Anda di halaman 1dari 4

RESENSI KAMUS LISANUL ARAB KARYA IBNU MANZHUR

(Memenuhi tugas Kuliah Leksikology, Dosen Pengampu Dr.Dedi Wahyudin,MA.)

Oleh :

Azanulhaq

NIM: 180406001

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PROGRAM PASCASARJANA UIN MATARAM


RESENSI KAMUS LISANUL ARAB IBNU MANZHUR

Tugas Leksikology, Dr.Dedi Wahyudin,MA.

LISANUL ARAB IBNU MANZHUR

Nama lengkapnya Muhammad bin Mukram bin Ahmad bin Haqbah Al-anshari Al-Afriqi
(630-711 H/ 1232-1311 M), nasabnya bersambung kepada Ruwaifi’ bin Tsabit Al-anshari,
dilahirkan pada bulan muharram 630 H. Murid-murid beliau antara lain; Ibnu Muqir, Murtadha
Ibnu Hatim,Abdurrahim Ibnu Thufail,Yusuf Ibnu Al-Mahille dan sebagainya, Beliau wafat pada
tahun 711 H.

Aktifitas beliau,mencatat atau menulis karangan sepanjang hidupnya, menjadi Qadhi


atau Hakim, beliau sangat alim dalam ilmu nahwu, bahasa, sejarah, sastra. Karya sastranya
sangat bagus. Sepanjang hidupnya bercita-cita meringkas kitab-kitab panjang yang dikarang
sebelumnya, seperti kitab Mukhtasar Al-aghami, Mukhtasar Tarikh Bagdad (karya Al-
Baghdady),Mukhtasar Tarikh Dimasyqu(Ibnu Asakir), Mukhtasar Mufradaa Ibnu Baythar, dan
Mukhtasar Al-Dakhirah. Shufdi mengatakan “ aku hampir tidak menemukan kitab-kitab tebal
melainkan telah diringkas oleh Ibnu Manzhur”. Menurut Qutbuddin, Putra Ibnu Manzhur, karya
tulisnya mencapai ± 500 jilid buku. Cita-citanya meringkas kitab terwujud ketika beliau berhasil
mengarang kitab Lisanul Arab, kitabnya ini tidak merubah ringkasan kitab dari kitab-kitab
kebahasaan, bahkan kamus beliau lebih besar dan luas dari pada kamus-kamus sebelumnya.

Ibnu Manzhur termotivasi untuk menyusun kamus Lisanul Arab tersebut karena
ketidakpuasan beliau terhadap kitab-kitab yang ada sebelumnya setelah menelaah buku-buku
bahasa,mengi’lal tashrifnya, dan menemukan bahwa ada yang bagus dalam pengelompokan kata
tapi tidak baik dalam penempatannya, dan sebaliknya, baik dalam penempatannya tapi ada yang
tidak baik pengumpulannya.

Jadi beliau bermaksud menyatukan kedua keunggulan karya-karya tersebut dalam


kamusnya; antara baiknya pengumpulan kata dan peletakannya.Seperti contoh kitab Tahzibul
lughah(Imam Azhari) dan Muhkam (Ibnu Sida’) adalah kitab bahasa yang detail dan sempurna,
tapi lemah dalam penyusunan campur baur babnya. Namun di sisi lain kitab As-shihauh Al-
jauhari bagus dalam penyusunan dan strukturnya tapi lemah pada detailnya.

Dalam pendahuluan kitab Lisanul Arab dijelaskan bahwa kamus itu bersumber dari lima
kamus popular sebelumnya, yaitu : kamus Tahdzib(Al-Azhari), Muhkam (Ibnu Sida’), Al-
Shihah(Al-Jauhari), Hawasyi (Ibnu Bari) dan Nihayah (Ibnul Atsir) sehingga tidak
mengherankan jika kitab Lisanul Arab ini mencapai 20 jilid. Ibnu Manzhur menyatakan bahwa ia
hanya memindahkan materi kamus dari sumber aslinya Beliau berkata “ barang siapa
menemukan kesalahan ataupun kebenaran maka kita kembalikan kepada sumbernya pengarang
pertama, baik pujian maupun celaan, saya memindahkan dari asal muasal isinya , tidak
mengganti terhadap sesuatu, lebih baik saya melaksanakan amanah dalam pemindahan nash
dan tidak merubah pembicaraan selain yang tertera dalam nash”.

Para ulama mengakui kelebihan kamus Lisanul Arab ini mereka berkata bahwa membaca
kamus ini seperti membaca semua kamus yang terdahulu dengan kelengkapan,tata letak
,pengaturan dan pengelompokan yang lebih baik. Kamus ini terdiri lebih dari 80.000 kata, belum
termasuk kata-kata derivasinya(turunannya). Sayangnya menurut Abed Al-jabiri, kamus ini
belum memuat nama segala sesuatu yang berhubungan dengan alam atau industry, juga konsep
teoritis dan berbagai istilah yang telah yang telah dikenal pada saat itu. Abad 7 dan 8 H. terutama
di Kairo salah satu pusat peradaban utama dalam sejarah islam.

Dalam kamus Lisanul Arab ini Ibnu Manzhur mencoba mengkodifikasi semua kosa kata
bahasa arab yang ia gali dari kamus sebelumnya maupun ia cari sendiri, sehingga Lisanul Arab
menjadi kamus paling tebal yang dilengkapi derivasi kata.

Sistematika penyusunan kata dalam kamus ini sama persis dengan Assihah (Al-Jauhari)
yang terdiri dari beberapa kitab(nama huruf akhir) dan tiap kitab terdiri dari pasal-pasal(nama
hurup awal). Perbedaannya terletak pada pengambilan riwayat. Jika Al-Jauhari hanya memuat
riwayat makna dari syair,qasidah atau lainnya memiliki nilai sahih (valid), tetapi Ibnu manzhur
dalam kamusnya tidak membatasi pada riwayat yang sahih saja karena menurutnya sebuah
kamus bahasa seharusnya mampu merekam(kodifikasi) semua kosa kata bahasa arab.

Ibnu Manzhur memilih urutan materi kamusnya seperti yang dilakukan Al-Jauhari
sebelumnya dalam kamus Assihah-nya, artinya urutan bab dan pasalnya , jadi tidak perlu
mengulang. Dalam penyusunan ini Ibnu Manzhur menyusunnya dengan mengisinya, tidak
merubah, menambah atau menguranginya. Di dalamnya dibahas tentang huruf yang
menyimpulkan bab, jadi mencari sesuatu dalam kamus dari halaman pertama sehingga jelaslah
bab yang pertama, bab alif hamzah, dengan mencari sepanjang huruf hamzah. Dalam hal ini dia
hanya memindah dari Imam Abbas, Jauhari dan Ahmad bin Yahya. Ibnu Manzhur meletakkan
dua fasal mukaddimah yang mengiringi permulaannya, kadang yang pertama diperoleh dari tafsir
makharijul hurufnya, yang ada di permulaan sebagian surat Al-Qur’an, setelah itu dibahas
tentang sesuatu yang berhubungan dengan materi kamus itu sendiri.

Setelah munculnya kamus Lisanul Arab,banyak ahli yang meneliti dan mengkajinya dan
berusaha melakukan revisi terhadap kamus ini, revisi pertama dilakukan oleh Abdullah Ismail
Asshawi, ia menyasar penyusunan materi lisan berdasarkan urutan huruf hijaiyah. Sebagian
kecil dari revisi ini terbit tahun 1335 H namun kemudian terhenti.

Revisi kedua lebih banyak kemajuan, Muhammad An-Najari menyusun lafaz berdasarkan
semua huruf hijaiyah. Peletakan lafaznya sama saja antara mujarrad dan mazid. Di judulnya
berdasarkan runtutan semua huruf hijaiyah.

Anda mungkin juga menyukai