Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ILMU BADI’

Tentang :

MUQADDIMAH ILMU BADI’

Disusun Oleh :

Shabrina Bintani : 1811010045

Kenny Andika : 1811010048

Dosen Pengampu :

Drs. Wartiman, MA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

IMAM BONJOL PADANG

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahatas berkat dan rahmat Allah SWT., yang telah


melimpahkan kenikmatan yang luar biasa kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Ilmu Badi’ ini dengan lancar tentang “Muqaddimah Ilmu
Badi’ “ yang dibimbing oleh Bapak Drs. Wartiman, MA. Shalawat serta salah
tak lupa kami kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah menjadi zaman islamiyah seperti yang sekarang ini kita
rasakan bersama-sama.

Tidak lupa kami ucapkan kepada Dosen Pengampu atas bimbingannya dan
sudah memberi kami amanah untuk menyelesaikan makalah ini, serta arahan yang
mempermudah kami dalam menyelesaikan makalah ini. dan kami juga dapat
meningkatkan minat membaca dan mendalami muqaddimah dari ilmu badi’.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga makalah yang kami sajikan ini
dapat bermanfaat untuk kami dan kita semua, terutama bagi pembaca.

Padang, 04 Maret 2021

Pemakalah

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu Balaghah ialah suatu ilmu yang berlandaskan kejernihan jiwa dan ketelitian
dalam menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara
macam-macam uslub (ungkapan). Adapun ilmu balaghah memiliki tiga cabang
ilmu, yakni Ilmu Ma’ani, Bayan dan Badi’.

Pembahasan dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai ilmu badi’. Konsep
ilmu badi menjelaskan lafadz maupun keindahan makna. Lebih jelasnya akan
pemakalah jelaskan dalam makalah ini tentang Muqaddimah Ilmu Badi’.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu Badi’ ?

2. Bagaimana sejarah munculnya Ilmu Badi’ ?

3. Apa saja objek kajian Ilmu Badi’ ?

C. RUMUSAN MASALAH

1. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Badi’.

2. Untuk mengetahui sejarah Ilmu Badi’.

3. Untuk mengetahui objek kajian Ilmu Badi’.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Badi’

Ilmu Badi’ secara bahasa berarti bagus, indah. Ilmu Badi’ secara istilah, di
dalam buku Jawahir Al-Balaghah karya Al-Hasyimi yaitu :

‫علم يعرف به الوجوه واملزايا اليت تزيد الكالم حسنا وطالوة وتكسبوه هباء ورونقا بعد مطابقته‬

‫ملقتضى احلال ووضوح داللته على املراد‬

“Suatu ilmu yang dengannya diketahui segi-segi (beberapa metode dan


cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi kalimat dan memperindahnya) dan
keistimewaan-keistimewaan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus
dan menghiasinya dengan kebaikan dan keindahan setelah kalimat tersebut
sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas makna yang dikehendaki.”1

Atau ilmu Badi’ adalah ilmu untuk mengetahui cara-cara membentuk


kalam yang baik sesudah memelihara tujuan yang lain (muthobaqoh dan
wudhuhud dilalah). Kemudian cara membentuk kalam yang baik itu ada dua
macam, yakni dengan memperhatikan lafadz dan maknanya.2

Ilmu Badi’ ini membahasa bagaimana mengetahui cara membentuk


kalimat yang indah sessudah memelihara kesesuaian (dengan situasi dan kondisi)
dan kejelasan maknya. Ilmu Badi’ ini mengkaji Al-Muhassinat al-lafdziyah dan
Al-Muhanisat al-ma’nawiyah, oleh karena itu fungsinya ialah untuk merias kata

1
Al-Hasyimi, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’aniwa al-Bayan wa al-Badi’, (Indonesia:
Dar Ihya Al-Kutub al-Arobiyah, 1960), hal,177.

2
Ibid.,

3
dan menjadi indah, sehingga ungkapan yangdikeluarkan akan mengandung makna
yang mendalam.3

Ilmu Badi’ sebagaimana diisyaratkan mencakup keindahan-keindahan lafaz dan


keindahan makna.4

B. Sejarah Ilmu Badi’

Pelopor ilmu Badi’ adalah Abdullah Ibn Al-Mu’taz yang wafat pada tahun
274 H.5 kemudian ilmu ini dikembangkan oleh Imam Qatadah bin Ja’far Al-
Khatib. Setelah itu diikuti oleh ulma-ulama lainnya seperti, Abu Hilal Al-Askari,
Ibnu Rusyaiq Al-Qairawani, Shafiyuddin Al-Hilli dan Ibn Al-Hijjah.

Pada dasarnya ilmu Badi’ telah dikenal sejak zaman jahiliyah dan Islam
yang dapat dalam kalam Arab. Ungkapan-ungkapan yang mereka keluarkan
secara spontan dan otomatis, dan mereka tidak bermaksud atau dengan sengaja
mengucapkan kata-kata yang bernilai Badi’.

Hal ini disebabkan oleh jiwa mereka yang telah berbaur serta hidup dalam
lingkungan yang menjnjung tinggi nilai sastra dan orang-orang Arah jahiliyah
sebelum turunnya Alquran telah dikenal sebagai ahli sastra yang kompeten.
Mereka mampu mengubah keadaan alam atau suasana hatinya menjadi lirik-lirik
syair atau bait-bait puisi yang mempesona yang menunjukkan keasadaran serta
keahlian mereka dalam bidang sastra yang bernilai tinggi. Misalkan saja, Umru’ul
Qays salah seorang punjangga Arab Jahiliyah ia mampu mengambarkan hal-hal
yang bersifat abstrak menjadi kongkrit, hingga seakan-akan dapat diraba
keberadaannya.6

Sebab itu wajar saja kemudian hari setelah terjadinya perkembangan pada
peradaban muncul banyak penyair.Di antara mereka ada salah seorang penyair
3
Eta Hartati, Skripsi: “ At-Thibaq dalam Surah An-Nisa” (Jambi: UNJA, 2017), hal, 7.
4
Ali Al-Jarim & Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Waadhihah, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2016), Cet, ke-10, hal. 377.
5
Said Ahmad Al-Hasyim, Jawahir Al-Balaghah fi Maa’ni wal Al-Bayan wal Al-badi’,
(Beirut: Maktabah Asriyah, tt), hal,298.
6
Faisol Mubarak, “Selayan Pandang Perkembangan Balaghah (Telaah Kristis terhadap
Sejarah Perkembangan Balaghah)”, tt. 1-2.

4
yang piawai dan memeliki kedalaman makna.Beliau adalah Abdullah Ibn Mu’taz.
Beliaulah yang menjadi peletak dasar ilmu Badi’ dan merngarang buku yang
diberi judul ‘Badi’ di dalam buku tersebuh membahas tentang isti’arah, jinas,
muthobiqoh, raddul ‘ajzi ala shudur, dan madzhab kalam.7

C. Objek Kajian Ilmu Badi’

Ada pun objek kajian Ilmu Badi’, yaitu :

1. al-muhassinat al-lafdziyah

Al-muhassinat al-lafdziyah mempelajari bentuk ungkapan dengan model


keindahan pada bentuk kata-kata yang digunakan. Ada beberapa bentuk dari al-
muhassinat al-lafdziyah ini, yaitu: Jinas, Saj’, Tarshi’ dan Tasythir.

Jinas adalah adanya kesamaan dua kata dalam pelafalan namun berbeda
dalam pemaknaan. Sedangkan Saj’ dalam terminologi balaghiyyin yang berarti
adanya dua kalimat atau lebih yang mempunyai akhiran huruf yang sama, dan
kata terakhir pada setiap kalimat disebut dengan fashilah, dan setiap kalimat
disebut dengan faqrah.

Tarshi’ adalah adanya kesamaan antara lafadz dalam faqrah pertama


(syatrah ula) dengan faqrah sesudahnya dalam wazan dan qafiyahnya. Sedangkan
Tasythir adalah ketika pembagian penyair terhadap shadr dan ‘ajuzsyair masing-
masing menjadi dua bagian, dan antara shadr dan ‘ajuz saja’nya dibuat berbeda.

2. al-muhassinat al-maknawiyah

Al-muhassinat al-maknawiyah mempelajari bentuk ungkapan dengan


model keindahan pada makna kata-kata yang digunakan. Diantara bentuk-bentuk
al-muhassinat al-maknawiyah adalah : Tauriyah, Thibaq, Muqabalah, Husnu
Ta’lil, dan Uslub Hakim.

Al-Tauriyah ialah ujaran yang mempunyai dua makna, pertama: makna


yang dekat dari penunjukan ujaran yang nampak, kedua: makna yang jauh dan
7
Ibid., hal. 8.

5
penunjukan katanya tersirat dan inilah makna yang dikehendaki. Thibaq ialah
terkumpulnya suatu kata dengan lawan katanya dalam sebuah kalimat.

Muqabalah ialah membuat susunan dua makna atau lebih, kemudian


membuat susunan yang berlawanan dari makna dari makna itu secara berurutan.
Husnu al-ta’lil ialah pengingkaran seorang sastrawan secara tersurat maupun
tersirat atas sebuah konvensi dan mendatangkan konvensi sastra baru sebagai cara
yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Uslub al-hakim ialah ketika orang yang diajak berbicara menjawab


sesuatu dan tidak sesuai dengan yang diharapkan orang yang bertanya. Dengan
cara, keluar dari pertanyaan itu, atau dengan menjawab sesuatu yang tidak
ditanyakan, ataupun membawa pembicaraan kepada topik lain, sebagai sebuah
isyarat bahwa penanya tidak usah menanyakan hal itu, atau berbicara pada topik
yang diharapkan lawan bicara.8

8
Umar Manshur, “Peningkatan Pemahaman Ilmu Balaghah Santri Melalui Pemahan Konteks di
Asrama Program Keagamaan Madrasah Aliyah Nurul Jadid Paiton Probolinggo”, 2018, hal, 12-
14.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Objek kajian ilmu badî’ adalah upaya memperindah bahasa baik pada
tataran lapal maupun makna. Pada tataran lapal biasa disebut muhassinât
lafzhiyyah dan pada tataran makna dinamakan muhassinât ma’nawiyyah.

Pelopor ilmu Badi’ adalah Abdullah Ibn Al-Mu’taz yang wafat pada tahun
274 H. kemudian ilmu ini dikembangkan oleh Imam Qatadah bin Ja’far Al-
Khatib. Setelah itu diikuti oleh ulma-ulama lainnya seperti, Abu Hilal Al-Askari,
Ibnu Rusyaiq Al-Qairawani, Shafiyuddin Al-Hilli dan Ibn Al-Hijjah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasyimi. 1960. Jawahir al-Balaghah fi al-Ma’aniwa al-Bayan wa al- Badi’


.Indonesia: Dar Ihya Al-Kutub al-Arobiyah, 1960.
Hartati,Eta. 2017. Skripsi: “ At-Thibaq dalam Surah An-Nisa”. Jambi: UNJA.
Al-Jarim, Ali & Musthafa Amin. 2016 Terjemahan Al-Balaghatul
Waadhihah. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Cet, ke-10.
Ahmad Al-Hasyim, Said. Jawahir Al-Balaghah fi Maa’ni wal Al-Bayan wal Al-
badi’. Beirut: Maktabah Asriyah.
Faisol Mubarak. tt. “Selayan Pandang Perkembangan Balaghah (Telaah Kristis
terhadap Sejarah Perkembangan Balaghah)”.
Umar Manshur. 2018 “Peningkatan Pemahaman Ilmu Balaghah Santri Melalui
Pemahan Konteks di Asrama Program Keagamaan Madrasah Aliyah
Nurul Jadid Paiton Probolinggo”.

Anda mungkin juga menyukai