Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

GHARIB AL-HADIS
Dosen Pembimbing : Drs. Indal Abror, M.Ag

Disusun oleh kelompok 3:


Achmad Nuqrosy (22105050060)
Haerul Putra Wira Pratama (22105050035)
Ridhya Dzikriya (22105050038)
Habib Muhammad (221050500
Sofia Lestari (22105050048)
Zidni Ulumuddin (22105050
Rizki Nindia Putri (22105050099)
Alvan Febio Rawin (22105050034)
Davin Ferdian Ramadhani (22105050052)
Rozan Amilatul Afnaniyah (22105050043)

MATA KULIAH MATAN HADIS PROGAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2023
A. Definisi

Menurut tata bahasa Arab, ‫ الغريب‬berarti ‫ الدخيل‬artinya yang asing atau yang di luar. 1
Dan menurut ulumul hadis, ilmu ini menyingkap apa yang tersembunyi dalam lafaf hadis.
Ibnu Shalah dalam buku ulumul hadis menyatakan : “Ilmu untuk mengetahui lafaz matan
hadis yang sulit lagi sukar dipahami, karena jarang sekali dipakai”. Kitab yang cukup
baik dalam masalah ini adalah An-Nihayah fi Gharibil Hadis wal Atsar, karya Ibnu Atsir.
Gharib Hadits karya para ulama ahli bahasa terdahulu yang merupakan kajian
penyampaian atau ungkapan dari lafadz-lafadz yang sulit dan rumit untuk dipahami hal
ini biasanya terdapat dalam matan hadits karena lafadz tersebut jarang digunakan. 2 Hal ini
dikarenakan bahasa yang digunakan masyarakat telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa arab pasar, sehingga terkadang tidak mengerti lafadz yang gharib. 3 Bisa juga
dikarenakan lafadz pada hadits tersebut jarang digunakan oleh Nabi Muhammad Saw,
biasanya lafadz nya mengandung ungkapan perumpamaan, sindiran dan lain m
sebagainya.4
Sebenarnya, pengetahuan tentang kalimat-kalimat asing ini termasuk cabang dari
disiplin ilmu gramatika bahasa arab (nahwu), bukan dalam bidang ilmu hadis. Akan
tetapi, mereka yang mau mengkaji dan mendalami kandungan pada hadishadis nabi SAW
mutlak memerlukan cabang ini, seperti para ahli fiqih yang in gin inenggali hukum dari
hadis dan ahli tafsir saat menafsiri al-Qur'an. Sebab, untuk menggali hukum dari hadis
perlu untuk memahami teks hadis itu sendiri. Dan itu tidak mungkin dapat dilakukan
kecuali mengetahui makna kalimat-kalimat yang dinilai gharib.5

B. Objek Kajian dan Tujuan


Dari definisi yang telah dijabarkan di point definisi, maka jelas yang menjadi objek
kajian dari kajian Ilmu Gharib al-Hadis adalah kata-kata yang sekiranya mempunyai
banyak makna (musykil), susunan kalimat-kalimat yang sulit dipahami maksud dan
1 Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2017), hlm. 115.
2 Rahendra Maya, Konstruk Syarah Hadits Ahkam (Syarh Ahâdits Al-Ahkâm) dan Format Pembelajarannya di
Perguruan Tinggi: Sebuah Tawaran Metodologis,”Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam,
6, no. 1 (2018), hlm. 25.
3 As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, hlm. 105.
4 Tarmizi M. Jakfar, Ulum Al-Hadits Dan Korelasinya Dengan Ushul Al-Fiqh, 10 No. 1 (2013): hlm. 101.
5 M. Mashuri Mochtar, Kamus Istilah Hadis (Pasuruan: Pustaka Pondok Pesantren Sidogiri, t.th), h. 229.
tujuannya sebab kata dan kalimat tersebut jarang digunakan dalam penggunaan bahasa
Arab hingga terdengar asing di telinga masyarakat pada masa itu. Oleh karena itu, tujuan
yang didapat dari persoalan tersebut adalah Ilmu Gharib al-Hadis bertujuan untuk
mencegah seseorang dari menduga-duga dalam menafsirkan kata-kata atau kalimat yang
sekiranya sulit dipahami dan mengantisipasi adanya kekeliruan mengikuti pendapat dari
orang yang bukan ahlinya.

C. Latar Belakang Munculnya Ilmu Gharib al-Hadis


Yang melatar belakangi adanya ilmu Gharib al-Hadis karena adanya beragam
pemahaman maksud dari perkataan Nabi. Jika Nabi adalah yang paling baik dan fashih
bicaranya, maka yang berikutnya adalah para sahabat Nabi. Nabi sangat pandai dalam
menyampaikan sesuatu hingga yang mendengar akan mudah memahami. Namun tidak
dipungkiri sebagai manusia biasa akan adanya kekurangan dalam memahami
perkataannya baik itu pada indera pendengaran, penglihatan ataupun perbedaan bahasa.
Maka, para sahabat pun jika mereka mendapati ketidak pahaman pada perkataan Nabi,
mereka akan langsung bertanya kepadanya, dan Nabi akan menerangkan maksud dan
makna atas perkataannya hingga sampai kebenaran yang dimaksudkan. Pada zaman
sebelum wafat Nabi, ketika ada yang mendapati ketidak pahaman bahasa yang
disampaikan Nabi, maka mereka akan langsung bertanya kepadanya dan Nabi
menjelaskan hingga mereka memahami arti dan maksud sebenarnya. Bahkan ketika Nabi
menyampaikan kepada kabilah-kabilah yang mempunyai perbe,daan dialek bahasa, Nabi
akan langsung menjelaskannya. Sehingga tidak diperlukan ilmu gharibul hadis pada
zaman nabi.
Beberapa lama setelah wafatnya rasul, tepat pada era sahabat sekitar abad pertama
hijriah, pada 150 H, ekspansi penyebaran syariat islam telah sampai ke negara-negara
lain, kata dan kalimat bahasa arab yang mulanya murni, tercampur dengan bahasa-bahasa
asing yang sedikit merubah kemurnian bahasa arab. Karena kebanyakan masyarakat luar
arab memiliki konsep bahasa yang berbeda-beda, sehingga mereka tidak bisa langsung
memahami makna yang terkandung dalam hadis, ditambah kaidah bahasa arab yang
sangat luas, maka perlunya untuk memahami makna perkata yang terdapat dalam hadis.
Dari sinilah awal munculnya istilah kata asing dalam matan hadis rasulullah atau dikenal
dengan istilah “Gharibul Hadis”.

D. Urgensi Gharibul Hadis


Adapun urgensi dari ilmu gharib al-hadis ini adalah:
1. Sangat diperlukan bagi seseorang yang ingin mengetahui, menjelaskan dan
menafsirkan arti hadis dengan sebenarnya terutama jika hadis-hadis itu memang
menggunakan lafadz-lafadz bahasa Arab yang tidak lazim digunakan dalam bahasa
Arab.
2. Orang yang mengetahui ilmu ini tidak akan tergesa-gesa menolak hadis shahih
yang di dalamnya terdapat lafadz yang gharib.
3. Orang yang mengetahui ilmu ini akan bisa membedakan mana hadis-hadis yang
menggunakan makna hakikat dan mana pula hadis-hadis yang harus diartikan
dengan makna majaz.

E. Metode Memahami Hadis Gharib


Ada beberapa metode dalam memahami atau menafsiri kata-kata yang gharib.
Para ulama telah memberikan petunjuk atau metode dalam memahami redaksi hadis
yang mengandung gharib diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan Al-Quran
Pendekatan Alquran adalah penafsiran kata-kata garīb yang terdapat
dalam matan hadis melalui ayat-ayat al-Qur’an. Seperti contoh:
‫ِه َع ْن َأِبي ُهَر ْي َر َة‬S ‫َح َّد َثَنا ُمَس َّدٌد َح َّد َثَنا َيْح َيى َع ْن ُع َبْيِد ِهَّللا َقاَل َح َّد َثِني َسِع يُد ْبُن َأِبي َسِع يٍد َع ْن َأِبي‬
‫َرِض َي ُهَّللا َع ْن ُه َع ْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل ُتْنَك ُح اْلَم ْر َأُة َأِلْر َب ٍع ِلَم اِلَه ا َو ِلَحَس ِبَها َو َج َم اِلَه ا‬
‫َو ِلِد يِنَها َفاْظَفْر ِبَذ اِت الِّديِن َتِرَبْت َيَداك‬6
Diriwayatkan : Dari Abū Hurairah dari Nabi saw bersabda: Perempuan
dinikahi karena empat hal, hartanya (kaya), kehormatannya, kecantikannya

6 Abū‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā‘īl al-Bukhārī, Jāmi‘Ṣaḥīḥal-Bukhārī, bāb Ism al-Qāti‘(Beirut: Dār al-
Fikr,t.th.), 1895. Hadis diambil dari kitab al-Harawī yang kebetulan menjelaskan hadis ini.Tetapi redaksi hadisnya di
kitab al-Harawīada perbedaan sedikit dengan hadis diatas
dan agamanya. Maka, bisa mengalahkan pada hakikat agama, sungguh miskin
tanganmu.
Kata ‫ تریب بیداك‬merupakan kata yang garīb menurut al-Harawī, kata ini
berasal dari kata-kata orang Arab yang mengatakan pada seorang laki-laki
apabila sedikit hartamu, maka sungguh miskin (‫)ترب‬. Maksudnya adalah
menjadikan kemiskinan melekat pada dirinya. Lalu kemudian kata ‫تریب‬
ditafsiri dengan ayat Alquran surat al-Balad ke-ayat 16 ( ‫ )َاْو ِم ْس ِكْيًنا َذ ا َم ْتَر َب‬yang
artinya orang miskin yang sangat miskin.7 Dari penjelasan ayat ini maka
jelaslah bahwa kata ‫ تریب‬memiliki arti yaitu orang miskin yang sangat miskin.
2. Metode dengan Menggunakan pendekatan Hadis Lain
Pendekatan hadis adalah penafsiran kata-kata yang garīb yang terdapat
dalam matan hadis melalui hadis lain yang semakna seperti contoh:
‫عن النبي صلي اﷲ‬،‫عن ابن عباس‬،‫عن مجاهد‬،‫ح‬،‫عن يزيد بن ابي زياد‬،‫حدثنا ابن فضيل‬،‫حدثنا أبو بكر‬
‫عليه وسلم قال فى مكة الترفع لقطتها اال لمنشد‬8
Artinya : Telah menceritakan pada kami Abu Bakr, mencerikatan pada kami
Ibnu Fuḍayl, dari Yazīd bin Abī Ziyād dari Mujāhid dari Ibnu ‘Abbās dari
Nabi Saw.bersabda waktu itu beliau ada di Mekkah,“Tidak boleh meng-
hilangkan kamu pada barang yang hilang (harus dipelihara) kecuali ada
orang yang mencari.” Sehingga, Kata ‫ لقطتھا‬merupakan kata yang garīb
kemudian ditafsiri melalui pendekatan hadis yang semakna
:‫حدثنا عبيد بن عمر حدثنا يزيد بن زريع حدثنا حجاج بن ابي عثمان حدثني يحي عن أبي عثمان‬
‫عن أبي هريرة قال رسول اﷲ عليه وسلم‬،‫حدثني يحي‬::
‫االتلتقط لقطتهااال لمنشد‬

Menceritakan pada kami Abu Bakr, telah menceritakan pada kami ‘Umar,
menceritakan pada kami Yazīd bin Zuray‘, menceritakan pada kami
Ḥajjāj bin Abī‘Uṡmān, menceritakan padaku Yaḥyā dari abi Usman,
menceritakan padaku Yahya dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah
Saw bersabda: “ Tidak boleh kamu memungut pada barang temuan(harus

7 Terjemahannya diambil dari terjemahan, Departemen Agama, Alquran Dan Terjemahannya (T.t.: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri,2009). Abūal-Qāsim bin Salam al-Harawī,Garībal-Ḥadīṡ,vol.I,258
8 Al-Bukhārī,Jāmi,juz 8, 26
dipelihara) kecuali ada orang yang mencari.” Kemudian, Hadis diatas ini
diperkuat lagi oleh tiga hadis lain yang masih membahas masalah barang
temuan.

3. Metode Pendekatan dengan Bahasa Melalui Syi‘ir Arab


Pendekatan bahasa adalah penafsiran kata-kata garīb yang terdapat dalam
matan hadis melalui syi‘ir Arab.
‫حدثنا أحمد بن جعفر بن عمر حدثنا وكيع عن زكريا بن اسحاق حدثني عمر بن ابي سفيان عن‬
‫ اليك لتؤدي‬،‫ فجاءني رجالن على بعير فقال انا رسول هللا صلي هللا عليه وسلم‬... ‫ابيه عن ابي سعير‬
‫صدقة عنمك قال قلت وما علي فيها قاال شاة فأعتمد الى شاة قد عرفت مكانها ممتلئة محضا وشمحا‬
‫فأخرجتها اليهما فقال هذه الشافع والشافع الحائل‬

Menceritakan kami ahmad bin ja’far bin umar, menceritakan pada kami
waki dari zakaria bin ishaq menceeritakan padaku umar bin abi sufyan dari
bapaknya dari abi syair maka dua orang mendatangiku di kandang, maka berkata,
sesungguhnya rasoulullah Saw. Memerintahkan kamu untuk membayar sedekah
dengan kambingmu dan aku tidak termasuk orang harus membayar sedekah.
Berkata kedua laki-laki, kambing, maka kemudian aku bawa kambing. Sungguh
aku mengetahui tempatnya (kandangnya) seraya memberikan makanan yang enak-
enak agar menjadi gemuk, kemudian aku mengeluarkan kambing diserahkan pada
laki-laki tersebut.

Menurut al-Busti kata aberasal dari kata yaitu gemuk seperti kandung syi 'ir di bawah ini.

‫صريف له * مقدوفة بدخيش النخض بازلها‬

26 ‫صريف القعو بالمسد‬

Memberikan makan dengan susupan agar menjadi gemuk Baginya dililiti dengan lilit
poros tali sabut.
Maka dapat saya simpulkan bahwa kata yang menurut al-Busti berasal dari kata
mempunyai arti gemuk.

4. Metode Pendekatan dengan Pendapat Perawi

Pendekatan pendapat perawi adalah penafsiran kata-kata yang garībyang


terdapat dalam matan hadis melalui kata-kata Arab yang dipahami oleh perawi
seperti contoh:

‫َح َّد َثِني ُم وَس ى ْبُن ِإْس َم اِع يَل َح َّد َثَنا َأُبو َع َو اَنَة َع ْن َع ْبِد اْلَم ِلِك َع ْن ِرْبِع ٍّي َع ْن ُح َذ ْيَفَة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل َك اَن الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه‬
‫َو َس َّلَم ِإَذ ا َأَخ َذ َم ْض َجَع ُه ِم ْن الَّلْيِل َو َض َع َيَد ُه َتْح َت َخِّد ِه ُثَّم َيُقوُل الَّلُهَّم ِباْس ِم َك َأُم وُت َو َأْح َيا َوِإَذ ا اْسَتْيَقَظ َقاَل اْلَح ْم ُد ِهَّلِل اَّلِذ ي َأْح َياَنا َبْع َد‬
‫َم ا َأَم اَتَنا َوِإَلْيِه الُّنُش وُر‬

Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma'il] telah menceritakan kepada kami
[Abu 'Awanah] dari [Abdul Malik] dari [Ribi'I] dari [Hudzaifah] radliallahu 'anhu dia
berkata; "Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hendak tidur di malam hari, beliau
meletakkan tangannya di bawah pipi, kemudian beliau mengucapkan: "Bismika
amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu aku mati dan aku hidup)." Dan apabila bangun
tidur, beliau mengucapkan: 'Al Hamdulillahilladzii ahyaana ba'da maa amatana
wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah
mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).'

Hadis diatas menjelaskan bah-wasanya tidur (‫ )نوم‬diberinama dengan mati(‫)أمتا‬.


Menggunakan kata ini dikarenakan tidur bisa menghilangkan aktifitas berpikir dan bergerak,
kata ini digunakan sebagai perumpamaan (‫ )أمثل‬atau penyerupaan. Tapi, bukan sebagai
penggokohan. Lalu dijelaskanoleh al-Jausīnawmadalah mati yang sebentar sedangkan
mawtadalah mati yang tidak akan hidup lagi. Dari penjelasan inilah dapat disimpulkan kata
mawtyang ada dalam matan hadisadalah tiduR

F. Kitab-kitab Gharib al-Hadits

Secara umum, yang dimaksud dengan kitab Gharib adalah kitab-kitab yang mengumpulkan
kalimat-kalimat gharib dan sukar maknanya baik itu dari al-Quran maupun hadis. 14 Ada sedikit
perbedaan pendapat mengenai siapa orang yang pertama menyusun kitab Gharib al-Hadits, ada
yang berkata yang pertama kali adalah Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin al-Mutsanna at-Tamimi (W.
210 H), ada pula yang berpendapat bahwa yang pertama kali adalah Abu Hasan an-Nadhri bin
Syamil al-Mazini (W. 203 H).9 Terlepas dari perbedaan tersebut, berikut kitab-kitab tentang
Gharib alHadits yang telah disusun oleh para ulama:

a. Gharib al-Hadits karya Abu Ubaid al-Qasim in Salam (W. 224 H).
sudah dicetak dalam 4 jilid.
b. Gharib al-Hadits karya Muhammad bin Ziyad yang lebih dikenal
dengan nama Ibn al-A’rabi (W. 231 H).
c. Gharib al-Hadits karya Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muslim bin
Qutaibah (W. 276 H). Kitab ini adalah catatan tambahan dan
perbaikan atas kitab Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. Sudah dicetak
dalam 3 jilid.
d. Gharib al-Hadits karya Abu Ishaq Ibrahim bin Ishaq al-Harbi (W.
285 H).
e. Gharib al-Hadits karya Abu Sulaiman Hamd al-Khattabi (W. 388
H)
f. Al-Ghariibiin (Gharib al-Quran wa al-Hadits) karya Abu Ubaid
Ahmad bin Muhammad al-Harwi (W. 401 H).
g. Al-Faiq fii Gharib al-hadits karya Abu Qasim JaaralLahu Mahmud
bin
h. Gharib al-Hadits karya Abu al-Farj Ibn al-Jauzi (W. 597 H).
i. An-Nihayah fii Gharib al-Hadits karya Majiuddin al-Mubarak bin
Muhammad al-Jazari yang lebih dikenal dengan nama Ibn al-Atsir (W.
606 H).10
G. Pemahaman Ilmu Gharib Hadis dalam Syarah Hadis

Pemahaman hadis yang lazim dilakukan dapat terlihat dalam model pemahaman hadis dalam
tradisi sebelum syarah dansesudahnya sangat berkembang terus menerus sesuai dengan
9 Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits: ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, Damaskus, Dar alFikr, cetakan
pertama, thn. 1989 M/1409 H, hal. 281 Lihat juga al-Ba’its al-Hatsits karya Ibn Katsir
hal. 117.
10 Muhammad bin Mathar az-Zahrani, Tadwin as-Sunnah an-Nabawiyyah: Nasy’atuhu wa
Tathawwuruhu min al-Qarni al-Awwal ila Nihayah al-Qarni at-Tasi’ al-Hijri, Riyadh, Dar al-Hijrah,
cetakan pertama, thn. 1996 M/1417 H, hal. 218-220.
kebutuhan masyarakat. Di awal kelahiran gharib al-hadis terdapat problemnya adalah masih
sederhana dan oleh karenanya penjelasannya pun juga dilakukan secara sederhana.
Perkembangan selanjutnya adalah syarah hadis sebagaimana yang diungkapkan oleh MM. Abu
Zahwu yang menjadikan model ini adalah masa kesempurnaan dan akhir penjagaan hadis dari
hafalan ke kodifikasi terbatas menuju kesempurnaan dengan lahirnya kitab-kitab hadis sahih dan
kitab hadis lainnya. Setelah itu, menuju pemahaman hadis yang akhir yakni syarah hadis.
Walaupun dalam klasifikasi tersebut tidak dijelaskan tentang keilmuan gharib al-hadis tersebut
sebagai sebuah lompatan yang dianggap fenomenal. Lompatan terrsebut adalah kegiatan di abad
ke tujuh yaitu syarah hadis. Syarah hadis berbeda dengan gharib al-hadis dalam syarah ini
penjelasan atas hadis sangat lengkap. Setidaknya seluruh aspek atas hadis baik sanad atau
periwayat dan matan hadis dijelaskan dengan baik dan panjang. 11

H. Hadis Mutasyabih

Sebagian ulama memasukkan pembahasan hadis-hadis mutasyabbihat ke dalam ilmu gharib


al-hadis. Hadis mutasyabbihat adalah hadis yang mengandung makna yang samar dan sulit
dipahami. Ada dua metode yang digunakan dalam memahami hadis mutasyabihat. Pertama,
metode makna hakikat yaitu mengartikan hadis mutasyabbihat secara apa adanya, tetapi
menyadari bahwa sifat Allah tidak sama dengan makhluk. Metode ini biasanya dipakai oleh
mayoritas ulama salaf dan sebagian mutakallimin. Kedua, metode makna majazi yaitu
memberikan interpretasi yang layak bagi Allah untuk menyelamatkan akidah masyarakat awam
agar tidak beranggapan Allah menyerupai makhluk-Nya. Metode ini dipakai oleh ulama khalaf
dan mayoritas mutakallimin.12

‫َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن اْلُم َثَّنى َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن َج ْع َفٍر َح َّد َثَنا ُش ْع َبُة َع ْن َع ْم ِر و ْبِن ُم َّرَة َقاَل َسِم ْع ُت َأَبا ُع َبْيَد َة ُيَح ِّد ُث َع ْن َأِبي ُم وَس ى‬
‫َع ْن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل ِإَّن َهَّللا َع َّز َو َج َّل َيْبُس ُط َيَد ُه ِبالَّلْي ِل ِلَيُت وَب ُمِس يُء الَّنَه اِر َو َيْبُس ُط َي َد ُه ِبالَّنَه اِر ِلَيُت وَب‬
‫ُمِس يُء الَّلْيِل َح َّتى َتْطُلَع الَّش ْم ُس ِم ْن َم ْغ ِرِبَها و َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن َبَّش اٍر َح َّد َثَنا َأُبو َداُوَد َح َّد َثَنا ُش ْع َبُة ِبَهَذ ا اِإْل ْسَناِد َنْح َوُه‬13

11 A. Hasan Ash’ari Ulama’i, “Sejarah dan Tipologi Syarah Hadis,” Jurnal Teologia
Vol 19, no. 2 (2008): 352–353.
12 Abdul Majid Khan, Takhrij & Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), h. 172.
13 Ensi Hadis, Muslim-4954. No 2759 pada Syrah Shahih Muslim
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami
Syu’bah dari ‘Amru bin Murrah, ia berkata, Aku mendengar Abu ‘Ubaidah bercerita dari
Abu Musa dari Nabi ‫ﷺ‬, beliau bersabda, “Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
membuka lebar-lebar tangan-Nya pada malam hari untuk menerima tobat orang yang
berbuat dosa pada siang hari dan juga membuka tangan-Nya pada siang hari untuk
menerima tobat orang yang berbuat dosa pada malam hari. Yang demikian itu terus
berlaku hingga matahari terbit dari barat.” Dan telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah
menceritakan kepada kami Syu’bah dengan sanad ini yang serupa dengan Hadis tersebut.
Makna ‘Allah membentangkan tangan-Nya’ ,ulama salaf dan ulama khalaf berbeda
pendapat. Ulama salaf mengguna kan metode makna hakikat sehingga diartikan Allah
mempunyai tangan yang dibentangkan, akan tetapi tangan Allah tidak sama seperti
tangan makhluk dan tidak perlu dipertanyakan seperti apa bentuk konkretnya. Sedangkan
ulama khalaf menggunakan metode makna majazi. Ulama khalaf mengartikan bahwa
Allah membentangkan rahmat-Nya secara luas bagi mereka yang mau bertaubat.
TanganAllah disini diartikan pemberian rahmat.14

I. Kesimpulan
Ilmu Gharibul Hadits ini menjadi salah satu ilmu yang berkaitan dengan matan
hadits. Para ulama sangat membutuhkan ilmu Gharibul Hadits sebagai salah satu jalan
untuk memperdalam keilmuan hadits. Selain itu ilmu ini juga diperlukan bagi seseorang
yang sedang melakukan studi hadits. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkatan
kualitas hadits tersebut, apakah shahih atau dhaif. Karena kandungan matan juga menjadi
patokan untuk diambilnya sebuah hujjah pada hukum syariat bila mana hadits tersebut
memiliki kesinambungan sanad dan berada pada tingkatan marfu’ atau mauquf. Selain
itu, manfaat dari mempelajari ilmu Gharibul Hadits yaitu berguna sebagai rem dari
lajunya kritik yang dikeluarkan oleh para orientalis dan pengikutnya yang mengatakan
bahwa hadits merupakan hasil buatan generasi belakangan yang disandarkan pada
Rasulullah dan mereka mengatakan bahwa para ulama hadits tidak pernah memberikan

14 Abdul Majid Khon, Takhrij & Metode Memahami Hadis, h. 173.


perhatian kepada kritik matan. Maka dari itu, keilmuan ini menjadi jawaban yang jelas
atas skeptisisme mereka pada hadits-hadits Rasulullah.

Anda mungkin juga menyukai