Anda di halaman 1dari 7

Akad dan Walimatul’ursy

1. Syarat dan Rukun Nikah


Setelah ditetapkannya calon pasangan, dilanjutkan dengan proses pernikahan
dengan memenuhi rukun nikah sebagai berikut : adanya calon suami dan istri, wali
dari pihak perempuan, dua orang saksi yang shalih dan dapat dipercaya, dan ijal-
qabul. Islam hanya mengizinkan pernikahan antara laki-laki dan perempuan
sedangkan pernikahan sesama jenis diharamkan apapu alasannya, karena orang yang
menyukai sesame jenis (gay, lesbi) merupakan orang yang sakit dan diobati. Ada
beberapa kelompok perempuan yang haram dinikahi, yaitu :
a. Haram karena ikatan keturunan, yaitu perempuan yang memiliki
hubungan darah atau satu keturunan.
a.) Ibu, nenek, dan seterusnya ke atas
b.) Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah,
c.) Saudara perempuan (kakak atau adik) sekandung, seayah atau seibu
d.) Saudara ibu baik sekandung atau perantaraan ayah atau ibu
e.) Saudara ayah baik sekandung atau perantaraan ayah atau ibu
f.) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah
g.) Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah
b. Haram karena ikatan persusuan, yaitu ibu yang menyesuia dan saudara
perempuan yang memiki hubungan persusuan.
c. Haram karena ikatan perkawinan
a.) Ibu dari istri (mertua) dan seterusnya ke atas, baik ibu dari keturunan
maupun persusuan
b.) Anak tiri, jika sudah bercampur dengan ibunya
c.) Istri ayah dan seterusnya ke atas
d.) Wanita-wanita yang pernah dikawini ayah, kakek dan seterusnya ke
atas
e.) Istri dari anak laki-laki (menantu) dan seterusnya
Semua perempuan uang telah disebutkan diatas mereke merupakan perempuan
yang terlarang dinikahi dalam jangka waktu selamanya. Namun adapula perempuan
yang haram dinikahi untuk sementara, yaitu sebagai berikut :
a. Pertalian nikah, yakni perempuan yang masih berada dalam ikatan
pernikahan, kalua sudah cerai dan habis masa iddahnya baru boleh dinikahi
b. Istri yang ditalak ba’in kubro, yaitu perempuan yang ditalak dengan talak tiga,
haram dinikahi oleh bekas suamninya kecuali telah dinikahi oleh laki-laki lain
serta telah digauli, apabila dicerai dan habis masa iddahnya boleh dinikahi
oleh mantan suaminya yang pertama
c. Menikahi dua perempuan bersaudara, apabila salah satu telah dicerai atau
meninggal, maka yang lainnya boleh dinikahi
d. Menikahi lebih dari empat perempuan
e. Berbeda agama, apabila perempuan tersebut masuk islam baru diperbolehkan
menikahinya
Rukun nikah yang kedua adalah wali, yaitu laki laki yang bertanggung jawab
menikahkan calon pengantin perempuan. Dalam kaitan pernikahan terdapat dua
macam wali, yaitu wali nasab dan wali hakim. Wali nasab adalah wali yang ada
hubungan darah dengan perempuan yang akan dinikahkan. Urutan status orang yang
akan menjadi wali bagi perempuan, sebagai berikut : ayah kandung, kakek dari ayah,
saudara laki-laki seibu seayah, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara
laki-laki seibu seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah, anak laki-laki dari
saudara laki-laki seibu seayah dari ayah, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki
seayah dari ayah. Urutan tersebut merupakan urutan prioritas, orang yang lebih dekat
dengan perempuan memiliki hak lebih dulu untuk menikahkan. Jika tidak ada, baru
turun ke tingkat berikutnya. Adapun wali hakim adalah wali yang diangkat untuk
menikahkan perempuan yang tidak memiliki wali nasab
Rukun nikah ketiga adalah saksi, yaitu dua orang laki-laki muslim dewasa yang
memberikan kesaksian akan terjadinya pernikahan. Untuk saksi hendaknya dipilih
orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum perkawinan sehingga apabila
dibutuhkan mereka dapat memberikan kesaksian dengan benar sesuai dengan aturan
tentang perkawinan.
Rukun nikah keempat adalah ijab-qabul, yakni serah terima calon pengantin
perempuan dari wali kepada pengantin laki-laki. Ijab adalah penyerahan calon
pengantin perempuan yang dilakukan oleh wali kepada calon suaminya, sedangkan
qabul adalah penerimaan calon pengantin perempuan yang dilakukan oleh calon
suami. Mengucap ijab dan qabul disyaratkan untuk diucapkan dengan jelas, lancar
dan tidak terhalan dengan kta-kata lain, ketika wali selesai mengucapkan ijab, calom
suami menjawabnya dengan kata-kata qabul. Ungkapan ijab adalah (wali) ‘saya
nikahkan engkau dengan putri saya bernama (…) dengan mas kawin sekian dibayar
tunai’, lalu disambut dengan qabul (calon suami) ‘saya terima nikahnya dengan putri
bapak yang bernama (…) dengan mas kawian sekian dibayar tunai’.

2. Prinsip dan Adab Walimatul’ursy


Bagi orang yang melaksanakan pernikahan disunnahkan untuk mengumumkan
kepada khalayak dengan mengadakan resepsi atau walimatul’ursy. Nabi Muhammad
SAW menganjurkan agar mengadakan walimah pernikahan, ia bersabda pada saat
pernikahan Abdurrahman bin Auf:
“Semoga Allah memberkatimu, adakanlah walimah meskipun hanya seekor
kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Anjuran untuk merayakan hari pernikahan bukan dilakukan dengan pesta pora
dan sejenisnya, tetapi yang paling penting dari isi pesan Nabi Muhammad SAW
tersebut adalah agar pernikahan itu diketahui umum, sehingga perempuan yang
dinikahkan statusnya diketahui masyarakat. Dengan demikian, pasangan yang baru
menikah dapat terhindar dari gangguan dan fitnah.

3. Hak dan Tanggung Jawab Suami Istri


‫الرجل قومون على النساء‬
"Kaum laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi kaum wanita (istri)" (QS. Al
Nisa/4:34)
Sebagai pimpinan, suami bertanggung jawab terhadap istrinya. Ia wajib
memberikan nafkah, baik nafkah lahir seperti makanan, minuman, sandang, pangan
dan perumahan, maupun nafkah batin berupa pemenuhan kebutuhan biologisnya.
Walaupun dianggap sebagai kepala pemimpin, namun bukan berarti suami dapat
bertindak semaunya tanpa menghiraukan hak-hak istri dengan semestinya (Demak,
2018). Istri berkewajiban untuk menaati suaminya, memberikan pelayanan, dan
menjaga harta yang dihasilkan suaminya,. Suami dan istri memiliki kewajiban untuk
bekerja sama membina dan memelihara kelanggengan rumah tangga serta bersama-
sama mendidik anak-anaknya.
Hal pertama yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang baru menikah
adalah saling mengetahui dan memahami pasangannya, baik fisik, sifat, kebiasaan
maupun karakter masing-masing. Pemahaman terhadap pasangan menjadi modal
utama untuk berkomunikasi yang saling dipahami sehingga terwujud saling
pengertian diantara pasangan itu. Hasil dari komunikasi yang baik dan efektif dalam
keluarga akan mewujudkan keluarga yang tentram dan saling memiliki. Kasih sayang
terletak pada ranah perasaan, karena itu untuk mengungkapkannya diperlukan
komunikasi agar kasih sayang itu dirasakan orang yang dikasihinya. Walaupun
mungkin kasih sayang itu tidak pernah dikatakan. Keluarga yang dipenuhi oleh kasih
sayang akan melahirkan keluarga yang saling merasakan kehadiran masing-masing
secara ruhaniah, walaupun secara fisik tidak ada. Oleh sebab itu, suami istri harus
saling membahagiakan dengan cara saling membantu, saling memberikan pengertian,
dan saling menjaga (Fahimah & Aditya, 2019).

A. Manajemen Konflik dalam Keluarga


Keluarga sebagai komunitas terkecil yang di dalamnya terdapat anggota-
anggota keluarga tidak selalu sepi dengan masalah karena setiap anggota memiliki
harapan, keinginan, dan karakter sendiri-sendiri yang tidak mustahil suatu hari terjadi
masalah atau konflik di antara mereka. Konflik antara suami istri sangat mungkin
terjadi, karena itu suami maupun istri perlu memiliki kemampuan untuk mengelola
konflik yang mungkin terjadi diantara mereka. Awal dari konflik adalah mis
komunikasi atau kesalahpengertian di antara suami-istri. Karena itu, untuk
menyelesaikan konflik terlebih dahulu harus dievaluasi mengenai komunikasi kedua
belah pihak dengan cara saling terbuka sehingga akar masalah dapat ditemukan dan
dipecahkan bersama dengan mengembalikan kepada visi yang sama-sama dipegang
sejak pernikahan dimulai.
Komunikasi di antara suami istri hendaknya didasarkan atas dorongan rasa
kasih sayang karena komunikasi tidak sebatas menyampaikan pesan untuk diketahui
tetapi lebih dalam menyampaikan rasa yang ada di dalam hati agar dapat terhayati
dan terasakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi. Karena itu, komunikasi berupa
isyarat-isyarat yang memuat perhatian dari kedua belah pihak akan memperlancar dan
menghindari salah pengertian. Apabila komunikasi tidak berjalan dan konflik
berlanjut, maka beberapa cara yang diajarkan Islam dapat ditempuh terlebih dahulu
sebelum terjadi perceraian. Cara cara tersebut antara lain:
1. Saling menasehati
2. Pindah tempat tidur
3. Pelajaran yang lebih keras kepada pihak yang dianggap salah, baik istri
maupun suami
4. Minta bantuan anggota keluarga yang lain sebagai penengah

B. Perceraian Sebagai Solusi Terakhir


Pernikahan ditujukan untuk mencapai ketentraman lahir dan batin, tetapi tidak
bisa dipungkiri bahwa ada pula pernikahan yang tidak dapat mencapai tujuannya
karena berbagai sebab sehingga terjadi perceraian. Jika usaha-usaha untuk
mempertahankan pernikahan telah dilakukan dan hubungan kedua suami istri tidak
lagi bisa dipertahankan, maka perceraian bisa saja dilakukan. Islam memberikan
solusi bagi pasangan yang tidak lagi memperoleh kecocokan untuk bercerai dengan
cara suami menjatuhkan talak pada istrinya.
Islam membolehkan perceraian, jika tidak ada lagi cara yang bisa ditempuh
untuk meneruskan perkawinan. Dengan kata lain, perceraian bisa ditempuh apabila
tujuan perkawinan tidak bisa dicapai oleh pasangan itu, karena adanya sesuatu yang
menghalangi di antara keduanya. Perceraian hendaknya menjadi jalan terbaik untuk
memecahkan masalah keluarga, karena itu perceraian merupakan jalan terbaik bagi
masing-masing pihak (suami maupun istri). Dengan demikian perceraian tidak akan
menjadikan kedua pihak saling bermusuhan karena keduanya sadar dan sepakat
bahwa perceraian yang mereka lakukan untuk kebaikan masing-masing.
Cerai atau talak adalah lepasnya ikatan pernikahan sehingga pasangan itu haram
untuk berhubungan badan. Talak pada dasarnya boleh atau halal dilakukan, tetapi
Allah membencinya sebagaimana diungkapkan Nabi dalam hadis berikut:
"Dari Ibn Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda: barang yang halal tetapi
dibenci Allah adalah talak" (HR. Abu Daud, Ibn Majah, disahihkanoleh Hakim dan
Abu Hatim menguatkan mursalnya hadis ini).
Allah membenci talak, walaupun tidak sampai diharamkan karena talak itu
memiliki akibat yang buruk, apalagi jika pasangan itu telah memiliki anak. Anak
akan ikut menderita karena harus berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Jika
anak bersama ibunya, maka anak akan kehilangan kasih sayang ayahnya, demikian
pula apabila ia ikut ayahnya, ia akan kehilangan kasih sayang ibunya. Jadi talak
sebaiknya dihindarkan karena madaratnya lebih besar dari manfaatnya.

Demak, R. (2018). RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN MENURUT HUKUM


ISLAM DI INDONESIA. Lex Privatum, 6(1), 1–8.
http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110%0Ahttps://
doi.org/10.1016/j.reuma.2018.06.001%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.arth.2018.03.044%0Ahttps://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/
S1063458420300078?
token=C039B8B13922A2079230DC9AF11A333E295FCD8
Fahimah, I., & Aditya, R. (2019). Hak Dan Kewajiban Istri Terhadap Suami Versi
Kitab `Uqud Al-Lujjain. JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi,
Dan Keagamaan, 6(2), 161–172.
http://rinny-agustina.blogspot.co.id/2011/02/pengertian-

Anda mungkin juga menyukai