap pembaca bahwa betapa dahsyat hari
itu (kiamat) yang dapat mengguncangkan alam.

18 : ‫َّس } التكوير‬ ِ ُّ
َ ‫{والصْب ِح إ َذا َتَنف‬
“dan demi subuh apabila fajar telah menyingsing”

Ayat ini menggunakan pola isti’arah makniyah atau personifikasi yakni


menggambarkan waktu subuh bernafas layaknya manusia. Karena pagi hari
biasanya memang merupakan waktu manusia kembali bernafas setelah tidur
semalaman.

4: ‫{والَّلْي ِل إِ َذا يَ ْس ِر}الفجر‬

“demi malam apabila berlalu”


Ayat ini juga menggunakan pola isti’arah makniyah atau personifikasi yaitu
penggambaran malam bisa berjalan laiknya makhluk hidup. Hal ini
mengilustrasikan bagaimana malam berjalan di seluruh belahan bumi, bergantian
dengan siang membuat bumi sebagian ada yang siang dan sebagian yang lain
malam.

ِ ِ
ُ ‫ت يَ َداهُ َو َي ُق ْو ُل الْ َكاف ُر َيلَْيتَيِن ْ ُكْن‬
: }‫ت ُتَرابًا‬ َ ‫{إ َّن أَنْ َذ ْرنَ ُك ْم َع َذابًا قَ ِر ْيبًا َي ْو َم َيْنظُُر الْ َم ْرءُ َما قَد‬
ْ ‫َّم‬

“sesungguhnya kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir)siksa


yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang diperbuat oleh kedua
tangannya; orang kafir berkata ‘alangkah baiknya sekiranya dulu adalah
tanah’”

Ungkapan “ya lailani kuntu turaba” adalah kiasan dari ‘aku menyesal’,
penggambaran menggunaan kinayah dirasa lebih efektif dan menyentuh. karena
dengan ungkapan tersebut pembaca seolah dapat membayangkan bagaimana
menyesalnya orang kafir nanti pada hari kiamat sehingga mereka berharap
alangkah lebih baik kalau dulu (semasa hidup) mereka tercipta sebagai tanah saja.

ِ ْ‫{لَْيلَةُ ال َق ْد ِر َخْير ِمن أَل‬


}‫ف َش ْه ٍر‬ ْ ٌ
“malam qadr lebih baik dari seribu bulan”

ِ ْ‫”خْير ِمن أَل‬


Kata ‫ف َش ْه ٍر‬ ْ ٌ َ adalah kiyasan atau kinayah dari banyak barakah atau
kebaikannya. Penggambaran dengan gaya bahasa kinayah ini lebih menyentuh
dan mengena karena pikiran pembaca akan dibuat berkhayal saking agungnya
malam lailatul Qadr sampai-sampai ia diibaratkan lebih baik dari seribu bulan.
Penggambaran semacam ini juga akan menggugah dan mendorong pembaca
untuk beribadah dan berbuat kebaikan pada saat malam lailatul Qadr.

ِ ۡ ۖ ٍ ِٰ
َ ‫{ َس َّخَر َها َعلَ ۡي ِه مۡ َۡسب َع لَيَالٖ َومَثَنيَةَ أَيَّام ُح ُسومٗ ا َفَتَرى ٱ لَق ۡوَم ف َيها‬
}‫ص ۡرَع ٰى َكأَن َُّه مۡ أَۡع َج ُاز خَن ۡخٍل َخا ِويَ ٖة‬
Surat Al-Haqqah, Ayat 7
“Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari
terus-menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk)”.

Ayat ini diilustrasikan menggunakan pola Tasybih yakni ‘keaadaan kaum ‘Ad
yang mati berkelimpangan diserupakan layaknya batang-batang pohon kurma
yang telah lapuk dan roboh ke tanah. Ilustrasi seperti ini akan membawa pembaca
untuk berkhayal bagaimana para kaum yang membangkang tersebut mati satu
persatu seperti pohon yang telah lapuk dan roboh dengan sendirinya.

Surat Al-Ma'arij, Ayat 8-9 ُ َ‫ َوتَ ُكو ُن ٱ ۡل ِجب‬،‫ٱلس َمٓاءُ َكٱ ۡل ُم ۡهِل‬
} ‫ال َكٱ ۡلعِ ۡه ِن‬ َّ ‫{يَ ۡوَم تَ ُكو ُن‬

“(Ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga, dan
gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan)”

Ayat ini juga digambarkan menggunakan pola Tasybih. Pada Hari kiamat yang
mana langit diumpamakan laiknya cairan tembaga yang melelah dan gunung
hancur bagaikan debu. Ilustrasi konkret ini dirasa lebih efektif karena akan
membuat pembaca ngeri dan membayangkan betapa dahsyat hari itu.

ِ ۡ ‫َصبِعه مۡ يِف ٓي ءا َذاهِنِ مۡ وٱ ۡت‬ ِۡ ِ


ْ‫سَ َۡكب ُروا‬
‫َصُّرواْ َوٱ ۡت‬
َ ‫سَ غ َش ۡ اوْ ثيَ َاب ُه مۡ َوأ‬ َ َ ُ َ َٰ ‫{ َوإِيِّن ُكلَّ َما َد َع ۡوُت ُه مۡ لتَ فغَر هَلُ مۡ َج َعلُ ٓواْ أ‬
} ٗ‫سِ ۡكبَارا‬
‫ٱ ۡت‬

Surat Nuh, Ayat 7

“Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar
Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya
dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
sangat menyombongkan diri.

ِ ۡ ‫َصبِعه مۡ يِف ٓي ءا َذاهِنِ مۡ وٱ ۡت‬


Ungkapan “ۡ‫اب ُه م‬
َ َ‫سَ غ َش ۡ اوْ ثي‬ َ َ ُ َ َٰ ‫ ” أ‬merupakan ilustrasi keadaan orang
Kafir ketika diserukan kepadanya perihal keimanan. Mereka tidak mau
mendengarkan dan melihat. Meski kebenaran tersebut ada di depan mereka,
mereka seakan tuli (dengan memasukkan jarinya ke dalam telinga) dan buta
(seakan menutup wajahnya dengan baju) dan setelahnya mereka tetap ingkar dan
menyombongkan diri.

Kesimpulan
Gaya bahasa menjadi media yang mampu menampilkan makna dengan menarik.
Sebagai kitab mukjizat, gaya bahasa Al-Qur’an diyakini yang terbaik dan di luar
jangkauan manusia. Gaya bahasa yang efektif, efisien, berkesan, hidup, bernilai estetika
tinggi. Salah satu komponen gaya Al-Qur’an ini adalah imajinasi, imajinasi dalam dalam
gaya bahasa Al-Qur’an dapat ditampilkan dalam bentuk-bentuk gaya bahasa yang sudah
dikenal masyarakat Arab seperti tasybih (simile), isti’arah (Metafora), majaz mursal
( hypallage), dan kinayah (metonimia). Dengan menggunakan bentuk-bentuk tersebut,
makna-makna abstrak diilustrasikan secara hidup, nyata dan kuat. Ilustrasi itu dilakukan
dengan menghembuskan nafas kehidupan melalui penyebutan kata kerja atau kata
perjelas yang menjadi ciri khusus dari makhluk hidup. Ilustrasi ini disebut dengan at-
tasykhish (personafikasi). Atau dengan menampilkan makna abstrak dalam bentuk benda
padat secara umum, dan ini disebut at-Tasjim (pembendaan).
Daftar Pustaka

Abdur –Raof, Hussein. 2006. Arabic Rhetoric A Pragmatic Analysis. London :

Routledge

Bahgat, Ahmad. 2003. Anbiyau-Allah. Kairo: Darusy-Syuruq.

Hussein, Muhammad al-Khidlr. 1922. Al-khayal fisy-syi’ril ‘Arabiyyi. Damaskus :

al-Maktabatul ‘arabiyah

Quthb, Sayyid. 2010. At-tashwirul fanniyyu fil qur’an. Kairo : Darus Syuruq.

Asy-Syaib, Ahmad. 2003. Al-Uslub. Kairo : Maktabatun Nahdlah al-Mishriyyah.

Anda mungkin juga menyukai