Anda di halaman 1dari 18

Halaman 9,

A. Stilistika dalam Konteks budaya arab


Sastra adalah karya yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya ,
hasil kemasannya akan tergantung pada bagaimana cara mengemasnya.
Ada pengemasan bahasa dengan penekanan pada aspek bunyi atau
musik huruf; hasilnya disebut dengan puisi(syi’ir). Ada pengemasan
bahasa dengan penekanan pada aspek dialog; hasilnya disebut dengan
teater. Ada pula pengemasan bahasa demgan penekanan pada aspek
uraian atau deskripsi dan hasilnya adalah kisah, hikayah dan novel .
Karya sastra bukanlah sekedar pengungkapan kata-kata, melainkan
ia juga merupakan hasil pemikiran dan media penyampaian misi
kemanusiaan, nasionalisme, seni, dan sikap dalam menghadapi tingkah
laku dalam kondisi tertentu . selain itu, karya sastra juga lahir dari sosok
pribadi yang memiliki kecakapan tertentu dan dalam kondisi yang
tertentu pula. Semuannya itu berperan pada pembuatan suatu karya
sastra.
Hal – hal di atas membuat kritik sastra dibarat pada abad XIX dan XX
berada di persimpangan karena terjadi tarik –menarik antara berbagai
kecendrungam adaperkelompokan kriktikus yang melihat sastra dari
hubungan antara sastrawan dan karyannya, memurut kelompok
Halaman 10,

ini, karya sastra adalah pengungkapan sebagai episode atau


keseluruhan kehidupannya.pandangan ini melahirkan apa yang dikenal
dengan biografi sastrawan. Ada kriktikus sastra yang memerhatikan
sastra dari aspek kejiwaan sastrawannya yang tekadang tidak tampak
dalam hidup kesehariannya. Pandangan ini melahirkan psikologi sastra.
Kriktikus lainnya memerhatikan sastra kaitannya dengan masyarakat,
termasuk lapisan–lapisannya dan kondisi serta masa kelahirnya dari sini
muncul sosiologi sastra. Selain itu, ada kritikus sastra yang
memperhatikan aspek-aspek lainnnya, seperti nasionalisme, politik,
teologi dan filsafat.
Kecendrungan-kecendrungan tersebut membuat para kritikus terlena.
Mereka cenderung lebih memperhatikan teori-teori sosial, teori psikologi
dan teori-teori lainnya dari pada teori sastranya, kondisi ini mendorong
para peneliti dan kritikus sastra lainnya untuk kembali pada kritik sastra
yang terfukus pada aspek bahasa sastra itu sendiri. Dengan kritik ini bisa
diketahui nilai suatu karya. Kritik sastra yang terfokus pada aspek
kebahasaan terus belangsung di dunia kritik dibelahan eropa. Corak
penelitian ini dikenal dengan beberapa istilah , yaitu kritik bahasa, kajian
struktural, atau stilistika. Tokoh dalam kajian ini , diantaranya ialah
Charless Bally (1865- 1947). Bally adalah murid Ferdinand de Saussure
(1857-1913), seorang tokoh yang dikenal sebagai peletak dasar linguistik
moden. Sementara Bally dikenal sebagai peletak dasar stilistika modern.
1

1
Ahmad Darwisy, Dirasah al-Uslub bain al-Muashirah wa at-thuras, (kairo: dar gharib
li at-thiba’ah wa al tauzi’, 1998) 13-14
Gaya merupakan fenomena yang muncul bersamaan dengan munculnya
manusia dimuka bumi. Setip manusia memiliki gaya yang khas. Begitu
pula dengan bahasa. Setiap bahasa memiliki cara penguacapan dan
kaidah-kaidahnya sendiri yang berbeda dengan bahasa lainnya.
Bangsa arab sebagai bagian dari komunitas dunia meniliki kekhasan
bahasa dalam mengungkapkan gagasan, citra, dan rasanya.
Halaman 11,

Pada masa pra-islam dikenal karya-karua puisi gelar dipasar ‘uka>zh atau
pun disekitar ka’bah. Pada masa islam, al-Quran turun dengan bahasa
lisan yang banyak memilih kata-kata dan gaya penuturan yang lenih
mengena dan memudahkan penghafalan, seperti pengulangan kata atau
kalimat, penggunaan lawan kata, dan keserasianBunyi akhir. 2 pemilihan
kata dan gaya penuturan yang khas ini banyak mengejutkan para
pujangga arab saat itu. Diantara pujangga arab yang terkagum dengan
kekhassam gaya al-Quran adlaah al-Walid bin al-Mughorah. Sebgaimana
digambarkan dalam alqiram sebagai berikut: QS. AlMuddaststir [74]: 18-
25.
Pada masa penyebaran islam, berbagai suku bangfsa masuk agama islam.
Kemudian terjadilah dialog antara budaya dan agama-agama sekitar
mereka dan ajaran al-Quran. Dari dialog ini, muncul beberapa
permaslahan, antara lain: apakah firman allah itu makluq(diciptakan)
ataukah Qadim (ada sejak dabhulu ), apakah shifatnya atau fiil-nya .
untuk menjawab permasalah-permasalahan tersebut, para ulama
mencari jawabannya . aktivitas ini dilakukan, terutapa oleh para pemikir
kalam (mutazilah dan asy’ariyah )3dalam budaya arab, stilistika berusaha
dari apresiasi

2
Muhammad Karim al-Kawwaz, Kalam allah, al-Janib asu-Syafahi min azh –zhahirah
al-Qur’aniyyah,( London : dar as-Saqi, 2002) 33-40
3
Ahmad Amin, dhuha al-islam, ( kairo: maktabah an-nahdhah alomishriyah, 1952),
163
Halaman 12,

para kritikus terhadap puisi dan pidato. Lalu pembahasan aspek aspek
kebahasaan dalam al-Quran .
Setelah pembahasan tentang firman allah, mereka melanjutkan
pembahasannya tentang ujaran manusia. Ujaran ,manusia itu sendiri
dibagi dua aspek , yaitu aspek nafs(ruh) yang tidak terucapkamn dan
aspek lafazh (yang diucapkan). Dari pembagian ini,. ,muncul pembahasan
tentang hubungan antara aspek pertama dan aspek kedua . pembahasan
ini melahirkan istilah al-Asybah wa an-nazhair. Al-mustarak, al-
Mutadhaddah, dan sebaginya.
Mutazilah-karena penghargaan mereka yang sangat tinggi terhadap
rasio-memeroleh karya yang sangat gemilang dalam mengungkap
apresiasi aspek kebahasaan al-Quran diantara merae yang paling getol
memerhatikan aspek retorika al-Qur’an adalah al-jahiz (III H.). ia telah
menulis tiga buku : Nazm al-Qur’amn au ,in al-Qurean , dan Masail ,,in al-
Quran/ ia memfokuskan diri pada aspek semantik, terutama kata-kata
dalam kontek tertentu yang ,emgamdung makna tertentu pula. Lai al-ijaz
dan al-hazf (ellipxix) menurutnyz. Al-quran adlah teks bahasa yang penuh
dengan ciri khas. Berdasarkan pene,uan –temuan itu, ia menyusun teori
teori balaghah dan nazhm.4
Menurut ibn qutaibah (w. 267 H, ( , gaya ditentukan oleh tuntutan
konteks, tema dan penutur. Menurutnya, gaya merupakan seku,mpulan
daya pengungkapan kata atu kalimat yang bergantung pada tujuan
tertentu dari tujuan-tujuan tuturan. Dengan kata lain langkah awal dari

4
Muhammad Zaglul Sala,. Atsar al-Quran fi tathawwur an-Naqd al-arabi,(kairo:
maktabah asy0Syabab, 1982); Ahmada Abu Zaid, al-Manhiy al-i’tizaliy fi al-bayan wa
ikaz al-Quran , 35
gaya adlaah penentuan medan makna yang luas, lalu pemilihan metode
yang cocok untuk menggabungkan kosakata-kosakata sehingga mampu
mentransder pemikiran yang ada dalam benak si penutur. Dengan
demikian, banyakjnya gaya tergantung
pada banyaknya situasi dan kondis, medan makjna dan kemampuan
pribadi untuk menyusun tutran . 5
Al-khaththa>bi (abad (IV H). dalam bukunya bayan i’jaz al-Quran telah
menjelaskan gaya dan kata. menurutnya, banyaknya gaya disebabkan
berubah-ubanya tujuan. Setiap perubahan tema berimplikasi pada
perubahan gaya. Demikian pula, perubahan gaya mengikuti perubahan
metode atau cara yang ditempuh penuturnya. 6
Pada separuh kedua abad IV, al-baqilani menyuarakan pendapat
asyariya-nya . ia berpendapt bahwa kalam allah itu ada dua: pertama,
kama/firman yang terdiri atas huruf dan suara yang dicitakan dan “baru”:
inilah alquran ; kedua, kalam nafsiy, yaitu firman yang mekejat oada zat
allah, ia adkah satu substansui yang tidak bisa dibagi-bagi. Dari
pernyataan ini, al-baqilani kemudian mengembangkannya pada
pemahaman tentang gaya. Menurutnya, gaya sangat berhubungan
daenga penuturnya. Tuturan itu daoat memberikan gamnbaran-
gambaran tentang tujuan-tujuan yang ada pada diri oenutur, namun
tujua tujuan tersebut hanya dapat diketahui melalui ungkapan –
ungkapan. Dengan demikian, menurutnya, gaya berfungsi sebagai
pengungkap tujjuan-tujuant tersebut . 7
Pemahaman al-baqilani tntang gya mirip dengan pemahaman yang
berkembang sekarang ini, sebgaimana diungkapkan Buffan: le style est
l’homme meme ( gaya adalah orangya itu sendiri). Menurut al-baiqilani,
gaya merupakan cara tersendiri yang ditempuh oleh setiap penyair.
Setiap penyair memiliki gaya sendiri-sendiri. \

5
Ibn Qutaibah, Ta’wil Musykil al-Quran, (kairo: al-halabi, 1977), 11

6
Al-Khattthabi. Bayan Ijaz al-Quran (kairo: dar al-maarif, 1968) 66
7
Muhammad’abd lathif Qadhaya al-Hadatsah ‘inda ‘abd ‘al-Qhohir al-Jurjani, (kairo :
t,p., t.t.),
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa gaya sangat berhubungan dengan
ggendre atau jenis sastra. Oleh karena itu, al-Quran memilik yang khas
yang berbeda dengan gaya sastra arab lainnya/ susunan al-quran ,
termasuk unsur Ijaz, berbeda degna susuna n tutran oarnag –orang arab.
Ia ,memiliki gaya yang berbeda dari apa yang dikenalan pleh orang –
orang arab. 8
Abd al-Qahir al-Jurjani (w. 471H,), sebagaimana ulama-ulama lainnya,
membahas gaya dalam kontek i’jaz al-Quran. Diantara teorii –teorinya
yang cemerlang adlah teori Nazhm yang dia kemyukakan dalam kitam
dalail al-Ijaz. Teori nazhm tersebut dapat diintisarikan sebagai berikut :
a. Nazhm adlah keterkatian antara unsur-unsur dalam kalimat salah
satu unsur dicantumkan atas unsur lainnya dan salah satu unusur
ada disebabkan ada unsur lainnya;
b. Kata dalam nazh, ,,mengikuti makna. Kalimat bisa tesuusun d;lam
ujaran karena maknaya sudah tersususn telenih dalulu dalam jiwa 9
c. Kata harus diletakkan sesuai dengan kaidah gra,matikanya sehingga
fungsi semua unsur dalam kaliamta diketahioo sebagaimana yang
seharusnya;
d. Dalam keadan terpisah. Huru-huru yang menyatu dengan makna
memiliki karakteristik tersendiri sehingga semuannya diletakkkan
sesuai dengan kekhasan maknanya. Mislnya, huruf ma( ‫ (ما‬diletakkan
untuk ,makan negais dalam konteks sekarang, huruf La (‫ (ال‬diletakkan
untuk mana negasi dalam konteks future,
e. Kata bisa berubah dalam bentuk ma’rifah, nakirah,
pengedepankanan,a pengeakhiran ellipsis, dan repitisi. Semua

8
Al-Baqilani, Ijaz al-Quran , (kairo t.p., 1978), 38
9
Abd al-Qo.hir al-Jurja>ni, Kitab Dala’il al-I’jaz, (kairo: Maktabah al-Khanji, 2004) hal
55-56
diletakkan pada porsi masing masing dan dipergunakan sesuai
dengan yang seharusnny6a10 dan
f. Keistimewaan kata bukan dalam banyak sedikitnya makna,
melainkan dalam peletakannya sesuai dengan makna dan tujuan
yang dikehendaji oleh kalimat. 11
Jikad diperhatikan cara kerja analisisnya, khususnya dalam kitab dala>’il
al-Ijaz, akan didapati cara kerja analisis stilistika yang sangat cermat. Ia
jadikan gaya-gaya arab sebagi patokannya, seakan-akan gaya al-Quran
itu merupakan deviasi darinya.
Semua yang ia jelaskan tadai merupaka cara bahasan dalam stilistika
modern. Ia telah mendahului teori –teori stilistika yang dikemukakan
Charless Bally (1865-1947) atau ahli stilistika barat lainnya. Dengan
demikian, tidak berlebihan jika ‘abdul al-Qohir al-Jurjani (w. 471 H. )
disebut sebagao pletak pondasi stilistika .

Stilistika dalam kajian sastra


Ada tiga yang membicarakan posisi stilistika di dalam studi linguistic dan
sastra. Pertama, stilistika adlaah salah satu cabang linguistic. Pendapat
ini dikemukakan oleh Rene Wellek. G. W. Turner, dan E. l. Epstein. Lebih
jauh dikatakan bahwa analisis linguistic apa saja pada akhirnya akan
12
beubah menjadi kajian stilistika Kedua, stilistika adalah kajian yang
menghubungkan linguistic dengan sastra, pendapat ini dikemukakan oleh

10
Abd al-Qo.hir al-Jurja>ni, Kitab Dala’il al-I’jaz, 82
11
Abd al-Qo.hir al-Jurja>ni, Kitab Dala’il al-I’jaz,87
12
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah, Madkhal Nazhariy wa dirasah
tathbiqiyyah (Kairo: Maktabah al-Adab, 2004), 48; G.W. Turner, Stylistics, (London: A.
pelican Book, 1973), , 238
Stephen Ullmann.13 Hampir senada dengan pendapat Stephen, Leo
Sprizer berpendapat bahwa stilistika dapat menghubungkan linguistic
dengan sejarah sastra.14 Ketiga, Stilistika adalah fase perantara antara
linguistic dan kritik sastra. 15
Ketiga pendapat ini sepakat akan eksistensi stilistika. Perbedaan terjadi
dalam sudut pandang mereka. Rene Wellek. G. W. Turner dan E.L>
Epstein melihat stilistika dari sisi subtasnsinya. Menurut mereka, stilistika
berada dikelompok linguistic. Sedangkan pendapat kedua dan ketiga
melihat stilistika dari fungsinya, yakni bahwa stilistika berfungsi sebagai
mediator yang menghubungkan linguistic dengan sejarah/sastra, atau
berfungsi sebagai mediator yang menghubungkan linguistic dengan kritik
sastra.
J. Stilistika dan Balaghah
Dalam literature Indonesia, retorika termasuk kedalam kajian stilistika.
Dalam literature arab, ilmu balaghah(istilah yang sepadan dengan
retorika) merupakan disiplin ilmu tersendiri dan lebih dulu muncul
disbanding stilistika (ilmu al-Uslub). Dalam literature arab, kedua ilmu
tersebut banyak memiliki kemiripan. Ilmu balafhah banyak menggunakan
istilah Muqtadha al-Hal, sementara Stilistika banyak menggunakan istilah
mauqif. Kedua istilah ini sama-sama mengacu pada suatu keharusan
menggunakan lafal atau kkalimat sesuai dengn situsi dan kondisi.

13
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah, Madkhal Nazhariy wa dirasah
tathbiqiyyah (Kairo: Maktabah al-Adab, 2004), 50; Stepen Ullman, Stylistic and
semantic in literary style A Symposium, 133
14
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah, Madkhal Nazhariy wa dirasah
tathbiqiyyah (Kairo: Maktabah al-Adab, 2004), 50 Leo Spilzer, Linfuistic and Literar
istory, Essay in Stylistics, (New York :t.p., 1962),10
15
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah, Madkhal Nazhariy wa dirasah
tathbiqiyyah (Kairo: Maktabah al-Adab, 2004), 51 ; H. G. Widdowson, Stylistic and
the teaching of literature, 3
Meskipun demikian, diantara keduanya ada beberapa perbedaan yang
bisa dicatat disini , yaitu :
a. Ilmu balaghah termasuk kelompok ilmu bahasa lama yang statis,
sedangkan stilistika termasuk ilmu bahasa baru yang dinamis dan
berkembang. Ilmu balaghah sangat memperhatikan macam-macam
pengungkapan yang disesuaikan dengan runtutan keadaan
(mauqtadha alhal), namun dalam pemilihan nnya terpaku pada masa
dan ragam bahasa tertentu. Sementara stilistika, sebagimana ilmu
bahasa lainnya, daoat mengkaji fenomena-fenomena bahasa dari
dua arah: pertama, Arah horizontal, yaitu mendekskripsikan hubngan
fenomena –fenomena bahasa antara yang satu dan yang lainnya
dalam suatu kurun waktu tertentu, dan kedua, arah fertikal, yaitu
mengkaji perkembangan suatu fenomena bahada dalam beberapa
masa;
b. Kaidah-kaidah ilmu balaghah bersifat statis, tidak mengalami
perubahan. Dalam ilmu balaghah, pemilihan beberapa kalimat tidak
terlepas dari kaidah-kaiah, sebagaimana halnya dalam kaidah i\lmu
nahwu(sintaksis). Dengan demikian. Kalimat yang tidak sesuai
dengan kaidah tersebut dianggap sebagi suatu kesalahan, sementara
stilistika mengkaji fenomena bahasa. Pendekatan ini menjelaskan
perubahan-perubahan serta fenomena-fenomena tersebut
berdasarkan maksud penutur dan kesan pendengar atau
pembacanya tanpa menghakimi apakah fenomena tersebut salah
atau benar. Selain itu, stilistika menggunakan dua teori, yaitu
preferensi dan deviasi. Implikasiinya, ketika menyimak suatu teks,
pemilihan dan penyimpangan kalimat yang ada didalamnya dapat
diungkapkan.
c. Ilmu balagha dibangundengan logika dan alur pemikiran
ilmiah(sekalipun berupa tema-tema sastra) dan lebih berperan
dalam ragam pidato ketimbang dalam ragam puisi. Unur yang palng
dominan dalam retorika adalah bagiamna agar ucapan bia esuai
dengn nalar lawan bicara. Stilitika tumbuh dan berkembang pada era
menjalarnya psikologi ke segala sector kehidupan, perhatian para
psikolog terhadap aspej jiwa lebih menonjol ketimbang perhatiannya
pada aspek akal. Oleh karena itu, istilah mauqif dalam stilistika lebih
rumit dari pada istilah Muqtadha al-hal dalam ilmu balaghah . 16
d. Stilistika bekerja setelah tuturan itu ada. Kemunculannya disebabkan
oleh keberadaan karya sastra. Pembahasannnya tidak berangkat dari
kaidah-kaidah yang mendahuluinnya atau hihipotesa-hipotesa yang
telah disiapkan , ia pun tidak ditunjuk uy\ntuk menilai baik tidaknya
suatu karya sastra. Hal ini berbeda dengan balaghah, dimana
penilaian terhadap tuturan didasarkan pada aturan dan kaidah yang
telah baku karena kemunculannya sebelum karya sastra itu ada.17
Akhir –akhir ini, ada kecendrungan sebagianm ahli ilmu balaghah untuk
menata kembali ilmunya, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahmad asy-
Syayib, seorang mantan guru besar pada universitas kairo/ oa tidak mau
terkait lagi ooleh pembanggian balaghah menjadi maani, bayan dan badi
./ menurutnya, klarifikasi ini tidak mencakup seluruh permasalahan
balaghah. Topik-topik olmu balaghah seharusnya dikembalikan pada
karakteristiknya yang paling penting , yaitu muthabaqoh al-kalam lo
muqtadha al-hal (kesesuaian ucapan dengan tututan keadaan). Oleh

16
Syekh Muhammad ‘ayyad, Madkhal ila ilm al-uslub, ( Riyadh: Dar al-Ulum,1982),
44-47
17
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah, Madkhal Nazhariy wa dirasah
tathbiqiyyah (Kairo: Maktabah al-Adab, 2004), 51
karena itu, menurutnya, ilmu balaghah terbagi menjadi dua bahasan
pokok, yaitu uslub (style atau gaya ) dan seni sastra. Uslun mencakup
kajian tentang unsure-unsur dan sifat-sifatnya. Kata , kalimat, paragraph,
ungkapan , dan seni penggambarab, seni sastra sendoro mencakup
seluruh ragam sastra (puisi, prosa).18 Dari uraian ini, terlihat bahwa
balaghah dan stilistika, disam[ing memiliki kemiripan juga terdapat
perbedaan , terutama dalam cara kajiannya.
2. stilistika dan kritik sastra
Menurut andre hardjana, kritik sastra mencakup tiga aspek, yakni aspek
historis, aspek rekreatif, dan aspek penghakiman. Kritik historis
mempunyai tugas untuk mencari dan menentukan akikat dan ketajaman
pengungkapan suatu karya sastra dalam jalinan historisnya. Kritik
rekreasi (re-kreasi) mempunyai tugas untuk menciptakan kembali atau
merekonstruksi karya sastra, sementaa kritik penghakiman mem[punyao
tugas mementukan nilai karya sastra. 19
Stilistika dan kritik sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu tuturan
atau karya sastra. Hanya saja, stilistika mengkaji karya sastra yang
terpisah dair hal-hal sekelilingnya, seperti aspek historis dan social-
politik. Objek kajiannya hanya tuturan atau karya sastra saja. Sedangkan
kritik memandang karuya sastra sebagi suatu kesatuan tang saling
melengkapi. Bahasa hanyalah salah satu aspeknya saja bi stilistika,
bahasa menyerupai unsure kimia di laboraturium yang dirinya akan
dihasilkan rpoduk-produk tertentu.20

18
Ahmad s-sayib, al-uslhub ; dirasah balaghiyyah tahliliyyah li ushul al-Asalib al-
Adabiyyah, (kairo: maktabah an-nahdhah al-Mishriyyah, 1990), 36-37
19
Andre hardjana, Kritik Sastra, sebuah pengantar, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
utama, 1991), 27-28
20
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah…, 36
Dalam tulisabbbta tentang bahasa satra, Mick Short menyatakan bahwa
stilistika memeranjkan peranan yang sentral dalam membantu
menentukan apa yang dimaksud dengan teks. Lebih lanjut ia menyatakan
sebaai berikut :
Analisa stilistika yang berusaha untuk menghubungkan deksripsi
linguistic pada interpretasi adlaah bagian utama dari kritik (sastra) yang
baik. Ia merupakan bagian besar dari bagian –bagian yang ada
didalamanya. Katakana, dalam mendukung pandangan tertentu tentang
puisi, atu memberikan alas an untuk mendukung suatu interpretasi
tertentu dari interpretasi lainnya. 21
Kedua ilmu ini memiliki ranah penelitiannya masing masing satu sama
lainnya tidak akan terjadi tumpang-tindih. Justru, stilistika akan
membuka jalan bagi kritik sastra yang lebih efektif.
3. kelebihan dan kekurangn stilistika
Stilistika dapat menguak aspek-aspek keindahan teks dnegn berusaha
memahami kandungan teks dan amenganalisis unsure unsure
pembentukan teks. Selain itu, analisis stilistika juga berperan dalam
memperlihatkan pemikiran penulis, makna kata, dan konteks suatu
teks.22
Hanya sajaa, didalam melakukan penelitian, para peneliti stilistika
terkadang mengambil sampel yang tidak representative sehingga tidak
bisa samoaui pada kesimpulan yang benar –benar menggambarkan karya
sastra secara keseuruahn. Meskipun demikiajn, kekurang ini tidak begitu
berbahaya asalkan peneliti masih berpegang pada perinsip Buffon : le
Style estI’homme meme (gaya adalah orangnya itu tersendri) artinya,

21
Joanna Thornborrow and Shan Wareing, Patterns in Language, an Introduction to
language and literary Gaya, (London: routledge, 1998), 210
22
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah… 53
gaya menggambarkan karakteristik orang (penulis) –nya melalui karya-
karyanya,
Dalam menganalisis kata atu kalimat, peneliti gaya terkadang kehilangan
makna keseluruhan karya itu. Untuk mengatasi hal ini, sebelum dan
sesudah penelitian, peneliti harus membaca karya yang diteliti itu secara
keseluruhan . dengan demikian, kesimpulan yang diambil tidak hanya
berlaku untuk paragraph tertentu saja, tetapi juga untuk struktur karya
seca menyeluruh .
Selain itu, kesimpulan yang diambil peneliti mungkin ntidak
menggambarkan maksud yang hakiki dari penulis,. Kesimpulan yagn
diambil juga tekadang tidak dapat diselaraskan dengan yang pernah
penulis maksudkan. Biasanya memang sangat sulit untuk menetukan apa
yang dimaksudkan penulis dalam karuanya karena penuilis berhubungan
erat dengan konteks yang ia hadapi. Dalam hal ini, para peneliti stilistika
berpendapat bahwa gaya itu adalah pilhan. Penulis memilih salah satu
pilihan dari sekian pilihan yang menurutnya paling sesuai dengan apa
yang dikehendakinya, bukan apa yang baik dan benar untuk
mengungkapkan apa yang dimaksudkannya. 23
Dlaam kajian stilistika, pembahasan tidak ditarik keluar kepentingan
bahsa, sebagaimana pernah terjadi di Barat. Ini merupakan hal yang
paling esensial dalam stilistika. Stilistika juga tidak digunakan untuk
memperkuat teologi suatu kelompok dan menyerang kelompok lain
sehinngga objektivitasnya daoat terus terjaga.
g. Ranaha kajian stilistika
Ada tiga ranah kajian stilistika, yakni:

23
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah… 56 dan 57
a. Berdasarkan teorical stylistics(al-uslubiyah an-nazhariyyah):
ranah kajian stilistika adalah bahasa yang digunakan dlam karya
sastra hingga penafsiran tuturan sastra didasarkan pada unsure –
unsur bahasa. Hal ini menjadikan bahasannya meluas ke seluruh
cabang linguistic . theoretical stilistik\cs bertujuan membuat
kaiadah-kaidah teoritis yang dapat dijadikan axuan para kritikus
stilistika dalam analisis teksnya
b. Berdasarkan applied stilistitcs(al-uskubiyyah al –tathbiqiyyah):
ranah kajian analisis adlaah teks sastra dengan mencara
karakteristinya karya sastra adalah karya seni. Penutur berkarya
dengan caranya sendiri, dengan tujuan antara lain, bagaimana
dapat memberikan kepuasan dan pengaruh kepada orang lain.
Adapun perbedaannya dengan yang pertama adalah jika
theoretical stylistics menggunakan metode-metode tertentu
secara konstan maka applied stylistics menggunakan berbagai
metode di dalam kajiannya
c. Berdasarkan comparative stylistics (al-Uslubiyyah al-muqranah)
mekanisme stilistika pada dasarnya adalah melakukan
perbandingan, yakni mengkaji gaya –gaya tuturan dalam level
tertentu dan bahasa yamngn sama . hal ini dilakukan untuk bisa
dijelaskan karakteristik karya tersebut dengan cara
membandingkan antara satu karya tertentu dengan karya
lainnya. Dari situlah dapat diketahui peranannya dalam
menonjolkan aspek-aspek keindahan dalam teks-teks sastra.
Dalam kajian stilistika, p[erbandingan ini mensyaratkan adanya
dua teks atau lebnih, adanya kesamaan dalam tema atau tujuan
secara umum.24
Menurut Syukri muhammad’ayyad, stilistika mengkaji seluruh
fenomena bahasa mulai dri fonologi(bunyi bahasa) hingga semantic
25
(makna dan arti bahasa). Meskipun demikian, agar ranah kajian
tidak terlalu meluas, kajian stilistika biasanya dibatasi pada suatu
teks tertentu. Kajian ditekankan [ada masalah perferensi pengunaan
kata atau struktur bahasa dan hubungann pilihabn-pilihan itu untuk
identifikasi cirriciri stilistik (stylistic features). Cirri-ciri stilistika itu
dapat berupa sintaksis (tipe structural kalimat), leksikal (diksi,
penggunaan kelas kata tertentu), dan retoris tau devoaso
(penyimpangan dan kaidah umum tata bahasa). 26
Neburut Abrams, stilistika meli[uti fonologi, sintaksis, kesikal, dan
retorika (penggunaan rhetorical devices/ saranma retorika,
figurastuve language/ bahasa kiasan, dan pencitraan). Sedangkan
menurut Leech and Short, unsure gaya mencakup leksikal,
gramatikal, figures of speech, konteks, dan kohesi.27 Dengan
demikian . ranah kajian stilistika meliputi fonologi, leksikal , sintaksis
retorika(gaya retoris, kiasan , dan pencitraan), dan kohesi .
D. stilistika al-quyrn
1. pengertian dan ranah kajian stilistika al-Quran
Didepan telah disebutkan bahwa stilistika ialah ilmu yang menyelidiki bahasa
yang dipergunakan dalam karya sastra. Dengan demikian, stilistika al-Quran
adlah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam sastra al-

24
Fathullah Ahmad Sulaiman, Al-Ushlubiyyah… ,43
25
Syekh Muhammad ‘ayyad, Madkhal ila ilm al-uslub, 48
26
Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,1993), 14
27
Burhan Nurgiyantoro, teori pengkajian fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada versity
press, 2000), 289
Quran . aspek aspek bahasa yang dikaji dalam stilistika al-quran sama seperti
aspek-aspek dalam stilistika pada umumnya, yang meliputi aspek fonologi,
leksikal, sintaksis, tetorika (gaya retoris, kiasan dan pencitraan), dan kohesi.
Mengenai ranah kajian stilistika kisah dalam al-Quran disini digunakan Sayyid
Qutb 28 dan Muhammad Ahmad Khalafullah 29 Yang menekankan kajian pada
gaya pemaparan kisah, gaya dialog, dan gaya repetisi kisah.

28
Sayyid Quthb, at-Tashwir al-Fanni fi al-Quran , (Kairo : dar al-Maarif, 1975), 148-
150
29
Muahmmad Ahmad Khalafallah, Al- fann al-Qashashiy fi al-Quran al- karim ,
(kairo: Maktabah an-nahdhah al- Mishriyyah, 1951), 336-341

Anda mungkin juga menyukai