0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan7 halaman
Setelah ditetapkannya calon pasangan, dilanjutkan dengan proses pernikahan dengan memenuhi rukun nikah sebagai berikut : adanya calon suami dan istri, wali dari pihak perempuan, dua orang saksi yang shalih dan dapat dipercaya, dan ijal-qabul.
Setelah ditetapkannya calon pasangan, dilanjutkan dengan proses pernikahan dengan memenuhi rukun nikah sebagai berikut : adanya calon suami dan istri, wali dari pihak perempuan, dua orang saksi yang shalih dan dapat dipercaya, dan ijal-qabul.
Setelah ditetapkannya calon pasangan, dilanjutkan dengan proses pernikahan dengan memenuhi rukun nikah sebagai berikut : adanya calon suami dan istri, wali dari pihak perempuan, dua orang saksi yang shalih dan dapat dipercaya, dan ijal-qabul.
Setelah ditetapkannya calon pasangan, dilanjutkan dengan proses pernikahan dengan memenuhi rukun nikah sebagai berikut : adanya calon suami dan istri, wali dari pihak perempuan, dua orang saksi yang shalih dan dapat dipercaya, dan ijal- qabul. Islam hanya mengizinkan pernikahan antara laki-laki dan perempuan sedangkan pernikahan sesama jenis diharamkan apapu alasannya, karena orang yang menyukai sesame jenis (gay, lesbi) merupakan orang yang sakit dan diobati. Ada beberapa kelompok perempuan yang haram dinikahi, yaitu : a. Haram karena ikatan keturunan, yaitu perempuan yang memiliki hubungan darah atau satu keturunan. a.) Ibu, nenek, dan seterusnya ke atas b.) Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, c.) Saudara perempuan (kakak atau adik) sekandung, seayah atau seibu d.) Saudara ibu baik sekandung atau perantaraan ayah atau ibu e.) Saudara ayah baik sekandung atau perantaraan ayah atau ibu f.) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah g.) Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah b. Haram karena ikatan persusuan, yaitu ibu yang menyesuia dan saudara perempuan yang memiki hubungan persusuan. c. Haram karena ikatan perkawinan a.) Ibu dari istri (mertua) dan seterusnya ke atas, baik ibu dari keturunan maupun persusuan b.) Anak tiri, jika sudah bercampur dengan ibunya c.) Istri ayah dan seterusnya ke atas d.) Wanita-wanita yang pernah dikawini ayah, kakek dan seterusnya ke atas e.) Istri dari anak laki-laki (menantu) dan seterusnya Semua perempuan uang telah disebutkan diatas mereke merupakan perempuan yang terlarang dinikahi dalam jangka waktu selamanya. Namun adapula perempuan yang haram dinikahi untuk sementara, yaitu sebagai berikut : a. Pertalian nikah, yakni perempuan yang masih berada dalam ikatan pernikahan, kalua sudah cerai dan habis masa iddahnya baru boleh dinikahi b. Istri yang ditalak ba’in kubro, yaitu perempuan yang ditalak dengan talak tiga, haram dinikahi oleh bekas suamninya kecuali telah dinikahi oleh laki-laki lain serta telah digauli, apabila dicerai dan habis masa iddahnya boleh dinikahi oleh mantan suaminya yang pertama c. Menikahi dua perempuan bersaudara, apabila salah satu telah dicerai atau meninggal, maka yang lainnya boleh dinikahi d. Menikahi lebih dari empat perempuan e. Berbeda agama, apabila perempuan tersebut masuk islam baru diperbolehkan menikahinya Rukun nikah yang kedua adalah wali, yaitu laki laki yang bertanggung jawab menikahkan calon pengantin perempuan. Dalam kaitan pernikahan terdapat dua macam wali, yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah wali yang ada hubungan darah dengan perempuan yang akan dinikahkan. Urutan status orang yang akan menjadi wali bagi perempuan, sebagai berikut : ayah kandung, kakek dari ayah, saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah dari ayah, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dari ayah. Urutan tersebut merupakan urutan prioritas, orang yang lebih dekat dengan perempuan memiliki hak lebih dulu untuk menikahkan. Jika tidak ada, baru turun ke tingkat berikutnya. Adapun wali hakim adalah wali yang diangkat untuk menikahkan perempuan yang tidak memiliki wali nasab Rukun nikah ketiga adalah saksi, yaitu dua orang laki-laki muslim dewasa yang memberikan kesaksian akan terjadinya pernikahan. Untuk saksi hendaknya dipilih orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum perkawinan sehingga apabila dibutuhkan mereka dapat memberikan kesaksian dengan benar sesuai dengan aturan tentang perkawinan. Rukun nikah keempat adalah ijab-qabul, yakni serah terima calon pengantin perempuan dari wali kepada pengantin laki-laki. Ijab adalah penyerahan calon pengantin perempuan yang dilakukan oleh wali kepada calon suaminya, sedangkan qabul adalah penerimaan calon pengantin perempuan yang dilakukan oleh calon suami. Mengucap ijab dan qabul disyaratkan untuk diucapkan dengan jelas, lancar dan tidak terhalan dengan kta-kata lain, ketika wali selesai mengucapkan ijab, calom suami menjawabnya dengan kata-kata qabul. Ungkapan ijab adalah (wali) ‘saya nikahkan engkau dengan putri saya bernama (…) dengan mas kawin sekian dibayar tunai’, lalu disambut dengan qabul (calon suami) ‘saya terima nikahnya dengan putri bapak yang bernama (…) dengan mas kawian sekian dibayar tunai’.
2. Prinsip dan Adab Walimatul’ursy
Bagi orang yang melaksanakan pernikahan disunnahkan untuk mengumumkan kepada khalayak dengan mengadakan resepsi atau walimatul’ursy. Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar mengadakan walimah pernikahan, ia bersabda pada saat pernikahan Abdurrahman bin Auf: “Semoga Allah memberkatimu, adakanlah walimah meskipun hanya seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim) Anjuran untuk merayakan hari pernikahan bukan dilakukan dengan pesta pora dan sejenisnya, tetapi yang paling penting dari isi pesan Nabi Muhammad SAW tersebut adalah agar pernikahan itu diketahui umum, sehingga perempuan yang dinikahkan statusnya diketahui masyarakat. Dengan demikian, pasangan yang baru menikah dapat terhindar dari gangguan dan fitnah.
3. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri
الرجل قومون على النساء "Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita (istri)" (QS. Al Nisa/4:34) Sebagai pimpinan, suami bertanggung jawab terhadap istrinya. Ia wajib memberikan nafkah, baik nafkah lahir seperti makanan, minuman, sandang, pangan dan perumahan, maupun nafkah batin berupa pemenuhan kebutuhan biologisnya. Walaupun dianggap sebagai kepala pemimpin, namun bukan berarti suami dapat bertindak semaunya tanpa menghiraukan hak-hak istri dengan semestinya (Demak, 2018). Istri berkewajiban untuk menaati suaminya, memberikan pelayanan, dan menjaga harta yang dihasilkan suaminya,. Suami dan istri memiliki kewajiban untuk bekerja sama membina dan memelihara kelanggengan rumah tangga serta bersama- sama mendidik anak-anaknya. Hal pertama yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang baru menikah adalah saling mengetahui dan memahami pasangannya, baik fisik, sifat, kebiasaan maupun karakter masing-masing. Pemahaman terhadap pasangan menjadi modal utama untuk berkomunikasi yang saling dipahami sehingga terwujud saling pengertian diantara pasangan itu. Hasil dari komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga akan mewujudkan keluarga yang tentram dan saling memiliki. Kasih sayang terletak pada ranah perasaan, karena itu untuk mengungkapkannya diperlukan komunikasi agar kasih sayang itu dirasakan orang yang dikasihinya. Walaupun mungkin kasih sayang itu tidak pernah dikatakan. Keluarga yang dipenuhi oleh kasih sayang akan melahirkan keluarga yang saling merasakan kehadiran masing-masing secara ruhaniah, walaupun secara fisik tidak ada. Oleh sebab itu, suami istri harus saling membahagiakan dengan cara saling membantu, saling memberikan pengertian, dan saling menjaga (Fahimah & Aditya, 2019).
A. Manajemen Konflik dalam Keluarga
Keluarga sebagai komunitas terkecil yang di dalamnya terdapat anggota- anggota keluarga tidak selalu sepi dengan masalah karena setiap anggota memiliki harapan, keinginan, dan karakter sendiri-sendiri yang tidak mustahil suatu hari terjadi masalah atau konflik di antara mereka. Konflik antara suami istri sangat mungkin terjadi, karena itu suami maupun istri perlu memiliki kemampuan untuk mengelola konflik yang mungkin terjadi diantara mereka. Awal dari konflik adalah mis komunikasi atau kesalahpengertian di antara suami-istri. Karena itu, untuk menyelesaikan konflik terlebih dahulu harus dievaluasi mengenai komunikasi kedua belah pihak dengan cara saling terbuka sehingga akar masalah dapat ditemukan dan dipecahkan bersama dengan mengembalikan kepada visi yang sama-sama dipegang sejak pernikahan dimulai. Komunikasi di antara suami istri hendaknya didasarkan atas dorongan rasa kasih sayang karena komunikasi tidak sebatas menyampaikan pesan untuk diketahui tetapi lebih dalam menyampaikan rasa yang ada di dalam hati agar dapat terhayati dan terasakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi. Karena itu, komunikasi berupa isyarat-isyarat yang memuat perhatian dari kedua belah pihak akan memperlancar dan menghindari salah pengertian. Apabila komunikasi tidak berjalan dan konflik berlanjut, maka beberapa cara yang diajarkan Islam dapat ditempuh terlebih dahulu sebelum terjadi perceraian. Cara cara tersebut antara lain: 1. Saling menasehati 2. Pindah tempat tidur 3. Pelajaran yang lebih keras kepada pihak yang dianggap salah, baik istri maupun suami 4. Minta bantuan anggota keluarga yang lain sebagai penengah
B. Perceraian Sebagai Solusi Terakhir
Pernikahan ditujukan untuk mencapai ketentraman lahir dan batin, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ada pula pernikahan yang tidak dapat mencapai tujuannya karena berbagai sebab sehingga terjadi perceraian. Jika usaha-usaha untuk mempertahankan pernikahan telah dilakukan dan hubungan kedua suami istri tidak lagi bisa dipertahankan, maka perceraian bisa saja dilakukan. Islam memberikan solusi bagi pasangan yang tidak lagi memperoleh kecocokan untuk bercerai dengan cara suami menjatuhkan talak pada istrinya. Islam membolehkan perceraian, jika tidak ada lagi cara yang bisa ditempuh untuk meneruskan perkawinan. Dengan kata lain, perceraian bisa ditempuh apabila tujuan perkawinan tidak bisa dicapai oleh pasangan itu, karena adanya sesuatu yang menghalangi di antara keduanya. Perceraian hendaknya menjadi jalan terbaik untuk memecahkan masalah keluarga, karena itu perceraian merupakan jalan terbaik bagi masing-masing pihak (suami maupun istri). Dengan demikian perceraian tidak akan menjadikan kedua pihak saling bermusuhan karena keduanya sadar dan sepakat bahwa perceraian yang mereka lakukan untuk kebaikan masing-masing. Cerai atau talak adalah lepasnya ikatan pernikahan sehingga pasangan itu haram untuk berhubungan badan. Talak pada dasarnya boleh atau halal dilakukan, tetapi Allah membencinya sebagaimana diungkapkan Nabi dalam hadis berikut: "Dari Ibn Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda: barang yang halal tetapi dibenci Allah adalah talak" (HR. Abu Daud, Ibn Majah, disahihkanoleh Hakim dan Abu Hatim menguatkan mursalnya hadis ini). Allah membenci talak, walaupun tidak sampai diharamkan karena talak itu memiliki akibat yang buruk, apalagi jika pasangan itu telah memiliki anak. Anak akan ikut menderita karena harus berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Jika anak bersama ibunya, maka anak akan kehilangan kasih sayang ayahnya, demikian pula apabila ia ikut ayahnya, ia akan kehilangan kasih sayang ibunya. Jadi talak sebaiknya dihindarkan karena madaratnya lebih besar dari manfaatnya.
Demak, R. (2018). RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN MENURUT HUKUM
ISLAM DI INDONESIA. Lex Privatum, 6(1), 1–8. http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps:// doi.org/10.1016/j.reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/ j.arth.2018.03.044%0Ahttps://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/ S1063458420300078? token=C039B8B13922A2079230DC9AF11A333E295FCD8 Fahimah, I., & Aditya, R. (2019). Hak Dan Kewajiban Istri Terhadap Suami Versi Kitab `Uqud Al-Lujjain. JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, Dan Keagamaan, 6(2), 161–172. http://rinny-agustina.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-