Anda di halaman 1dari 26

TA’WIL AL-HADIS

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis wa Ulumuhu

Dosen Pengampu: Dr. Kholilurrohman, M.A.

disusun oleh:

Lailatul Badi’ah

Safiya Fadlulah

PASCASARJANA

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QUR’AN

JAKARTA

2022
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana Al-Qur’an diturunkan sebagai sebuah mukjizat
Ketuhanan, maka hadis adalah sebuah mukjizat manusia atau bentuk dari
bukti kemukjizat kenabian Rasul, terutama dari sisi bahasa dalam cabang
ilmu balagoh. Karena Al-Qur’an diturunkan langsung kedalam hati Rasul.
Bahkan Aisyah RA menyebutkan bahwa sifat Rasul bagaikan akhlak Al-
Qur’an. Maka tidak ada keraguan bahwa hadis Nabi mengandung balagoh
dan seni yang tinggi juga sebagai penjelas pemahaman manusia terhadap
Al-Qur’an.1
Allah mengutus Rasul dari sebaik-baik kaum Arab yang memiliki
keturunan paling baik dan kedudukan kaum yang mulia. Sehingga
mendapatkan pengaruh bahasa yang baik dari lingkungan Rasul tinggal.2
Ketika sahabat menanyakan tentang kefasihan Rasul, beliau menjawab
bahwa Allah yang telah mengajarkannya.3 Rasulullah menyertakan banyak
kosa kata baru dalam hadisnya. Seorang ulama ahli bahasa, Abu ‘Abidah
mengatakan dalam garib hadis bahwa beliau belum pernah mendengar
huruf-huruf tersebut kecuali dalam hadis.4
Tiada keraguan bahwa hadis Rasul mengandung unsur balagoh yang
tinggi dan fann yang agung pula. Membawa unsur intelektual yang luhur,
memberikan sumber bagi peradaban Islam yang tiada habisnya tentang
agama, kebutuhan rasional dan moral. Secara keseluruhan pernyataan Rasul
atau hadis Rasul adalah sebuah komunikasi dan wahyu yang menyeru
manusia untuk memahami kitab agung Al-Qur’an.5 Maka pada kesempatan
kali ini pemakalah akan membahas unsur-unsur balagoh dalam hadis Rasul.

1
Izzah Muhammad Juddu’, Al-Balagoh Fi As-Sunnah An-Nabawiyah: Dirasah Tahliliyah Fi Al-Hadis
An-Nabawi (Riyadh: Maktabah Rasyd, 2013), hlm. 23.
2 Abdul Fatah Lasyin, Min Balagoh al-Hadis as-Syarif (Riyadh: Syirkah Maktabah ’Ukaz, 1982),

َْ َ ْ ََ ِ َ َ َّ َ
hlm. 15.
Hadis yang berkaitan dengan kejadian ini adalah ‫يب‬ َ
ِ ‫ أدب ِِن رّب فأحسن تأ ِد‬dan dikatakan bahwa
3

hadis ini merupakan hadis qudsi dengan salah satu jalurnya dari Ali bin Abi Thlmib. Lihat dalam
Muhammad ibn Ahmad Al-Maki, Al-Fawaid Al-Jalilah Fi Musalsalat Ibnu ’Aqilah (Dar Al-Basyair Al-
Islamiyah, 2000), hlm. 14.
4
Lasyin, Min Balagoh Al-Hadis as-Syarif, hlm. 16.
5
Juddu’, Al-Balagoh Fi As-Sunnah An-Nabawiyah: Dirasah Tahliliyah Fi Al-Hadis An-Nabawi, hlm. 23.

1
B. PEMBAHASAN
1. Ta’wil Hadis dari Sisi Balagoh
Imam Qutaibah sering menggunakan makna ta`wil dalam
menafsirkan hadis-hadis musykil dan mukhtalif. Makna ta’wil berasal dari
masdar ‫أول‬
ّ yang artinya menginterpretasikan, menerangkan,
mengartikan, memaknai kembali. Kalimat ta`wil senantiasa mengalami
perkembangan makna hingga sekarang, yaitu sebuah metode penafsiran
tertentu yang digunakan untuk menjelaskan teks-teks yang sulit
dipahami maknanya.6 Kemudian makna ta`wil menjadi perbincangan
yang ramai antar kalangan ulama ahli hadis, kalam, fuqoha dan tasawuf.
Mereke mendefinisikan ta`wil dengan memalingkan lafaz daripada
maknanya yang kuat kepada makna yang lemah karena adanya sebuah
dalil.
Al-Hafiz ibnu Daqieq Al-Ied berpendapat jika makna ta`wil
berdekatan dengan aturan bahasa Arab maka tidak dapat diingkari
maknanya, demikian pula sebaliknya. Jika makna yang didapat jauh dari
kaedah dan tradisi Arab maka tidak boleh diterima.7 Maka hadis yang
maknanya dipahami sesuai dengan tradisi dan bahasa bangsa Arab
dapat diterima. Maka, dalam hal ini, hadis dapat dipahami dan diterima
dengan kaidah ilmu Balagoh. Ta`wil merupakan sebuah kebutuhan yang
wajib dikuasai bagi setiap pembaca Al-Qur`an maupun hadis. Kemudian
metode ta`wil sering digunakan para ulama pada masa berkembangnya
pengaruh ahli bid’ah dari kalangan Mujassimah dan Muktazilah. Maka
sejak saat itu banyak ulama termasuk dalam kalangan ahli hadis yang
aktif menta`wil hadis-hadis musykil.
2. Al-Haqiqah dan al-Mājaz dalam Hadis
a. Al-Haqiqah
Haqiqah dalam pengertian bahasa, berasal dari bahasa Arab yang
artinya nyata, kenyataan, atau asli. Haqiqah dari kata haqqa yang berarti
tetap. Sebagai makna subjek (fā’il) memiliki arti yang tetap, atau sebagai
objek (maf’ūl) yang berarti ditetapkan.8 Haqiqah berarti adalah sebuah kata
yang maknanya asli.

6
Umar Muhammad Noor, Takwil Hadis (Memahami Hadis Musykil Menurut Ibnu Qutaibah) (Kuala
Lumpur: Telaga Biru SDN. BHD, 2011), hlm. 70.
7
Noor, hlm. 72.
8
Amir Syarifudin, 2008, Ushul Fiqih, Jilit 2, Cet. V, Jakatra: Kencana, h. 345

2
Haqiqah menurut istilah, adalah kata yang digunakan sebagaimana
pertama kali dipergunakan dalam konteks kebahasaan.9 Menurut Ibnu
Subki menyatakan bahwa hakikat adalah lafaz yang digunakan untuk
apa lafaz itu ditentukan pada mulanya. Ibnu Qudamah
mendefinisikannya sebagai lafaz yang digunakan untuk sasarannya
semula. Sementara Al-Zarkhisi berpendapat bahwa hakikat adalah setiap
lafaz yang ditentukan menurut asalnya untuk hal tertentu.10
Berdasarkan beberapa istilah diatas, dapat disimpulkan bahwa
haqiqah adalah sebuah kata yang maknanya asli yang telah ditentukan,
dan memiliki tujuan tertentu.
Haqiqah diklasifikasikan ke dalam 2 bentuk, yaitu
a. Lughawiyyah Wadh`iyyah atau biasa disebut dengan al-haqiqah al-
lughawiyyah adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan makna
hakiki berdasarkan konteks penggunaan asal kata tersebut. Contohnya
kata ar-rajul yang digunakan untuk menyebut laki-laki dewasa.
b. Lughawiyyah Manqulah
Lughawiyyah Manqulah ini adalah kata yang digunakan untuk
menunjukkan makna hakiki setelah mengalami transformasi atau
perubahan makna dan sudah disepakati oleh ahil dan ulama. Perubahan
ini dilakukan oleh ahli bahasa, atau syari’at. Pada bagian ini, terbagi
kedalam dua bentuk pula, yaitu:
1) Haqiqah lughawiyyah `urfiyyah
Yaitu kata yang mengalami transformasi makna, yang kemudian
makna tersebut menjadi populer sehingga makna asalnya ditinggalkan.
Contohnya, kata ad-dabbah yang artinya hewan melata, konotasinya bisa
manusia dan hewan. Namun kemudian digunakan oleh orang Arab
dengan konotasi hewan berkaki empat saja sehingga makna awalnya
ditinggalkan.
2) Haqiqah lughawiyyah syar`iyyah
Yaitu kata yang mengalami transformasi makna, dari makna asal
kepada makna yang lain yang digunakan oleh pembuat syari`at. Makna
yang lain ini berdasarkan dalil syari’at, contohnya shalat, shiyam, al-kufr
dan sebagainya.11

9
Hafidz Abdurrahman, 2004, Ulumul Qur’an, Bogor, h.125.
10
Miftahul Arufin dan A. Faisal Haq. Ushul Fiqih : Kaidah-kaidah Pentapan Hukum Islam, Cet. I,
Surabaya: Citra Media, 1997, h. 175
11
Hafidz Abdurrahman, 2004, Ulumul Qur’an, Bogor, h.125-126

3
Dari beberapa klasifikasi haqiqah tersebut, dapat disimpulkan
bahwa haqiqah lughowiyyah wadh`iyyah adalah kata yang digunakan sesuai
makna hakikinya, sedangkan haqiqah lughowiyyah manqulah adalah makna
yang menunjukkan makna asal setelah mengalami transformasi makna,
baik secara bahasa, maupun secara syari`at.
b. Mājaz
Menurut Abd al-Qahir al-Jurjani (471 H) mājaz adalah kebalikan
haqiqah. mājaz yaitu perpindahan makna dasar ke makna lainnya, atau
pelebaran medan makna dari makna dasar karena ada alasan tertentu.
Secara teoritik, mājaz adalah peralihan makna dari yang leksikal menuju
yang literer, atau dari yang denotatif menuju yang konotatif karena ada
alasan-alasan tertentu.12
Pengertian majâz menurut arti bahasa, adalah “melewati”.
Maksudnya, penggunaan suatu lafazh telah melewati makna aslinya
menuju makna lain yang sesuai.13 Sedangkan secara terminologi para
ulama telah banyak mendefinisikannya dengan beberapa ibarah atau
perkataan, diantaranya;14 Ibn Qutaibah mendefinisikannya sebagai
bentuk gaya tutur, atau seni bertutur. Sibawayh mendefinisakannya
dengan seni bertutur yang memungkinkan terjadinya perluasan makna.
Al-Mubarrad mengatakan bahwa mājaz merupakan seni bertutur dan
berfungsi untuk mengalihkan makna dasar yang sebenarnya. Al-Qaadhy
‘Abd al-Jabbaar mengatakan bahwa mājaz adalah peralihan makna dari
makna dasar atau leksikal ke makna lainnya, yang lebih luas. Ibn Jinny
dan Al-Jurjaany menempatkan mājaz sebagai lawan dari haqiqat, dan
makna haqiqat menurut Ibnu Jinny adalah makna dari setiap kata yang
asli, sedangkan mājaz adalah sebaliknya, yaitu setiap kata yang maknanya
beralih kepada makna lainnya
Dalam mājaz terdapat ‘alaqah yang berarti munâsabah (hubungan
kesesuaian) antara makna hakiki dan makna majâzi. Dan Qarinah yaitu
suatu indikator yang menghalangi pemakaian makna asli, bisa berupa
lafaz ataupu keadaan.
Mājaz dapat diklasifikasikan kedalam beberapa bagian:

12
http://www.referensimakalah.com/2012/12/bentuk-majaz-dalam-al-quran.html
13
Ilmu Balaghah
14
http://infopesantren.web.id/ppssnh.malang/cgibin/content.cgi/artikel/dialektika_gaya
_bahasa_quran.single.

4
a. Majas ‘Aqlī
Majâz’aqli adalah meng-isnad-kan fi’il (menyandarkan perbuatan)
atau yang sesamanya pada yang tidak semestinya disandari berdasarkan
lahiriahnya karena adanya ‘alaqah dan qarînah yang menghalangi
penyandaran pada yang semestinya.15
Contohnya:
ُ َ ِ ‫ لَيْ َس ِم َّما ُع‬:‫ قَ َال َر ُس ْو ُل اهللِ ص‬:‫َع ْن اَِب ُه َريْ َر َة رض قَ َال‬
‫ِص اهللُ بِ ِه ه َو‬ ِ
َ ِ َ ً ََ ُ َ َْ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َْ ْ َ ً َ ُ َ ْ َ
‫ َو‬،‫الصل ِة‬ ‫َش ٍء ا ِطيْ َع اهللُ ِفي ِه اْسع ثوابا ِمن‬ ‫ و ما ِمن‬،‫ْغ‬ ِ ‫اعجل ِعقابا ِمن ابل‬
َ َ َِ ُ ََ َُ َ ْ ُْ َ ْ
‫ار بَال ِق َع‬ ‫اجرة تدع ادلي‬ ِ ‫ايل ِمْي الف‬
Dari Abu Hurairah RA ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada
sesuatu perbuatan makshiyat kepada Allah yang lebih cepat hukuman (siksa)nya
daripada perbuatan zina. Dan tidak ada sesuatu perbuatan thaat kepada Allah
yang lebih cepat balasan (pahala)nya daripada shilaturrahim. Dan sumpah palsu
itu meninggalkan kerusakan dan kehancuran”. (HR. Al-Baihaqi)16
Penyandaran kerusakan pada sumpah palsu adalah majas, karena
seharusnya yang boleh disandarkan terhadap sebuah kerusakan itu
hanya Allah (Qarinah Halliyah), maka majas ini adalah dalam
penyandarannya tidak sesuai dengan hakikatnya.
b. Mājaz Lughawi
Kebalikan dari mājaz ‘Aqli, Majâz lughâwi adalah makna majâz yang
dimengerti berdasarkan akal pikiran, atau penyandaran fi’il dan
sesamanya pada yang semestinya disandari.17
Berdasarkan ‘alāqah (hubungan antara makna asli dan makna
mājazi), majas ini terbagi kepada dua jenis, yaitu majas isti‘ārah dan majas
mursal, untuk pembahasan majas Isti’ārah sendiri akan lebih dalam
dijelaskan pada sub khusus dalam makalah ini.
1) Mājaz Mursal
Majas yang ‘alāqah-nya bukan musyābahah (tidak saling menyerupai).
Majâz ini disebut mursal, karena ia telah dilepas atau tidak dibatasi oleh
‘alaqah tertentu, melainkan mempunyai ‘alaqah yang banyak. ‘Alaqah
Mājaz Mursal terbagi

15
Ilmu Balaghah
16
Abū Bakr al-Bayhaqī, al-Sunan al-Kubrā: kitab al-īman, bab mā jā’a fī al-yamīn alghamūs (Beirut: Dār
al-Kutub al-‘Alamiyah, 1424 H), juz.10
17
Ilmu Balaghah

5
a) Sababiyat
Disebutkan sebabnya sedangkan yang dimaksud adalah musabbab-
nya (akibat).
Contohnya:
َ َ ٌ َ َ ََّ َ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ َ َ َ ََّ َ َ َ ٌ ََّ َ ُ َ َ ََّ َ
‫حدثنا مسدد قال حدثنا َيَي عن اْلعم ِش قال حدث ِِن ش ِقيق قال‬
ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ ََّ َ َ َ َ ُ َ ْ ً ُ ُ ََّ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ
‫اَلل عنه فقال أيَُّك ْم َيفظ‬ ‫س ِمعت حذيفة قال كنا جلوسا ِعند عمر ر ِِض‬
َ ََّ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ ْ ْ ََّ َ ُ ََّ ََّ َ ََّ ُ ‫قَ ْو َل َر‬
‫اَل قال ِإنك‬ ‫اَلل َعليْ ِه َو َسل َم ِِف ال ِفتن ِة قلت أنا كما ق‬ ‫اَلل صَل‬
ِ ِ ‫ول‬ ‫س‬
َ ُ َّ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َّ ُ َ ْ ُ ْ ُ ٌ ََ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ
‫ار ِه تك ِفرها‬ ِ ‫دلهِ وج‬ِ ‫اَل وو‬
ِ ِ ‫علي ِه أو عليها َل ِريء قلت فِتنة الرج ِل ِِف أه ِل ِه وم‬
َ ْ َ ُ َ َ ََّ َ ُ ْ ََّ َ ُ َ ََّ
ُ‫الَ ْه‬
َّ ‫اْل ْم ُر َو‬ ‫الصالة والصوم والصدقة و‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah
menceritakan kepada kami Yahya dari Al A’masy berkata, telah menceritakan
kepadaku [Syaqiq] berkata, Aku pernah mendengar [Hudzaifah] berkata, “Kami
pernah bermajelis bersama ‘Umar, lalu ia berkata, “Siapa di antara kalian yang
masih ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang masalah
fitnah? ‘Aku lalu menjawab, ‘Aku masih ingat seperti yang beliau sabdakan!
‘Umar bertanya, “Kamu dengar dari beliau atau kamu mendengar perkataan itu
dari orang lain?” Aku menjawab, ‘Yaitu fitnah seseorang dalam keluarganya,
harta, anak dan tetangganya. Dan fitnah itu akan terhapus oleh amalan shalat,
puasa, sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar.” (HR. Bukhari)
Pada lafaz diatas disebutkan sebab terhapusnya fitnah dengan
amalan shalat, puasa, sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar.
Maksudnya shalat, puasa, sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar adalah
akibat (Musabbab) dari perintah Allah SWT.
b) Musabbabat
Disebutkan musabbabnya (akibat) sedangkan yang dimaksud adalah
sebabnya.
Contohnya:
َّ ُ ُ ُ َ َ َ
‫ْي يبَْق ثلث الليْ ِل‬
ْ ُّ
‫ادلنيَا ِح‬ َّ ‫ُك َيلْلَة إ ََل‬
‫الس َما ِء‬
َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُّ َ ُ ْ َ
‫ْنل ربنا تبارك وتعاَل‬
ٍِ ِ ‫ي‬
ُ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َُ َُ ْ َ ْ َ َُ َ َ ْ ََ ُ َُ ُ
ُ ‫ َم ْن يَ ْد‬:‫ول‬
‫ من يستغ ِفر ِِن‬،‫ فأست ِجيب َل من يسأل ِِن فأع ِطيه‬،‫وِن‬ ِ ‫ع‬ ‫اآلخر يق‬ ِ
ُ‫فَأَ ْغف َر ََل‬
ِ
Artinya: Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi bersabda: Setiap malam
Tuhan kita turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga akhir dari waktu

6
malam. Allah telah berfirman, ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku, maka Aku
akan mengabulkannya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan
memberinya, dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku
akan mengampuninya.’ (HR. Bukhari)18
Pada lafaz ‘Turun’ yang dimaksudkan pada hadis itu adalah rahmat
Allah. Sebab barang siapa yang terjaga di akhir sepertiga malam akan
memperoleh rahmat Allah. Karena mustahilnya Tuhan turun ke dunia
(sebagai qarinah haliyyah)
c) Kulliyat
Disebutkan keseluruhan sedangkan yang dimaksudkan sebagian
Contoh:
َ َ
‫ فبَال ِف َطائِفة‬،‫أعراِب‬
ُّ
ِ ‫ «جاء‬:‫عن أنس بن مالك رِض اهلل عنه قال‬
َ َ َ َّ َ ُ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َ َ
‫لما قَض بَوَل‬ ‫الب صَل اهلل عليه وسلم ف‬ ُّ
ِ
ُ ‫اه‬
‫م‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ف‬ ،‫اس‬ ‫ال‬ ‫ه‬‫ر‬‫ج‬‫ز‬ ‫ف‬ ،‫سجد‬ ‫الم‬
َ ُ َ َُ َ
». ‫هريق عليه‬
19
ِ ‫ فأ‬،‫أمر الب صَل اهلل عليه وسلم بِذنوب من ماء‬
Artinya: Dari Anas ibn Mālik berkata: “Seorang Arab kampung kencing
di dalam masjid, maka mereka berdiri menghampirinya. Maka Nabi bersabda,
‘Jangan kalian mengusiknya (memutusnya)’. Kemudian Nabi minta dibawakan
seember air, lalu disiramkan ke tempat kencingnya. (HR. al-Bukhārī)
Adapun lafaz fī al-masjid (di dalam masjid) adalah lafaz mājaz
kulliyyah dan yang dimaksud adalah juz’iyyah (sebagian dari masjid)
karena mustahil seorang mengencingi seluruh masjid, karena masjid
adalah tempat yang luas (Qarinah ḥāliyyah).
d) Juziyyat
Disebutkan sebagian sesuatu sedangkan dimaksudkan seluruhnya
Contohnya
َ ْ ََ ْ َ َّ َّ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َّ َ ٌ َّ َ ُ َ َ َّ
‫اح عن أن ِس ب ِن مال ِ ٍك‬ ِ ‫حدثنا مسدد حدثنا َيَي عن شعبة عن أ ِِب اتلي‬
ْ َ ُ َ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ َّ َ َ
‫اِص اْلَيْ ِل‬ِ ‫َبكة ِِف ن َو‬ ‫اَلل صَل اَلل علي ِه وسلم ال‬ ِ ‫ر ِِض اَلل عنه قال قال رسول‬
Artinya: Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada
kami Yahya dari Syu'bah dari Abu At-Tayah dari Anas ibn Mālik berkata, bahwa

18
Muḥammad Ismā’īl abū ‘Abdullāh al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī: kitab al-jumu‘ah, bab al-du‘ā fī al-
ṣalāh min akhīr al-lail.., juz 2, h. 66.
19
Muḥammad Ismā’īl abū ‘Abdullāh al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī: kitab al-adab, bab alrifq fī al-amr
kullihi.., juz 8, h. 14.

7
Nabi bersabda: “Keberkahan itu terdapat pada ubun-ubun kuda.” (HR. al-
Bukhārī)
Pada hadis di atas terdapat lafaz ‘ubun-ubun kuda’ sebagai lafaz
juz’iyyah namun yang dimaksudkan kulliyah yakni pada seluruh tubuh
kuda. Karena adanya qarinah yaitu lafaz al-barakah, yang dengannya
berbagai kebaikan, harta, dan yang lainnya dapat dicapai.
Maksud ‘kuda’ di sini adalah kuda yang digunakan atau disiapkan
untuk perang, berdasarkan sabda Nabi, “Dari ‘Urwah al-Bariqi,
sesungguhnya Nabi bersabda: “Kuda itu di ubun-ubunya terikat
kebaikan hingga hari kiamat; pahala dan harta rampasan.”
e) Mahalliyat
Disebutkan mahal (tempat) dimaksudkan hal (sifat), seperti dalam
hadis berikut:
َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ َ ََ ْ َ
‫اَلل صَل اَلل علي ِه وسلم إَل‬ ِ ‫عن أن ٍس بن ملك يقول خرجت مع رسول‬
َّ َ ُ َّ َّ َ
‫اَلل َعليْ ِه َو َسل َم راجعا وبدا َل أحد قال‬ ‫خيَب أخدمه فلما قدم الب صَل‬
ُ ُ َ َ ُّ ُ ٌ َ َ
...‫ُنبُّه‬
ِ ‫َيبنا و‬
ِ ‫هذا جبل‬
Artinya: “...dari Anas ibn Mālik, ia berkata. “Aku keluar bersama Nabi ke
Khaibar untuk melayaninya. Ketika Nabi pulang dan tampak olehnya bukit Uhud
maka beliau bersabda: “Inilah bukit, yang mencintai kita dan kita juga mencintai
mereka. Kemudian Nabi menunjuk dengan tangannya ke Madinah dan bersabda,
“Ya Allah, sesungguhnya aku mengharamkan apa yang ada di antara dua tempat
bebatuannya sebagaimana Ibrahim mengaharamkan Makkah. Ya Allah,
berkahilah untuk kami pada ṣha‘ dan mud kami.” (HR. al-Bukhārī)
Hadis di atas mengandung majas mursal yang ‘alāqah-nya adalah
maḥāliyyah, karena kata jabal (bukit) diartikan penduduk Madinah yang
mencintai nabi dan nabi mencintai mereka.
f) Haliyyat
Disebutkan hal (sifat) tapi yang dimaksudkan mahal (tempat)
Contohnya:
َ ٰ ُ ‫َ َ َّ َّ ْ َ ْ َ َّ ْ ُ ُ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ ْ َ ه‬
‫اَلل ۗ ه ْم ِفيْ َها خ ِ ُِل ْون‬
ِ ‫اَّلين ابيضت وجوههم ف ِِف رْح ِة‬ ِ ‫واما‬
Artinya: Dan adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka
mereka berada dalam rahmat Allah, mereka kekal di dalamnya.‫( ۝‬QS. Ali
‘Imrān : 107)

8
Lafaz Rahmat Allah yang berupa sifat pada ayat diatas
dimaksudkan Surga bagi orang-orang yang putih berseri mukanya yaitu
orang-orang yang beriman.
g) Aliyyat
Apabila disebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkan adalah
sesuatu yang dihasilkan oleh alat tersebut. Contoh dalam hadisnya yakni:
َّ َ ُ َّ َّ َ ِ َّ
‫اَلل َعليْ ِه َو َسلم قلن‬ ‫أزواج الب صَل‬
ِ ‫عن اعئشة رِض اهلل عنها أن بعض‬
ً َّ ً َ ُ َّ َ ُ َّ َّ َ ِ
‫أطولكن يدا فأخذوا‬ ‫اَلل َعليْ ِه َو َسلم أيُّنا أْسع بك حلوقا قال‬ ‫للنب صَل‬
‫بعد أنما اكنت طول يدها‬ ُ ‫أطوهلن يدا ً فعلمنا‬
َّ ُ
‫قصبة يذرعونها فاكنت سودة‬
ً
ُ ُّ ‫الصدقة واكنت أْسعنا حلوقا ً به واكنت‬
‫حتب الصدقة‬
ُ
20
ِ
Artinya: Dari ‘Āisyah: Sesungguhnya beberapa istri Nabi bertanya kepada
Nabi: ‘Siapa yang paling cepat menyusul engkau (meninggal dunia)?’. Beliau
menjawab, ‘Yang paling panjang tangannya dari kalian.’ Mereka pun mengambil
batnag kayu untuk mengukur tangan mereka. Ketika itu, Sawdah adalah orang
yang paling panjang tangannya dari mereka. Akhirnya kami mengetahui bahwa
maksud pajang tangan tersebut adalah bersedekah. Sebab Sawdah adalah orang
yang gemar bersedekah. (HR. al-Bukhārī)
Kata ‘yang paling panjang tangannya’ sebagai alat, dimaksudkan
banyak memberi atau bersedekah, sebagai sesuatu yang diperoleh
dengan alat itu karena adanya qarinah halliyah yang tidak mungkin ajal
ditentukan oleh tangan terpanjang secara hakikat.
h) Disebutkan yang telah terjadi sedangkan yang dimaksudkan adalah yang
akan terjadi. Contohnya dalam hadis:
َ ِ َّ َ ُ َّ َّ َ َّ
21
‫اَلل َعليْ ِه َو َسلم لقنوا موتاكم ال هلإ إال اهلل‬ ‫اَلل صَل‬ َُ
ِ ‫قال رسول‬
Artinya: “..Nabi telah bersabda: ‘Talqinkanlah orang-orang yang
meninggal di antara kalian dengan ucapan lā Ilāh illa Allāh”. (HR. Muslim)
Dalam hadis ini disebutkan talqinkan bagi orang yang sudah
meninggal dan dimaksudkan juga untuk orang-orang yang akan
meninggal (masih dalam keadaan hidup/sekarat).

20
Muḥammad Ismā’īl abū ‘Abdullāh al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī: kitab al-zakāt, bab faḍl ṣadaqah al-
ṣaḥīḥ.., juz 2, h. 137.
21
Abu al-Ḥusain Muslim ibn al-Ḥajjāj al-Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim: kitab al-janā’iz, bab talqīn al-mautā lā
Illah illa Allāh (Beirut: Dār al-Jayl, t.th), juz 3, h. 37.

9
3. Tasybīh dan Isti‘ārah dalam Hadis
a. Tasybīh
Menurut bahasa, tasybîh berarti tamtsil (perumpamaan). Sedang
menurut istilah Ilmu ma’âni, tasybîh adalah: “menyamakan satu perkara
(musyabbah) pada perkara lain (musyabbah bih) dalam satu sifat (wajh
syabah) dengan alat (tasybîh, seperti kaf, dsb), karena ada tujuan (yang
hendak dicapai mutakallim)”.22
Berdasarkan pengertian itu, dapat dinyatakan bahwa rukun (unsur)
tasybîh adalah: a. Musyabbah, yaitu sesuatu yang diserupakan dengan
yang lain. b. Musyabbah bih, yaitu sesuatu yang menjadi sasaran
penyerupaan musyabbah. c. Wajh syabah, yaitu sifat yang menjadi
persekutuan antara musyabbah dengan musyabbah bih, dan d. Alat tasybîh,
yaitu lafazh yang menunjukkan arti penyerupaan (tasybîh) dan
hubungan antara musyabbah dengan musyabbabih, yang terkadang
dibuang dan terkadang tidak,
Menurut Ibnu Qutaibah, Tasybih dalam hadis merupakan suatu
gaya bahasa yang menampilkan konsepsi abstrak dalam gambaran
benda-benda konkrit yang dapat dilihat dan dibayangkan oleh manusia.
Seperti yang terdapat dalam hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah r.a dari Nabi SAW, bahwa Allah SWT berfirman:

‫عن أنس بن مالك وأِب هريرة رِض اهلل عنهما عن الب صَل اهلل عليه‬
ُ ْ‫َبا َت َق َّرب‬
ً ْ ‫إيل ش‬ ُ َ ََ
‫ت إيله‬ ِ َّ ‫ «إذا تق َّرب العبد‬:‫وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل قال‬
َ
23 ً َ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ُ ْ ََ ً
ً َ‫ت منْ ُه ب‬ َّ ‫ وإذا َت َق َّر َب‬،‫ااع‬
ً ‫ذ َر‬
». ‫ وإذا أتاين يميش أتيته هرولة‬،‫ااع‬ ِ ‫إيل ِذ َرااع تق َّرب‬ ِ
Artinya: Dari Anas bin Mālik dan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā-
dari Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana yang diriwayatkan dari
Tuhannya -'Azza wa Jalla-, Dia berfirman, "Jika seorang hamba mendekati-Ku
sejengkal, niscaya Aku mendekatinya satu hasta. Jika dia mendekati-Ku satu
hasta, niscaya Aku mendekatinya satu depa. Jika dia mendatangi-Ku dengan
berjalan kaki, niscaya Aku mendatanginya dengan berlari kecil." (HR. Bukhari)
Ibnu Qutaibah menjelaskan bahwa tidak ada hal penyerupaan Allah
dengan makhluknya dalam hadis ini, hanya saja hadis ini memang
menggunakan gaya bahsa tamsil/tasybih dimana sesiapa yang
mendatangi Allah dengan segera maka Allah akan memberi pahala

22
Ilmu Balaghah
23
Al-Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675

10
kepadanya dengan lebih segara daripada kedatangannya. Dan Allah
menggambarkan kesegeraan itu ‘berjalan’ dan ‘berlari’.24
Jika kita bedah, unsur tasybih yang ada di dalam hadis tersebut
maka lafaz seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, Merupakan musyabbah
dan lafaz Aku mendekatinya satu hasta Merupakan musyabbah bih.
Sedangkan wajh syabah dan alat tasybihnya dibuang atau tidak ada.
Contoh lain dari hadis yang memiliki unsur tasybih yaitu terdapat
dalam ucapan Abdullah bin Abbas:

‫ أن رسول اهلل صَل اهلل عليه وسلم‬،‫عن جابر بن عبد اهلل رِض اهلل عنه‬
َ َ َ ُ َ ُ َْْ َّ َ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ
‫اَلل ِِف اْلر ِض يصافِح بِها ِعباد‬
ِ ‫ «احلجر اْلسود ي ِمْي‬:‫قال‬
Artinya: Hajarul Aswad ialah tangan kanan Allah di muka bumi, Dia
menjabat dengannya tangan orang yang dikehendaki daripada makhluk-
makhluk-Nya.25
Ibnu Qutaibah kembali menjelaskan bahwa hadis ini sekadar
gambaran [tamsil) dan kiasan (tasybih) sahaja. Setiap orang yang berjabat
tangan dengan seorang raja biasanya mencium tangannya. Maka Hajarul
Aswad berkedudukan seolah-olah tangan Allah SWT yang dicium oleh
setiap hamba yang mencintai dan menghormati-Nya.
Ibnu Furak menambahkan takwil yang Iain bagi hadis ini.
Menurutnya, "tangan kanan" di sini boleh dimaknakan dengan arti
"nikmat". Sebab bangsa Arab sering kali menyebut kata "tangan" dan
“kanan" dengan makna seperti itu. Hadis ini boleh juga difahami sebagai
sebuah penghormatan yang Allah berikan kepada Hajarul Aswad dengan
menisbahkannya kepada zat-Nya lalu memerintahkan semua orang
untuk mengusapnya.26
Oleh karena itu dapat kita bedah unsur tasybih yang ada di dalam
hadis tersebut maka lafaz Hajarul Aswad Merupakan musyabbah dan
lafaz tangan kanan Allah Merupakan muysabbah bih dan lafaz di muka
bumi Merupakan wajh syabah. Sedangkan alat tasybih tidak digunakan
dalam hadis ini.
b. Isti’ārah
Isti’ārah secara bahasa bermakna "pinjaman". Kata ini kemudian
menjadi istilah tersendiri dalam ilmu Balagoh sebagai sebuah gaya bahasa

24
Takwil Mukhtalif al-Hadits, op. cit. hlm. 206
25
Diriwayatkan oleh al-Fakihi dalam "Akhbar Makkah" no. 14
26
Lihat Musykil al-Hadits, op. cit., hlm. 117-119

11
yang meminjam sebuah kata untuk ditempatkan di posisi kata lain. Ibnu
Qutaibah berkata, "Bangsa Arab meminjam satu kata lalu
menempatkannya di tempat kata lain jika salah satu daripada kata itu
merupakan sebab bagi yang lain, atau beriringan dan serupa
dengannya.27
a. ‘Alaqah sababiyah yaitu Isti’ārah yang mengandung hubungan
sebab akibat. Misalnya terdapat dalam hadis riwayat Abu Hurairah r.a
bahwa Rasulullah SAW bersabda:

28
‫ما بين بيتي ومنير روضة من رياض الجنة‬

Artinya: Apa yang ada di antara rumah dan mimbarku adalah satu kebun
daripada kebun-kebun Syurga.
Menurut Ibnu Qutaibah, hadis ini bukan hendak mengatakan
bahwa di antara rumah dengan mimbar Nabi SAW itu terdapat taman
Syurga. Akan tetapi, ibadah yang dilakukan di tempat itu menyebabkan
orang yang melakukannya masuk Surga, maka ia seolah-olah adalah
bagian daripada Surga.
b. ‘Alaqah Musyabahah yaitu Isti’ārah yang mengandung hubungan
penyerupaan. Misalnya yang terdapat dalam hadis Nabi SAW riwayat
Abu Hurairah r.a:

‫ـان‬ َْ َ ٌ ُ ََ ْ
29
ِ ‫الـحياء شعبة ِمن اإليم‬
Artinya: Malu adalah salah satu cabang daripada keimanan.
Hadis ini menyerupakan sifat malu dengan keimanan, sebab kedua-
duanya mencegah manusia daripada melakukan berbagai perbuatan
dosa dan maksiat. Berkata Ibnu Qutaibah, "Seorang pemalu akan tercegah
dengan sifat malunya daripada melakukan maksiat, sebagaimana sifat
iman, maka sifat malu seolah-olah adalah cabang daripada iman. Bangsa
Arab sering kali menempatkan sesuatu (kata) di tempat yang lain jika ia
sama dan mirip dengannya, atau ia menjadi sebab baginya.30

27
TakwiI Musykil al-Qur'an, op. ciL, hlm. 88
28
Al-Bukhari no. 6904 dan Muslim no. 1391
29
Muslim no. 35 dan Abu Daud no. 4676.
30
TakwiI Mukhtalif al-Hadits. op. cit, hlm. 217.

12
4. Kināyah dan Ta‘ridl dalam Hadis
a. Kināyah
Secara bahasa, kinâyah berarti kiasan atau sindiran. Maksudnya
kinâyah adalah ungkapan bahasa yang tidak jelas, karena menggunakan
bahasa kiasan atau sindiran, untuk mendapatkan selain makna aslinya
melalui makna asli itu sendiri.
Ibnu Qutaibah berkata, "Ucapan Arab penuh dengan sindiran,
isyarat dan penyerupaan. Mereka berkata, 'Si polan panjang sarung
pedangnya', padahal orang tersebut mungkin tidak pernah membawa
pedang. Ucapan ini bermakna; orang itu tinggi dan tegap perawakannya.
Karena hanya orang yang tinggi perawakan saja yang dapat membawa
sarung pedang yang panjang.31
Menurut Ibnu Qutaibah, gaya bahasa seperti ini terdapat dalam
hadis Nabi SAW:
ً
،‫ «الراكب شيطان‬:‫مرفواع‬ ‫عن عبد اهلل بن عمرو بن العاص رِض اهلل عنهما‬
ْ
»32‫ واثلالثة َركب‬،‫والراكبا شيطانان‬
Artinya: Musafir seorang diri ialah syaitan. Dua orang musafir ialah dua
syaitan. Manakala tiga orang musafir ialah tiga orang pengendera.33
Kata syaitan bukan hakikat, melainkan sebuah isyarat untuk
menunjukkan marabahaya yang setiap saat dapat menimpa orang yang
bermusafir seorang diri. Sebab jika hanya seorang diri atau berdua,
musafir terancam untuk gangguan pencuri, perompak dan binatang
buas. Namun, apabila bilangannya telah mencapai tiga orang atau lebih,
maka mereka dapat saling membantu dalam kesulitan sehingga ancaman
itu menjadi lebih kecil, bahkan hilang sama sekali.
Kata syaitan menjadi sebuah sindiran karena Ibnu Qutaibah sering
kali mentafsirkan kata "syaitan" yang terdapat dalam hadis bukan secara
hakikat, akan tetapi menjadikannya sebagai isyarat untuk menunjukkan
"kerusakan" "ganas", "bahaya” dan "kotor". seperti apabila mentafsirkan
sabda Nabi SAW bahwa, “Syaitan makan dengan tangan kirinya", Ibnu
Qutaibah menjelaskan bahwa makna hadis ini memiliki dua
kemungkinan. Pertama, syaitan benar-benar makan dengan tangan

31
TakwiI Mukhtalif al-Hadits. op. cit, hlm. 151.
32
Abu Daud no. 2607 dan at-Tirmidzi no. 1674.
33
Abu Daud no. 2607 dan at-Tirmidzi no. 1674

13
kirinya. Yang kedua, hadis ini bukan hakikat melainkan mājaz, yakni
makan dengan tangan kiri adalah cara makan yang disukai oleh syaitan.34
b. Ta’ridh
Ta’ridh merupakan bagian dari Kināyah berdasarkan perantara
(wasaith) dan siyaq al-kalam. Ta’ridh merupakan sindiran yang berpaling
dari makna yang mudah menuju makna yang sulit namun bertentangan
dengan makna yang jelas. Yaitu kalimat yang dimaksud sebagai isyarat
terhadap makna lain yang diketahui berdasarkan siyâq al-kalâm (kontek
kalimat).35 Al-Zarkashi mengutip pendapat mengenai pengertian ta’rīḍ
bahwa penunjukan terhadap suatu makna melalui suatu pemahaman
yang mendalam. Artinya, di dalam memberikan pemahaman mengenai
suatu hal, seorang mutakallim mengungkapkan dengan sebuah ungkapan
yang tidak langsung tetapi sami’ (pendengar) dapat memahami maksud
yang dikehendaki oleh mutakallim. Seperti hadis yang misalnya dikatakan
kepada orang yang biasanya menyakiti orang lain:

‫ صَل اهلل عليه وسلم‬- ‫ب‬ َّ


َّ َ‫ال‬ َ ْ َ ْ ََّ ‫َع ْن َعبْد‬
ِ ِ ‫ ع ِن‬- ‫ رىض اهلل عنهما‬- ‫اَلل ب ِن عم ٍرو‬ ِ ِ
َ َ َ
‫اج ُر ِم ْن ه َج َر َما نَه‬ َ ‫ون م ْن ل َسانه َو َيده َوال ْ ُم‬
‫ه‬
َ ُ ْ ُْ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُْ َ َ
‫ قال المس ِلم من سلم المس ِلم‬-
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ْ َ ُ َّ
‫اَلل عنه‬
Artinya: Dari Abdullah bin 'Amru. Nabi Muhammad SAW bersabda,
"Seorang muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan
tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang
dilarang oleh Allah." (HR. Bukhari)
Hadis itu dimaksudkan sebagai ta’ridh dari sepinya sifat-sifat islam
pada orang tersebut. Kinâyah itu, dimengerti berdasarkan siyâq al-kalâm,
yaitu tanggapan orang yang biasa menyakiti sebagai sami’ (pendengar).
Itulah makna yang sulit dimengerti dan bertentangan dengan makna
yang mudah lagi jelas, bahwa orang Islam adalah orang yang dapat
menyelamatkan orang lain dari celaan mulutnya dan siksaan tangannya.
Namun tetap dimaksudkan pada makna yang sulit, karena untuk
menyindir (ta’rîdl).
Al-Suyūṭi menjelaskan mengenai perbedaan antara kināyah dan
ta’riḍ, ia mengutip pendapat al-Zamakhshariy yang mengatakan, kināyah
adalah menuturkan sesuatu tanpa menyebutkan atau menggunakan lafaz

34
TakwiI MukhtalifakHadits, op. cit, hlm. 294.
35
Ilmu balghah

14
yang diperuntukkan sebenarnya, sedangkan ta’rīḍ menuturkan sesuatu
untuk menunjukkan sesuatu lainnya yang tidak dituturkan. Sedang
menurut pendapat ibn al-‘Asir, kināyah adalah sesuatu yang
menunjukkan terhadap suatu makna yang memungkinkan untuk
diarahkan pada hakikat dan majāz dengan melekatkan sifat tertentu yang
dapat mempertemukan keduanya. Sedangkan ta’rīḍ adalah lafaz yang
menunjukkan suatu makna atau arti, tidak dari sisi hakikat maupun
majāz.
5. Hashr dan Ikhtishash dalam Hadis
Hashr atau ikhtishash dalam ilmu Balagoh sering disebut dengan
qashr (‫)القصر‬. Al-Hashr berasal dari kata ‫ حصرـ يحصر‬yang berarti
membatasi, melarang, mengepung dan mencegah. ‫ األختصاص‬berarti
pengkhususan. Sedangkan ‫ القصر‬secara bahasa bermakna ‫ الحبس‬yang
berarti penjara, kamar kurungan, rumah tahanan dan penjara.1
Sedangkan secara istilah hashr atau qashr didefinisikan sebagai berikut:

‫ختصيص امر باخر بطريق خمصوص‬


Artinya, “menghususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan
cara tertentu.”2

‫اثبات احلكم للمذكور ونفيه عما عداه‬


Artinya, “menetapkan hukum suatu perkara yang disebut dan
menafikan/tidak menetapkan apa-apa yang menyalahi hukum tersebut.”
Dalam kaidah Al-Qashr terdapat unsur-unsur yang terkandung
yaitu Maqshur (sesuatu yang dikhususkan), Maqshur ‘alaih (yang
menerima pengkhususan), thariq al-qashr dan maqshur ‘anhu (selain dari
yang menerima pengkhususan). Untuk memudahkan dapat dilihat dari
contoh berikut: ‫( ما فهم اال خليل‬tidak ada yang mengerti kecuali Khalil).

‫ مقصور‬: ‫فهم‬
‫ طيق القرص‬/ ‫ أداة‬: ‫ إال‬+ ‫ما‬
‫ مقصور عليه‬: ‫خليل‬
Ada banyak cara membentuk hashr, yang paling sering digunakan
adalah dengan empat cara yaitu 1. Menggunakan An-Nafyu dan Al-
istitsna, ).....‫إال‬....‫ (ال‬2. Menggunakan Harf ‫إنما‬, 3. Menggunakan ‘Athaf ‫(الـ بل‬
)‫ـ لكن‬, 4. Dengan mendahulukan lafaz yang semestinya diakhirkan

15
Contohnya:

‫ قال رسول اهلل صَل اهلل عليه‬:‫عن عبادة بن الصامت رِض اهلل عنه قال‬
ُ ُ َّ ‫وأن‬ َّ ْ ْ َ
،‫ورسوَل‬ ‫حممدا عبده‬ ‫رشيك َل‬
ِ ‫ال‬ ‫وحده‬ ‫اهلل‬ ‫إال‬ ‫هلإ‬ ‫ال‬ ‫أن‬ ‫شهد‬
ِ ‫وسلم "من‬
َّ َ َ َُ َ ُ ُ َّ
‫ واَلنة َح ٌّق‬،‫ور ُو ٌح ِمنه‬
ُ ‫لقاها إَل مريم‬
ِ ‫عبد اهلل ورسوَل وَكِمته أ‬ ُ ‫وأن عيىس‬
ِ
َ َ َّ َ َ ْ َ ٌّ َّ
".‫ أدخله اهلل اَلنة ىلع ما اكن ِمن العمل‬،‫والار حق‬

Dari ‘Ubadah bin Shamit, bahwasanya Rasulullah Saw,


bersabda: “Barangsiapa bersaksi atau menyatakan bahwasanya tiada Tuhan
selain Allah Yang Maha Esa Yang tiada sekutu bagi-Nya, bahwasanya
Muhammad hamba dan Rasul Allah, dan bahwasanya Isa hamba dan Rasul
Allah, serta Kalimah-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan Ruh dari
pada-Nya, dan disamping itu beriman bahwasanya surga itu benar dan neraka
itu benar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, lepas dari amal
perbuatan apa yang ia lakukan.” (HR. Muslim).
Qashar pada hadis tersebut ditandai dengan An-Nafyu dan Istitsna,
yaitu lafaz ‫ال إله إال هللا‬. Disebut Qashr Haqiqi karena berdasarkan kenyataan
sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT.
Contoh lainnya:
َ َ َُْ َ َ َ َّ َ ْ ْ ََ ُ ْ َ ْ َ َْ ْ ُْ ْ َ ْ َ
: ‫اب ر ِِض اهللُ عنه قال‬ ِ ‫ْي المؤ ِم ِنْي أ ِِب حف ٍص عمر ب ِن اْلط‬ ِ ‫عن أ ِم‬
َ‫ل َّيَات َوإ ََّنما‬
َّ ُ َ ْ َ ْ َ ََّ ُ ْ ُ َ َْ َُ ُ ْ َ
ِ ِ ِ ‫ا‬ِ ‫ب‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ْل‬‫ا‬ ‫ا‬‫م‬‫ن‬ ‫إ‬
ِ : ‫ل‬ ‫و‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫اهلل‬ ‫صَل‬ ‫هلل‬
ِ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫س ِمعت رسو‬
َ ْ َّ ُ
‫ئ َما ن َوى‬
ٍ ‫ك ام ِر‬ِ ‫ِل‬
Artinya: “Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob
radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan
sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan.
Qashar pada hadis tersebut ditandai dengan harf Innama, dimana
lafaz ‘Amalu menjadi maqshur alaih atau yang menerima pengkhususan.

16
6. Ījaz 3637 dan It{nab3839 dalam Hadis
Ījaz dan it{nāb merupakan sebuah kalimat yang dikaitkan dengan
akal untuk memahaminya. Sebuah perkataan yang meninggalkan makna
sebenarnya dan merupakan sesuatu yang dibangun atas dasar kebiasaan
dan hanya dipahami masyarakat setempat (ahlu al-‘urf).40
Ījaz sebagai sebuah ungkapan yang memiliki pengertian padat
namun disampaikan dengan lafaz yang lebih ringkas. Biasanya
digunakan untuk meringkas, memudahkan menghafal dan karena
adanya kesempatan yang terbatas.41 Secara umum ijaz dibagi menjadi
dua: 1) Ījaz Qasr, yaitu ungkapan yang lebih ringkas dari kandungan
makna yang sesungguhnya tanpa adanya kata yang dibuang.42 2) Ījaz
Haz\f, yaitu sebuah ungkapan yang ringkas dengan kandungan makna
yang panjang dengan sedikit pembuangan kata.43
Contoh ījaz dalam hadis:
ْ َّ ُ َ
‫ب‬
ِ ‫ الضعيف أ ِمْي الر‬:‫وقال صَل اهلل عليه وسلم‬
‫ك‬
Bila sebuah rombongan dipimpin oleh seorang yang lemah, maka
rombongan tersebut harus berhati-hati terhadap pemimpinnya. Karena
orang yang lemah tidak berbeda dengan orang yang kuat. Baik secara
akal ataupun fisiknya.
It{nāb adalah sebuah ungkapan panjang dari makna yang pendek
dengan adanya tujuan menguatkan, mengukuhkan, menetapkan dan
memperjelas makna.44 It{nāb dalam kitab Al-Īdoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh
secara umum dibagi menjadi 8; 1) Penjelasan setelah kerancuan,
memungkinkan pendengar untuk mengetahui makna secara jelas dan
terperinci setelah disampaikan dengan adanya kesamaran atau

36
Ījaz secara bahasa artinya memendekkan atau meringkas dari sebuah perkataan yang diinginkan dan
melapaui batas kebiasaan. Makna ijaz dalam ilmu balagoh karya Muhammad bin Abdur ar-Rahman bin Umar
Jalaluddin al-Qazuni, Al-Idoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh, vol. 3 (Beirut: Dar al-Jail, 1431), hlm, 169.
37
Ījaz secara istilah artinya perubahan kalimat yang memiliki makna yang panjang dengan lafaz yang
sedikit, sebuah ungkapan yang ditujukan dengan lafaz yang lebih sedikit dari sebagaimana umumnya dengan
tujuan tertentu. Lihat Ahmad bin Mustafa Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), 1431,
hlm. 183.
38
Itnāb bentuk mubalagoh dari kalimat ‫ أطنب‬lawan dari Ijaz, berbicara dengan panjang lebar. Lihat makna
Itnab dalam ilmu Balagoh karya Jalaluddin al-Qazuni, Al-Idoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh, 3:hlm. 169.
39
Itnāb secara istilah artinya penambahan lafaz untuk tujuan tertentu dalam sebuah makna. Lihat Al-
Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 191.
40
Jalaluddin al-Qazuni, 3: hlm. 170.
41
Khamin dan Ahmad Subakir, Ilmu Balagoh (Kediri: IAIN Kediri Press, 2018), hlm. 87.
42
Jalaluddin al-Qazuni, Al-Idoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh, 3: hlm. 181.
43
Jalaluddin al-Qazuni, 3: hlm. 184.
44
Subakir, Ilmu Balagoh, hlm. 91.

17
kerancuan. Tujuan dari it{nāb agar pendengar merasakan adanya
kenikmatan ilmu setelah adanya kesamaran.45 2) Menyebutkan
kekhususan setelah keumuman, untuk memberikan perhatian terhadap
sebuah keutamaan seakan bukan bagian dari jenis yang sama.46 3) Tikrar,
pengulangan untuk menekankan sebuah peringatan. 4) Igal, kalimat
penutup yang telah sempurna tanpa kalima tersebut.47
5) Az-Taz\līl, sebuah kalimat yang diringi kalimat lain sebagai
penyempurna.48 6) At-Takmīl, disebut juga dengan al-Ihtirās
menghadirkan sebuah kalimat untuk menghindari adanya
kesalahpahaman terhadap maksud tertentu.49 7) Al-I’tirād, sebuah
kalimat penyela dalam dua kalimat yang berhubungan maknanya.
Contoh It{nāb dalam hadis:

:)‫ ط الرتكية‬2 /8( »‫«صحيح مسلم‬


ْ َ ُ ُ ْ َ َ َّ َ ُّ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ َّ َ ُ ْ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ
،‫ حدثنا ابن فضي ٍل‬،‫ب حممد بن العال ِء الهمد ِاين‬ ٍ ‫) حدثنا أبو كري‬2548( - 2
َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َْ َ ‫ َع ْن ُع َم‬،‫َع ْن أَبيه‬
‫ «قال‬:‫ ع ْن أ ِِب ه َريْ َرة قال‬،‫ ع ْن أ ِِب ُز ْر َعة‬،‫اع‬ ِ ‫ار َة بْ ِن الق ْعق‬ ِ ِ
َ ُ ُ َ ُ َ َ ْ ُّ
،‫ ث َّم أ ُّمك‬،‫ أ ُّمك‬:‫الصحبَ ِة؟ قال‬ ‫اس ِِبُ ْس ِن‬ َّ ‫ َم ْن أَ َح ُّق‬،ِ‫ول اهلل‬
ِ ‫ال‬
َ َُ َ ٌ ُ َ
‫ يا رس‬:‫رجل‬
َ َ َ ُ
50 َ َ ْ َ َ ْ َّ ُ َ ُ َّ ُ َ ُّ َّ ُ
»‫ ثم أدناك أدناك‬،‫ ثم أبوك‬،‫ثم أمك‬
Dalam contoh diatas, It{nāb yang terdapat dalam hadist termasuk
dalam it{nāb tikrar, dimana adanya pengulangan kata ummu sebanyak
tiga kali.
7. Khabar dan Insya’51 dalam Hadis
Khabar adalah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar
atau dusta, khabar yang harus diyakini kebenarannya adalah khabar dari
Allah dan Rasul, sedangkan khabar yang tidak boleh diyakini
kebenarannya adalah khabar tentang tuduhan yang ditujukan kepada

45
Jalaluddin al-Qazuni, Al-Idoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh, 3: hlm. 196.
46
Jalaluddin al-Qazuni, 3: hlm. 200.
47
Jalaluddin al-Qazuni, 3: hlm. 202.
48
Jalaluddin al-Qazuni, 3: hlm. 205.
49
Jalaluddin al-Qazuni, 3: hlm. 208.
50
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Nisaburi, Shahih Muslim, ed. Ahmad
bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori, vol. 8 (Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334), hlm. 2.
51
Insya secara bahasa ‫ اإلجياد‬artinya mewujudkan, mengembangkan, menciptakan atau menimbulkan,
sedangkan menurut istilah yaitu sebuah kalimat yang tidak mengandung kemungkinan benar maupun dusta. Lihat
Ahmad bin Ibrahim bin Mustafa Al-Hasyimi, Jawahir Al-Balagoh Fi Al-Ma’ani Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’
(Beirut: Al-Maktabah Al-’Asriyah, 1431), hlm. 69.

18
Nabi.52 Khabar berkaitan dengan 2 hal yang proporsional: 1) apa yang
dipahami dari khabar, termasuk dalam perkataan atau disebut dengan
an-nisbah al-kalamiyah. 2) hal lain yang berkaitan di luar perkataan dan
kejadian yang bersinggungan dengan khabar, disebut dengan istilah an-
nisbah al-khōrijiyah. Jika ditemukan kesesuaian antara an-nisbah al-
kalamiyah dengan an-nisbah al-khōrijiyah, maka sebuah khabar dikatakan
benar demikian pula sebaliknya.
Khabar adalah makna yang dicapai secara lahiriyah tanpa
diucapkan. Contohnya ilmu itu bermanfaat, telah jelas sifat manfaat itu
milik ilmu. Maka manfaat merupakan sifat tetap yang dimiliki ilmu
karena manfaat ilmu adalah sebuah hasil yang nyata secara hakikat dan
kenyataan. Kebenaran khabar sesuai dengan kenyataan perkara tersebut.
Sedangkan khabar yang dusta terjadi ketika tidak ada kesesuaian antara
sebuah perkataan dengan kenyataan. Contoh khabar yang dusta
kebodohan itu bermanfaat. Maka hal tersebut termasuk an-nisbah al-
kalamiyah yang tidak sesuai dengan an-nisbah al-khōrijiyah.53
Tujuan dari khabar diantaranya; 1) Menyampaikan sebuah hukum
kepada lawan bicara yang tidak mengetahuinya atau disebut juga
sebagai fāidah al-khabar, contohnya ad-dīn mu’āmalah (agama itu sebuah
transaksi). 2) Memberi tahu bahwa orang yang berbicara memiliki
pengetahuan tentang sebuah khabar, contoh sebuah ungkapan “Kamu
berhasil melalui ujian.” Tujuan yang kedua disebut pula sebagai an-nau’
3) Al-Istirhām wa al-Isti’tā{f (doa dan simpati). 4) Isyarat sebuah keinginan
agar mencapai tujuan seharusnya, contoh: tidaklah sama orang yang
berilmu dan orang yang tidak berilmu. 5) Memperlihatkan kelemahan
dan kekhusyukan. 6) Menunjukkan penyesalan dalam sesuatu yang
disukai. 7) Menunjukkan sebuah kesenangan dan kegembiraan.54
Contoh khabar dalam hadis:

:)‫ ط الرتكية‬33 /1( »‫«صحيح مسلم‬


ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ُّ َّ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َّ َ
)‫َبنا أبُو اْلح َو ِص (ح‬ ‫ أخ‬، ‫يِم‬ِ ‫) حدثنا َيَي بن َيَي اتل ِم‬13( - 14
َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ ْ َ ُ َ َ َ َّ َ َ
، ‫ عن أ ِِب ِإسحاق‬، ‫ حدثنا أبو اْلحو ِص‬، ‫وحدثنا أبو بك ِر بن أ ِِب شيبة‬
َّ َ ِ َّ َ ٌ ُ َ َ َ َ َ َ ُّ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ
ُ‫ « جاء رجل إَِل ال ِب صَل اهلل‬:‫ عن أ ِِب أيوب قال‬، ‫عن موَس ب ِن طلحة‬

52
Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 43.
53
Al-Hasyimi, Jawahir Al-Balagoh Fi Al-Ma’ani Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’, hlm. 55.
54
Al-Hasyimi, hlm. 56.

19
ُ َ ُ َ َّ َ ْ َ ْ ُ ُ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ
‫ ويبا ِعد ِين‬،‫يِن ِمن اَلن ِة‬ ِ ‫ دل ِِن ىلع عم ٍل أعمله يد ِن‬:‫ فقال‬،‫علي ِه وسلم‬
َ َ َّ ْ ُ َ َ َّ ُ ُ َ ً ْ َ ُْ َ ُ ُ‫ َت ْعب‬:‫ قَ َال‬،‫الار‬
،‫الزاكة‬ ‫ َوتؤ ِِت‬،‫الصالة‬ ‫ وت ِقيم‬،‫ْش ُك بِ ِه شيئا‬ ِ ‫ت‬ ‫ال‬ ‫هلل‬
َ ‫ا‬ ‫د‬ ِ
َّ ‫ِم َن‬
ْ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ ُ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َ
‫ إِن‬:‫ قال رسول اهللِ صَل اهللُ علي ِه وسلم‬،‫ فلما أدبر‬،‫ْحك‬ ِ ِ ‫وت ِصل ذا ر‬
َ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ْ َ َ َ ُ َ َ
55
» ‫ ِإن ت َم َّسك بِ ِه‬:‫ َو ِِف ِر َوايَ ِة ابْ ِن أ ِِب شيبَة‬،‫ت َم َّسك بِ َما أ ِم َر بِ ِه دخل اَلَنة‬
Insya’ tidak ada kaitannya dengan pembicara tentang benar atau
dusta, insya’ secara umum dibagi menjadi dua; 1) Insya’ t{alabi dan 2)
Insya’ goiru t{alabi.56 Insya’ t{alabi sebuah ungkapan yang menuntut adanya
permintaan yang belum diperoleh ketika memintanya.57 Macam-macam
insya’ t{alabi diantaranya; 1) At-Tamannī, biasanya menggunakan lafaz
laita.58 2) Al-Istifhām,59 beberapa lafaz yang digunakan hamzah,60 hal,61 mā,62
min, ayyu,63 kam,64 kaifa,65 aina,66 annā,67 matā, dan ayyāna.68 Berdasarkan
caranya, al-Istifhām dibagi menjadi 3; Meminta sebuah penggambaran
dan pembenaran dengan lafaz hamzah, meminta adanya sebuah
pembenaran saja dengan lafaz hal dan meminta sebuah penggambaran
saja dengan lafaz selain hamzah dan hal.69 3) Al-Amru, beberapa tujuan
dari perintah diantaranya; at-ta’jīz (untuk melemahkan), al-ihānah (untuk
menghinakan), at-taswiyah (untuk menyamakan atau menyetarakan), at-
tamannī (harapan atau cita-cita), ad-du’a, al-ihtiqār (untuk menghinakan).70
4) An-Nahyu, kata yang digunakan dalam larangan adalah lā.71 Keempat
bentuk insya’ t{alabi yang telah disebutkan mengandung syarat. 5) An-

55
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Nisaburi, Shahih Muslim, ed. Ahmad
bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori, vol. 1 (Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334), hlm. 33.
56
Al-Hasyimi, Jawahir Al-Balagoh Fi Al-Ma’ani Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’, hlm. 69.
57
Jalaluddin al-Qazuni, Al-Idoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh, 3:hlm. 52.
58
Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 52.
59
Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 55.
60
Lafaz hamzah digunakan untuk menanyakan sebuah kebenaran, apakah benar terjadi atau tidak sesuai
dengan kenyataannya terkadang disertai dengan keraguan untuk mendapatkan sebuah pemahaman. Lihat
Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 56.
61
Lafaz hlm hanya digunakan untuk meminta sebuah kejelasan atau kebenaran dengan jawaban antara iya
dan tidak. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 57.
62
Lafaz ma digunakan untuk meminta sebuah penjelasan kemudian pemahaman. Lihat Jalaluddin al-
Qazuni, 3:hlm. 62.
63
Lafaz ayyu digunakan sebagai sebuah pembeda. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 65.
64
Lafaz kam berhubungan dengan bilangan. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 65.
65
Lafaz kaifa berhubungan dengan sebuah cara. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 66.
66
Lafaz aina berhubungan dengan tempat. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 66.
67
Lafaz annā terkadang digunakan sebagai ganti dari lafaz kaifa. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 67.
68
Lafaz matā, dan ayyāna berhubungan dengan waktu. Lihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 67.
69
Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 64.
70
Jalaluddin al-Qazuni, Al-Idoh Fi ’Ulumi Al-Balagoh, 3:hlm. 84-86.
71
Larangan dengan kata lā seperti sebuah perintah yang tinggi. Llihat Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 88.

20
Nida`, beberapa sigah yang yang digunakan diantaranya; al-igra` dan al-
ikhtisas.72
Macam-macam insya’ goiru t{alabi diantaranya; al-madh dan az-z\am
(pujian dan hinaan yang biasanya menggunakan kalimat ni’ma dan bi`sa),
al-’aqdu, at-ta’ajjub, ar-raja` (dengan kalimat ‘asā dan la’alla),73
Contoh insya` dalam hadis:

:)‫ ط الرتكية‬141 /5( »‫«صحيح مسلم‬


َ ُ ْ َّ َ ْ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ ْ َ ُ َ َ َ َّ َ
‫ (واللفظ ِْل ِِب‬، ‫ب‬ ٍ ‫ وأبو كري‬،‫) حدثنا أبو بك ِر بن أ ِِب شيبة‬1732( - 6
َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ َ َ ْ
‫ ع ْن‬، ‫ ع ْن أ ِِب بُ ْردة‬، ِ‫ ع ْن بُ َريْ ِد بْ ِن عبْ ِد اهلل‬، ‫امة‬ ‫ حدثنا أبو أس‬:‫ قاال‬،)‫بَك ٍر‬
َ َ َ َّ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ
‫ « اكن َر ُسول اهللِ َصَل اهللُ َعليْ ِه َو َسل َم ِإذا َب َعث أ َح ًدا ِم ْن‬:‫أ ِِب ُموَس قال‬
ُ ِ ‫ِّسوا َو َال ُت َع‬
74» ‫ِّسوا‬ ُ ِ َ ‫ ب‬:‫أَ ْص َحاب ِه ِف َب ْعض أَ ْمر ِه قَ َال‬
ُ ِ َ ‫ َوي‬،‫ْشوا َو َال ُتنَ ِف ُروا‬
ِ ِ ِ ِ
Dalam contoh hadis diatas, termasuk dalam macam insya’ t{alabi al-
amru dan an-nahyu. Huruf dengan warna biru termasuk dalam kategori al-
amru sedangkan warna oranye termasuk dalam an-nahyu.
8. Ilmu Badi‘ dalam Hadis (Jinās, Muthabaqah, Musyakalah, Luff wa
Nasyr)
Ilmu Badi’ adalah salah satu cabang dalam balagoh. Badi’ secara
bahasa artinya menciptakan sesuatu yang baru yang tidak ada
sebelumnya. Kemudian secara istilah badi’ artinya sebuah ilmu yang
mempelajari tentang keindahan suatu kalimat secara makna ataupun
lafaz.75 Ilmu badi’ secara garis besar dibagi menjadi 2, ilmu badi’ dalam
keindahahan makna dan lafaz. Salah satu pembahasan makalah ini
adalah ilmu badi’ dalam segi keindahan lafaz yaitu Jinas.76 Jinas
berdasarkan pengertian umumnya, dibagi menjadi dua macam yaitu
jinas secara makna dan lafaz.
Jinas berdasarkan lafaznya dibagi menjadi; 1) Jinas tāmm, dua kata
yang memiliki kesamaan pengucapan dalam empat hal: jenis huruf,
harakat huruf, jumlah huruf dan urutan huruf. Persamaan dua lafaz ini
bisa dalam kondisi yang sama sebagai isim, fi’il atau huruf atau disebut

72
Jalaluddin al-Qazuni, 3:hlm. 91.
73
Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 61.
74
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Nisaburi, Shahih Muslim, ed. Ahmad
bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori, vol. 5 (Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334), hlm. 141.
75
Al-Hasyimi, Jawahir Al-Balagoh Fi Al-Ma’ani Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’, hlm. 98.
76
Secara umum jinas artinya dua lafaz yang memiliki kemiripan dari segi pengucapan. Lihat Al-Hasyimi,
hlm. 325.

21
sebagai jinas mumasilan. Namun jika dua lafaz dalam kondisi yang
berbeda dari isim dan fa’il maka disebut jinas mustaufiyan.77 Sedangkan
lawan dari jinas tām adalah jinas goiru tām dua lafaz yang berbeda dengan
salah satu atau empat syarat sebelumnya tidak terpenuhi. 2) Jinas
Murakkab. 3) Jinas Mutasyābih dan mafrūq 4) Jinas ghoiru tāmm, jinas yang
tidak memiliki persamaan pengucapan pada salah satu dari empat hal;
jenis huruf, harakat huruf, jumlah huruf dan urutan huruf. Jinas ghoiru
tāmm dibagi lagi menjadi beberapa; muharraf,78 nāqis,79 mudāri’,80 lāhiq,81
qalb.82
Contoh jinas dalam hadis:

:)‫ ط الرتكية‬18 /8( »‫«صحيح مسلم‬


ْ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ
‫اود يع ِِن ْاب َن‬ ‫ حدثنا د‬،‫ب‬ ََْ ْ َََ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ
ٍ ‫) حدثنا عبد اهللِ بن مسلمة ب ِن قعن‬2578( - 56
َّ َ َ ُ َ َّ َ َ َ ْ ُ َ َْ
‫ ع ْن َجابِ ِر بْ ِن عبْ ِد اهللِ أن رسول اهللِ صَل‬،‫ ع ْن عبَيْ ِد اهللِ بْ ِن ِمق َس ٍم‬،‫قي ٍس‬
ُ َّ
‫ َواتقوا‬،‫ام ِة‬ َ َ‫ات يَ ْو َم الْقي‬
ٌ َ ُ ُ َ ْ ُّ َّ َ َ ْ ُّ ُ َّ َ َ َّ َ
‫ «اتقوا الظلم ف ِإن الظلم ظلم‬:‫اهللُ َعليْ ِه َو َسل َم قال‬
ِ
ْ،‫اء ُهم‬ َ ‫كوا ِد َم‬ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َّ ُّ َّ َ َّ ُّ
‫الشح ف ِإن الشح أهلك من اكن قبلكم ْحلهم ىلع أن سف‬
83 ْ ُ َ َ َ ُّ َ َ ْ َ
».‫ارمهم‬ ِ ‫حم‬ ‫وا‬ ‫واستحل‬
Jinas dalam hadis diatas termasuk dalam kategori jinas isytiqoqi
dengan lafaz az-zulmu dan az-zulumat. Dua kata yang berakarkan pada
kata yang sama. Kata yang digunakan dalam hadis berbentuk tunggal
(mufrad) dan jamak (jama’ muanas sālim). Zalim di dunia bagaikan zalim
di akhirat, dengan keterkaitan sebab akibat antara keduanya. Zalim di
dunia menjadi sebab adanya zalim di akhirat yang akan ditemui orang
yang berbuat zalim.84

77
Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 354.
78
Dua lafaz yang memiliki perbedaan dalam segi harakat. Lihat Al-Maragi, hlm. 355.
79
Dua lafaz yang memiliki perbedaan dalam segi jumlah huruf. Lihat Al-Maragi, hlm. 356.
80
Dua lafaz yang memiliki perbedaan huruf namun berdekatan makhraj. Lihat Al-Maragi, hlm.
356.
81
Dua lafaz yang memiliki perbedaan huruf namun berjauhan makhraj. Lihat Al-Maragi, hlm. 356.
82
Dua lafaz yang memiliki perbedaan pada susunan huruf, jinas qalb dibagi menjadi dua:
mujanihan dan mazdūjan. Lihat Al-Maragi, hlm. 357.
83
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Nisaburi, Shahih Muslim, ed. Ahmad
bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori, Vol. 8 (Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334), hlm. 18.
84
Faiz Taha Umar, “Balagoh At-Tasybih Fi Al-Hadis An-Nabawi As-Syarif Fi Shahih Al-Bukhari,”
Majalah Jami’ah Takrit Lil ’Ulum, Vol. 20 (2012): hlm. 53.

22
Selain pembahasan mengenai jinas dari segi keindahan lafaz,
pembahasan selanjutnya membahas keindahan dari segi makna, yaitu
mutābaqoh atau dikenal dengan istilah tibāq, muyakālah dan luff wa nasyr.
Secara bahasa tibāq artinya berkumpulnya dua hal, kemudian menurut
istilah berkumpulnya dua hal yang berlawanan dalam satu kalimat
secara majas maupun makna hakikat.85 Jenis-jenis tibāq berdasarkan
bentuk katanya; 1) Dua kata yang serupa dari jenis yang sama atau dua
isim. 2) Dua kata yang serupa dari jenis yang berbeda. Sedangkan secara
umum, tibāq dibagi menjadi tibāq ījābi86 dan salbi.87
Contoh tibāq dalam hadis:

:)‫ ط الرتكية‬175 /2( »‫«صحيح مسلم‬


ْ َْ ٌ ‫ َح َّد َثنَا َجر‬،‫ان ْب ُن أَِب َشيْبَ َة‬ ُ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ
،‫ َع ِن اْلع َم ِش‬،‫ير‬ ِ ِ ‫) وحدثنا عثم‬757( - 166
ُ ُ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َ َّ َّ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َْ ُ َ ْ َ
:‫ س ِمعت ال ِب صَل اهللُ علي ِه وسلم يقول‬:‫ عن جابِ ٍر قال‬،‫عن أ ِِب سفيان‬
ُّ ‫ْيا م ْن أَ ْمر‬
َ‫ادل ْنيا‬ ً ْ ‫اع ًة َال يُ َواف ُق َها َر ُج ٌل ُم ْسل ٌم ي َ ْسأَ ُل اهللَ َخ‬
َ ‫«إ َّن ِف اللَّيْل ل َ َس‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ َّ َ ْ َ
88 َ ْ َّ ُ َ َ َ ُ َّ ُ َ ْ
»‫ وذلِك ُك يلل ٍة‬،‫واآل ِخر ِة إِال أعطاه إِياه‬
Tibāq dalam hadis tersebut terdapat dalam kalimat ad-dunya dan al-
akhirat yang terdapat dalam satu kalimat.
Musyākalah,89 menyebutkan sebuah makna dengan lafaz selain
lafaznya sendiri karena adanya kedekatan.90
Luff wa nasyr atau tayy wa nasyr menyebutan lafaz yang banyak
secara terinci maupun tidak kemudian menyebutkan pasangan yang
sesuai dengan lafaz tersebut maupun tidak.91
Contoh musyakālah dalam Hadis:

:)230 /4( »‫ اتلقاسيم واْلنواع‬:‫«صحيح ابن حبان‬

85
Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 320.
86
Dua lafaz yang berbandingan makna dan tidak ada kalimat lam nafiyah. Lihat Subakir, Ilmu Balagoh,
hlm. 160.
87
Dua lafaz yang berbandingan makna dan salah satu kalimat mengandung lam nafiyah. Lihat Subakir,
hlm. 161.
88
Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Nisaburi, Shahih Muslim, ed. Ahmad
bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori, vol. 2 (Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334), hlm. 175.
89
Secara bahasa musyakalah berarti menyamai, menyeimbangi. Al-Maragi, ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan,
Al-Ma’ani, Al-Badi’), hlm. 324.
90
Al-Hasyimi, Jawahir Al-Balagoh Fi Al-Ma’ani Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’, hlm. 309.
91
Subakir, Ilmu Balagoh, hlm. 182.

23
َّ ْ ْ َ َ َ ُ َ ََ َ َ َ ْ ُ ْ َّ َ َ ْ ‫« ِذ ْك ُر‬
َ‫ابلي‬
‫اَّلي‬ ِ ‫ان بِأن المصطف صَل اهلل عليه وسلم أ ِمر بِهذا ال ِفع ِل‬ ِ
ْ
.‫َو َصفنَ ُاه‬
َ َ ْ ْ َ ُ ْ ُ َّ َ ْ َ ََ َ ْ َ ُْ ُ ْ َ َ َ
‫ حدثنا‬،‫يم‬ ِ ‫ حدثنا العباس بن عب ِد الع ِظ‬،‫ أخَبنا عبد اهللِ بن قحطبة‬- 3340
ُ ‫ َح َّدثَِن ه َش‬،‫اق‬ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ُ ‫َو ْه‬
‫ام ْب ُن‬ ِ ِ ‫ س ِمعت ابن ِإسح‬:‫ قال‬،‫ َحدثنا أ ِِب‬،‫ير‬ ٍ ِ‫ر‬‫ج‬َ ‫ب ْب ُن‬
َ َ َ َ َ ُ َ َ
َّ َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ َ ْ َ ََُْ
،‫ أن رسول اهللِ صَل اهلل عليه وسلم‬،‫ عن عب ِد اهللِ ب ِن جعف ٍر‬،‫ عن أ ِبي ِه‬،‫عروة‬
ََ َ َ َ َ َ َ ْ َّ َ ْ ْ َ ََ َ َ َُِ ْ َ ُ ْ ُ َ َ
‫ ال سخب ِفي ِه وال‬،‫ب‬ ٍ ‫ت ِِف اَلن ِة ِمن قص‬ٍ ‫ "أ ِمرت أن أبْش خ ِدجية بِبي‬:‫قال‬
»]7005[ ."‫ب‬ َ ‫نَ َص‬

Maksud musyakālah dalam hadis ini, bahwa adanya kesesuaian


antara balasan yang didapat seseorang di akhirat dengan amal salehnya
ketika hidup di dunia. Rasulullah mengatakan “baitun” dan bukan
“qasrun” sesuai dengan kondisi sesungguhnya bahwa Ummu Mukmin,
Khadijah adalah orang pertama yang membangun rumah dalam Islam,
tiada tampak rumah dalam Islam kecuali rumah sayyidah Khadijah.
Contoh luff wa nasyr dalam Al-Qur’an:
ُ َّ َ ‫َ م‬ ْ ُ ْ ُ َ َ َ َّ َ َ ‫َ َ َ َ ُ ُ َّ م‬ َ ‫َومِن َّر م‬
‫ار ل ِت مسك ُنوا فِيهِ َوِلِ َبم َتغوا مِن فضلِهِۦ َول َعلك مم‬ ‫ۡحتِهِۦ جعل لكم ٱَّلل وٱنله‬
َ ُ ‫َم‬
73 :‫ سورة القصص‬٧٣ ‫تشك ُرون‬

C. KESIMPULAN
Adanya Balagah dalam hadis menunjukkan bahwa beberapa lafaz pada
hadis Nabi tidak bisa dimaknai secara hakikatnya, dan jika hal ini dipaksakan
akan berpengaruh pada informasi yang disampaikan hadis tersebut.
Kesimpulan ini didapatkan dari bacaan terhadap kasus-kasus hadis yang
diangkat pada tulisan ini, yakni Balagoh dalam hadis yang memuat dari
berbagai macam kaidah mulai dari ilmu ma’ani, ilmu Bayan dan Ilmu Badi’ yang
disertai dengan contoh-contoh hadis didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi, Ahmad bin Ibrahim bin Mustafa. Jawahir Al-Balagoh Fi Al-Ma’ani Wa Al-
Bayan Wa Al-Badi’. Beirut: Al-Maktabah Al-’Asriyah, 1431.
Al-Maki, Muhammad ibn Ahmad. Al-Fawaid Al-Jalilah Fi Musalsalat Ibnu ’Aqilah. Dar
AL-Basyair Al-Islamiyah, 2000.
Al-Maragi, Ahmad bin Mustafa. ’Ulum Al-Balagoh (Al-Bayan, Al-Ma’ani, Al-Badi’),
1431.

24
An-Nisaburi, Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijaj bin Muslim Al-Qusyairi. Shahih
Muslim. Edited by Ahmad bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori. Vol. 8.
Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334.
———. Shahih Muslim. Edited by Ahmad bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori.
Vol. 1. Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334.
———. Shahih Muslim. Edited by Ahmad bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori.
Vol. 5. Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334.
———. Shahih Muslim. Edited by Ahmad bin Rif’at bin Usman Hilmi Al-Qorh Hasori.
Vol. 2. Turki: Dar Al-Tiba’ah Al-’Amirah, 1334.
Jalaluddin al-Qazuni, Muhammad bin Abdur ar-Rahman bin Umar. Al-Idoh Fi ’Ulumi
Al-Balagoh. Vol. 3. Beirut: Dar al-Jail, 1431.
Juddu’, Izzah Muhammad. Al-Balagoh Fi As-Sunnah An-Nabawiyah: Dirasah Tahliliyah
Fi Al-Hadis An-Nabawi. Riyadh: Maktabah Rasyd, 2013.
Khamin, and Ahmad Subakir. Ilmu Balagoh. Kediri: IAIN Kediri Press, 2018.
Lasyin, Abdul Fatah. Min Balagoh Al-Hadis as-Syarif. Riyadh: Syirkah Maktabah ’Ukaz,
1982.
Noor, Umar Muhammad. Takwil Hadis (Memahami Hadis Musykil Menurut Ibnu
Qutaibah). Kuala Lumpur: Telaga Biru SDN. BHD, 2011.
Umar, Faiz Taha. “Balagoh At-Tasybih Fi Al-Hadis An-Nabawi As-Syarif Fi Shahih
Al-Bukhari.” Majalah Jami’ah Takrit Lil ’Ulum 20 (2012).
Abdurrahman, Hafidz. 2004. Ulumul Qur’an. Bogor.
Al-Bayhaqī, Abū Bakr. al-Sunan al-Kubrā: Kitab Al-Īman, Bab mā jā’a fī al-yamīn
alghamūs (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Alamiyah. 1424 H). juz.10
Al-Bukhārī, Muḥammad Ismā’īl abū ‘Abdullāh. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Juz 2.
———. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. Juz 8.
Arufin, Miftahul dan A. Faisal Haq. 1997. Ushul Fiqih : Kaidah-kaidah Pentapan
Hukum Islam. Cet. I. Surabaya: Citra Media.
Syarifudin, Amir. 2008. Ushul Fiqih. Jilid 2. Cet. V. Jakatra: Kencana.

Sumber Lain
http://www.referensimakalah.com/2012/12/bentuk-majaz-dalam-al-quran.html
http://infopesantren.web.id/ppssnh.malang/cgibin/content.cgi/artikel/dialektik
a_gaya _bahasa_quran.single.

25

Anda mungkin juga menyukai