Dosen Pengampu:
Dr. H. Kharisuddin,, M.Ag
Disusun Oleh:
Muhammad Adib (A91218102)
Moch Qoyum Mahfudz (A71218060)
Salman Alfarisi (A91218124)
Alhamdulillairabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan nikmat
yang begitu besar tak terhingga kepada setiap hamba, serta megizinkan kami untuk terus belajar
sehingga kami diberikan kemudahan dalam penyusunan makalah ini. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad saw. yang telah
menunjukkan jalan kebaikan dan kebenarankepada segenap umat manusia.
Karena ilmu pada umumnya merupakan hal yang harus dicari oleh setiap manusia, maka adanya
penyusunan makalah ini disamping sebagai syarat tercapainya ilmu yang diingikan, juga sebagai
bukti penyelesaian tugas yang telah diberikan oleh dosen pengampu kami yaitu Ustadz Dr. H.
Kharisuddin,, M.Ag dan kami menyadari bahwa pada setiap manusia tidak terlepas dari
kesalahan, oleh karenanya kami mengharap kritik dan saran apabila terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, semoga bermanfaat dan menjadi lebih baik untuk kedepannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………
BAB Ⅰ : PENDAHULUAN……………………………………………………………………..
A. Latar Belakang……………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………………………..
BAB Ⅱ : PEMBAHASAN………………………………………………………………………
BAB Ⅲ : PENUTUP…………………………………………………………………………..
KWSIMPULAN………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
BAB Ⅰ
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
al-Qur’an telah dikehendaki oleh Allah SWT sebagai kitab suci terakhir yang
menjadi mukjizat bagi nabi terakhir, nabi Muhammad SAW. Sebagai mukjizat al-Qur’an
didesain oleh Allah SWT untuk dapat mematahkan seluruh argumen dan dakwaan orang-
orang yang mengingkari kenabian Rasulullah SAW. Dan menegaskan bahwa al-Qur’an
merupakan firman Allah, bukan karangan Muhammad SAW.
Ada beberapa aspek kemukjizatan al-Qur’an yang telah diungkap para ulama
islam. Aspek kebahasaan adalah yang paling kuat dan mendekati hakikat mukjizat itu
sendiri. Aspek kebahasaan al-Qur’an memiliki banyak unsur. Unsur-unsur itu saling
berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk rangkaian keindahan gaya bahasa al-
Qur’an yang sempurna dan tidak dapat ditandingi. Di antara unsur-unsur tersebut adalah
daya imajinasi yang impresif, keseimbangan rangkaian kata bahasa al-Qur’an makna
yang dikandung dan pilihan kata yang tepat.
Di antara unsur-unsur aspek kebahasaan al-Qur’an tersebut. pada makalah ini
penulis akan menjelaskan unsur daya imajinasi sebagai poin pembahasan. Penulis
berupaya mengungkap dan menjelaskan ragam imajinasi yang digunakan bahasa al-
Qur’an dalam menyampaikan pesannya serta pengaruh yang ditimbulkan dalam perasaan
penerima pesan tersebut. Diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman lebih
mendalam tentang sisi imajinasi dalam bahasa al-Qur’an serta maksud nilai seni dalam
al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk ilustrasi dan imajinasi yang ada dalam bahasa Al-Qur’an ?
2. Apa yang dimaksud dengan nilai seni dalam Al-Qur’an ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ilustrasi dan imajinasi yang ada dalam bahasa Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui nilai seni dalam Al-Qur’an
BAB Ⅱ
PEMBAHASAN
SENI ILUSTRASI DALAM AL-QUR’AN
Bangsa Arab yang memiliki latar belakang budaya, sosial dan geografis yang khas
memiliki imajinasi yang berbeda dengan bangsa lain. Imajinasi ini berkembang sesuai
dengan perkembangan bangsa Arab. Muhammad al-Khidlr Hussein (1922: 83-89)2
memaparkan fase perkembangan imajinasi satrawan Arab. Pada masa pra Islam tingkat
imajinasi bangsa Arab masih pada taraf sederhana atau natural, yang banyak disandarkan
pada keadaan alam sekitar, seperti bintang-bintang, laut, padang pasir hewan dan beberapa
jenis tumbuh-tumbuhan, atau alat-alat peperangan seperti pedang, tombak dan sejenisnya.
Imajinasi yang bersifat natural ini kemudian tumbuh pesat sejak islam dengan kitab suci
Al-Qur’an datang di Jazirah Arab. Gaya bahasa Al-Qur’an mengandung banyak ragam
imajinasi yang baru. Selain itu, ucapan-ucapan nabi Muhammad SAW sebagai orang yang
paling fasih juga turut memperkaya keanekaragaman imajinasi kesusastraab Arab. Hal ini
dapat dibuktikan dengan membandingkan karya sastra pada masa pra islam dan masa Islam.
Gaya bahasa (style) dalam bahasa Arab adalah uslub, yang secara leksikal berarti cara,
madzhab, atau sisi. Menurut ahli bahasa Arab gaya bahasa dipahami sebagai bentuk fisik dari
ide, atau rangkaian kata yang berfungsi mengunggkap suatu gagasan dan menggambarkan
suatu imajinasi (Asy-Syaib, 2003 : 46)3. Jika bahasa secara umum memiliki dua lapisan,
yaitu lapisan bentuk dan makna, maka gaya bahasa lebih dipahami sebagai bentuk bahasa.
Gaya bahasa diibaratkan sebagai gaun yang membungkus sebuah gagasan, ibarat jasad bagi
1
Muhammad al-Khidlr Hussein,. Al-khayal fisy-syi’ril ‘Arabiyyi, hlm : 11
2
Muhammad al-Khidlr Hussein, ibid, hlm : 83-89
3
Ahmad Asy-Syaib,.. Al-Uslub, hlm : 46
ruh, gagasan akan menarik dan bernilai jika dikemas dalam wadah yang sesuai, dan akan
terabaikan jika ditampilkan dalam gaya bahasa yang tidak sesuai.
Sebagai bentuk yang menampilkan subtansi, gaya bahasa yang baik memiliki tiga ciri:
kejelasan, kekuatan, dan keindahan (asy-syaib, 2003: 185)4 ciri pertama menghendaki gaya
bahasa harus tranparan dan akurat dalam mengungkap sebuah gagasan, tehindar dari kata-
kata yang ambigu dan asing, didukung oleh kalimat-kalimat penjelas, diperjelas dengan
kosakata antonim dan memiliki sense gramatikal yang tepat. Kekuatan sebagai ciri kedua
menghendaki gaya bahasa itu harus sangat memperhatikan urutan kata atau kalimat sesuai
dengan tingkat urgensi makna yang diungkap, dan adanya kalimat pembanding yang efektif
menampilkan kekuatan bahasa. Selain itu, kekuatan gaya bahasa harus ditopang oleh kuatnya
ilustrasi atau penggambaran gagasan, yaitu denga menggunakan kiasan, metafora, dan
metonimia yang tepat dan akurat, dan menjauhi kalimat yang tidak efektif. Sedangkan,
keindahan gaya bahasa lebih ditentukan oleh kejujuran rasa dan nalar, bukan oleh manuver
kata yang artifisial. Ketika rasa yang diungkap dan gagasan yang disuarakan itu jujur dan apa
adanya, maka dengan sense keindahan bahasa yang tinggi keindahan bahasa itu akan hadir
dengan sendirinya.
Dalam disiplin ilmu Balaghah atau retorika Arab, dimensi imajinasi gaya bahasa dikaji
oleh ilmu bayan. Ilmu bayan adalah bagian dari ilmu balaghah yang mempelajari bagaimana
sebuah makna di tampilkan dalam ragam bentuk penggambaran seperti tasybih (simile),
isti’arah (metafora), majaz mursal (hiperbola), dan kinayah (metonimia).
5
Ahmad Bahgat. Anbiyau-Allah, hlm : 24
“seni ilustrasi adalah media gaya bahasa yang efektif. Dengan ilustrasi konkret yang
imajinatif. seni ini mampu mengungkap secara detail makna abstrak, situasi emosional,
peristiwa nyata, panorama visual, tipe-tipe dan tabiat manusia. Berkat ilustrasi itu pula
makna-makna itu beranjak hidup secara nyata dan bergerak berkelanjutan. Tidak lama
makna abstrak itu menampilkan suatu keadaan atau gerakan, situasi emosional menjadi
panorama dan papan lukisan, tipe manusia terlihat hidup, dan tabiat manusia menjelma
menjadi gerakan visual. Adapun peristiwa, adegan, kisah-kisah, dan panorama bertambah
semakin hidup, hadir dan penuh dengan gerakan. Dan saat dialog mulai memainkan
perannya, lengkap sudah komponen imajinasi yang indah itu6.
Bentuk ilustrasi konkret banyak ditampilkan dalam gaya bahasa Al-Qur’an. Ia digunakan
dalam mengungkap pesan-pesan abstrak seperti tentang keimanan dan kekufuran, kehidupan
dunia dan akhirat. Keikhlasan, situasi emosional dan spiritual seperti kebingungan, kedamaian
jiwa, kegelisahan dan kebahagiaan; tipe-tipe manusia seperti tipe orang munafik, orang yang
lemah akidahnya; tentang peristiwa-peristiwa besar seperti hari kiamat, pertanggungjawaban
amal perbuatan, penciptaan langit dan bumi; dan peristiwa riil yang terjadi seperti pembangunan
ka’bah oleh Nabi Ibrahim, dan kisah-kisah umat terdahulu.
Secara garis besar ada dua bentuk ilustrasi konkret yang dijelaskan oleh Sayyid Quthb
(2010 : 72)7:
6
Sayyid Quthb. At-taswirul-Fanniyyu Fil-Qur’an, hlm : 36
7
Sayyid Quthb. ibid, hlm : 72
Lazimnya penggunaan ilustrasi ini mengikuti pola isti’arah, yaitu dengan
menyamakan benda mati, fenomena alam dan yang sejenisnya dengan makhluk hidup
seperti manusia. Kemudian disebutkan di dalamnya pekerjaan-pekerjaan yang hanya
dilakukan oleh makhluk hidup. Atau juga menggunakan pola tasybih, yaitu dengan
menyebutkan persamaannya yang konkret, riil dan penuh gerakan.
Ilustrasi khayal dengan mengikuti pola isti’arah, yaitu dengan menyamakan benda mati,
fenomena alam dan yang sejenisnya dengan makhluk hidup seperti manusia
Contohnya adalah surat al-A’raf ayat 54
dan kami datangi amal-amal kebaikan yang telah mereka kerjakan, maka kami
jadikan amal-amal itu bagai debu yang berterbangan.
Ilustrasi gerakan khayalan debu berterbangan memperkuat makna yang dimaksud
yaitu bahwa kebaikan-kebaikan yang dikerjakan oleh orang-orang yang tidak
beriman di sisi Allah Swt tidak ada nilainya dan sia-sia sebesar apapun kebaikan
itu. Di dalam tasybih ini juga ada makna merendahkan. Ilustrasi gerakan juga
terdapat pada kata kerja “kami datangi”, sebagaimana Allah SWT pasti akan
meminta pertanggungjawaban mereka, meski mereka tidak menghendaki.
Ragam gerak yang lain dari ilustrasi konkret ini adalah gerakan cepat dan berkelanjutan
Contohnya dalam surat al-Hajj ayat 31
َّ ت ِم ْن ُس ْو ٍء َت َو ُّد لَ ْو أ
َن َبْيَن َها َو َبْينَهُ أ ََم ًدا ْ َضًرا َو َما َع ِمل
ِ َس ما ع ِمل
َ ْت م ْن خَرْيٍ خُم
ِ
ْ َ َ ٍ { َي ْو َم جَت ُد ُك ُّل َن ْف
}بَعِْي ًدا
hari dimana setiap jiwa mendapati amal kebaikannya dihadirkan, juga amal
kejelekannya, dimana setiap jiwa itu berharap antara ia dan amal kejelekannya
itu terpisah dengan jarak yang jauh.
Kata “ مخضرdihadirkan” membawa imajinasi pembaca kepada situasi seakan-akan
makna abstrak itu, yaitu amal perbuatan, berubah menjadi benda padat yang dapat
dibawa dan dihadirkan di hadapan sang Maha Pencipta.
Bentuk ilustrasi ini juga digunakan untuk mengungkap suasana hati yang abstrak seperti
perasaan gelisah dan cemas.
Seperti dalam surat at-Taubah ayat 118
ِ ِ
ت َعلَْي ِه ْم أَْن ُف ُس ُه ْم َوظَن ُّْوا
ْ َضاق ْ َض مِب َا َر ُحب
َ ت َو ُ ت َعلَْي ِه ُم األ َْر َ {و َعلَى الثَّاَل ثَة الَّذيْ َن ُخلِّ ُف ْوا َحىَّت إِ َذا
ْ َضاق َ
}اهلل إِاَّل إِلَْي ِه
ِ أَ ْن الَ م ْلجأَ ِمن
َ َ َ
dan atas tiga orang yang tidak ikut berperang (Tabuk), sehingga bumi yang luas
itu menyempit terhadap mereka, dan juga jiwa-jiwa mereka, dan mereka yakin
tidak ada tempat berlindung dari-Nya kecuali kembali kepada-Nya.
Suasana gelisah dan cemas yang mendalam diilustrasikan dengan gerakan bumi
menyempit terhadap mereka, demikian juga hati mereka. Ilustrasi konkret ini
memertajam redaksi dalam mengungkap suasana hati menjadi lebih jelas dan
akurat.
Selain tema suasana hati, bentuk ilustrasi ini juga digunakan mengungkap sikap nalar
seperti sikap tidak mempercayai pesan agama seakan-akan mereka tidak mendengarkan.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Isra’ ayat 46
}{ َو َج َع ْلنَا َعلَى ُقلُ ْوهِبِ ْم أَكِنَّةً أَ ْن َي ْف َق ُه ْوهُ َويِف ْ أَ َذاهِنِ ْم َو ْقًرا
dan kami jadikan atas hati mereka penutup (yang menutup)mereka memahami
(Al-Qur’an) dan atas telinga mereka ketulian.
Kata أكنةadalah bentuk jamak yang bermakna benda yang menutupi. Ungkapan
ini menjelaskan sikap mereka yang tidak mau menerima pesan allah al-Qur’an
seakan-akan terdapat banyak benda yang menutupi rapat-rapat akal pikiran
mereka. Ilustrasi ini menggunakan pola isti’arah yang menyamakan sikap
sombong dan ingkar dengan sebuah benda yang menutupi akal pikiran.
Ilustrasi konkret juga dapat juga ditampilkan dalam bentuk kinayah
Seperti dalam surat Hud ayat 44
mengilustrasikan keadaan berlabuhnya bahtera nabi nuh secara kokoh dan tenang,
tidak goyah atau miring, bergerak-gerak atau goncang. Keadaan ini juga turut
menenangkan suasana hati para penumpangnya.
Selain mengandung unsur imajinasi, gaya bahasa kinayah juga efektif untuk
menyampaikan makna secara santun.
Seperti ayat surat al-Baqarah ayat 235
8
Sayyid Quthb. At-taswirul-Fanniyyu Fil-Qur’an, hlm :
1. Kata-katanya fasih, tidak saja mudah diucapkan dan cepat dapat dipahami
oleh setiap orang yang mendengar, tetapi juga membayangkan dan
menggambarkan peristiwa-peristiwa yang ada secara nyata.
2. Kekuatan susunannya, teratur rapi, yang membayangkan pemikiran yang
teratur dan tersusun baik
3. Mempunyai tujuan yang jelas. Demi mendengar ayat-ayatnya terlintas dalam
pikiran kebenarannya serta gambaran yang hidup dan menarik hingga
terketuklah perasaan dan hati nurani bagi setiap orang yang membaca dan
mendengarkannya.
Contoh ayat-ayat yang mengandung nilai seni dalam Al-Qur’an
Kata yauma tarjufur rajifah merupakan kinayah yang mana makna sesungguhnya
adalah kiamat. Kiamat diilustrasikan dengan kata tersebut karena dianggap lebih
efektif dan menimbulkan imajinasi terhadap pembaca bahwa betapa dahsyat hari
itu (kiamat) yang dapat mengguncangkan alam.
18 : َّس } التكوير ِ ُّ
َ {والصْب ِح إ َذا َتَنف
“dan demi subuh apabila fajar telah menyingsing”
ِ ِ
ُ ت يَ َداهُ َو َي ُق ْو ُل الْ َكاف ُر َيلَْيتَيِن ْ ُكْن
: }ت ُتَرابًا َ {إ َّن أَنْ َذ ْرنَ ُك ْم َع َذابًا قَ ِر ْيبًا َي ْو َم َيْنظُُر الْ َم ْرءُ َما قَد
ْ َّم
Ungkapan “ya lailani kuntu turaba” adalah kiasan dari ‘aku menyesal’,
penggambaran menggunaan kinayah dirasa lebih efektif dan menyentuh. karena
dengan ungkapan tersebut pembaca seolah dapat membayangkan bagaimana
menyesalnya orang kafir nanti pada hari kiamat sehingga mereka berharap
alangkah lebih baik kalau dulu (semasa hidup) mereka tercipta sebagai tanah saja.
ِ ۡ ۖ ٍ ِٰ
َ { َس َّخَر َها َعلَ ۡي ِه مۡ َۡسب َع لَيَالٖ َومَثَنيَةَ أَيَّام ُح ُسومٗ ا َفَتَرى ٱ لَق ۡوَم ف َيها
}ص ۡرَع ٰى َكأَن َُّه مۡ أَۡع َج ُاز خَن ۡخٍل َخا ِويَ ٖة
Surat Al-Haqqah, Ayat 7
“Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari
terus-menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati
bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk)”.
Ayat ini diilustrasikan menggunakan pola Tasybih yakni ‘keaadaan kaum ‘Ad
yang mati berkelimpangan diserupakan layaknya batang-batang pohon kurma
yang telah lapuk dan roboh ke tanah. Ilustrasi seperti ini akan membawa pembaca
untuk berkhayal bagaimana para kaum yang membangkang tersebut mati satu
persatu seperti pohon yang telah lapuk dan roboh dengan sendirinya.
Surat Al-Ma'arij, Ayat 8-9 ُ َ َوتَ ُكو ُن ٱ ۡل ِجب،ٱلس َمٓاءُ َكٱ ۡل ُم ۡهِل
} ال َكٱ ۡلعِ ۡه ِن َّ {يَ ۡوَم تَ ُكو ُن
“(Ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga, dan
gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan)”
Ayat ini juga digambarkan menggunakan pola Tasybih. Pada Hari kiamat yang
mana langit diumpamakan laiknya cairan tembaga yang melelah dan gunung
hancur bagaikan debu. Ilustrasi konkret ini dirasa lebih efektif karena akan
membuat pembaca ngeri dan membayangkan betapa dahsyat hari itu.
“Dan sesungguhnya aku setiap kali menyeru mereka (untuk beriman) agar
Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jarinya ke telinganya
dan menutupkan bajunya (ke wajahnya) dan mereka tetap (mengingkari) dan
sangat menyombongkan diri.
Kesimpulan
Gaya bahasa menjadi media yang mampu menampilkan makna dengan menarik.
Sebagai kitab mukjizat, gaya bahasa Al-Qur’an diyakini yang terbaik dan di luar
jangkauan manusia. Gaya bahasa yang efektif, efisien, berkesan, hidup, bernilai estetika
tinggi. Salah satu komponen gaya Al-Qur’an ini adalah imajinasi, imajinasi dalam dalam
gaya bahasa Al-Qur’an dapat ditampilkan dalam bentuk-bentuk gaya bahasa yang sudah
dikenal masyarakat Arab seperti tasybih (simile), isti’arah (Metafora), majaz mursal
( hypallage), dan kinayah (metonimia). Dengan menggunakan bentuk-bentuk tersebut,
makna-makna abstrak diilustrasikan secara hidup, nyata dan kuat. Ilustrasi itu dilakukan
dengan menghembuskan nafas kehidupan melalui penyebutan kata kerja atau kata
perjelas yang menjadi ciri khusus dari makhluk hidup. Ilustrasi ini disebut dengan at-
tasykhish (personafikasi). Atau dengan menampilkan makna abstrak dalam bentuk benda
padat secara umum, dan ini disebut at-Tasjim (pembendaan).
Daftar Pustaka
Routledge
al-Maktabatul ‘arabiyah
Quthb, Sayyid. 2010. At-tashwirul fanniyyu fil qur’an. Kairo : Darus Syuruq.