Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MEMBANDINGKAN ANTARA HADAF DAN WASILAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Syarah Hadist
Dosen Pengampu : Hasan Su’aidi, M.S.I

Disusun Oleh :

Sani Asrofil Hidayah 3119005


Dita Umi Karimah 3119013
Yusron Faza Alfafa 3119045
Misbahul Anam 3119081

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hadist sebagai salah satu sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an
merupakan sebuah rujukan normatif yang berfungsi sebagai penjelas dari maksud
kandungan al-Qur’an, dan jumhur ulama sepakat menyangkut hal ini. Lebih jauh
lagi, sebagaimana diungkapkan Yusuf al-Qaradawi bahwa hadist berfungsi
menyikap keterangan yang masih global dari al-Qur’an, mentahsis, serta
membatasi kemutlakan al-Qur’an.1 Hal ini dikarenakan sebagai teks normatif yang
berkedudukan setelah al-Qur’an, maka keduanya mempunyai banyak perbedaan,
baik pada tingkat kepastian dalam teks maupun tingkat kepastian dalam argumen.
Selain itu, tidak bisa dipungkiri bawasannya hadist sendiri juga termasuk bagian
dari sejarah bahkah kembarannya sekalipun tidak mempunyai persamaan identik,
sebagaimana diungkapkan oleh Nabia Abbott: Islamic tradition and history were
twin, though nt identical, disciplines. Ia merupakan sebuah kumpulan data sejarah
yang berisi segala informasi yang bersumber dari Nabi Muhammad, mulai dari
perkataan (qawli), perilaku (fi’li), ketetapan (taqriri), ataupun sifat (ahwali).2

Umat muslimin oleh karenanya, apabila ingin mencari kebenaran mengenai


pemahaman dalam sebuah hadist maka hal yang dilakukkan bukan hanya melalui
pendekatan tekstual saja melainkan disertai juga dengan cara-cara yang sekiranya
dari langkah yang diambil tersebut seseorang mampu mengupas hadist dari
berbagai macam sudut pandang dikarenakan dengannya kebenaran tersebut
dirasakan, dipahami, dielaborasi, dijustifikasi, diberi wajah ortodoksi, dan dihayati
dalam konteks, waktu dan ruang geografis tertentu. Untuk itu mereka memerlukan
metode modern seperti pendekatan antropologi, psikologi, sosiologi, semiotika,
linguistik, ekonomi, filsafat, dan ilmu pengetahuan yang lain.3 Dari hal itulah maka
muncul beberapa pendekatan ilmiah dan filosofis. Sehingga untuk mampu
mengetahui hal tersebut maka diperlukannya sebuah pemahaman mengenai hadaf

1
Wasman, “Hermeneutika Hadist Hukum”, dalam Al-Manahij Jurnal Hukum Islam, Vol. 8, No. 2,
(Desember 2014), hlm. 1
2
Benny Afwadzi, “Kritik Hadist dalam Perspektif Sejarawan” dalam Mutawatir Jurnal Keilmuan
Tafsir Hadith, Vol. 7, No. 1, (Juni 2017), hlm. 2.
3
Robert D. Lee, Mencari Islam Autentik, (Jakarta: Mizan, 2000), hlm. 171.
dan wasilah demi memahami suatu hadist. Oleh karenanya pernyataan akhir yang
diperoleh ialah dalam memahami suatu hadis, dibutuhkannya suatu proses yang
biasa disebut dengan kaidah. Dalam kaidah ilmu syarah sendiri, terdapat
banyak kaidah serta beberapa keilmuan seperti halnya ilmu Syarah hadis
ialahal-wasilah al-mutaghayyirah wa al-hadf al-tsabit. Hadaf dan wasilah ialah
dua kata dari satu kaidah dan dua hal yang memiliki arti yang berbeda namun
dari satu kaidah ilmu Syarah hadis al-wasilah al-mutaghayyirah wa al-hadf al-
tsabit. Penulis memaksudkan dari makalah ini maka akan dibahas mengenai
heberapa hal yang berkaitan dengan hadaf dan wasilah.4

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana definisi hadaf dan wasilah?
b. Bagaimana penerapan kaidah hadaf dan Wasilah?
c. Apa saja contoh hadist terkait wasilah dan Hadaf beserta perbedaan antara
keduanya?

3. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui definisi hadaf dan wasilah dalam sebuah hadist
2. Mengetahui penerapan kaida hadaf dan wasilah dalam sebuah hadist
3. Memahami hadist serta perbedaan antara hadaf dan wasilah

4
Akhmad Sagir, Perkembangan Syarah Hadist Dalam Tradisi Keilmuan Islam, Juli 2010,
Vol. 9, No. 2, hlm. 129
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Hadaf dan Wasilah

Hadaf dan wasilah berasal dari satu kaidah pemaknaan hadis dan juga
dua kalimat yang dihubungkan dengan kata wa yang kalimat asalnya ialah al-
wasilah al- mutaghayyirah wa al-hadf al-tsabit. Hadaf artinya maksud atau
setiap aspek yang krusial, bisa juga disebut sebagai tujuan, sedangkan wasilah
ialah objek yang disifati, memiliki arti yaitu suatu penghubung yang
mendekatkan antara satu hal dengan lainnya, atau dalam bahasa yang lebih
simpel ialah alat atau instrumen.5 Dengan demikian, dua kalimat yang terdiri
dari empat kata ini jika rangkai dan diterjemahkan sesuai analisis semantik di
atas Menjadi sebuah istilah yang padu, yaitu sebagai ‘instrumen yang Berubah-
ubah dan tujuan yang permanen’. 6 Jadi, kaidah al-Wasilah al-Mutaghayyirah wa
al-Hadf al-Tsabit merupakan kaidah pemaknaan hadis yang mencoba
menjelaskan dan Mengklasifikasi antara instrumen atau sarana yang berubah-
ubah dan Tujuan yang permanen dalam sebuah teks hadis.
Oleh karenanya bisa disimpulkan bahwa hadaf dan wasilah ialah dua
kalimat dari satu kaidah pemaknaan hadis yaitu al-wasilah al-mutaghayyirah
wa al-hadf al-tsabityangjikadipisah menjadi Al-wasilah al-mutaghayyirah dan
al-hadf al-tsabit. Kedua hal ini memiliki arti yang berbeda yaitu al-wasilah
artinya objek yang bisa juga disebut alat maupaun instrumen, kedua ialah hadf
yang artinya maksud atau juga bisa disebut tujuan. Arti dari kalimat itu ialah
instrumen yang berubah-ubah dan tujuan yang permanen.

B. Contoh dari Hadaf danWasilah


Penerapan hadaf dalam suatu hadist yaitu terdapat dalam hadist salah
satu contohnya yaitu terdapat dalam hadist tentang model berpakaian. Adapun

5
Limatus sauda’, Kaidah Pemaknaan hadis “al-wasilah al-mutaghayyirah wa al-hadf al-tsabit”
karya Yusuf Al-qaradawi, Skripsi jurusan Tafsir hadis IAIN Sunan Ampel, 2012, bab 4, hal. 62-63.
6
Eko Zulfikar, Pemahaman Hadist Yusuf Al-Qardhawi: Telaah Atas Kaidah Al-Tamyiz Bayna
Al-Wasilah Al-Mutaghayyirah Wa Al-Hadhf Al-Thabit, Islamika,. INSIDE: Jurnal Keislaman dan
Humaniora, Volume 5, Nomor 2, Desember 2019, hal. 153
beberapa variasi hadist tentang model pakaian terdapat dalam beberapa
periwayatan diantaranya yaitu : Shahih bukhari, Shahih muslim, Sunan abu
daud, Sunanat-Tirmidzi, Sunanan-Nasa’I, Sunan ibn Majah.

 Shahih Bukhari

‫ اي الثیاب كان احب الئ انبي‬: ‫ قلت لھ‬: ‫ قال‬,‫ عن انس‬,‫ عن قتا دة‬,‫ حدثنا ھمام‬,‫حدثنا عمرو بن عاصم‬

‫ الحبر‬: ‫صلئ هللا علیھ وسلم ان یلبسھا ؟ قال‬

Artinya: Telah bercerita kepada kami : umar bin ashim, telah bercerita
Qattadah, Annas, Qattadah berkata saya berkata Annas, pakaian apa yang
membuat Senang Rasulullah ? Annas menjawab “ Jubah berwarna hitam “,
( H.R Bukhari )

 Shahih Muslim

‫ اي اللباس كان احب الئ رسول هللا‬: ‫ قلنا النس بن مالك‬: ‫ قال‬,‫ حدثنا قتا دة‬,‫ حدثنا ھمام‬,‫حدثنا ھداب بن خالد‬
‫ الحب‬: ‫ او اعجب الئ رسول صلئ هللا یلیھ وسلم ؟ قال‬,‫صلئ هللا علیھ و سلم‬

Artinya : Telah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Musa,


bercerita kepada kami Fadl bin musa, dari Abdul Mu’min bin Khalid Hanafi,
dari Abdullah bin Badriah, dari Ummu Salamah ia berkata ‘pakaian yang
disenangi Rasulullah adalah gamis (H.R Abu Dawud).

‫ كان احب الثیاب الئ‬: ‫ قال‬,‫ عن انس‬,‫ عن قتادة‬,‫ حدثني ابي‬,‫ ححدثنا معاذ بن ھشام‬,‫حدثنا محمد بن المثنئ‬
‫رسو صلئ هللا یلیھ وسلم الحبرة‬

Artinya: “Telah bercerita kepada kami, Muhammad bin Mutsanna. Menceritakan


kepada kami Mu’adz bin hizam, ayah saya bercerita kepada saya, dari Qattadah
dari Anas, baju yang paling disenangi Rasulullah jubah berwarna hitam.
 Sunan Abu Dawud

‫ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻦ ﺧﺎﻟﺪ‬,‫ ﻧﺐ ﻣﻮﺳﺊ‬j‫ ﺣﺪﺛﻨﺎ اﻟﻔﻀﻞ‬,‫ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﺮاھﯿﻢ ﺑﻦ ﻣﻮﺳﺊ‬


‫ اﻟﺊ‬j‫ اﺣﺐ اﻟﺜﯿﺎب‬j‫ ﻛﺎن‬j: ‫ ﻗﺎﻟﺖ‬j,‫ ﺳﻠﻤﺔ‬j‫ ﻋﻦ ام‬j,‫ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ ﺑﻦ ﺑﺮﯾﺪة‬,‫اﻟﺤﻨﻔﻲ‬
‫ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اﻟﻘﻤﯿﺺ‬a‫ ﺻﻠﺊ‬a‫رﺳﻮ‬

Artinya : Telah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Musa,


bercerita kepada kami Fadl bin musa, dari Abdul Mu’min bin Khalid
Hanafi, dari Abdullah bin Badriah, dari Ummu Salamah ia berkata ‘pakaian
yang disenangi Rasulullah adalah gamis ( H.R Abu Dawud)

‫ عن عبد‬,‫ عبد المؤمن بن حالد‬j‫ حدثني‬: ‫ قال‬,‫ حدثنا ابو تمیلة‬,‫حدثنا زیاد بن ایوب‬
‫لئ‬jj‫ول ص‬jj‫وب احب الئ رس‬jj‫ لم یكن ث‬: ‫ قالت‬,‫ عن ام سلممة‬,‫ عن ابیھ‬,‫بن بر ییدة‬
‫هللا علیھ و سلم من قمیص‬
Artinya : Telah bercerita kepada kami Ziyad bin ayub, bercerita
kepada kami, Abu Tamiylah, bercerita kepada saya Abdul mu’min bin
kholid, dari Abdullah bin baridah dari ayahnya dari Ummu Salamah, dia
berkata ‘ tiak ada pakaian yang disenangi Rasulullah selain gamis ( H.R
Abu Dawud)
 Sunanal-Tirmidzi

‫ عن‬,‫ عن امھ‬,‫ عن عبد بن بریدة‬,‫ عن عبد المؤمن بن خالد‬,‫ حدثنا ابو تمیلة‬: ‫ قال‬j‫حدثنا زیاد بن ایوب البغدادي‬
‫كان احب الثیاب الئ النبي صلئ هللا علیھ وسلم القمیص‬: ‫ام ثلمة قالت‬

Artinya:Telah bercerita kepada kami, Ziyad bin abu Baghdadi,dia


berkata:bercerita kepada kami abu tumailah, dari Abdul Mu’min bin Khalid,
dari Abdullah bin Baridah, dari ibunya, dari ibu salamah, ia berkata ‘ pakaian
yang paling di senangi Rasulullah adalah gamis ( HR. al-Tirmidzi)
 Sunan-Nasa’i

‫ كان احب الثیاب‬: ‫ عن انس قال‬,‫ عنقتادة‬,‫ حدثني ابي‬:‫ حدثنا معاذ بن ھشام قال‬: ‫ قال‬,‫اخبرنا عبد هللا بن سعید‬
‫الئ نبي هللا صلئ هللا علیھ و سلم الحبرة‬

Artinya : Telah bercerita kepada kami, Abdullah bin Sa’id, dia


berkata : bercerita kepada kami Ma’ad bin Hisyam, dia berkata : ayah saya
bercerita kepada saya, dari Qattadah dari Anas, dia berkata : ‘ pakaian yang
disenangi Rasulullah adalah jubah berwarna hitam ( H.R. al-Nasa’I)

 Sunan IbnMajah

‫ عن‬,‫ عن امة‬,‫ غن ابن بریدة‬,‫ عن عبد المؤمن بن حالد‬,‫ حدثنا ابو تمیلة‬: ‫حدثن یعقوب بن ابرھیم الدورقي قال‬
‫ لم یكن ثوب احب الئ هللا صلئ هللا علیھ و سلم من القمیص‬: ‫ام سلمة قالت‬

Artinya:Telah bercerita kepada kami Ya’qubbin Ibrahim ad


Dauruqi, dia berkata : telah bercerita kepada kami Abu Tumailah, dari Abdullah
Mu’min bin Khalid, dari ibn Buraidah dari ibunya, dan dari Ummu Salamah
berkata:’tidak ada pakaian yang lebih disenangi Rasulullah selain gamis
(HR.IbnMajah)
Dari beberapa redaksi matan dan sanad diatas yaitu memiliki satu
pokok pembahasan yang sama yaitu tentang dua model jenis pakaian yang
disenangi Rasulullah berupa gamis dan jubah berwarna hitam. Jika dilihat
secara saksama maka hadist ini terdiri dari tiga unsur : instrument, tujuan
perubahan, dan perkembangan. Yang dimaksud dengan instrument dalam hadist
ini yaitu model pakaian yang disebutkan secara khusus yaitu jubah dan gamis,
sedangkan dua model pakaian ini bisa berubah seiring berkembangnya zaman.
Namun tetap tujuan dari berpakaian ini yaitu menutup aurat dan juga menghin
dari badan dari bahaya fisik.
Dan berikut adalah klasifikasi antara Instrumen yang berubah-ubah
dengan tujuan yang tetap dalam teks hadist yang sudah di beri pemaknaanya
oleh Yusuh al-Qaradhawi sebagai berikut:

No Materi Hadist Instrumen yang berubah- Tujuan yang tetap


ubah

1. Hadist obat-obatan Bekam, kayu-kayuan, jinten, Usaha memelihara


dsb Kesehatan
2. Hadist Siwak Siwak Memelihara
kebersihan Mulut
3. Hadist tentang alat Memanah, kuda Upaya dalam
menghadapi
Perang
peperangan
4. Hadist etika makan dan Tiga jari dan menjilat jari-jari Tidak mubadzir
minum makanan, dan tidak
sombong
C. Perbedaan Antara Hadaf dan Wasilah
Al-Qaradawi mengungkapkan mengenai diantara sebab kesalahpahaman
dalam memahami hadist yaitu adanya pencampuradukan antara maksud dan
tujuan (hadaf) hadist yang sifatnya permanen dengan sarana (wasilah) yang
sifatnya temporal dan lokal. Faktanya, mayoritas masyarakat hanya memfokuskan
pemahaman pada sarana (wasilah) dan menganggapnya sebagai yang
dimaksudkan dalam sebuah hadist. Padahal apabila sebagian besar masyarakat
mau mendalami pemahaman hadist serta rahasia yang terkandungnya, maka akan
diperoleh pernyataan bawasannya yang terpenting adalah tujuan (hadaf) dari
sebuah hadist. Tujuan (hadaf) memiliki sifat tetap dan permanen, sementara
sarana (wasilah) umumnya berubah-ubah mengikuti perubahan lingkungan, kurun
waktu, kebiasaan ataupun beberapa faktor lainnya. 7 Belatar belakang dari hal
tersebut, maka tidak dibolehkannya mencampuradukkan antara hadaf sebenarnya
dari suatu hadist dengan wasilah.
Terkait contoh jika suatu hadist menyebut sarana (wasilah) tertentu guna
mencapai tujuan (hadaf), maka sarana tersebut tidak bersifat mengikat. Karena
sarana mampu berubah sesuai perkembangan zaman dan waktu, membedakan
antara tujuan yang tetap serta srana yang berubah-ubah berguna membedakan
antara pembacaan terhadap teks secara tekstual dengan penemuan arti maupun
maksud dibalik nas (pembacaan secara kontekstual). Analisis konteks-redaksional
secara tidak langsung, melahirkan sebuah perspektif baru mengenai semangat teks
keseluruhan yang pada akhirnya memberikan pemahaman mengenai maksud atau
tujuan (madlul/hadaf) dalam sebuah hadist. Selain itu disebutkan pula,
bawasannya media (wasilah) sebagai wadah bagi terwujudnya suatu tujuan
merupakan hal yang umum, oleh karenanya diperlukan pemahaman yang bersifat
filosofis dengan menarik tujuan ataupun maksud dari ucapan Rasulullah guna
mampu membedakan secara jelas antara maksud atau tujuan yang diinginkan
dengan media. Hal ini dikarenakan tujuan atau maksud merupakan sebuah realitas
yang sifatnya statis serta universal, sedangkan media senantiasa berkembang dan
terus berkembang sesuai kemajuan zaman. Inti dari penjabaran diatas, maka yang

7
Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’amalu ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah, cet. ke-2, (Kairo: Dar asy-
Syuruq, 2004), hlm. 139.
harus dijadikan pegangan oleh umat Islam pada sebuah hadist yaitu tujuan dan
maksud yang terkandung didalamnya, karena media hanya sebagai pendukung
bagi tercapainya sebuah maksud suatu hadist.8
Imam al-Qarafi (w. 684 H / 1285 M) mengklasifikasikan antara hadaf dan
wasilah, dengan menyatakan:“sumber hukum itu terbagi menjadi dua, yaitu
hadaf/maqasid/tujuan dan wasilah/wasail. Hadaf didalamnya terkandung
maslahat dan mafsadah, sedangkan wasilah adalah suatu jalan guna mencapai
hadaf. Wasilah untuk sebaik-baik hadaf ialah wasilah yang paling baik,
sedangkan wasilah yang digunakan untuk seburuk-buruk hadaf ialah wasilah
yang paling buruk. Apabila hadaf gugur, maka gugur pula wasilah tersebut
karena wasilah selalu mengiringi hadaf dari segi hukumnya.”9
Dari ungkapan al-Qarafi itulah maka mampu ditarik sebuah pemahaman
mawassannya hadaf merupakan suatu hukum yang mengandung maslahat dan
mafsadat. Dengan kata lain, hadaf merupakan suatu hukum yang dimaksd dalam
itu sendiri, haram atau wajib. Sementara wasilah merupakan sebuah metode yang
dimaksudkan guna mencapai hadaf. Diantara wasilah tersebut ada yang berubah
dari masa ke masa maupun sari satu tempat ke tempat lain. Ibnu al-Qayyim (w.
751 H/ 1350 M) juga memberikan pengklasifikasian mengenai hukum syariat
yang berhukum tetap serta berubah-ubah.10 Yang mana dari pernyataannya
mampu disimpulkan bahwa sebuah hukum (fatwa mampu berubah-ubah sesuai
dengan perubahan masa, tempat, situasi, kondisi, dan niat. Sehingga apabila dalam
hadist terdapat sarana (wasilah) lain yang lebih mudah serta mampu
meminimalisir suatu kesalahan, maka wasilah tersebut dapat menggantikan
wasilah lama dengan tujuan (hadaf) yang sama.11
Sebagaimana contoh penjelasan perbedaan antara hadaf dengan wasilah
yaitu sebagaimana dalam hadist Rasulullah saw:“Siwak merupakan kebersihan
bagi mulut dan keridhaan bagi Allah” (HR. Sahih Ahmad, Irwaul Ghalil no.
66).

8
Abdul Mufid, Criticism Of The Methods Of Interpretation Yusuf Al-Qardawi Against The Hadith
Rukyat Hilal (Kritik Terhadap Metode Interpretasi Yusuf Al-Qaradawi Terhadap Hilal Hadith), Kontemplasi:
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 8, No. 2, Desember 2020.
9
Al-Qarafi, al-Furuq (Anwar al-Buruq fi Anwa al-Furuq), Ed. Khalil Mansur, vol. 2 (Beirut: Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), hlm. 61.
10
Yusuf al-Qaradawi, Madkhal li Dirasah asy-Syari’ah al-Islamiyyah, (Kairo: Wahbah, 2001), 201.
11
Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’amalu ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah, cet. ke-2, (Kairo: Dar asy-
Syuruq, 2004), hlm. 146.
Mengenai tujuan atau maksud (hadaf) dalam seperti odol dan sikat gigi
serta segala macam barang yang sama kedudukannya dengan siwak hadist ini
sebetulnya adalah membersihkan mulut sehingga Allah menjadi ridha kerena
kebersihan tersebut. Sedangkan siwak hanyalah media (wasilah) guna mencuci
mulut. Mengenai hadist ini, Yusuf al-Qardawi menuturkan bawasannya hal
demikian terjadi karena siwak cocok serta mudah didapatkan pada jazirah Arab
kala itu. oleh karenanya, siwak bisa diganti dengan barang lainnya.
Hal ini juga berlaku sebagaimana ru’yat al-hilal guna menetapkan
ramadhan. Pada saat itu melihat bulan dengan mata telanjang merupakan cara
paling mudah, tetapi kemudian teknologi menawarkan media (wasilah) yang lebih
mudah serta akurat, sehingga melihat bulan dengan mata telanjang tidak lagi
termasuk sebuah keharusan disebabkan terdapat media (wasilah) lain yang kiranya
lebih mudah serta akurat.12

12
Abdul Mufid, Criticism Of The Methods Of Interpretation Yusuf Al-Qardawi Against The Hadith
Rukyat Hilal (Kritik Terhadap Metode Interpretasi Yusuf Al-Qaradawi Terhadap Hilal Hadith), Kontemplasi:
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 8, No. 2, Desember 2020.
BAB III
KESIMPULAN

Hadaf dan wasilah berasal dari satu kaidah pemaknaan hadis dan juga dua
kalimat yang dihubungkan dengan kata wa yang kalimat asalnya ialah al-wasilah
al- mutaghayyirah wa al-hadf al-tsabit. Hadaf artinya maksud atau setiap aspek
yang krusial, bisa juga disebut sebagai tujuan, sedangkan wasilah ialah objek yang
disifati, memiliki arti yaitu suatu penghubung yang mendekatkan antara satu hal
dengan lainnya, atau dalam bahasa yang lebih simpel ialah alat atau instrumen.
Oleh karenanya tidak mengherankan apabila penerapan kaidah hadaf dan wasilah
perlu diketahui dalam rangka pemahaman pemaknaan suatu hadist. Adapun contoh
penjelas perbedaan antara hadaf dengan wasilah yaitu sebagaimana dalam hadist
Rasulullah saw: “Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhaan bagi
Allah” (HR. Sahih Ahmad, Irwaul Ghalil no. 66)
Mengenai tujuan atau maksud (hadaf) dalam seperti odol dan sikat gigi serta
segala macam barang yang sama kedudukannya dengan siwak hadist ini sebetulnya
adalah membersihkan mulut sehingga Allah menjadi ridha kerena kebersihan tersebut.
Sedangkan siwak hanyalah media (wasilah) guna mencuci mulut. Mengenai hadist ini,
Yusuf al-Qardawi menuturkan bawasannya hal demikian terjadi karena siwak cocok
serta mudah didapatkan pada jazirah Arab kala itu. oleh karenanya, siwak bisa diganti
dengan barang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Afwadzi. Benny. Juni 2017. “Kritik Hadist dalam Perspektif Sejarawan” dalam
Mutawatir Jurnal Keilmuan Tafsir Hadith, Vol. 7, No. 1.
Al-Furuq dan Al-Qarafi. 1998. (Anwar al-Buruq fi Anwa al-Furuq), Ed. Khalil
Mansur, vol. 2. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Al-Qaradawi. Yusuf. 2004. Kaifa Nata’amalu ma’a as-Sunnah an-Nabawiyyah. cet.
ke-2. Kairo: Dar asy-Syuruq.
Lee. D Robert. 2000. Mencari Islam Autentik. Jakarta: Mizan.

Mufid. Abdul. Desember 2020. Criticism Of The Methods Of Interpretation Yusuf Al-
Qardawi Against The Hadith Rukyat Hilal (Kritik Terhadap Metode
Interpretasi Yusuf Al-Qaradawi Terhadap Hilal Hadith), Kontemplasi:
Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol. 8, No. 2.

Sagir. Akhmad. Juli 2010. Perkembangan Syarah Hadist Dalam Tradisi Keilmuan
Islam, Vol. 9, No. 2.

Sauda’. Limatus. 2012. Kaidah Pemaknaan hadis “al-wasilah al-mutaghayyirah wa


al-hadf al-tsabit” karya Yusuf Al-qaradawi. Skripsi jurusan Tafsir hadis
IAIN Sunan Ampel.
Wasman. Desember 2014. “Hermeneutika Hadist Hukum”, dalam Al-Manahij Jurnal
Hukum Islam, Vol. 8, No. 2.
Yusuf al-Qaradawi. Yusuf. 2001. Madkhal li Dirasah asy-Syari’ah al-Islamiyyah.
Kairo: Wahbah.

Zulfikar. Eko. Desember 2019. Pemahaman Hadist Yusuf Al-Qardhawi: Telaah


Atas Kaidah Al-Tamyiz Bayna Al-Wasilah Al-Mutaghayyirah Wa Al-Hadhf
Al-Thabit, Islamika,. INSIDE: Jurnal Keislaman dan Humaniora. Vol. 5,
No. 2.

Anda mungkin juga menyukai