Anda di halaman 1dari 7

Makalah

Fleksibilitas Makna Ayat-Ayat Al-Qur'an

Oleh :
Sauril Rahmadi Hutabarat (3004214022)
Prodi : Ekonomi Syariah

FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM


PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
PENDAHULUAN
Al Qur'an merupakan kitab suci yang pada hakikatnya berfungsi sebagai solusi
segala persoalan-persoalan yang kompleks dari titik pandang yang berbeda-
beda pada manusia. Perspektif tersebut akan semakin memperkaya khazanah
keilmuwan dan wawasan kandungan di dalamnya sehingga semakin
menegaskan dimensi kemukjizatan alquran sebagai kitab yang mampu
“menjawab” segala persoalan-persoalan hidup yang teoritis, ilmiah maupun
aplikatif dan bersifat universal.
Multi Makna (ma'ani al-muta'addidah)
Al-Qur’an memiliki keistimewaan bahwa kata dan kalimatnya yang singkat dapat
menampung sekian banyak makna

Fazlur Rahman dengan teori double movement (gerak ganda) berpandangan bahwa
dalam menginterpretasikan (menafsirkan) Alquran, seorang penafsir haruslah melakukan
gerak ganda‘. Gerakan pertama ialah seorang penafsir harus mampu menyelinap ke masa
lalu, memahami konteks di mana Alquran diturunkan. Setelah itu, gerak kedua ialah
bagaimana seorang penafsir harus mengkontekstualisasikan gerak pertama‘ tersebut dan
mengkonstruksi pemahaman ke masa kini

Menurut Saeed Abdullah : perlu adanya sebuah rekonstruksi pemahaman bahwa turunnya
wahyu itu tidak lepas dari sosio-historis dimana Alquran diwahyukan. Artinya, Alquran tidak
turun dalam suasana mati‘ atau hampa budaya, namun ia diwahyukan sebagai respon
terhadap kondisi dan permasalahan masyarakat.
Berdasarkan hadist nabi SAW (HR Bukhari 4992 dan Muslim 1936) bahwa Alquran itu
diturunkan dalam tujuh huruf, Artinya bahwa Nabi telah memungkinkan adanya fleksibilitas kata
dalam ayat demi menyesuaikan Alquran dengan kebutuhan saat itu.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan munculnya variasi bentuk, metode dan teknik penafsiran
Al-Qur‟an dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Luasnya Makna Al-Qur‟an Merupakan Aspek kemukjizatan Al-Qur'an
Dari satu Al-Qur'an yang sama, lahir ribuan karya, termasuk karya tafsir dengan berbagai corak
dan metodenya. Semakin dikaji, maka akan semakin banyak pengetahuan yang didapatkannya.
2. Perintah Allah S.W.T. untuk senantiasa tadabbur (merenungkan) makna Al-Qur’an.
Quraish Shihab menuliskan bahwa perbedaan adalah konsekuensi logis dari perintah tadabbur
Al-Qur’an, selama pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan secara sadar dan penuh
tanggung jawab.

3. Keuniversalan Al-Qur’an yang diperhadapkan pada zaman yang senantiasa berkembang.

Al-Qur’an sahih li kulli zaman wa makan, sehingga menuntut adanya fleksibilitas dalam
memahami Al-Qur’an, mengingat problematika kehidupan senantiasa berkembang.

4. Spesialisasi ilmu pengetahuan.

Spesialisasi dimaksudkan agar seseorang lebih fokus dalam mendalami sebuah ilmu. Disiplin
ilmu yang berbeda-beda inilah yang kemudian berpengaruh besar pada muncul corak tafsir yang
bervariasi
b. Rahasia Al Quran Berbahasa Arab

Sebagian orang menduga bahwa diturunkannya wahyu Ilahi ini ke dalam bahasa Arab,
boleh jadi disebabkan turunnya kepada bangsa Arab di negeri Arab, oleh karena itu Al-
Qur'an berbahasa Arab.

Bahasa Arab dipilih sebagai bahasa Al-Qur'an , faktor utamanya karena ia memiliki
kemampuan menampung makna dan pesan wahyu Ilahiyyah yang sangat luas dan kaya
dan ini tidak dimiliki bahasa lainnya di dunia.

Keunikan lainnya, bahasa Arab memiliki mutaradif atau sinonim yang sangat kaya dan
tidak ditemukan pada bahasa manapun di dunia. Para pakar bahasa Arab menyebutkan
diperkirakan ada sekitar 25 juta kosakata dalam bahasa Arab.

Adapun unsur-unsur yang menjadi salah satu keistimewaan bahasa arab yang menjadi
bahasa Al-Qur’an diantaranya adalah :
1.Fonologi (ilmu tentang penuturan bunyi bahasa)
2.Sintaksis (ilmu Nahwu/ tata bahasa tentang penentuan kedudukan 1 kalimat secara
i'rob)
3.Morfologi (ilmu Sharaf/dasar pembentukan kata)
4.Semantik (ilmu yang membahas tentang makna)
C. Makna Asal (al-wadh'u), Makna yang Selalu digunakan (al-isti'maal),
Kemungkinan Makna Lain (al-hamlu)
Shihab ad-Din al-Qarafi (w. 684 H) dalam kitabnya Syarh Tanqih al-Fushul fi Ikhtishar al-Mahshul fil-
Ushul, menjelaskan tiga term yang berkenaan dengan ijtihad, yaitu :

Al-Wadl’: yaitu pihak yang menjadikan kata itu memiliki arti atau makna tertentu. Misalnya kata ‘as-
Sunnah’ menurut muhadditsun dan fuqaha berbeda arti. Maka muhadditsun dan fuqaha inilah
dinamakan wadl’i al-lughah.

Al-Isti’mal: yaitu pemakaian kata yang telah dibuat oleh wadl’i al-lughah. Pemakaian kata yang arti
dan maksudnya berubah karena faktor Budaya. Secara konseptual, kata yang digunakan oleh
seseorang memiliki dua pengertian: pengertian awal sesuai rumusan pembuatnya, dan pengertian
yang diubah karena konteks dan susunan kalimat yang digunakan. Pengertian pertama disebut
makna haqiqi, dan yang kedua disebut makna majazi. Kata shalat misalnya, pada mulanya oleh
bahasa Arab diartikan “doa”, tetapi oleh Al-Qur’an pada hampir semua ayat yang menggunakan kata
itu, maknanya bukan sekadar doa tetapi diperluas sehingga mencakup ucapan dan perbuatan
tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Al-haml: Ketiga, alhaml, yaitu ulama yang mencoba menangkap makna dari apa yang dikatakan
atau apa yang ditulis seseorang. Ijtihad dilakukan untuk dua tujuan, yaitu secara vertikal dilakukan
untuk mendapatkan ridha dan rahmat Allah SWT, dan secara horizontal dilakukan untuk
mendapatkan kemaslahatan. Misalnya dalam al-Baqarah (2): 228, kata ‘al-Quru’ dipahami oleh
Imam Malik sebagai at-tuhr (suci), sedangkan Imam Abu Hanifah = haidh .
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai