PENDAHULUAN
Sesuai dengan KMA No. 517/2001 Kantor Urusan Agama (KUA) merupakan
intsitusi hukum yang sangat sentral bagi masyarakat, terutama dalam urusannya
dengan hukum pernikahan, kewarisan, harta gono gini, maupun hukum-hukum lain
yang ada hubungannya dengan masyarakat dan negara. Hubungan masyarakat dengan
KUA tidak bisa lepas begitu saja terutama terkait dengan masalah pernikahan. Karena
lembaga KUA satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan akte nikah bagi
Jika pernikahan itu tidak dilakukan dihadapan PPN atau sengaja tidak dicatatkan ke
PPN maka KUA tidak memiliki wewenang untuk mengelaurakan akte nikah.
Dewasa ini fenomena nikah sirri menjadi isu menarik untuk diperbincangkan
secara serius, bukan karena nikah sirri tersebut dilakukan dengan sembunyi-sembunyi
dan menuai kontroversi di kalangan ahli hukum di Indonesia, melainkan nikah sirri
tersebut sudah menjadi perilaku yang tidak tabu baik di kalangan pejabat, selebriti,
peraktisi politik atau bahkan tokoh agama dan juga tokoh masyarakat. Selain itu juga
realitas praktik nikah sirri di masyarakat menimbulkan banyak masalah yang tidak
sederhana dalam menjalani kehidupan keluarga. Mulai dari masalah ekonomi, sosial,
/1975 dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa: ”Setiap orang yang akan
tangga. Dengan akte nikah, suami istri memiliki bukti autentik atas perbuatan hukum
yang telah mereka lakukan. Bukti otentik semacam ini sangat urgen sebagai tali
pengikat tanggung jawab semua pihak agar terjamin nilai keadilan dan ketertiban
yang menjadi pilar utama tegaknya kehidupan rumah tangga. 2 Sehingga jika ada
orang yang melaksanakan pernikahan walau sudah memenuhi syarat dan rukun
1
Selanjutnya dijelaskan dalam KHI pasal 5: (1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi
masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1)
dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 1946 jo. UU No. 32
Tahun 1954. Dari pasal-pasal dalam UU maupun KHI ini muncul berbagai analisis, apakah pencatatan
perkawinan ini sebagai sayarat sah atau sebagai syarat administrasi. Ada beberapa alasan yang
dikemukakan bahwa pencatatan sebagai syarat sah perkawinan. Pertama, selain didukung oleh praktik
hukum dari badan-badan publik, juga pasal-pasal Perpu pelaksanaan UUP (PP. No.9 Tahun 1975) dan juga
dari jiwa dan hakikat UUP itu sendiri. Kedua, ayat yang ada di dalam pasal 2 UUP harus dipandang sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisah. Ketiga, apabila isi pasal 2 UUP dikaitkan dengan bab III (pasal 13s/d21)
dan Bab IV (pasal 22s/d28), masing-masing tentang pencegahan dan pembatalan, hanya bisa dilakukan
apabila diatur di dalam PP No.9/1975. bila perkwinan sah tanpa ada pencatatan, pasal pencegahan dan
pembatalan menjadi tidak ada gunanya. Keempat, dari sisi bahasa, arti kata ”dan” pada pasal 2 ayat 1 UUP
berarti kumulatif. Khaoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap Perundang-
undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, (Jakarta-Leiden,:INIS, 2002),
hlm.158-159. Bagi mereka yang berpendapat bahwa pencatatan hanya sebagai syarat administrasi
beralasan, sebagaimana dikemukakan oleh Wasit Aulawi dalam Sejarah Perkembangan Hukum Islam di
Indonesia, secara tegas UUP No. 1 Tahun 1974 hanya mengatur pencatatan perkawinan, talak, dan rujuk,
yang berarti hanya acara, bukan materi hukum.
2
Bukti autentik berupa akta nikah pada zaman Nabi belum begitu penting, mengingat kultur
menulis pada waktu tdak begitu penting karena kultur lesan (hafalan) lebih berkembang, sedangkan tradisi
walimatul ’ursy walau hanya seekor kambing merupakan saksi syar‟i, selain itu perkawinan pada waktu itu
berlangsung dengan jarak yang dekat. Baca dalam Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media:2004), hlm. 120-121.
pernikahan, namun tidak tercatat ataupun sengaja tidak dicacat dikenal oleh
Jika ditinjau dari sudut pandang agama Islam, pernikahan sirri memang sudah
sah karena sudah sesuai dengan syarat dan rukun nikah, akan tetapi tetap memiliki
sisi negatif karena tidak memiliki akte nikah dari KUA. Sudah menjadi rahasia umum
bagi masyarakat bahwa nikah sirri ini dilakukan sebagai jalan pintas bagi kedua
Nikah siri dapat diartikan nikah diam-diam. Dalam tinjauan sosiologi, jika apa
yang dipikirkan atau diperbuat seseorang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
masyarakat, maka orang tersebut dapat dikatakan telah melakukan anomali nilai atau
perempuan, karena selama ini dalam sanksi sosial masyarakat, perempuan yang
a. Suami istri yang melakukan perkawinan ini menurut Pasal 45 ayat (1) PP. No.
9 Th. 1975 dikenakan sanksi hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,-
(tujuh ribu lima ratus rupiah).
b. Orang yang bertindak melangsungkan perkawinan diancam dengan hukuman
penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan sebanyak-banyaknya Rp. 100,-
(seratus rupiah), sedangkan pasal 530 KUHP memberikan pidana Rp. 4.500,-.
3
Di kalangan masyarakat sendiri muncul perbedaan pendapat tentang kebsahan hukum perbikahan
ini. Perbedaan ini muncul dari pertanyaan apakah pencatatan ini sebagai rukun sehingga mempengaruhi
sahnya pernikahan, atau hanya sebagai syarat administrasi. Dari perbedaan tersebut Atho‟ Muzhar
menganalisis bahwa pencatatan perkawian harus dilihat sebagai bentuk baru cara mengumumkan
perkaiwnan. Lebih jauh dari pencatatan ini lebih maslahat terutama bagi wanita dan anak-anak. Baca dalam
M. Atho Muzhar, Membaca Gelombang Ijtihad, Antara Tradisi dan Liberasi, (Jakarta: Titian Ilahi Pres,
1998), hlm. 180.
4
http://bestari.umm.ac.id/index.php/laporan/laporan-utama/204-siri-bukan-jalan-aman-pidana-
bukan-penyelesaian
Jika perkawinan tersebut dilangsungkan belum berjalan (dua) tahun, maka
ditambah dengan ancaman pidana paling lama 2 (dua) bulan penjara.
sehingga saat ini tengah dipersiapkan RUU Hukum Materiil Peradilan Agama yang
Sanksi tersebut nampaknya tidak efektif karena ternyata persoalan yang kita
hadapi sekarang adalah kenyataan bahwa masih banyak masyarakat yang banyak
melakukan nikah sirri. Kasus ini terjadi di berbagai lapisan masyarakat mulai dari
pelosok desa sampai ke kota, dari pejabat sampai rakyat jelata, dari orang miskin
sampai orang kaya, dari orang yang tidak berpendidikan sampai para sarjana, dari
santri sampai para kyai. Banyak anak-anak yang sulit mencari akta kelahiran dengan
Fenomena pernikahan sirri dari waktu ke waktu tidak semakin berkurang tapi
justru semakin bertambah. Bahkan masyarakat juga pelaku nikah sirri tersebut merasa
5
Kasus Machicha Mukhtar yang mengajukan perkara pengakuan anak yang bernama Muhammad
Iqbal Ramdhan sebagai anak yang sah dari pernikahannya (nikah sirri) dengan Moerdiono ke MK
merupakan bukti bahwa Negara berdasarkan UU No.I/1974 tidak mengakui anak yang dilahirkan dari
pernikahan secara sirri. Akhirnya keputusan MK terhadap pengakuan anak Machicha Mukhtar menuai
kontroversi.
bertambah nyaman karena hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh dirinya. Dalam
kasus ini KUA memiliki peran yang sangat signifikan dalam menekan angka sirri
B. Rumusan Masalah
2. Apa sanksi yang diberikan oleh KUA juga masyarakat terhadap pelaku illegal
weddig?
di Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sikap KUA Kota Salatiga dalam menanggapai berbagai kasus
pernikahan sirri.
2. Untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh KUA dan PA Kota Salatiga
D. Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi berbagai pihak
yang berwenang dalam hal ini para ulama, masyarakat dan juga pemerintah dalam
E. Telaah Pustaka
ketertarikan tersendiri bagi pemerhati hukum, sosiologi, juga bagi para feminis baik
untuk mengapresiasi atau untuk mengkritiknya. Kajian terhadap pernikahan sirri ini
tentu saja tidak dilepaskan dari maraknya fenomena nikah sirri yang terjadi di
masyarakat Indonesia. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa nikah sirri dari
hari ke hari semakin ramai dibicarakan, mengingat kasus ini tidak hanya terjadi di
pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan, namun juga di perkotaan yang penuh
nikah sirri baik dari sudut pandang hukum maupun sosiologi antara lain; penelitian
yang dilakukan oleh Syukri Fathudin AW dan Vita Fitri yang berjudul Problematika
Nikah Sirri dan Akibat Hukumnya bagi Perempuan. Penelitian terfokus pada apa
faktor-faktor terjadinya nikah sirri, apa problem yang menyertai nikah sirri dan apa
peluang dan ancaman. Dari analisis ini dijelaskan bahwa nikah sirri hanya memiliki
satu kekutan yakni sah secara agama. Sedangkan kelemahan yang paling nyata adalah
dengan judul Nikah di Bawah Tangan Praktik Nikah Sirri Mahasiswa Yogyakarta.
Pokok pemasalahan dalam penelitian antara lain: mengapa ada mahasiswa Muslim
Yogyakarta yang melakukan nikah sirri, apakah faktor-faktor yang mendorong atau
pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan
dan tindakan yang didasarkan pada rasionalitas yang berorientasi pada nilai.
rasionalitas instrumental nikah sirri dengan tujuan antara lain: Pertama, bersifat
normatif, dalam konteks ini secara spesifik adalah yang berkaitan dengan sebab,
motivasi dan tujuan yang didasarkan pada norma-norma agama Islam. Kedua, bersifat
psikologis, berkaitan dengan tujuan atau alasan yang bersifat kejiwaan, yaitu untuk
dan tentram. Ketiga, sosial ekonomis, berkaitan dengan penyebab atau alasan dari
masyarakat dan orang tua dengan alasan keuangan, biaya hidup, dan pekerjaan yang
seringkali menjadi pertimbangan dan kendala bagi yang akan menikah. Keempat,
6
Dadi Nurahedi, 2003, Nikah di Bawah Tangan: Praktik Nikah Sirro Mahasiswa Yogja,
(Yogjakarta, Ar Ruuz), hlm. 32
bersifat biologis, berkaitan dengan motivasi untuk memperoleh pengaturan dan
kepuasan seksual.7
Sedangkan perilaku yang nikah sirri yang berorientasi pada nilai berkeyakinan
bahwa prosesi nikah yang dipimpin oleh ulama atau kyai lebih utama dibandingkan
dengan petugas pemerintah. Selain itu mereka berkeyakinan bahwa nikah sebaiknya
Hampir sama dengan Syukri dan Dady yang menjadi subjek penelitian
mahasiswa adalah Erlina. Ia juga melakukan penelitian tentang nikah sirri dengan
judul Nikah Sirri di Kalangan Mahasiswa (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota
Malang. Yang menjadi fokus penelitian ini adalah faktor-faktor terjadinya nikah sirri
Ditemukan jawaban bahwa yang menjadi faktor terjadinya nikah sirri adalah lamanya
waktu pacaran, Merriage By Accident (MBA), tuntutan orang tua, tidak mendapat
restu orang tua, dan pemahaman nilai-nilai agama yang kuat. Sedangkan jawaban atas
pertanyaan kedua tidak terlihat karena ternyata mahasiswa yang nikah sirri masih
terhadap Dampak Nikah Sirri. Dalam penelitian ini ditemukan dampak dari nikah
sirri yaitu tidak bisa mewujudkan tujuan nikah yang sesuai dengan syari‟ah. Oleh
karena itu seharusnya pencatatan nikah tidak hanya sebagai syarat administrasi tetapi
7
Ibid. hlm 187-188
8
Hlm.189
masuk pada hukum wajib. Dan pemerintah seharusnya terus mensosialisasikannya
Fenomena nikah sirri juga pernah diteliti oleh Nasirudin Hidayah dengan
judul Fenomena Perkawinan Tanpa Dicatatkan (Studi Kasus di Desa Waru Timur
terjadinya nikah sirri antara lain: bahwa mencatatkan nikah merupakan suatu yang
prosedural dianggap kurang efektif dan kurang efisien. Hal ini ini disebabkan karena
prosesnya yang kurang praktis dan juga biaya yang terlalu tinggi dan masyarakat
yang berjudul Pernikahan di Bawah Tangan (Studi Kasus tentang Budaya Nikah Sirri
pernikahan yang berkembang di masyarakat. Kedua, apa yang menjadi latar belakang
dilakukan nikah sirri. Jawaban dari pertanyaan tersebut bahwa nilai agama dan nilai
terjadinya nikah sirri antara lain; adanya komitmen masyarakat tentang kebolehan
masyarakat, dan keyakinan mencari hari baik sesuai dengan hari dan tanggal
kelahiran mereka.
Pristiyani Yuliani dengan judul Harga Diri Perempuan Jawa Studi Fenomenologi
tehadap Keluarga Menjalani Pernikahan Siri di Desa Pasi Kabupaten Lumajang.
Temuan penelitian ini yaitu perempuan Jawa memiliki beberapa pandangan terhadap
pernikahan sirri, yaitu (1) Pernikahan sirri adalah usaha untuk menjaga nama baik
keluarga. (2) Mencari keamanan dari fitnah masyarakat. (3) Menjadi istri kedua. (4)
Mencari perlindungan dan dukungan ekonomi. Deskripsi harga diri perempuan jawa
yang menjalani pernikahan siri ditemukan bahwa (1) Takut hidup sendiri. (2)
Menikmati kehidupan selama menikah siri. (3) Dari pada tidak laku. (4)
dilakukan oleh Haris Hasanuddin di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Disertasi tersebut
sudah dipertahankan dalam ujian terbuka dengan judul Makna Nikah Sirri bagi
melakukan nikah sirri serta bagaimana pelaku nikah sirri memaknai nikah sirri yang
dilakukan. Dua pertanyaan tersebut nampak memiliki makna yang sama maka pada
dasarnya pertanyaan itu satu. Jawaban yang dikemukakan bahwa makna nikah sirri
adalah sebagai ritual untuk menentramkan batin agar tidak merasa berdosa. Namun
pada dasarnya motivasi dibalik pelaksanaan nikah sirri tersebut adalah faktor
biologis.
penelitian ini menggambarakan bahwa ada tiga pendapat pemuka agama tentang
ekseptabilitas rencana regulasi tentang kriminalisasi bagi pelaku nika sirri. Pertama,
mendukung penuh, kedua, menolak penuh, ketiga, menolak sebagian dan mendukung
sebagian.9
komprehensif atau satu bab saja. Buku tipe yang pertama antara lain karya Neng
Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam. Inti dalam buku ini adalah
ketidaksetujuan penulis jika nikah sirri itu tidak sah secara hukum. Menurutnya
keharusan pencatatatan nikah itu hanya akan melumpuhkan hukum perkawinan Islam.
Bukti akte nikah sebagai satu-satunya bukti hanya merupakan pengaruh pemikiran
sekularisme.10
Fiqh Perempuan di Pesantren, mengusung tema nikah sirri dalam bab 12. Dalam
buku ini nampak sekali kontroversi dengan buku karya Neng Djubaidah. Buku ini
mengemukakan bahwa keabsahan nikah sirri secara hukum Islam itu justru
sekularisasi terhadap agama, artinya mengatakan bahwa nikah sirri itu sah menurut
agama dan tidak sah menurut negara. Alasanya bahwa nikah sirri tidak bisa
mafsadah yang lebih besar.11 Quraisy Syihab dalam bukunya Perempuan...dari Cinta
sampai Seks dari Nikah Mut’ah sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama sampai Bias
Baru..membahas nikah sirri dalam satu bab. Syihab mengemukakan bahwa nikah sirri
9
Siti Musawwamah, Akseptabilitas Regulasi Kriminalisasi Pelaku Kawin Sirri Menurut Pemuka
Masyarakat Madura, (Jakarta: Diktis, 2012), hlm. 173
10
Neng Djubaedah, Op.Cit, hlm.241
11
Mudhafar Badri, Op.Cit. hlm. 167-168.
merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan yang dapat
menghilangkan hak-haknya, bahkan tidak jarang terjadi lahir hubungan seks di luar
pernikahan dengan dalih nikah sirri.12 Karya M Nur Yasin dengan judul Hukum
Perkawinan Islam Sasak mengungkapkan tentang nikah sirri dengan judul Relasi
Kompilasi Hukum Islam dan Tradisi Sasak (Kajian Kawin Cerai Bawah Tangan di
Kota Mataram. Adapun hasil penelitian adalah adanya tiga pola relasi perkawinan
yang ideal dan fakta sosial kawin cerai bawah tangan yaitu; pola hegemoni, pola
Selain buku dan hasil penelitian tentang nikah sirri banyak sekali artikel-
artikel yang membahas tentang masalah ini. Antara lain; karya Muhlas Rofii yang
berjudul Kontroversi Nikah Sirri Dalam Konsep Sosiologi Hukum. Meski ada dua
tinjauan yang dilakukan namun kajian yang dilakukan baru sampai pada dataran
mampu menjawab permasalahan karena jika tidak ada bukti maka permohonan
tersebut sulit untuk dikabulkan. Anjar Nugroho juga menulis artikel dengan judul
Nikah Muth‟ah dan Nikah Sirri: dalam Tinjauan Normatif dan Historis sosiologis.
tetapi hasil penelitian tersebut masih sangat dangkal karena hanya mengungkap
faktor, tujuan dan persepsi masyarakat berdasarkan wawancara yang tidak mendalam
serta tidak menganalisis dari sudut pandang tertentu.14 Penelitian ini akan difokuskan
12
M. Quraisy Shihab, Op.Cit. hlm. 241.
13
M Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak (Malang; UIN Malang Press; 2008), hlm. 25-85.
14
Siti Zumrotun, Fenomena Nikah Sirri di Salatiga, (Salatiga, tidak diterbitkan, 2006)
pada peran KUA juga masyarakat dalam menanggulangi terjadinya nikah sirri juga
F. Kerangka Teoritik
1. Teori Peran
sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang
peran tertentu terhadap terjadinya kasus pernikahan sirri. Dengan teori ini KUA
yang memiliki tugas dan wewenang terhadap pencatatan nikah khusus bagi
besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat
atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja
pada usia tujuh belah tahun, mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh,
pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima
tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat
masa dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam
pembagian lagi.
merupakan hal urgen. Hal ini merupakan amanah dari Undang-Undang Republik
UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Selain itu juga pentingnya pencatatan
pernikahan itu dituangkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 5 ayat 1 : agar
dicatat.
Arab Mesir Nomor 78 Tahun 1931: tidak akan didengar suatu pengaduan tentang
perkawinan atau tentang hal-hal yang didasarkan atas perkawinan kecuali
bagi warga negara Indonesia secara umum yang melakukan nikah sirri atau tidak
dicatat. Namun, sanksi yang akan diberikan itu dalam tataran Peraturan
No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 45 ayat 1 poin a : Barang siapa yang
melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 3,10 ayat 3,40 Peraturan Pemerintah
ini dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500 (tujuh ribu lima
ratus rupiah).
ini sangat ringan dan masih membuka peluang untuk terjadinya nikah sirri
sebagaimana yang terdapat dalam pasal 45 ayat 2 dalam PP ini : tindak pidana
1. Fokus Penelitian
pada saat pengumpulan data, agar peneliti mampu membedakan antara data yang
Salatiga. Kota ini terletak di tengah-tengah antara Solo dan Semarang. Salatiga
merupakan sebuah kota kecil yang hanya memiliki 4 kecamatan dan 22 kelurahan.
juga agama yang hidup berdampingan dan rukun. Kota Salatiga merupakan kota
dengan udara dingin mengingat letak kota ini ada dilereng gunung Merapi dan
Merbabu.
penelitian ini meliputi beberapa macam; pertama, informan kunci (key informan),
15
Bagong Suyanto&Sutinah (ed), Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan,(
Jakarta: Prenada Media Group, 2005), hlm. 170-171.
yaitu meereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang
diperlukan dalam penelitian. Kedua, informan utama, yaitu mereka yang terlihat
langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Ketiga, informasi tambahan, yaitu
mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam
Adapun yang akan menjadi informan kunci dalam penelitian adalah para
pegawai KUA di Kota Salatiga. Sedangkann yang menjadi informan utama dalam
penelitian ini adalah tokoh masyarakat, kyai, yang menikahkan secara sirri.
3. Pendekatan Penelitian
mengenai kata-kata lesan. Oleh karena itu jenis penelitian yang akan dilakukan
adalah penelitian kualitatif. Terdapat lima ciri pokok dalam penelitian ini yaitu:
penelitian kualitatif mempunyai latar belakang alami dan peneliti sendiri berperan
sebagai informan, bersifat deskriptif, lebih menekankan proses dari pada produk,
cenderung menganalisis data secara induktif, dan makna sangat penting artinya. 17
sosiologis.
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
16
Bagong Suyanto, hlm. 171-172.
17
Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, (Yogyakarta, Tiara Wacana,, 2992) hlm. 81-
82
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.18 Wawancara
guna mencapai tujuan tertentu.19 Tujuan wawancara dalam penelitian ini untuk
terjadinya pernikahan sirri di Kota Salatiga. Alasan wawancara sebagai alat untuk
Selain itu wawancara juga akan bisa diketahui hal-hal secara mendalam tentang
yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap. Akan tetapi peneliti hanya akan
peneliti belum tahu secara persis data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti
akan banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. 22 Keadaaan ini
18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, ( Bandung: Alfabeta: 2010)
hlm.231.
19
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Rineka Cipta: 2001) hlm.95
20
Cristine Daymon &Immy Holloway, , Qualitative Reasearch Methods in Public Relations and
Marketing Communications. hlm. 259
21
Wawancara tidak terstruktur, wawancara semi-terstruktur, wawancara terstruktur dan
wawancara on line, baca dalam Crstin Daymon, , Qualitative Reasearch Methods in Public Relations and
Marketing Communications. hlm.264-268
22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm. 233-234.
dimaksudkan agar wawancara bisa berlangsung secara luwes dengan arah yang
lebih terbuka.
memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan atau sumber data,
kecurigaan atas berbagai pertanyan yang muncul, maka peneliti harus mampu
23
Sugoyono, hlm. 235.
peneliti.24 Trianggulasi ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu, pertama,
trianggulasi dilakukan saat wawancara berakhir dan draf laporan sudah disusun
Kebenaran bukan saja muncul dari wacana etik, namun juga menjadi wacana
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara induktif, yaitu suatu
24
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Penguasaan Model dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2010), hlm. 204
25
Burhan Bungin, hlm. 205.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm.244
secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis
tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan
Dari sini nampak bahwa dalam analisis induktif teori menjadi hal yang tidak
penting, karena datalah yang sangat penting. Sedangkan teori akan dibangun
terjun ke lapangan ini dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
H. Sistematika Pembahasan
terjadinya pernikahan sirri. di Kota Salatiga. Agar penyajian laporan tersusun secara
sistematis dan terarah, laporan ini akan terdiri dari tiga bagian, yakni: pendahuluan,
isi dan penutup.28 Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh langkah sebagai
berikut. Langkah pertama pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode tersebut
27
Sugoyono, hlm.245. oleh karena itu peneliti tidak terpaku dengan satu teori tertentu lalu
membuktikannya, namun dengan satu bidang kajian dan hal-hal yang terkait dengan bidangn akjian
tersebut yakni bidang sosiologi. Baca Anselm Strauss &Juliet Corbin, Basics of Qualitative Research
Grounded Theory Procedures and Techniques, terj. Muhammad Shodiq, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar:
2007), hlm. 10-11
28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, hlm.211-215
meliputi pendekatan yang digunakan serta alasan penggunaannya, fokus penelitian,
Penyajian teori ini meliputi teori peran, pengertian nikah sirri (illegal wedding)
Sejarah, tugas dan wewenang KUA, bentuk-bentuk perkawinan, sanksi nikah sirri.
pandang kota Salatiga dan sekitarnya yang meliputi: struktur sosial kemasyarakatan,
keagamaan, kultur, ekonomi, serta politik Kota Salatiga. Selanjutnya disajikan hasil
penelitian tentang peran KUA dalam menanggulangi terjadinya nikah sirri di Kota
jelas.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Peran
Teori peran (role theory) mendefinisikan “peran” atau “role” sebagai “the
position, which are determined by the role incumbent and the role senders within and
beyond the organization’s boundaries” (Banton, 1965; Katz &Kahn, 1966, dalam
Bauer, 2003: 54). Selain itu, Robbins (2001: 227) mendefinisikan peran sebagai “a
a social unit”.
Menurut Dougherty & Pritchard (1985) dalam Bauer (2003: 55), teori peran
ini memberikan suatu kerangka konseptual dalam studi perilaku di dalam organisasi.
Mereka menyatakan bahwa peran itu “melibatkan pola penciptaan produk sebagai
lawan dari perilaku atau tindakan” (h. 143). Lebih lanjut, Dougherty & Pritchard
(1985) dalam Bauer (2003: 56) mengemukakan bahwa relevansi suatu peran itu akan
bergantung pada penekanan peran tersebut oleh para penilai dan pengamat (biasanya
supervisor dan kepala sekolah) terhadap produk atau outcome yang dihasilkan.
Dalam hal ini, strategi dan struktur organisasi juga terbukti mempengaruhi peran dan
persepsi peran atau role perception. (Kahn, et al., 1964; Oswald, Mossholder, &
dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya organisasi. Di sini secara
in a job position (leader, subordinate)”. Ada dua jenis perilaku yang diharapkan
dalam suatu pekerjaan, yaitu (1) role perception: yaitu persepsi seseorang mengenai
cara orang itu diharapkan berperilaku; atau dengan kata lain adalah pemahaman atau
kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi yang diharapkan dari orang tersebut,
dan (2) role expectation: yaitu cara orang lain menerima perilaku seseorang dalam
situasi tertentu. Dengan peran yang dimainkan seseorang dalam organisasi, akan
terbentuk suatu komponen penting dalam hal identitas dan kemampuan orang itu
untuk bekerja. Dalam hal ini, suatu organisasi harus memastikan bahwa peran-peran
Scott et al. (1981) dalam Kanfer (1987: 197) menyebutkan lima aspek
1. Peran itu bersifat impersonal: posisi peran itu sendiri akan menentukan
2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior) – yaitu, perilaku yang
4. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa
antara lain:
bermasyarakat.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki
status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan
peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status social khusus.
Wirutomo (1981 : 99 – 101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam
individu yang menempati kedudukan social tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-
norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang
bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai
kemasjidan.
semakin diperjelas tugas dan fungsinya yang diatur dalam suatu ordonansi, yaitu
penghasilan karyawanya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak dan rujuk yang
diangkat sebagai kepala shumubu untuk wilayah Jawa dan Madura adalah KH.
Kyai Wahid Hasyim sampai akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945.
Sejak tahap ini Menteri Agama mengambil alih beberapa tugas untuk dimasukkan
Raad (Pengadilan) Agama yang menjadi hak Residen dialihkan menjadi hak
telah tersebar ke seluruh pelosok tanah air, hingga tingkat kecamatan bahkan
yang melayani umat islam, khususnya yang berkaitan dengan nikah, talak,
Selanjutnya PMA No. 188 5/K.I tahun 1946 tanggal 20 Nopember 1946
tingkat pusat yang berdiri dari 8 bagian yaitu: Bagian A (Sekertariat); Bagian
1946 tentang Pencatatan, Nikah, Talak dan Rujuk, jabatan kepenghuluan dan
agama di desa, khususnya dalam hal pernikahan dan kematian yang disebut
amil, modin, kaum, kayim, ketib dan sejenisnya diterbitkan dan diatur tersediri
baik. Dua kali aksi militer Belanda dan Sekutu dilancarkan: Pertama, tanggal
21 Juli 1947 dan kedua tanggal 19 Desember 1948. Kabinet yang dibentuk
secara de facto masih dikuasai oleh pemerintah Republik Indonesia. Saat itu
Karena alasan itu selama terjadi peperangan, pengiriman jama‟ah haji sempat
terhenti.
tahun 1950 tentang Susunan Organisasi Kemenag. Sejak itu struktur Kemenag
Kecamatan.
Yang Maha Esa. Dengan demikian agama dapat menjadi landasan moral dan etika
Indonesia yang religius, mandiri, berkualitas sehat jasmani rohani serta tercukupi
Agama. Untuk di Jawa Timur sejak tahun 1948 hingga 1951, dibentuk Kantor
Pengadilan Agama.
oleh seorang kepala. Selanjutnya berdasarkan PMA No. 39 tahun 2012 tentang
organisasi dan tata kerja KUA dijelaskan bahwa KUA adalah Unit Pelaksana
Islam.
kuat, fungsi dan tugas yang jelas dan merupakan bagian dari struktur
sebagian tugas pemerintah di bidang agama Islam. Lingkup kerja KUA adalah
berada di wilayah tingkat Kecamatan, hal ini sebagaimana ketentuan pasal 1 (1)
Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut KUA adalah instansi
wilayah kecamatan.
Indonesia Nomor 373 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
tugas dan garapan Kantor Urusan Agama dalam Urusan Agama Islam adalah
sebagai berikut:
sakinah;
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) memiliki peran legitimate atas
status harta benda yang diwakafkan sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak
diharapkan;
f. Memberi pelayanan di bidang penentuan arah kiblat dan penetapan awal bulan
hijriyah;
j. Dan lain-lain.
Sesuai peran, tugas, dan fungsi KUA tersebut di atas, maka otoritas KUA
lingkungan wilayah tingkat Kecamatan memiliki fungsi dan peranan yang sangat
Nikah (pada KUA Kecamatan ) yang diangkat oleh Menteri Agama atau oleh
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk benda yang tidak bergerak
dan benda yang bergerak selain uang adalah Kepala Kantor Urusan Agama;
Zakat di tingkat Kecamatan yaitu oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan;
d. Peran KUA dalam bidang penyelenggaraan ibadah haji telah diatur dalam
bimbingan untuk calon jamaah haji sedini mungkin dan berkelanjutan yaitu
12 dan 2007: 1-2). Selain aturan perundang-undangan, peran KUA juga telah
Dari uraian tersebut di atas, maka Kantor Urusan Agama memiliki peran
belum sesuai dengan apa yang diharapkan atau masih belum menggembirakan.
semata dan belum menyentuh pada aspek-aspek lainnya seperti pencatatan rujuk,
tanah wakaf, dan penanganan masalah waris, sehingga keberadaan peran KUA
masih perlu dibenahi dan perlu ditingkatkan dalam memberikan pelayanan kepada
dilakukan untuk meningkatkan peran KUA sesuai tugas dan fungsinya adalah
informasi kepada masyarakat tentang tugas, fungsi, dan bidang garapan KUA
adalah tidak hanya terbatas pada pencatatan nikah, akan tetapi pada bidang-
perkawinan ini bisa dielaborasi menjadi tiga hal. Pertama, suami istri saling
g. Kedudukan suami dan istri dalam kehidupan adalah seimbang baik dalam
51-52)
sendiri saja ia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang terbaik
pada dirinya. Oleh sebab itu kebebasan memilih jodoh adalah hak dan
syari‟at Islam.
rahmah adalah karakter manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya.
Prinsip ini didasarkan pada firman Allah SWT. Yang terdapat dalam QS. Al
enam:
kepercayaan masing-masing.
c. Asas mongami.
d. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya.
masyarakat sebagai embrio dari berdirinya sebuah negara. Oleh karena itu sebuah
perkawinan seyogyanya dilakukan sesuai dengan hukum agama dan juga hukum
pemerintah, karena negara akan berdiri dengan baik jika diawali dengan keluarga
yang baik.
Syarat dan rukun merupakan perkara yang urgen dalam perbuatan yang
menyangkut dengan maslah hukum. Terutama yang menyangkut dengan sah dan
tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua hal tersebut mengandung arti
yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.
Terkait dengan perkawinan syarat dan rukun perkawinan tidak boleh disepelekan.
Karena perkawinan tidak sah di mata hukum jika tidak lengkap syarakt dan
rukunnya.
bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang
berada di luarnya dan bukan merupakan unsurnya.(Amir Syarifuddin: 2006:59)
Rukun perkawinan adalah segala yang harus terwujud dalam suatu perkawinan.
dan perempuan yang akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang
d. Dua orang saksi, syaratnya minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab
e. Ijab yang dilakukan oleh wali, qabul yang dilakukan oleh suami, syaratnya
ada pernyataan mengawinkan dari wali, ada pernyataan menerima dari calon
mempelai pria, memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari dua kata
tersebut, antara ijab dan qabul bersambungan, ijab dan qabul jelas maksudnya,
orang yang sedang terikat dengan ijab dan qabul tidak sedang melakukan
ibadah haji dan umrah, majlis ijab dan qabul harus dihadiri minimum empat
orang yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali mempelai wanita dan dua
Adapun mahar yang harus ada dalam perkawinan tidak termasuk ke dalam
rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan
tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian mahar
kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada tertib
hukum.
Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu maka setiap perkawinan
mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat menurut hukum, ia adalah Pegawai
Negeri yang diangkat oleh Menteri Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.
sebagai berikut :
a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah mereka
kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang belum berusia 21
tahun.
perkawinan).
tentang nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad nikah,
data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad nikah (di Balai
Kehendak Nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau
segel/materai
bernilai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) diketahui RT, RW dan Lurah
setempat.
c. Surat keterangan untuk nikah dari Kelurahan setempat yaitu Model N1, N2,
d. Pas photo caten ukuran 2×3 masing-masing 4 (empat) lembar, bagi anggota
dari Pengadilan Agama, jika Duda/Janda mati harus ada surat kematian dan
f. Harus ada izin/Dispensasi dari Pengadilan Agama bagi Calon penganten Laki-
laki yang umurnya kurang dari 19 tahun; dan calon penganten Perempuan
g. Ijin Orang Tua (Model N5) bagi caten yang umurnya kurang dari 21 tahun
h. Bagi calon penganten yang tempat tinggalnya bukan di wilayah Kec. Tingkir
i. Bagi anggota TNI/POLRI dan Sipil TNI/POLRI harus ada Izin Kawin dari
Pejabat Atasan/Komandan.
j. Bagi caten yang akan melangsungkan pernikahan ke luar wilayah Kec.
Tingkir harus ada Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kec. Tingkir.
l. Bagi WNI keturunan, selain syarat-syarat tersebut dalam poin 1 s/d 10 harus
m. Surat Keterangan tidak mampu dari Lurah/Kepala Desa bagi mereka yang
tidak mampu.
Jika yang ingin melakukan perkawian itu antara warga negara Indonesai dengan
warga negara asing, (Perkawinan Campuran antara WNI & WNA), maka ada
c. Surat Keterangan Model K II dari Dinas Kependudukan (bagi yang menetap lebih
d. Tanda lunas pajak bangsa asing (bagi yang menetap lebih dari satu tahun)
dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi syarat atau
calon istri dan wali nikahnya yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah
(Model NB).
Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar wilayah
KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa, maka pemeriksaannya
pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon istri dan wali
mempelai. PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10 hari
kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam psl 3 ayat 3 PP No. 9
Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting misalnya salah
seorang calon mempelai akan segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan
nikah di Kantor Urusan Agama kecamatan Tingkir, atau bisa jadi di rumah calon
melengkapi kolom yang belum terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor
atau apabila ada perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/
b. Meminta izin wali. Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi
ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau anak terlebih
dahulu minta/memberikan izin kepada ayah atau wali, dan keharusan bagi
ayah meminta izin kepada anaknya untuk menikahkan bila anak Berstatus
janda.
c. Pembacaan khutbah nikah. Sebelum pelaksanaan ijab qobul sebagaimana
dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya terhadap calon mempelai pria, namun
wali nikah, dua orang saksi dan PPN yang menghadiri akad nikah.
h. Penyerahan maskawin/mahar.
j. Nasihat perkawinan
k. Do‟a penutup.
interpretasi yang berbeda-beda. Secara etimologi nikah sirri dalam bahasa Arab
disebut nikah al-sirr yaitu pernikahan yang dilakukan secara rahasia, sembunyi-
Ada berbagai macam definisi nikah sirri menurut para ulama. Menurut
Imam Syafii, Malik dan Hanafi bahwa nikah sirri adalah nikah tanpa wali.30
Sedangkan dalam konteks Indonesia, ada ragam pengertian dan praktik nikah sirri
yang dipersepsikan masyarakat, yang bisa dibedakan menjadi tiga kategori. Yaitu
nikah tanpa wali, nikah di bawah tangan dan nikah tanpa walimah.31
Nikah tanpa wali adalah nikah yang dilakukan tanpa adanya wali. Nikah di
bawah tangan adalah nikah yang dilakukan dengan memenuhi syarat dan
rukunnya tetapi tidak atau belum dicatakan ke PPN. Sedangkan nikah tanpa
walimah adalah nikah yang sudah tercatat akan tetapi tidak diadakan perayaan
atau walimah.
Walaupun tidak hanya satu definisi nikah sirri dikalangan para ulama,
sirri adalah nikah yang dilangsungkan menurut ketentuan fiqh (telah memenuhi
syarat dan rukunnya), tetapi masih bersifat intern keluarga dan belum dicatatkan
ke Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Nikah semacam ini disebut dengan nikah yang
”tidak dicatat” atau disebut juga nikah ”di bawah tangan”. Nikah semacam ini
tidak mendapatkan bukti autentik berupa Akta Nikah sebagaimana diatur dalam
29
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (yogyakarta: Unit Pengadaan
Buku-buku Ilmiah Keagamaan PP Al-Munawwir, 1984), hlm.667.
30
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid,(Semaramg: Maktabah Usaha
Keluarga, t.t.), jilid II, hlm.3.
31
Naqiyah Mukhtar, Mengurai Nikah Sirri Dalam Islam, dalam al Manahij, (Purwokerto: APIS,
2012), Vol. VI, hlm 257.
kata nikah sirri, masyarakat juga sering menyebutnya dengan nikah modin, kyai,
Adapun istilah ”perkawinan tidak dicatatkan” terkandung iktikad atau niat buruk
Sedangkan kata nikah itu sendiri dalam bahasa Arab bermakna al-wathi’
mendefinisikan nikah adalah: ”Akad yang telah ditetapkan oleh syar‟i agar
32
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan &Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis
Di Indonesia dan Hukum Islam,(Jakarta: Sinar Grafika Ofset, 2010), hlm 153.
33
Wahbah Al Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq; Dar al-Fikr,
1989).hlm.29.
34
Wahbah Al Zuhaily, hlm. 29
Abu Zahrah di dalam kitabnya al-Ahwal al-Syakhsiyyah, mendefinisikan
nikah sebagai akad yang menimbulkan akibat hukum berupa halalnya melakukan
Menurutnya tidak ada nikah bila tidak ada hubungan seksual. 36 Senada dengan
dalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan sebagai: ”Ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Dari definisi ini terlihat bahwa pernikahan tidak hanya penghalalan
hubungan antara laki-laki dan perempuan tetapi mengandung tiga dimensi yaitu
35
Muhammad Abu Zahrah, al Ahwal Al-Syakhsiyyah, (Qahirah: Dar al-Fikr al-„Arabi, 1957), hlm.
19.
36
Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasinal Indonesia, (Jakarta: Tintamas, 1961), hlm.61.
37
Ibrahim Hosen, Fikih Perbandingan Dalam Masalah Nikah, Talak dan Rujuk, (Jakarta: Ihya
Ulumuddin, 1971), hlm.65.
teologis (aktifitas keagamaan), dan berdimensi yuridis formal, karena nikah
(mitsaaqan ghaildzan).38
terjadi di Indonesia. Misalnya orang yang ingin melakukan nikah, maka orang
tersebut harus memenuhi syarat dan rukun sesuai dengan agama yang mereka
DKCS setempat.
No I/1974 nampak ada dimensi yang tidak terpenuhi, yaitu dimensi sosiologi juga
dimensi yuridis. Dalam tinjauan sosiologi, jika apa yang dipikirkan atau
diperbuat seseorang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat, maka
orang tersebut dapat dikatakan telah melakukan anomali nilai atau keanehan.
berupa label atau stigma negatif. Akibat stigma negatif tersebut akhirnya
38
Q.S. an-Nisa: 4.
39
Gani Abdullah, Seks, Gender dan Reproduksi Perempuan, dalam Khoirul Muzakki, Kontroversi
Nikah Sirri,(Suara Merdeka, Rabu 28 Desember 2011), hlm. 7.
keluarga bahagia, kekal. Tujuan perkwinan yang kekal dan bahagia ini dapat
dan material.40
patriarchi. Yakni, sebuah sistem sosial di mana klan laki-laki lebih dominan
dibanding dengan klan perempuan. Sehingga tujuan nikah tersebut akan sulit
sosial sebagaimana komentar Asaf A.A Pyzee, mampu atau berhasil mengangkat
Sedangkan jika ditinjau dari dimensi yuridis, bahwa nikah yang dilakukan
dicatatkan. Selain itu nikah sirri memiliki beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan antara lain: pertama, tidak ada jaminan perlindungan hukum dan
tidak memiliki jaminan yang pasti ketika perempuan hamil dan mempunyai anak.
40
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana,. 2004), hlm. 51.
41
.Amir Nuruddin dan Azhari Taringan, Hlm. 57
menurut UU No I/1974 pasal 34 ayat 3 dengan jelas diterangkan bahwa: ”Jika
gugatan kepada pengadilan”. Jika perkawinan itu tidak legal, maka jika terjadi
kelalaian terhadap tanggungjawab sebagai suami atau istri tidak dapat dituntut di
pengadilan. Dan yang paling rentan untuk dilanggar hak-haknya adalah istri.
terjadi perceraian dengan hanya mengucapkan kata cerai dan meninggalkan istri
Dari sini nampak jelas bahwa praktik pernikahan sirri itu sulit
Bahkan tidak jarang terjadi lahir hubungan seks di luar nikah dengan dalih
pernikahan sirri.43
Padahal pernikahan itu sendiri memiliki tujuan yang sangat agung dalam
sakinah ini akan dapat terwujud jika antara suami dan istri mampu melaksanakan
42
Mudhofar Badri dkk, Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantrean, (Yogyakarta:
Yayasan Kesejahteraan Fatayat. tt), hlm.165.
43
M. Quroish Shihab, Perempuan… dari Cinta sampai Seks, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), hlm.
241.
fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasai dan
beberapa kategori illegal wedding jika dilihat dari pancatatan juga publikasinya.
KUA tetapi dipublikasikan secara terbatas dan yang ketiga, tidak tercata dan juga
Siti Zumrotun terhadap fenomenan nikah sirri yang terjadi di kota Salatiga ada
satu kategori pernikahan illegal yakni dicatat dalam lembaran kertas (bukan oleh
praktiknya, ternyata jika dilihat dari aspek sebab motivasi, dan juga tujuan
melakukan illegal wedding itu beraneka ragam. Motivasi tesebut bisa diebdakan
Pertama, bersifat normatif, dalam konteks ini secara spesifik adalah yang
berkaitan dengan sebab, motivasi, dan tujuan yang didasarkan pada norma-norma
agama Islam.
alasan dari masyarakat dan orangtua dengan alasan keuangan, biaya hidup dan
pekerjaan yang seringkali menjadi pertimbangan dan kendala bagi yang akan
menikah.
/1975 dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa: ”Setiap orang yang akan
perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan
perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 1946 jo. UU No. 32 Tahun 1954. Dari
pasal-pasal dalam UU maupun KHI ini muncul berbagai analisis, apakah pencatatan
perkawinan ini sebagai sayarat sah atau sebagai syarat administrasi. Ada beberapa
alasan yang dikemukakan bahwa pencatatan sebagai syarat sah perkawinan. Pertama,
selain didukung oleh praktik hukum dari badan-badan publik, juga pasal-pasal Perpu
pelaksanaan UUP (PP. No.9 Tahun 1975) dan juga dari jiwa dan hakikat UUP itu
sendiri. Kedua, ayat yang ada di dalam pasal 2 UUP harus dipandang sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisah. Ketiga, apabila isi pasal 2 UUP dikaitkan dengan bab III
(pasal 13s/d21) dan Bab IV (pasal 22s/d28), masing-masing tentang pencegahan dan
pembatalan, hanya bisa dilakukan apabila diatur di dalam PP No.9/1975. bila
perkwinan sah tanpa ada pencatatan, pasal pencegahan dan pembatalan menjadi tidak
ada gunanya. Keempat, dari sisi bahasa, arti kata ”dan” pada pasal 2 ayat 1 UUP
Indonesia, secara tegas UUP No. 1 Tahun 1974 hanya mengatur pencatatan
perkawinan, talak, dan rujuk, yang berarti hanya acara, bukan materi hukum.
tangga. Dengan akte nikah, suami istri memiliki bukti autentik atas perbuatan hukum
yang telah mereka lakukan. Bukti otentik semacam ini sangat urgen sebagai tali
pengikat tanggung jawab semua pihak agar terjamin nilai keadilan dan ketertiban
yang menjadi pilar utama tegaknya kehidupan rumah tangga.44 Sehingga jika ada
orang yang melaksanakan pernikahan walau sudah memenuhi syarat dan rukun
pernikahan, namun tidak tercatat ataupun sengaja tidak dicacat dikenal oleh
Model pernikahan secara sirri atau illegal wedding ini di kalangan masyarakat
muncul perbedaan pendapat tentang keabsahan hukumnya. Perbedaan ini muncul dari
44
Bukti autentik berupa akta nikah pada zaman Nabi belum begitu penting, mengingat kultur
menulis pada waktu tdak begitu penting karena kultur lesan (hafalan) lebih berkembang, sedangkan tradisi
walimatul ’ursy walau hanya seekor kambing merupakan saksi syar‟i, selain itu perkawinan pada waktu itu
berlangsung dengan jarak yang dekat. Baca dalam Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media:2004), hlm. 120-121.
pertanyaan apakah pencatatan ini sebagai rukun sehingga mempengaruhi sahnya
pernikahan, atau hanya sebagai syarat administrasi. Dari perbedaan tersebut Atho‟
Muzhar menganalisis bahwa pencatatan perkawian harus dilihat sebagai bentuk baru
cara mengumumkan perkawinan. Lebih jauh dari pencatatan ini lebih maslahat
terutama bagi wanita dan anak-anak. Baca dalam M. Atho Muzhar, Membaca
Gelombang Ijtihad, Antara Tradisi dan Liberasi, (Jakarta: Titian Ilahi Pres: 1998:
180)
1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.l Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 1984 tentang Pencatatan Nikah. Talak dan Rujuk
menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh
Pegawai Pencatatan Sipil pada kantor catatan sipil sebagaiman yang dimaksud dalam
agama Islam maka calon mempelai atau orang tuanya atau wakilnya harus
mencatatkan diri mereka pada Pegawai Pencatat Nikah, dalam hal ini kelembagaan
yang ada di Indonesia adalah Kantor Urusan Agama (KUA). Namun, setelah Undang-
Undang tersebut diberlakukan, masih juga ada warga Negara Indonesia yang
Pegawai Pencatat Nikah, atau lebih dikenal dengan Nikah dibawah tangan. Sehingga
pernikahan tersebut di pandang secara hukum masih illegal karena belum memiliki
buku Akta Nikah. Sebagian dari para pelaku nikah tersebut ada juga yang telah
memiliki anak, sehingga diperlukan juga status hukum bagi anak tersebut atau dalam
mendapatkan Akta Kelahiran yang harus didasari dengan buku Akta Nikah orang
tuanya.
tersebut sah dimata hukum di Indonesia dengan dikeluarkannya Kartu Nikah, yang
dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan misalnya, atau Surat Tanda Nomor Kendaraan
mempersandingkan, maka nilai Surat Nikah sebenarnya jauh lebih berharga. Karena
Surat Nikah merupakan bukti adanya ikatan dua orang, yang dilandasi oleh nilai-nilai
keagamaan untuk membangun suatu rumah tangga bahagia sepanjang masa. Fungsi
Suat Nikah, tidak hanya untuk menandai telah terjalinnya ikatan pasangan (yang
diharapkan ) abadi, tetapi memiliki efek yuridis yang luar biasa. Karena dengan surat
itulah, maka pasangan kawin itu secara yuridis menjadi absyah juga status keturunan,
Proses Pidana Pelaku Nikah Sirri dalam UU. 22 Tahun 1946 Dalam masalah
masalah tata cara pernikahan melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 tentang
Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Jawa dan Madura. Dengan
1. Bahwa peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk seperti yang diatur di dalam
Huwelijksordonnantie Staatblaad 1929 No. 348 jo. Staatblaad 1931 No. 467.
dengan keadaan masa sekarang, sehingga perlu diadakan peraturan baru yang
pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk memenuhi keperluan yang sangat
mendesak;45
Staatblad 1929 No. 348 jo. Staatblad 1931 No. 467 dan Vorstenlandsche
Islam. Hanya saja UU No. 22 Tahun 1946 ini terbatas wilayah pemberlakuannya,
yaitu berlaku di wilayah Jawa dan Madura sehingga tidak bisa diterapkan pada kasus
yang sama pada wilayah di luar Jawa dan Madura. Namun merespon tuntutan
terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang begitu cepat berubah, maka kemudian
tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di Seluruh Daerah Luar Jawa dan
Madura, maka sejak itulah undang-undang tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan
Rujuk tersebut berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hingga saat ini Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1946 tersebut belum pernah dicabut keberlakuannya atau
sepanjang belum diadakan yang baru. Dalam UU No. 22 tahun 1946, dijelaskan juga
unsur pidana bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, yaitu bagi pihak yang
45
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam, (Jakarta; UI Press,
1986), h. 168
Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia tanggal 21 November
1946 No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di Seluruh
Daerah Luar Jawa dan Madura. atau menjatuhkan talak atau rujuk tanpa dicatat atau
tanpa di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah maka dijatuhi hukuman denda.
Sebagaimana pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa: “Barang siapa yang melakukan
akad nikah atau nikah dengan seorang perempuan tidak di bawah pengawasan
pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, dihukum denda
sebanyak-banyaknya Rp. 50,- (Lima puluh rupiah)”. Pasal 3 ayat (3) menyatakan
bahwa: “Jika seorang laki-laki yang menjatuhkan talak atau merujuk sebagaimana
tersebut pada ayat (1) pasal 1, tidak memberitahukan hal itu di dalam seminggu
kepada pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, maka ia
dihukum denda sebanyak-banyaknya Rp. 50,- (Lima puluh rupiah).” Sementara bagi
pihak yang menikahkan padahal bukan tugasnya untuk menikahkan (nikah di bawah
tangan), maka pihak tersebut dijatuhi hukuman pidana selama-lamanya 3 bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 100,-. Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa: “Barang
siapa yang menjalankan pekerjaan tersebut pada ayat (2) pasal 1 dengan tidak ada
rupiah). Pasal 3 ayat (4) menyatakan bahwa: Orang yang tersebut pada ayat (2) pasal
46
Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat; Menurut Hukum Tertulis
di Insonesia dan Hukum Islam, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), h. 210
1 karena menjalankan pengawasan dalam hal nikah, ataupun karena menerima
pemberitahuan tentang talak dan rujuk menerima biaya pencatatan nikah, talak dan
rujuk lebih dari pada yang ditetapkan oleh Menteri Agama menurut ayat (4) pasal 1
atau tidak memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam buku-pendaftaran masing-
masing sebagai yang dimaksud pada ayat (1) pasal 2, atau tidak memberikan petikan
dari pada buku-pendaftaran tersebut di atas tentang nikah yang dilakukan di bawah
pengawasannya atau talak dan rujuk yang dibukukannya, sebagai yang dimaksud
pada ayat (2) pasal 2, maka dihukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
tersebut pada Pasal 3 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) undang-undang ini bermaksud
nikah, talak atau rujuk itu menjadi batal karena pelanggaran itu. Ketentuan pada Pasal
Klasifikasi Sanksi Pidana yang dibebankan Bagi Pelaku Nikah sirri. Ada
beberapa poin penting yang penulis akan analisis mengenai sanksi yang diberlakukan
bagi para pelaku nikah sirri maupun bagi PPN yang menyalah gunakan kewenangan
1. Kali pertama yang harus dikaji adalah pasal-pasal dalam UU tersebut yang
1946:51. Barang siapa yang melakukan akad nikah atau nikah dengan seorang
47
Ibid. hlm. 212
perempuan tidak di bawah pengawasan pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2)
).
2. Pada ayat (1) pasal 1, tidak memberitahukan hal itu di dalam seminggu kepada
pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, maka ia dihukum
3. Barang siapa yang menjalankan pekerjaan tersebut pada ayat (2) pasal 1 dengan
tidak ada haknya, dihukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
4. Jika seorang laki-laki yang menjatuhkan talak atau merujuk sebagaimana pasal 3
UU. NO 22 Taun 1946 tersebut Orang yang tersebut pada ayat (2) pasal 1 karena
pemberitahuan tentang talak dan rujuk menerima biaya pencatatan nikah, talak
dan rujuk lebih dari pada yang ditetapkan oleh Menteri Agama menurut ayat (4)
pasal 1 atau tidak memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam buku-pendaftaran
dibukukannya, sebagai yang dimaksud pada ayat (2) pasal 2, maka dihukum
5. Jika terjadi salah satu hal yang tersebut pada ayat pertama, kedua dan ketiga dan
ternyata karena keputusan hakim, bahwa ada orang kawin tidak dengan
mencukupi syarat pengawasan atau ada talak atau rujuk tidak diberitahukan
bersangkutan dan pegawai itu memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam buku-
Apabila ditinjau dari petikan pasal 3 di atas, kita dapat melihat bahwa objek
yang terkena sanksi semata-mata bukan hanya pelaku nikah sirri saja, akan tetapi
sanksi tersebut dikenakan juga bagi orang yang menikahkannya, atau 60 dengan kata
lain penghulu yang menikahkan orang tanpa catatan administrasi yang resmi akan
terkena sanksi pidana tersebut. Sanksi pidana yang dimaksud dalam pasal 3 di
ataspun ditujukan bagi para Pegawai Pencatat Perkawinan (PPN) yang memungut
bayaran melebihi dari ketentuan yang dipatok oleh Departemen Agama. Sehingga
apabila ada PPN yang melakukan hal tersebut, maka orang tersebut bisa dijerat
Selanjutnya, apabila kita analisa dari sanksi pidana yang dibebankan maka
akan timbul opsi sanksi yang dibebankan bagi para pelaku nikah sirri, orang yang
mengawinkan pelaku nikah sirri dan PPN, yaitu: Sanksi denda. Sebelum kita
membahas lebih jauh mengenai sanksi denda, maka kita perlu mengetahui bahwa
sanksi denda termasuk kedalam sanksi pokok yang bisa dijatuhkan terhadap suatu
tindak pidana. Hal ini termaktub dalam KUHP pasal 10 poin (a). Merujuk dari pasal 3
UU NO 22 Tahun 1946 di atas, maka opsi sanksi denda ini bisa diberlakukan bagi
pelaku nikah sirri, PPN yang menyalah gunakan wewenang dan orang yang
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pidana denda ini,
yaitu;48
pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat membayar dalam batas waktu
4. Pelaksanaan pidana dalam hal-hal khusus (misalnya terhadap seorang anak yang
belum dewasa atau belum bekerja dan masih dalam tanggungan orang tua).
Pidana denda obyeknya adalah harta benda yang berbentuk uang, hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan KUHP. Apabila kita lihat dari ketentuan pemberlakuan denda
poin ke 1 maka hal yang menarik dalam pasal 3 tersebut adalah denda yang
dibebankan sangatlah kecil, tidak sebanding dengan tingkat perekonomian saat ini.
Penjatuhan denda Rp. 50,- dan Rp. 100,- dalam kondisi perekonomian saat ini sudah
tidak memiliki arti ekonomi lagi, sehingga perlu penyesuaian dengan tingkat
perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, menurut Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) No 04/Sip/1970, tanggal 02 Maret 1970 bahwa penilaian uang (dalam kasus
denda) harus dilakukan dengan menggunakan harga emas.49Saat itu harga emas
diasumsikan Rp. 2/gram dibagi dengan denda Rp. 50,- = 25 gram emas atau denda
48
Muladi dan Barda Nawawi A,Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,1992), h. 56
49
SEMA No.04/Sip/1970, tanggal 02 Maret 1970
Rp. 100 = 50 gram emas. Perhitungannya adalah: Penjatuhan denda : harga per gram
emas = denda bagi penganten Penjatuhan denda Rp. 50 bagi penganten dengan
asumsi harga emas saat itu adalah Rp. 2/gram, maka didapatkan bahwa denda bagi
penganten adalah seharga 25 gram emas. Apabila dianalogikan dengan hari ini
(Tahun 2014) maka penghitungannya adalah: 25 gram emas dengan asumsi harga saat
ini adalah Rp. 450.000/gram, maka total denda saat ini adalah Rp. 11.125.000,-
(Sebelas juta seratus dua puluh lima ribu rupiah) yang dibebankan bagi pelaku nikah
sirri.
Penjatuhan denda : harga per gram emas = denda bagi PPN/penghulu tidak
resmi Penjatuhan denda Rp. 100 bagi penghulu dengan asumsi harga emas saat itu
adalah Rp. 2/gram, maka didapatkan bahwa denda bagi penghulu adalah seharga 50
gram emas. Apabila dianalogikan dengan hari ini (Tahun 2014) maka
penghitungannya adalah: 50 gram emas dengan asumsi harga emas saat ini adalah Rp.
450.000/gram, maka total denda saat ini adalah Rp. 22.250.000. (dua puluh dua juta
dua ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibebankan bagi PPN yang menyalah gunakan
dijabarkan di atas, maka besaran denda yang dijatuhkan terlihat lebih riil
itupun besifat pengganti apabila PPN tersebut tidak mampu atau tidak mau membayar
50
Muchsin, Aspek Hukum Pelanggaran Pidana dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama
Bidang Perkawinan, (Diakses dari http://e-syariah.badilag.netTanggal 06 Juni 2011)
denda yang dibebankan. Sanksi kurungan ini juga diberlakukan karena PPN tersebut
Walaupun ada sanksi yang dibebankan kepada pelaku nikah sirri, PPN yang
menyalahgunakan wewenang dan penghulu non resmi, ini bukan berarti tindak pidana
yang mereka lakukan termasuk kedalam tindak pidana kejahatan, tindak pidana yang
Ancaman dengan denda sebagai tersebut pada ayat (1) dan (3) pasal 3
pelanggaran itu.
rujuknya, akan tetapi menyangkut kesalahan proses administrasi yang dilanggar oleh
orang yang berperkara. Maka apabila dipandang dari ranah istinbath al-hukm
yang mubah (boleh) bahkan sangat penting untuk dilakukan. Hal ini berdasarkan
kaidah fiqh (kaidah-kaidah yang menjadi nalar hukum dalam Islam) salah satunya "
kemaslahatan itu tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang qath'i (sudah jelas), maka
51
Pasal 4 UU. NO 22 Tahun 1946 (Diakses dari http: // dpr.go.id /uu/uu1946 /UU_
1946_22.pdf pada tanggal 09 juni 2011
BAB III
HASIL PENELITIAN
Kota Salatiga, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini
sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan
wilayah yang secara morfologis berada di daerah cekungan kaki Gunung Merbabu
dan diantara gunung-gunung kecil antara lain Gajah Mungkur, Telomoyo, Payung,
dan Rong. Secara astronomi terletak antara 007.17‟ dan 00.17‟.23” Lintang Selatan
dan antara 110.27‟.56,81” dan 110.32‟.4,64” Bujur Timur. Sebagai dataran tinggi
Kota Salatiga terletak di ketinggian antara ± 1500 meter di atas permukaan laut.
Kota yang berada di lereng timur Gunung Merbabu ini membuat kota berudara
cukup sejuk. Kota kecil yang menghubungkan Semarang dan Solo dan masuk
sebagai tempat yang strategis. Berketinggian 600-850 dengan iklim sejuk, maka
Jawa Tengah”.
luas wilayah yang terakhir terjadi pada tahun 1992 dan telah diresmikan pada tahun
Luas wilayah Kota Salatiga pada tahun 2006 tercatat sebesar 5.678,110
hektar atau 56.781 Km². Luas yang ada terdiri dari 802,297 hektar (14,13%) lahan
sawah dan 4.875,813 hektar atau 48.758 Km² (85,87%) bukan lahan sawah.
Luas Wilayah Kota Salatiga terbagi dalam 4 kecamatan dengan luas lahan sebagai
berikut:
Udara Kota Salatiga dikenal sejuk karena secara geografis kota ini terletak
di kaki Gunung Merbabu. Curah hujan tertinggi tercatat sebesar 450 mm pada bulan
Januari dan hari hujan terbanyak tercatat sebesar 19 hari pada bulan Januari dan
52
http://mikolei.wordpress.com/profil-kota-salatiga/wilayah-kota-salatiga/
Secara administrasi pemerintah daerah kotamadia Salatiga berada dalam
Getasan. Sisi timur berbatasan kecamatan Pabelan dan Tengaran. Sisi barat
Salatiga, kota yang terletak persis di sebelah selatan Semarang, bukan hanya
Sejak dulu, kawasan ini memang punya pengalaman historis yang panjang dan
kekuatan `local genius, sarat dengan pesan hal-hal yang baik dan buruk, sebagai
Salatiga. Ada tiga versi tentang asal usul kota Salatiga. Pertama, bersumber dari
yang berbeda pula. Cerita rakyat menjelaskan tentang asal usul nama Salatiga,
a. Prasasti Plumpungan
Sejarah Salatiga dimulai dari Prasasti Plumpungan, sebuah batu dengan
sebuah ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swantantra bagi
Desa Hampra. Status tersebut penting artinya karena daerah perdikan bebas
ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut
hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa
secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat
prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan
demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas
pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini.
rakyatnya.
Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa
Sansekerta. Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang
sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang
benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itu maka raja
Rakyat Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750
Masehi.
b. Tengah hari.
c. Dari beliau, demi agama untuk kebaktian kepada Yang Maha Tinggi, telah
kepada mereka.
f. Dari beliau yang bernama Bhanu (dan mereka) dengan bangunan suci atau
nilai budaya normatif yang berkembang sejak masa Raja Bhanu sampai
toleran, loyal dan pekerja keras. Sedangkan nilai kultural secara fisik dikuatkan
sampai sekarang. Salatiga merupakan kota yang multietnis, tidak hanya orang
jawa, tapi juga etnis Tionghoa (Cina), etnis Indonesia Timur seperti Papua,
Ambon, Maluku, dan lain-lain. Selain itu Salatiga juga Kota yang pluralis,
semua agama tumbuh dan berkembang dengan damai tanpa ada konflik yang
diantara mereka. Sehingga nyaris tidak perah terjadi kerusuhan juga konflik
menghitung hari jadi Kota Salatiga Berdasarkan prasasti ini hari jadi Kota
Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi yang ditetapkan
Hari Jadi Kota Salatiga.yang sampai tahun 2014 ini sudah berumur 1263 Tahun.
Salatiga sekarang diabadikan menjadi nama salah satu motif batik dari Kota
53
http://beriman-hati.blogspot.com
berukuran besar dan kecil sedikit lonjong dalam satu kesatuan, bentuk ini
apabila dilihat dari sudut pandang atas menyerupai Prasasti Plumpungan 750
Masehi. Dua gambar bulatan besar dan kecil lonjong ini akan menjadi beraneka
ragam motif batik sesuai dengan keinginan, kreatifitas dan imajimasi pendesain
dan pembatiknya. Ini bisa dilihat dalam gambar ini. Ini menjadi dasar pemolaan
Salatiga. Hal ini dilakukan dalam rangka memantapkan kondisi sosial budaya
sekitar 4000 PNS Pemkot Salatiga memakai seragam kerja batik Plumpungan
dengan berbagai corak dan motif. Apa tidak bangga kalau yang dipakai adalah
54
http://fedep.salatigakota.go.id/mengenal-lebih-lanjut-batik-plumpungan/
55
http://www.jatengprov.go.id
batik Plumpungan buatan Salatiga dengan berbagai motif dan corak yang
menawan.56
b. Cerita Rakyat
tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah pantai utara Pulau
Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Era Walisongo adalah era berakhirnya
khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun
peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding
yang lain.
meniggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah Selatan, pada saat
oleh rampok/begal yang berjumlah tiga orang untuk merampok bawaan istri Ki
56
http://beriman-hati.blogspot.com/2008/08/budaya-batik-plumpungan-khas-salatiga.html
Pandanaran, atas kuasa Allah SWT ketiga perampok tersebut dapat dikalahkan.
SALATIGA (dari kata salah dan tiga) yang kelak dikemudian hari dikenal
Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup jelas batas dan status Kota
Salatiga, berdasarkan Staatsblad 1917 No. 266 Mulai 1 Juli 1917 didirikan
Karena dukungan faktor geografis, udara sejuk dan letak yang sangat
Jawa Tengah".
perundingan segitiga antara Kasunanan Surakarta, VOC dan Raden Mas Said
yang berada di wilayah Salatiga. Inilah sebabnya perjanjian ini masyhur dikenal
20, Salatiga dikenal sebagai daerah peristirahatan bagi para pejabat pemerintah
muncul sejak era kolonial. Pada 1 Juli 1917, berdasar Staatsblad No. 266,
d. Zaman Kemerdekaan
Bersama Ambarawa dan Semarang, Salatiga menjadi salah satu kawasan paling
bergejolak.
Salatiga juga menjadi salah satu titik serangan udara yang dilakukan
Churen yang diterbangkan dari Maguwo, Yogyakarta, kadet AURI itu berhasil
menggelar serangan udara selama satu jam. Serangan ini memberi efek
psikologis yang strategis karena menunjukkan pada dunia internasional bahwa
kekuatan militer Indonesia masih eksis kendati baru saja diserang oleh Belanda
dibentuk berdasarkan Staatsblad 1929 No. 393 yang kemudian dicabut dengan
Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur,Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Salatiga
Ada juga sedikit WNI keturunan dan suku-suku lain dari berbagai daerah di
jumlah pendudk perempuan lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki. Hal ini
ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap
jenis kelamin di Kota Salatiga selanjutnya bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2012
Total
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rasio jenis kelamin atau sex ratio
yaitu angka yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan
maka tidak semua tingkatan umur perempuan lebih besar dari laki-laki.
57
Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga Tahun 2012 dalam Salatiga dalam angka.
Jumlah penduduk tersebut belum menyebar secara merata diseluruh
persegi. Tahun 2012 rata-rata pendudk per-rumah tangga di Kota Salatiga tercatat
Jumlah penduduk Kota Salatiga selama sepuluh tahun terakhir naik dari
153.036 menjadi 171.067 pada tahun 2010. Menurut Zainudin, idealnya Kota
Salatiga bisa menekan pertumbuhan tersebut kurang dari satu persen per tahun
2000 masih didominasi usia 20-24 tahun dan 15-19 tahun. Namun, kini yang
tinggi adalah kelompok usia 25-29 tahun dan 20-24 tahun. Selain itu, terjadi
penambahan komposisi penduduk di usia 0-14 tahun, lebih tinggi dari 10 tahun
lalu.
pantangan yang menimbulkan sanksi (wewaler), yaitu sanksi moral yang bila
dirasakan sangat berat. Disamping pantangan yang berkaitan dengan ‟bibt‟,
‟bebet‟, dan ‟bobot‟, yang akan diketahui setelah masing-masing pihak orang tua
calon mempelai telah tahu keadaan calon menantunya. Selain itu ada juga
pantangan lain yaitu: pertama, perkawinan antara kerabat calon suami berasala
dari generasi yang lebih muda dari calon istri, kedua, perkawinan ‟pancer wali‟
yaitu saudara sepupu sejajar dari ayah, perkawinann dengan adik istri yang
kerabat suami atau istri yang meninggal, katiga, perkawinan antara mereka yang
tidak cocok wetonnya (hari lahir menurut kalender Jawa), atau menurut
umur dewasa serta memiliki kesiapan lahir dan batin. Dalam adat Jawa seseorang
dengan pilihan jodohnya. Sementara orangtua juga harus tanggap dan bijaksana
dalam memilihkan jodoh untuk anak-anaknya baik anak itu laki-laki maupun
perempuan. Sebab kesalahan dalam memilihkan jodoh bisa berakibat tidak baik
dalam rumah tangganya kelak.59 Apalagi masyarakat luas juga akan ikut
58
Arya Ronald, IR, Ciri-ciri Karya Budaya di Balik Tabir Keagungan Rumah Tangga Jawa,
(Yogyakarta: Andi Ofset, 1997), hlm.385-390.
59
M. Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa, (Yogyakarta: Hanggar
Kreator,2008), hlm. 1-5.
menyaksikan sekaligus menilai rumah tangga (keluarga)yang mereka bangun,
Dalam budaya Jawa (Salatiga) suami atau istri adalah pasangan hidup
yang biasa disebut dengan istilah garwa, yang artinya sigaraning nyawa, atau
belahan jiwa. Dalam bahasa plesetan Yogyakarta garwa dikatakan sebagai siji
sigar siji dawa, yang satu belahan yang satu panjang. Pemaknaan seperti ini
warangkanya.
Suami dan istri merupakan kesatuan jiwa yang manunggal dan tidak dapat
bahkan hingga kehidupan di akhirat kelak. Pasangan lelaki dan perempuan yang
memahami makna dan arti dari ikrar suci tersebut. Mahligai rumah tangga
dibentuk dalam rangka mengikuti sunnah nabi dan menggapai ridla dari Allah
SWT.
merupakan modal dasar bagi terbentuknya masyarakat, bangsa dan negara yang
tentram, rukun, guyub makmur, penuh kedamaian. Jika unsur terkecil bangsa
yang bernama keluarga tumbuh dengan harmonis, maka bangsapun akan menjadi
60
William J.Goode,The Family,Terj, Lailahanoum Hasyim, Sosiologi Keluarga,(Jakarta: Bina
Aksara, 1983), hlm. 63-64.
bangsa yang harmonis. Dan salah satu unsur yang memerankan posisi strategis
Wanita adalah manusia utuh yang memiliki hak asasi yang setara
pamor dan daya kesaktian. Oleh karena itu seorang perempuan memiliki peran
untuk mencetak bibit-bibit manusia unggul yang kelak akan dilahirkan melalui
rahimnya.
untuk mengemban peran dan tugas mulianya. Ibu memiliki peran yang sangat
strategis untuk membekali dan mendidik anak perempuannya untuk kelak dapat
menjadi istri yang shalikhah dan mampu menjadi ibu yang baik dalam mendidik
baik, tentu saja sudah digariskan untuk mendapatkan jodoh atau suami yang baik
pula. Lelaki yang baik, perempuan yang baik, sebaiknya pula ketika meresmikan
hubungan persuami-istrian juga dilakukan dengan cara yang baik sesuai dengan
tuntunan agama dan ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh negara. Selain
itu prossi ijab dan qabul diiringi dengan adat atau tradisi yang berlaku diwilayah
tersebut.
Salatiga termasuk salah satu kota yang ada di pulau Jawa61 yang letaknya
tidak jauh dari kota Surakarta ataupun Yogjakarta. Dengan demikian adat
dengan adat kraton Surakarta juga adat kraton Yogjakarta. Dalam prosesi
akan memilih memakai tradisi Yogyakarta atau tradsisi Surakarta. Pilihan ini
rangkaian acara perkawinan berlangsug selama kurang lebih dua bulan, mencakup
(wakil).
dipersunting.
kawin.
e. Pingitan ; Calon istri tidak diper4bolehkan keluar rumah selama 7 hari atau 40
61
Jawa adalah suku bangasa Indonesia yang paling banyak jumlahnya, menempati seluruh
daerah jawa tengah, jawa timur dan sebagian jawa barat mereka menggunakan bahasa jawa secara
keseluruhan, hanya saja terdapat perbedaan dialek di daerah tertentu. Suku bangsa jawa termasuk suku
bangsa yang telah maju kebudayaannya, karena sejak zaman dahulu mereka telah banyak mendapat
pengaruh dari berbagai kebudayaan, seperti : kedubayanan Hindu, Budha, Islam dan Eropa. Setelah
mengetahui suku bangsa di Indonesia maka sekarang penyusun akan membahas tentang salah satu suku di
Indonsia yaitu Suku jawa. http://makalahmajannaii.blogspot.com
f. Tarub ; Mempersiapkan perlengkapan perkawinan termasuk menghias rumah
dengan janur.
dengan selamatan.
Suku Jawa mempunyai banyak aturan adat dan tata cara perkawinan. Adat
perkawinan pada suku Jawa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu adat pesisiran
(adat loran) dan adat pedalaman (adat kidulan). Adat perkawinan Jawa pesisiran
dipengaruhi budaya Arab dan Cina, sedangkan adat perkawinan Jawa di daerah
kidulan sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu, Buddha, dan Kejawen. Selain itu,
tata tertib, tata ras, pakaian, upacara perkawinan di kalangan suku Jawa terutama
dipengaruhi oleh adat Keraton Solo dan Yogyakarta. Hal ini disebabkan pada
masa penjajahan, kedua keraton itulah yang menjadi pusat adat dan panutan
menantu berdasarkan bibit, bebet, dan bobot. Pertimbangan bibit, bebet, dan
keluarga baik-baik, berperangai baik, dan berada pada kondisi sosial ekonomi
keluarga yang setara. Kalau perhitungan dari segi ini telah memenuhi keinginan,
hal berikutnya yang dilakukan adalah nontoni, artinya kesempatan melihat wajah
si gadis. Apabila sudah terdapat kecocokan, keluarga pemuda mengirim utusan
Langkah berikutnya adalah menentukan hari baik dan bulan baik dan
membatasi pergaulan dengan pria lain karena pada saat itu sudah dalam keadaan
terikat. Tiga hari menjelang upacara perkawinan, keluarga calon pengantin pria
datang ke rumah orang tua calon pengantin wanita untuk menyerahkan asak tukon
bleketepe, yakni semacam tirai terbuat dari anyaman daun kelapa. Yang
memasang bleketepe harus orang tua dari keluarga pengantin wanita. Upacara
pemasangan tarub hampir selalu dilakukan bersama dengan sesaji tulak udan
(sesaji untuk menolak hujan). Sementara itu, si calon pengantin wanita sejak lima
hari atau sepasar sebelum hari pernikahan sudah harus dipingit. Selama dipingit si
gadis harus berpantang terhadap makanan tertentu. Gadis itu harus minum ramuan
makan umbi mentah, pisang ambon, mentimun, dan mengurangi makan pedas.
Si gadis juga harus selalu mandi dengan lulur serta mangir agar kulitnya
halus dan wangi. Selama lima hari dianjurkan agar tidak tidur sebelum pukul 12
malam dan harus bangun pagi sebelum ayam jantan berkokok. Semua dilakukan
kemuliaan.
air bunga (upacara siraman). Untuk mengguyur air kembang ke kepala dan tubuh
calon pengantin wanita, dipilih tujuh orang tua dari pihak keluarga wanita.
Selama menjalani upacara adat siraman, calon pengantin itu memakai kain telesan
Wanita dan keluarga calon pengantin pria, juga tetangga terdekat. Dalam
upacara selamatan tersebut calon pengantin wanita dirias oleh juru rias manten,
yakni juru rias merangkap pimpinan upacara temu esok harinya. Selesai
upacara midodareni selesai pemuda dan kerabat calon pengantin wanita tetap
tinggal untuk mengikuti acara lek-lekan yakni tidak tidur semalam suntuk dengan
pengantin wanita sudah harus mandi keramas dengan londo (air larutan merang
dan jerami), sesudah itu rambut yang masih basah diberi wewangian, lalu diasapi
dengan asap ratus (dupa wangi yang terdapat dari kemenyan dan serbuk kayu
dirias dengan diawali pemotongan rambut sinom (rambut tipis di dahi) beberapa
saat sebelum ijab kabul dilaksanakan. Pengantin pria datang diiringi oleh
kerabatnya, tetapi orang tuanya sendiri tidak boleh hadir. Orang tua pengantin
pria baru boleh hadir kalau upacara ijab kabul dan temu selesai. Ini sebagai
perlambang bahwa seorang pemuda yang berani menikah harus berani menikah
sendiri tanpa ditunggui orang tuanya. Orang tua baru hadir setelah kedua
Sebelumnya kedua pengantin dibekali dengan sadak (gulungan daun sirih yang
diikat dengan benang lawe). Sadak ini harus dilemparkan pada calon istri atau
suami pada saat mereka ketemu dalam upacara panggih. Orang Jawa percaya,
siapa yang paling dahulu melempar sadak akan dominan atau menang dalam
kehidupan rumah tangganya. Kalau yang menang pengantin putri, anak sulung
mereka mungkin sekali perempuan begitu pula sebaliknya. Pihak yang kalah
selama hidup berumah tangga kelak akan selalu mengalah terhadap pasangannya.
Pintu upacara panggih dipasang seuntai benang warna-warni yang disebut lawe.
Pengantin pria harus memotong benang itu, lalu menginjakkan kaki kanannya ke
sebuah telur ayam kampung sampai pecah dan pengantin putri berjongkok
membasuhnya dengan air kembang. Ini adalah sebagai perlambang bakti istri
pria. Saat itu pula ibu pengantin wanita menyelimuti punggung kedua pengantin
dengan kain sindur atau selindur dan memegang erat sindur itu di bahu keduanya.
Sementara itu, ayah pengantin wanita berdiri di depan ke dua pengantin. Tangan
kanan pengantin pria dan tangan kanan pengantin wanita memegang ujung beskap
sang bapak, kemudian melangkah perlahan dengan membimbing kedua pengantin
pria datang. Kedatangan orang tua pengantin pria ini disebut dengan besan mertui.
Kedatangan mereka disambut kedua orang tua pengantin wanita dengan diiringi
gending Kebo Giro, yakni lagu penghormatan bagi tamu agung. Setelah mereka
duduk, dilakukan upacara sungkem dimulai dari kedua orang tua pengantin
kemudian kerabat lainnya. Di kiri dan kanan kursi pelaminan diletakkan kembar
mayang yang dibuat dari daun kelapa muda serta beberapa jenis buah-buahan. Ini
anggota kerabat dari keluarga pihak wanita diberikan kepada pengantin pria.
Keris yang dinamakan kancing gelung itu merupakan tanda ikatan batin antara
mertua dan menantu, tetapi jika kelak terjadi perceraian si menantu berkewajiban
dimakan semua orang yang ikut aktif dalam penyelenggaraan upacara itu.
Menurut kepercayaan orang Jawa, jenang sumsum ini dapat menghilangkan rasa
lelah dan letih akibat pekerjaan yang mereka lakukan. Sementara itu, di rumah
pria.62
ini memadukan tradisi Jawa dan juga tradisi agama. Bagi keluarga yang memeluk
doa, tahlil untuk para arwah yang sudah mendahului menghadap Allah SWT.
Bahkan dalam acara resepsi ada mauidlah hasanah dari kyai atau tokoh agama
yang kemudian mengupas hak dan kewajiban suami istri dalam perspektif Islam.
Dalam ceramahnya tersebut hampir semua kyai mengatakan ketaatan mutlak para
istri terhadap suami dengan mengambil beberapa hadis dan cerita-cerita yang
cenderung memojokkan kaum perempuan (istri). Nasehat dari para kyai ini sangat
sesuai dengan budaya Jawa (Salatiga) yang kental dengan kebudayaan patriarkis.
peran laki-laki yang lebih dominan dibanding perempuan. Bahkan hampir setiap
ada walimah bapak kyai tidak lupa untuk mengibaratkan status perempuan dalam
rumah tangga dengan istilah kanca wingking, yakni bahwa perempuan adalah
teman di dapur maupun di tempat tidur. Istilah itu akan mewarnai kehidupan
perkawinan pasutri Jawa. Istilah swarga nunut, neraka katut (ke surga ikut, ke
62
http://www.artikelbagus.com
neraka pun turut), perempuan diharapkan menjadi seseorang yang bersikap
lembut, rela menderita, dan setia. Perempuan diharapkan dapat menerima segala
sesuatu bahkan sepahit apapun. Selain itu, konsep swarga nunut, neraka katut
menggambarkan posisi perempuan Jawa yang lemah sebagai seorang istri. Istilah-
laki.
(Belahan Jiwa). Istilah Sigaring Nyawa lebih memiliki makna bahwa laki – laki
dan perempuan memiliki peranan yang sama, laki-laki dan perempuan dua
Jawa.
wanita menjadi pribadi yang berkuasa. Tapi, jika menilik dari dua pandangan
yang berbeda atara peranan wanita yang sekedar sebagai teman di dapur dan di
memiliki otoritas pribadi terhadap laki-laki maupun dalam rumah tangga, terlebih
rukun nikah akan tetapi tidak dicatatkan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah
(P2N). Respon KUA Kecamatan Tingkir terhadap terjadinya illegal wedding atau
nikah yang tidak dicatatkan adalah tidak mendukung dan bahkan tidak mengakui
terjadinya pernikahan tersebut. Hal ini kami simpulkan dari contoh kasus yang
terjadi di desa Tingkir Lor. Ada calon pengantin yang segera ingin melaksanakan
akad nikah di KUA, akan tetapi tiba-tiba wali (ayah kandung) meninggal dunia.
melaksanakan akad nikah dihadapan jenazah bapaknya dengan wali nikah kakak
kandungnya. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan dalam tradisi Jawa bahwa
jika ada calon pengantin yang berniat menikah tiba-tiba bapaknya meninggal
dunia maka akad nikah tersebut harus dilakukan satu tahun kemudian.
Tingkir untuk menyaksikan pernikahan tersebut atau menjadi saksi dalam akad
nikah. Akan tetapi kepala KUA menolaknya. Hal ini dilakukan karena peristiwa
dengan berat hati kepala KUA Kecamatan Tingkir tersebut tidak hadir dalam
tersebut bisa bermakna menyetujui terjadinya illegal wedding, dan hal ini
sedang ada di luar kantor. Menurutnya kepala KUA merupakan tugas yang
tetapi KUA Kecamatan Tingkir tidak mau mencatatnya. KUA hanya mau
dengan melalui proses yang telah ditentukan oleh lembaga KUA. Kemudian pihak
dilakukan. Karena KUA tidak menyaksikan dan juga tidak tahu tentang peristiwa
Kasus lain yang diketahui langsung oleh kepala KUA Kecamatan Tingkir
adalah yang terjadi di kelurahan Sidorejo Kidul. Ada calon pengantin yang akan
melangsungkan akad nikah. Karena walinya beda agama maka yang menjadi wali
adalah wali hakim. Dalam perspektif KUA walinya tersebut tidak jelas karena
tidak didasarkan pada keputusan Pengadilan Agama Kota Salatiga, dan juga tidak
mendaftarkan ke KUA maka walaupun tetangga dekat bapak Kepala KUA tidak
mau memberikan pertimbangan akan rencana pernikahan tersebut. Pada suatu hari
keluarga yang datang ke rumah kepala KUA untuk minta pertimbangan akan
biasanya yang mau menikahkan adalah para kyai lokal (yang dianggap kyai oleh
wilayah tersebut). Menurutnya ada beberapa motivasi mengapa kyai tersebut mau
menikahkan antara lain motif ekonomi. Menurut kepala KUA pernikahan tidak
dicatatkan merupakan salah satu sawah ladang bagi mereka. Hal ini tidak akan
maraknya pernikahan yang tidak dicatatkan atau illegal wedding adalah; pertama,
(Modin) untuk tidak mau menikahkan atau menolak masyarakat jika tidak
yang sering dilakukan oleh lembaga kemenag atau mungkin juga masyarakat
wedding di Kecamatan Tingkir antara lain: pertama, peran aktif para stakeholder
dengan memiliki perspektif yang sama utamanya para kyai yang memandang
urgensinya pencatatan nikah di lembaga KUA. Hal ini dilahat dari praktik yang
ternyata ketika melakukan proses akad nikah di KUA kedua pasangan tersebut
tidak boleh duduk saling berdekatan. Sikap ini mengisyaratkan bahwa illegal
dengan pihak KUA, kebetulan kepala KUA cukup memiliki hubungan dekat
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, sedangkan pihak KUA sendiri tidak
bisa melayani proses pernikahan dengan jalan cepat dan pintas. Selanjutnya
Adapun sanksi yang berikan oleh KUA Kecamatan Tingkir jika ada P3N
P3N sudah mencoreng nama baik dirinya sendiri sehingga mereka memiliki cacat
secara hukum. Karena sudah melemahkan eksistensi dan menciderai PPN. Dalam
illegal wedding dalam RUU HMPA, dengan harapan masyarakat merasa takut
Sidomukti adalah perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA dan juga tidak
bahwa semua bentuk pernikahan yang tidak dicatatkan ke KUA dikatakan nikah
sirri tanpa harus mengamati apakah perkawinan tersebut sesuai dengan hukum
Islam atau tidak. Sebagaimana yang terjadi di Desa Jetak. Masyarakat di desa ini
melakukan perkawinan secara sirri hanya dengan mengundang masyarakat
oleh masyarakat. Kedua calon pengantin hadir dalam pertemuan tersebut. Hanya
pasangan suami istri tanpa ada akad atau ijab qabul, juga tidak ada wali. Menurut
Kepala KUA Kecamatan Sidomukti peristiwa tersebut jelas tidak sesuai dengan
memenuhi syarat dan rukun pernikahan seperti yang dilakukan oleh keluarga
dekat kepala KUA tersebut. Biasanya perkawinan sirri dilakukan dengan tujuan
agar kedua calon pengantin tersebut halal dalam pergaulan walau hanya sekedar
tidak diharuskan tidur dan tinggal bersama dalam satu rumah. Terhadap peristiwa
tersebut kepala KUA tidak mau menyaksikan dan juga tidak mau mengahdiri
walau itu saudaranya. Karena menurutnya tetap tidak sesuai dengan proses yang
sirri karena tidak memiliki biaya untuk melangsungkannya di KUA sebetulnya itu
tidak mungkin karena pada dasarnya biayanya sangat murah hanya Rp. 30.000.
oleh karena itu KUA Kecamatan Sidomukti bekerjasama dengan para modin yang
ada di wilayahnya untuk mengantisipasinya dengan menguruskan ke KUA dan
biaya ditanggung oleh Kepala KUA Sidomukti secara pribadi. Sehinngga tidak
menguruskan calon penganten ditukar juga oleh kantong pribadi kepala KUA
Kecamatan Sidomukti.
anak dan perempuan. Kasihan anak-anaknya ketika harus masuk sekolah harus
menyertakan akte kelahiran yang dalam akte tersebut nama ayahnya tidak
tercantum. Selain itu juga ketika anaknya akan melangsungkan perkawinan akan
kebetulan anaknya perempuan. Hal ini akan membawa dampak psikologis bagi
secara massal. Hal ini dilakukan bukan untuk mecatat pernikahan yang sudah
sehingga proses akad nikah tersebut bisa tercatat di KUA. Jika ada peserta
pernikahan massal yang sudah melakukan akad nikah secara illegal, KUA
Kecamatan Sidomukti tidak menganggap bahwa akad itu sudah terjadi sehingga
sirri) dengan alasan kurang mampu, Kemenag Kota Salatiga memiliki program
pernikahan massal. Pada tahun 2011 sedikitnya tujuh pasang suami istri
Slamet/Tugiyem.
Tidak hanya ijab qabul saja, akan tetapi dilakukan pula resepsi pernikahan.
resepsi, dilakukan akad nikah di KUA Sidomukti dengan penghulu Kepala KUA
pernikahan yang dilakukan tanpa melalui Kantor Urusan Agama itu, nantinya
juga akan merugikan anak dari hasil pernikahan, karena kelak tidak akan berhak
atas warisan keluarga karena faktor keabsahan administrasi. Pasangan yang ikut
dalam program nikah massal itu, dibantu pengurusan administrasi seperti surat
63
http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2011/07/28/154045
Sebetulnya banyak yang mendaftar untuk pernikahan masal ini akan tetapi
banyak yang tidak lolos secara administrasi. Misalnya mereka yang pisah
dengan suami/istri lama tetapi tidak dilengkapi surat cerai. Kebanyakan pasangan
yang mengikuti nikah massal ini umunya telah lama hidup serumah karena nikah
siri (di bawah tangan). Usii terendah 29 tahun dan tertinggi 59 tahun.
Salah satu peserta nikah massal, Slamet (59) yang berpasangan dengan
Tugiyem mengaku senang akhirnya bisa menikah. Pria warga Klaseman yang
mengaku buruh ini menikah lagi karena istri terdahulunya meninggal. (H32, H53-
72)
wedding atau nikah sirri adalah sebuah pernikahan yang tidak dicatatkan ke
pegawai pencatat nikah di KUA. Walaupun syarat dan rukunnya terpenuhi namun
proses dan ketentuan rukunnya belum tentu benar. Misalnya saja ada kasus
pernikahan sirri yang menjadi walinya bukan ayah kandung atau saudara yang
boleh menjadi wali. Biasanya praktik pernikahan semacam ini terjadi hanya yang
penting ada wali. Padahal wali yang bukan ayah kandung atau Saudara yang
berhak menjadi wali harus ada ucapan tauqil atau ditauqilkan dari wali kepada
wali hakim. Sedangkan kebanyakan praktik pernikahan sirri tidak demikian. Atau
juga mungkin terjadi wali ayah kandung akan tetapi sebetulnya ayah tersebut
bukan ayah kandungnya. Hal ini bisa terjadi karena ada kemungkinan waktu
ayahnya (wali dari perempuan) menikah calon istrinya sudah hamil dan lahir
sebelum usia pernikahan genap enam bulan sudah lahir anak. Kasus-kasus seperti
mungkin saja terjadi. Maka menjadi sangat penting foto copy akte nikah orangtua
calon penganten untuk dijadikan salah satu syarat administrasi. sedangkan dalam
seorang perempuan yang dinikah secara sirri, tiba-tiba suaminya pergi dan tidak
pernah kembali, padahal perempuan tersebut juga belum diceraikan oleh suami.
Dalam kondisi seperti ini maka status perempuan tidak jelas alias gantung. Secara
syar‟i perempuan tersebut masih berstatus memiliki suami akan tetapi tidak
pernah pulang. Jika ingin mengajukan cerai ke pengadilan agama juga tidak bisa.
Sehingga mau menikah dengan laki-laki lain secara syar‟i juga tidak bisa.
Sementara anaknya juga tidak bisa menuntut untuk memiliki ayah kandung.
juga tidak bisa menuntut hak waris. Jika kebetulan ketemu dengan keluarga yang
mengantisipasi terjadinya nikah sirri. Jika ada kyai atau tokoh masyarakat yang
mau menikahkan secara sirri dengan alasan menolong sebetulnya yang terjadi
malah sebaliknya. Orang Jawa bilang jane nulung ning malah menthung. Karena
beberapa faktor, antara lain: pertama, karena tidak mampu membayar biaya
akan tetapi memang pada praktinya tidak semudah itu. Tetapi memang benar
adminstrasi yang dimulai dari RT, RW, Modin, Kelurahan, Kecamatan. Sangat
mungkin ada pihak-pihak tertentu yang meminta uang jasa, walaupun masih
nikah sirri. Atau juga sebaliknya waktu pelaksanaan nikah sudah sangat mepet
Jika ada masyarakat yang sudah melakukan pernikahan secara sirri dan
tidak bisa mengakui, KUA hanya akan bersedia mencatat jika sesuai dengan
yang memenuhi syarat dan rukun baik secara administrasi maupun syari‟ah dan
sirri KUA Kecamatan Sidorejo melakukan beberapa usaha antara lain dengan
mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya atau kerugian-
kerugian yang akan terjadi akibat dari pernikahan sirri. Selain itu KUA Sidorejo
cukup mendukung. Hanya saja menurut kami nikah masal kurang efektif.
akan tetapi yang mendaftarkan hanya 4 pasang suami istri yang mendaftar dari
kecamatan Argomulyo sedangkan ada satu pasang suami istri dari kecamatan
serta tidak ada juga tokoh masyarakat atau tokoh agama yang berani menikahkan
secara sirri. Sehingga tidak ada hambatan yang berarti dalam mencegah terjadinya
meskipun dalam pandangan Islam adalah sah, karena telah terpenuhi syarat dan
perselisihan dalam rumah tangga tidak bisa diselesaikan secara hukum. Selain
problem hukum, akan muncul juga problem sosial. Karena mereka tidak
memiliki akte nikah dan kebanyakan kasus yang terjadi karena biasanya
merupakan pernikahan yang kedua alias poligami, maka pasangan ini merasa
antara anak-anak hasil nikah siri tersebut sangat besar kemungkinan tidak saling
mengenal antara satu dengan lainnya, sehingga nikah satu darah memungkinkan
bisa terjadi. Jika hal ini terjadi, maka tentu akan sangat bertentangan dengan
Pertama, isteri nikah sirri bukan isteri yang pertama melainkan isteri
yang kedua bahkan ketiga atau ke empat. Meskipun dalam pandangan Islam
Ketiga, status pasangan tidak jelas, misalnya ada pasangan yang mau
nikah tetapi mereka sebetulnya masih punya suami atau istri, tapi sudah pisah dan
sirri kemudian ingin kembali kepada istrinya lagi. karena dilakukan pada waktu
masa iddah sudah habis maka mereka melakukan nikah kembali secara sirri.
keluarga pernikahan sirri terjadi perselisihan, maka Kantor Urusan Agama KUA
sebagai berikut ;
dan bahaya akibat pernikahan yang tidak dicacatkan atau pernikahan sirri.
illegal wedding atau nikah sirri akan tetapi tetap menemui hambatan-hambatan
antara lain:
oleh Kepala KUA Kecamatan Argomulyo dan tergambar dalam tugas dan
program kerja, maka banyak kegiatan yang harus dilakukan oleh KUA.
KUA tersebut.
2. Keterbatasan anggaran. Kegiatan penyuluhan penanggulangan terjadinya nikah
sirri, tidak termasuk daftar kegiatan yang diusulkan oleh kementerian Agama
Kota Salatiga, yang dibiayai oleh DIPA. Dampaknya adalah kegiatan ini tidak
Agama.
4. Inisiatif pelaksanaan nikah sirri sering datang dari para tokoh Agama seperti
Miftah, PLT Kantor Urusan Agama kecamatan Argomulyo bahwa hal ini
terjadi karena masih banyak para Ustadz dan Kyai yang memiliki paham
mereka tidak menyadari adanya dampak hukum kedepannya bagi para pelaku
nikah sirri, terutama istri dan anak-anak mereka. Mereka para pengambil
inisiatif pelaksanaan nikah sirri, karena dari kalangan tokoh Agama dan
bidang agama, maka hal ini tentu akan menjadi batu sandungan tersendiri bagi
nikah sirri.
Sebagaimana sudah dijelaskan di muka bahwa pelaksanaan nikah sirri
walaupun secara agama atau dalam pendangan hukum fiqih tidak ada yang
dilanggar, karena syarat rukun sebagaimana yang ditetapkan oleh para fuqaha
telah terpenuhi. Akan tetapi dalam kapasitasnya sebagai warga negara Indonesia,
Islam ( KHI ) tidak ada pasal yang mengatur tentang sangsi pidana bagi pelaku
nikah sirri dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Sehingga sampai saat ini
pelaku nikah sirri dang orang-orang yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak
bisa ditindak secara pidana. Meskipun demikian secara sosial pelaku nikah sirri
secara tidak langsung akan mendapat sangsi sosial, baik dari pihak suami atau
isteri. Pemberian sangsi sosial ini dapat dipahami bahwa nikah sirri kebanyakan
terjadi pada pernikahan kedua dan seterusnya bagi suami. Dalam masyarakat
seorang lelaki yang memiliki lebih dari seorang isteri masih menjadi aib di
masyarakat. Demikian juga bagi wanita yang menjadi istri kedua dan seterusnya
karena poligami merusak rumah tangga orang atau merebut suami orang lain.
sirri dan di dalamnya ada pelanggaran hak wanita, maka Kepala KUA
pemberian sangsi pidana bagi pelaku nikah sirri dan pihak-pihak yang terlibat.
BAB IV
PEMBAHASAN
sehingga hanya memiliki empat KUA. yaitu KUA Kecamatan Argomulyo, Tingkir,
Sidorejo dan Sidomukti. Keempat KUA yang ada di Kota Salatiga memiliki
masyarakat yang agak berbeda dalam memahami makna nikah sirri. Mengingat
tingkat pendidikan terutama pengetahuan mereka tentang agama berbeda pula. KUA
sirri bisa memiliki makna perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA dan juga tidak
memenuhi syarat-syarat dan rukun pernikahan. Pandangan ini berawal dari peristiwa
bentuk pernikahan yang tidak dicatatkan ke KUA dikatakan nikah sirri tanpa harus
mengamati apakah perkawinan tersebut sesuai dengan hukum Islam atau tidak.
calon pengantin hadir dalam pertemuan tersebut. Hanya dengan peristiwa tersebut
suami istri tanpa ada akad atau ijab qabul, juga tidak ada wali. Menurut Kepala KUA
Kecamatan Sidomukti peristiwa tersebut jelas tidak sesuai dengan hukum Islam dan
sirri meskipun dalam pandangan Islam adalah sah, karena telah terpenuhi syarat
perselisihan dalam rumah tangga tidak bisa diselesaikan secara hukum. Selain
problem hukum, akan muncul juga problem sosial. Karena mereka tidak memiliki
akte nikah dan kebanyakan kasus yang terjadi karena biasanya merupakan pernikahan
yang kedua alias poligami, maka pasangan ini merasa tidak memiliki kepercayaan diri
kegiatan kemasyarakatan.
wedding atau nikah sirri adalah sebuah pernikahan yang tidak dicatatkan ke pegawai
pencatat nikah di KUA. Walaupun syarat dan rukunnya terpenuhi namun sebetulnya
ketentuan rukunnya belum tentu benar. Misalnya saja ada kasus pernikahan sirri yang
menjadi walinya bukan ayah kandung atau saudara yang boleh menjadi wali.
Biasanya praktik pernikahan semacam ini terjadi hanya yang penting ada wali.
Padahal wali yang bukan ayah kandung atau Saudara yang berhak menjadi wali harus
ada ucapan tauqil atau ditauqilkan dari wali kepada wali hakim. Sedangkan
kebanyakan praktik pernikahan sirri tidak demikian. Atau juga mungkin terjadi wali
ayah kandung akan tetapi sebetulnya ayah tersebut bukan ayah kandungnya. Hal ini
bisa terjadi karena ada kemungkinan waktu ayahnya (wali dari perempuan) menikah
calon istrinya sudah hamil dan lahir sebelum usia pernikahan genap enam bulan
sudah lahir anak. Kasus-kasus seperti mungkin saja terjadi. Maka menjadi sangat
penting foto copy akte nikah orangtua calon penganten untuk dijadikan salah satu
merupakan pernikahan yang memenuhi syarat dan rukun nikah akan tetapi tidak
Tingkir terhadap terjadinya illegal wedding atau nikah yang tidak dicatatkan
tersebut. Salah seorang bapak kyai meminta kepada kepala KUA Kecamatan
Tingkir untuk menyaksikan pernikahan tersebut atau menjadi saksi dalam akad
nikah. Akan tetapi kepala KUA menolaknya. Hal ini dilakukan karena peristiwa
dengan berat hati kepala KUA Kecamatan Tingkir tersebut tidak hadir dalam
tersebut bisa bermakna menyetujui terjadinya illegal wedding, dan hal ini
tugas kantor akan tetapi tugas sebagai kepala KUA tidak pernah lepas walau
sedang ada di luar kantor. Menurutnya kepala KUA merupakan tugas yang
tetapi KUA Kecamatan Tingkir tidak mau mencatatnya. KUA hanya mau
dengan melalui proses yang telah ditentukan oleh lembaga KUA. Kemudian pihak
dilakukan. Karena KUA tidak menyaksikan dan juga tidak tahu tentang peristiwa
Dari berbagai respon kepala KUA yang ada di Kota Salatiga bisa ditarik
kesimpulan bahwa nikah sirri adalah sebuah pernikahan yang berlangsung sesusai
dengan syarat dan rukun dalam Islam akan tetapi tidak dicatatatkan ke KUA.
Walau pada praktiknya ada beberapa cara dalam melakukan nikah sirri akan
sirri adalah nikah yang dilangsungkan menurut ketentuan fiqh (telah memenuhi
syarat dan rukunnya), tetapi masih bersifat intern keluarga dan belum dicatatkan
ke Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Nikah semacam ini disebut dengan nikah yang
”tidak dicatat” atau disebut juga nikah ”di bawah tangan”. Nikah semacam ini
tidak mendapatkan bukti autentik berupa Akta Nikah sebagaimana diatur dalam
Dari respon tersebut apabila ditinjau dari segi hukum Islam dengan
mengacu kepada pendapat Madzhab Hambali maka nikah tersebut hukumnya sah
meskipun dirahasiakan kedua mempelai, wali dan para saksi, hanya saja
ini jika ditinjau dari berbagai pendapat Madzhab tidak sah karena tidak memenuhi
syarat.64 Nikah sirri ini bertetntang dengan Al-Qur‟an : Surat Al-Baqarah ayat
(235)
64
Mazhab Maliki : tidak membolehkan nikah sirri, nikahnya dapat dibatalkan dan pelakunya
dapat di hokum had (dera atau rajam), jika telah terjadi hubungan seksul antara keduanya, dan diakui nya
atau dengan kesaksian empat orang saksi.Mazhab Syafi’I dan Hanafi: juga tidak membolehkan nikah
sirri, Mazhad Hambali berpendapat bahwa nikah yang di langsungkan menurut syari‟at islam adalah sah,
Menurut Riwayat Umar bin Khattab: pernah mengancam pelaku nikah sirri dengan hukuman had
(wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islam wa Adillatuh, VII,1989: 71 vide Ibnu Rusy, Bidayatul Mujtahid, II,
1339: 15).
Selain itu nikah sirri bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan
yaitu :
agamanya dan kepercayaannya itu, Ayat (2): Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI), menentukan bahwa unsure sah dan unsur
tata cara pencatatan diberlakukan secara kumulatif, bahwa pasal 7 ayat (1) KHI
menyatakan: bahwa perkawinan bagi orang yang menikah menurut Hukum Islam
hanya dapat dibuktikan dengan “AKTA NIKAH “ yang dibuat oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN), dengan demikian KHI sudah menyatakan bahwa pencatatan
Oleh karena itu agar pernikahan sirri yang sesuai dengan syarat dan rukun itu
menjadi sah harus ada istbat nikah. Itsbat terhadap nikah sirri ini diatur dalam PP no
9 Tahun 1975 pasal 49 ayat (2) dalam penjelasannya, jo. Pasal 64 UU nomor 1 tahun
Selain itu nikah sirri memiliki beberapa dampak negatif yang ditimbulkan
antara lain:
Pertama, tidak ada jaminan perlindungan hukum dan tidak memiliki jaminan
yang pasti ketika perempuan hamil dan mempunyai anak. Sehingga jika terjadi
perkawinan itu tidak legal, maka jika terjadi kelalaian terhadap tanggungjawab
sebagai suami atau istri tidak dapat dituntut di pengadilan. Dan yang paling rentan
Kedua, nikah sirri rentan terjadi kekerasan terhadap perempuan. Karena posisi
perempuan (istri) lemah, sehingga laki-laki (suami) merasa bebas melakukan apa saja
hukum.
Keempat, mudah terjadi perceraian dengan hanya mengucapkan kata cerai dan
Dari sini nampak jelas bahwa praktik pernikahan sirri itu sulit mewujudkan
jarang terjadi lahir hubungan seks di luar nikah dengan dalih pernikahan sirri.
Ada berbagai sanksi yang diberikan oleh KUA yang ada di Kota Salatiga.
Sanksi tersebut bisa dikategorikan menjadi dua; yaitu sanksi dari pihak KUA itu
Adapun sanksi yang berikan oleh KUA di Kota Salatiga antara lain:
Jiika ada P3N atau modin yang membantu terlaksananya illegal
sehingga mereka memiliki cacat secara hukum. Karena sudah melemahkan eksistensi
dan menciderai PPN. Dalam hal ini KUA hanya bisa menegur dan memberi
peringatan.
pernikahan yang berkonotasi negatif. Pemberian sangsi sosial ini dapat dipahami
bahwa nikah sirri kebanyakan terjadi pada pernikahan kedua dan seterusnya bagi
suami. Dalam masyarakat seorang lelaki yang memiliki lebih dari seorang isteri
masih menjadi aib di masyarakat. Demikian juga bagi wanita yang menjadi istri
pelaku nikah sirri karena poligami merusak rumah tangga orang atau merebut suami
orang lain.
Semua KUA yang ada di Kota Salatiga setuju dengan rencana pemidanaan
bagi pelaku illegal wedding dalam RUU HMPA, dengan harapan masyarakat merasa
takut dan juga jera terhadap pelaksanaan perkawinan sirri (illegal wedding).
Mengingat banyaknya madlarat yang ditimbulkan dari pelaksanaan nikah sirri dan di
dalamnya ada pelanggaran hak wanita, maka para Kepala KUA mendukung rencana
undang-undang yang mengatur pemberian sangsi pidana bagi pelaku nikah sirri dan
Proses Pidana Pelaku Nikah Sirri dalam UU. 22 Tahun 1946. Karena sebetulnya
dalam masalah pencatatan perkawinan di Indonesia tidak terdapat adanya kekosongan
diatur masalah tata cara pernikahan melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1946
tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Jawa dan Madura. Dengan
1. Bahwa peraturan pencatatan nikah, talak dan rujuk seperti yang diatur di dalam
Huwelijksordonnantie Staatblaad 1929 No. 348 jo. Staatblaad 1931 No. 467.
dengan keadaan masa sekarang, sehingga perlu diadakan peraturan baru yang
3. Bahwa sambil menunggu peraturan baru itu perlu segera diadakan peraturan
pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk memenuhi keperluan yang sangat
mendesak;65
Staatblad 1929 No. 348 jo. Staatblad 1931 No. 467 dan Vorstenlandsche
Islam. Hanya saja UU No. 22 Tahun 1946 ini terbatas wilayah pemberlakuannya,
65
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam, (Jakarta; UI Press,
1986), h. 168
yaitu berlaku di wilayah Jawa dan Madura sehingga tidak bisa diterapkan pada kasus
yang sama pada wilayah di luar Jawa dan Madura. Namun merespon tuntutan
terhadap kondisi masyarakat Indonesia yang begitu cepat berubah, maka kemudian
tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di Seluruh Daerah Luar Jawa dan
Madura, maka sejak itulah undang-undang tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan
Rujuk tersebut berlaku bagi seluruh wilayah di Indonesia. Hingga saat ini Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1946 tersebut belum pernah dicabut keberlakuannya atau
sepanjang belum diadakan yang baru. Dalam UU No. 22 tahun 1946, dijelaskan juga
unsur pidana bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, yaitu bagi pihak yang
1946 No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di Seluruh
Daerah Luar Jawa dan Madura. atau menjatuhkan talak atau rujuk tanpa dicatat atau
tanpa di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah maka dijatuhi hukuman denda.
Sebagaimana pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa: “Barang siapa yang melakukan
akad nikah atau nikah dengan seorang perempuan tidak di bawah pengawasan
pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, dihukum denda
sebanyak-banyaknya Rp. 50,- (Lima puluh rupiah)”. Pasal 3 ayat (3) menyatakan
bahwa: “Jika seorang laki-laki yang menjatuhkan talak atau merujuk sebagaimana
tersebut pada ayat (1) pasal 1, tidak memberitahukan hal itu di dalam seminggu
kepada pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, maka ia
dihukum denda sebanyak-banyaknya Rp. 50,- (Lima puluh rupiah).” Sementara bagi
pihak yang menikahkan padahal bukan tugasnya untuk menikahkan (nikah di bawah
tangan), maka pihak tersebut dijatuhi hukuman pidana selama-lamanya 3 bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 100,-. Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa: “Barang
siapa yang menjalankan pekerjaan tersebut pada ayat (2) pasal 1 dengan tidak ada
rupiah). Pasal 3 ayat (4) menyatakan bahwa: Orang yang tersebut pada ayat (2) pasal
pemberitahuan tentang talak dan rujuk menerima biaya pencatatan nikah, talak dan
rujuk lebih dari pada yang ditetapkan oleh Menteri Agama menurut ayat (4) pasal 1
atau tidak memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam buku-pendaftaran masing-
masing sebagai yang dimaksud pada ayat (1) pasal 2, atau tidak memberikan petikan
dari pada buku-pendaftaran tersebut di atas tentang nikah yang dilakukan di bawah
pengawasannya atau talak dan rujuk yang dibukukannya, sebagai yang dimaksud
pada ayat (2) pasal 2, maka dihukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
66
Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat; Menurut Hukum Tertulis
di Insonesia dan Hukum Islam, (Jakarta; Sinar Grafika, 2010), h. 210
Dalam penjelasan dinyatakan bahwa ancaman dengan denda sebagaimana
tersebut pada Pasal 3 ayat (1), (2), (3) dan ayat (4) undang-undang ini bermaksud
nikah, talak atau rujuk itu menjadi batal karena pelanggaran itu. Ketentuan pada Pasal
Klasifikasi Sanksi Pidana yang dibebankan Bagi Pelaku Nikah sirri. Ada
beberapa poin penting yang penulis akan analisis mengenai sanksi yang diberlakukan
bagi para pelaku nikah sirri maupun bagi PPN yang menyalahgunakan kewenangan
1. Kali pertama yang harus dikaji adalah pasal-pasal dalam UU tersebut yang
1946:51. Barang siapa yang melakukan akad nikah atau nikah dengan seorang
perempuan tidak di bawah pengawasan pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2)
2. Pada ayat (1) pasal 1, tidak memberitahukan hal itu di dalam seminggu kepada
pegawai yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 1 atau wakilnya, maka ia dihukum
3. Barang siapa yang menjalankan pekerjaan tersebut pada ayat (2) pasal 1 dengan
tidak ada haknya, dihukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
67
Ibid. hlm. 212
4. Jika seorang laki-laki yang menjatuhkan talak atau merujuk sebagaimana pasal 3
UU. NO 22 Taun 1946 tersebut Orang yang tersebut pada ayat (2) pasal 1 karena
pemberitahuan tentang talak dan rujuk menerima biaya pencatatan nikah, talak
dan rujuk lebih dari pada yang ditetapkan oleh Menteri Agama menurut ayat (4)
pasal 1 atau tidak memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam buku-pendaftaran
dibukukannya, sebagai yang dimaksud pada ayat (2) pasal 2, maka dihukum
5. Jika terjadi salah satu hal yang tersebut pada ayat pertama, kedua dan ketiga dan
ternyata karena keputusan hakim, bahwa ada orang kawin tidak dengan
mencukupi syarat pengawasan atau ada talak atau rujuk tidak diberitahukan
bersangkutan dan pegawai itu memasukkan nikah, talak dan rujuk di dalam buku-
Apabila ditinjau dari petikan pasal 3 di atas, kita dapat melihat bahwa objek
yang terkena sanksi semata-mata bukan hanya pelaku nikah sirri saja, akan tetapi
sanksi tersebut dikenakan juga bagi orang yang menikahkannya, atau 60 dengan kata
lain penghulu yang menikahkan orang tanpa catatan administrasi yang resmi akan
terkena sanksi pidana tersebut. Sanksi pidana yang dimaksud dalam pasal 3 di
ataspun ditujukan bagi para Pegawai Pencatat Perkawinan (PPN) yang memungut
bayaran melebihi dari ketentuan yang dipatok oleh Departemen Agama. Sehingga
apabila ada PPN yang melakukan hal tersebut, maka orang tersebut bisa dijerat
Selanjutnya, apabila kita analisa dari sanksi pidana yang dibebankan maka
akan timbul opsi sanksi yang dibebankan bagi para pelaku nikah sirri, orang yang
mengawinkan pelaku nikah sirri dan PPN, yaitu: Sanksi denda. Sebelum kita
membahas lebih jauh mengenai sanksi denda, maka kita perlu mengetahui bahwa
sanksi denda termasuk kedalam sanksi pokok yang bisa dijatuhkan terhadap suatu
tindak pidana. Hal ini termaktub dalam KUHP pasal 10 poin (a). Merujuk dari pasal 3
UU NO 22 Tahun 1946 di atas, maka opsi sanksi denda ini bisa diberlakukan bagi
pelaku nikah sirri, PPN yang menyalah gunakan wewenang dan orang yang
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pidana denda ini,
yaitu;68
pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat membayar dalam batas waktu
68
Muladi dan Barda Nawawi A,Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,1992), h. 56
4. Pelaksanaan pidana dalam hal-hal khusus (misalnya terhadap seorang anak yang
belum dewasa atau belum bekerja dan masih dalam tanggungan orang tua).
Pidana denda obyeknya adalah harta benda yang berbentuk uang, hal ini dapat
dilihat dalam ketentuan KUHP. Apabila kita lihat dari ketentuan pemberlakuan denda
poin ke 1 maka hal yang menarik dalam pasal 3 tersebut adalah denda yang
dibebankan sangatlah kecil, tidak sebanding dengan tingkat perekonomian saat ini.
Penjatuhan denda Rp. 50,- dan Rp. 100,- dalam kondisi perekonomian saat ini sudah
tidak memiliki arti ekonomi lagi, sehingga perlu penyesuaian dengan tingkat
perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, menurut Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) No 04/Sip/1970, tanggal 02 Maret 1970 bahwa penilaian uang (dalam kasus
denda) harus dilakukan dengan menggunakan harga emas.69Saat itu harga emas
diasumsikan Rp. 2/gram dibagi dengan denda Rp. 50,- = 25 gram emas atau denda
Rp. 100 = 50 gram emas. Perhitungannya adalah: Penjatuhan denda : harga per gram
emas = denda bagi penganten Penjatuhan denda Rp. 50 bagi penganten dengan
asumsi harga emas saat itu adalah Rp. 2/gram, maka didapatkan bahwa denda bagi
penganten adalah seharga 25 gram emas. Apabila dianalogikan dengan hari ini
(Tahun 2014) maka penghitungannya adalah: 25 gram emas dengan asumsi harga saat
ini adalah Rp. 450.000/gram, maka total denda saat ini adalah Rp. 11.125.000,-
(Sebelas juta seratus dua puluh lima ribu rupiah) yang dibebankan bagi pelaku nikah
sirri.
Penjatuhan denda : harga per gram emas = denda bagi PPN/penghulu tidak
resmi Penjatuhan denda Rp. 100 bagi penghulu dengan asumsi harga emas saat itu
69
SEMA No.04/Sip/1970, tanggal 02 Maret 1970
adalah Rp. 2/gram, maka didapatkan bahwa denda bagi penghulu adalah seharga 50
gram emas. Apabila dianalogikan dengan hari ini (Tahun 2014) maka
penghitungannya adalah: 50 gram emas dengan asumsi harga emas saat ini adalah Rp.
450.000/gram, maka total denda saat ini adalah Rp. 22.250.000. (dua puluh dua juta
dua ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibebankan bagi PPN yang menyalah gunakan
dijabarkan di atas, maka besaran denda yang dijatuhkan terlihat lebih riil
itupun besifat pengganti apabila PPN tersebut tidak mampu atau tidak mau membayar
denda yang dibebankan. Sanksi kurungan ini juga diberlakukan karena PPN tersebut
Walaupun ada sanksi yang dibebankan kepada pelaku nikah sirri, PPN yang
menyalahgunakan wewenang dan penghulu non resmi, ini bukan berarti tindak pidana
yang mereka lakukan termasuk kedalam tindak pidana kejahatan, tindak pidana yang
Ancaman dengan denda sebagai tersebut pada ayat (1) dan (3) pasal 3
70
Muchsin, Aspek Hukum Pelanggaran Pidana dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama
Bidang Perkawinan, (Diakses dari http://e-syariah.badilag.netTanggal 06 Juni 2011)
71
akibatnya sekali-kali bukan, bahwa nikah, talak atau rujuk itu menjadi batal karena
pelanggaran itu.
rujuknya, akan tetapi menyangkut kesalahan proses administrasi yang dilanggar oleh
orang yang berperkara. Maka apabila dipandang dari ranah istinbath al-hukm
yang mubah (boleh) bahkan sangat penting untuk dilakukan. Hal ini berdasarkan
kaidah fiqh (kaidah-kaidah yang menjadi nalar hukum dalam Islam) salah satunya "
kemaslahatan itu tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang qath'i (sudah jelas), maka
Walau pada kenyataannya belum ada teguran secara administrasi dan juga
sanksi dalam bentuk denda atau kurungan , akan tetapi untuk wilayah Kota Salatiga
sangat sedikit tokoh masyarakat yang mau menikahkan secara sirri. Bahkan saat ini
bisa dibilang tidak ada. Jika terpaksa ada itu karena ada orang yang mau membayar
mahal, bahkan lebih mahal dari biaya menikah di KUA. Sedangkan orang tersebut
Analisis ini juga didukung oleh data pelaku nikah sirri yang ada di Kota
di Kota Salatiga.
71
Pasal 4 UU. NO 22 Tahun 1946 (Diakses dari http: // dpr.go.id /uu/uu1946 /UU_
1946_22.pdf pada tanggal 09 juni 2011
C. Hambatan-hambatan KUA dalam Mengantisipasi Terjadinya Illegal Wedding
menanggulangi maraknya illegal wedding ataau nikah sirri, peneliti akan menyajikan
Pencatat Nikah (Modin) untuk tidak mau menikahkan atau menolak masyarakat jika
tidak memenuhi syarat atau ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh KUA.
Pencatat Nikah (modin) jika menghadiri atau bahkan menikahkan masyarakat dengan
maraknya illegal wedding dengan mengadakan pernikahan secara massal. Hal ini
dilakukan bukan untuk mecatat pernikahan yang sudah dilakukan akan tetapi untuk
utamanya para kyai yang memandang urgensinya pencatatan nikah di lembaga KUA.
Hal ini dilahat dari praktik yang terjadi di masyarakat. Walaupun mereka sudah
melakukan illegal wedding ternyata ketika melakukan proses akad nikah di KUA
kedua pasangan tersebut tidak boleh duduk saling berdekatan. Sikap ini
sempurna.
Kedua, jarak geografis antara kantor KUA dengan masyarakat sangat dekat,
adminstrasi pihak KUA segera menyarankan untuk lapor ke Pengadilan Agama Kota
pihak KUA, kebetulan kepala KUA cukup memiliki hubungan dekat dengan para
weddingillegal wedding yang terjadi di wilayah KUA Kota Salatiga antara lain:
KUA sendiri tidak bisa melayani proses pernikahan dengan jalan cepat dan pintas.
nikah di KUA.
Argomulyo dan tergambar dalam tugas dan peran KUA Kecamatan Argomulyo
serta penjabarannya dalam bentuk program kerja, maka banyak kegiatan yang
harus dilakukan oleh KUA. Sehingga waktu sudah banyak tersita untuk
sirri, tidak termasuk daftar kegiatan yang diusulkan oleh kementerian Agama
Kota Salatiga, yang dibiayai oleh DIPA. Dampaknya adalah kegiatan ini tidak
5. Tidak adanya keterbukaan masyarakat. Para pelaku nikah sirri cenderung untuk
6. Inisiatif pelaksanaan nikah sirri sering datang dari para tokoh Agama seperti
ustadz, Kyai dan bahkan mereka termasuk pelaku. Menurut Muhammad Miftah,
PLT Kantor Urusan Agama kecamatan Argomulyo bahwa hal ini terjadi karena
masih banyak para Ustadz dan Kyai yang memiliki paham keagamaan ( Islam )
fiqih yang mereka baca, tanpa disertai membaca literatur yang lain, terutama
kedepannya bagi para pelaku nikah sirri, terutama istri dan anak-anak mereka.
Mereka para pengambil inisiatif pelaksanaan nikah sirri, karena dari kalangan
tokoh Agama dan terpandang dimasyarakat, menjadi panutan masyarakat
terutama dalam bidang agama, maka hal ini tentu akan menjadi batu sandungan
tersendiri bagi KUA dalam upaya pencegahan terhadap terjadinya nikah sirri.
Selain ada hambatan-hambatan tersebut di atas pernikahan secara sirri ini terjadi
Pertama, isteri nikah sirri bukan isteri yang pertama melainkan isteri yang
kedua bahkan ketiga atau ke empat. Meskipun dalam pandangan Islam diperbolehkan
- tapi dalam pandangan masyarakat masih dianggap sebagai aib, sehingga baik isteri
saat khitbah.
Ketiga, status pasangan tidak jelas, misalnya ada pasangan yang mau nikah
tetapi mereka sebetulnya masih punya suami atau istri, tapi sudah pisah dan belum
Keempat, ruju‟ diluar waktu iddah. Masyarakat yang melakukan secara sirri
kemudian ingin kembali kepada istrinya lagi. karena dilakukan pada waktu masa
iddah sudah habis maka mereka melakukan nikah kembali secara sirri.
Kelima, masih banyaknya masyarakat yang masih awam tentang hukum dan
Salah satu peran KUA khususnya penghulu yang sangat dinantikan oleh
Peran ini nyaris tak tergantikan oleh siapapun sepanjang pejabat penghulu
dimungkinkan hadir dalam peristiwa penting tersebut. Melalui sudut pandang ini,
Persoalan klasik yang paling sering dihadapi oleh para penghulu adalah
kebenaran jati diri calon mempelai, khususnya menyangkut status perkawinan mereka
sebelumnya, serta kebenaran pengakuan sebagai wali nikah yang berhak. Meski para
dibantu dengan instrumen data dari kelurahan/desa, pada kenyataannya masih juga
Kesalahan ini seharusnya dapat ditekan sekecil mungkin jika data kependudukan
yang selama ini dikuasai sepenuhnya oleh Kemendagri dapat diakses juga oleh para
atau ketidaksinkronan antara data dan kenyataan yang dilihat dan didengarnya, dapat
hal tersebut, perlu dikaji lebih lanjut kemungkinan kerja sama antara Kemenag dan
Walupun sampai saat ini penghulu sebagai peTugas pencatat nikah belum
sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mendata calon penganten sesuai dengan
hukum agama dan juga administrasi kependudukan. Sehingga jika terjadi hal-hal
yang tidak sesuai dengan administrasi para penghulu juga kepala KUA se Kota
dengan ketentuan yang berlaku dalam UU perkawinan. Semua kepala KUA yang ada
akan dilangsungkan”.
perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan
perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah
sebagaimana diatur dalam UU No.22 Tahun 1946 jo. UU No. 32 Tahun 1954. Dari
pasal-pasal dalam UU maupun KHI ini muncul berbagai analisis, apakah pencatatan
perkawinan ini sebagai sayarat sah atau sebagai syarat administrasi. Ada beberapa
alasan yang dikemukakan bahwa pencatatan sebagai syarat sah perkawinan. Pertama,
selain didukung oleh praktik hukum dari badan-badan publik, juga pasal-pasal Perpu
pelaksanaan UUP (PP. No.9 Tahun 1975) dan juga dari jiwa dan hakikat UUP itu
sendiri. Kedua, ayat yang ada di dalam pasal 2 UUP harus dipandang sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisah. Ketiga, apabila isi pasal 2 UUP dikaitkan dengan bab III
(pasal 13s/d21) dan Bab IV (pasal 22s/d28), masing-masing tentang pencegahan dan
perkwinan sah tanpa ada pencatatan, pasal pencegahan dan pembatalan menjadi tidak
ada gunanya. Keempat, dari sisi bahasa, arti kata ”dan” pada pasal 2 ayat 1 UUP
Indonesia, secara tegas UUP No. 1 Tahun 1974 hanya mengatur pencatatan
perkawinan, talak, dan rujuk, yang berarti hanya acara, bukan materi hukum.
Dalam praktiknya jika ada masyarakat yang melakukan illegal wedding atau
nikah yang tidak dicatatkan para kepala KUA Kota Salatiga tidak pernah sekalipun
mendukung dan bahkan tidak mengakui terjadinya pernikahan tersebut. Hal ini kami
simpulkan dari contoh kasus yang terjadi di desa Tingkir Lor. Ada calon pengantin
yang segera ingin melaksanakan akad nikah di KUA, akan tetapi tiba-tiba wali (ayah
kandung) meninggal dunia. Atas dasar musyawarah keluarga akhirya pasangan calon
wali nikah kakak kandungnya. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan dalam
tradisi Jawa bahwa jika ada calon pengantin yang berniat menikah tiba-tiba bapaknya
meninggal dunia maka akad nikah tersebut harus dilakukan satu tahun kemudian.
Salah seorang bapak kyai meminta kepada kepala KUA Kecamatan Tingkir
untuk menyaksikan pernikahan tersebut atau menjadi saksi dalam akad nikah. Akan
tetapi kepala KUA menolaknya. Hal ini dilakukan karena peristiwa akad nikah
Indonesia, karena tidak memenuhi syarat administrasi. Bahkan dengan berat hati
kepala KUA Kecamatan Tingkir tersebut tidak hadir dalam upacara pemakaman.
Tahun 1974. walaupun takziyah di sini lepas dari tugas kantor akan tetapi tugas
sebagai kepala KUA tidak pernah lepas walau sedang ada di luar kantor. Menurutnya
kepala KUA merupakan tugas yang melekat dalam dirinya di mana saja beliau
berada.
Selang beberapa hari dari peristiwa akad nikah tersebut kemudian keluarganya
Kecamatan Tingkir tidak mau mencatatnya. KUA hanya mau mencatatnya jika
pernikahan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan melalui proses
yang telah ditentukan oleh lembaga KUA. Kemudian pihak keluarga bertanya kepada
KUA tentang keabsahan pernikahan yang telah dilakukan. Karena KUA tidak
menyaksikan dan juga tidak tahu tentang peristiwa tersebut maka KUA tidak
memberikan kepastian hukumnya apakah pernikahan tersebut sah atau tidak sah di
hadapan hukum.
Kasus lain yang diketahui langsung oleh kepala KUA Kecamatan Tingkir
adalah yang terjadi di kelurahan Sidorejo Kidul. Ada calon pengantin yang akan
melangsungkan akad nikah. Karena walinya beda agama maka yang menjadi wali
adalah wali hakim. Dalam perspektif KUA walinya tersebut tidak jelas karena tidak
didasarkan pada keputusan Pengadilan Agama Kota Salatiga, dan juga tidak
mendaftarkan ke KUA maka walaupun tetangga dekat bapak Kepala KUA tidak mau
Sikap seperti tersebut di atas juga terjadi pada kepala KUA Kecamatan
Sidomukti. Suatu haru ada masyarakat yang melangsungkan perkawinan sirri dengan
memenuhi syarat dan rukun dengan tujuan agar kedua calon pengantin tersebut halal
setelah perkawinan sirri tersebut meraka tidak diharuskan tidur dan tinggal bersama
dalam satu rumah. Walaupun pernikahan sirri tersebut dilakukan oleh keluarga
dekatnya akan tetapi terhadap peristiwa tersebut kepala KUA tidak mau menyaksikan
dan juga tidak mau menghadiri walau itu saudaranya. Karena menurutnya tetap tidak
dalam poin c, membuktikan bahwa KUA memiliki peran yang optimal dalam
berusaha untuk mencegah terjadinya illegal wedding atau nikah sirri. Usaha-usaha
serta sikap para Kepala KUA juga penghulu ini ternyata membuahkan hasil yang
cukup memuaskan. Hal ini terbukti bahwa di wilayah masing-masing KUA tidak ada
masyarakat yang melaksanakan pernikahan secara sirri. serta tidak ada juga tokoh
masyarakat atau tokoh agama yang berani menikahkan secara sirri. Sehingga tidak
ada hambatan yang berarti dalam mencegah terjadinya pernikahan secara sirri. Jika
ternyata ada pasangan yang menikah secara sirri maka itu di luar sepengetahuan
Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) atau modin dan juga di luar sepengetahuan
A. Kesimpulan
wedding yang tejadi di Kota Salatiga, sanksi yang diberikan oleh KUA juga
masyarakat terhadap pelaku illegal weddig, dan juga hambatan-hambatan KUA dalam
berikut:
1. Bahwa nikah sirri menurut para kepala KUA Kota Salatiga bisa memiliki makna
perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA dan juga tidak memenuhi syarat-syarat
dan rukun pernikahan secara agama (fiqh). Ada juga yang memaknai perkawinan
pernikahan sirri makna suatu pernikahan yang sudah terpenuhi syarat dan
perselisihan dalam rumah tangga tidak bisa diselesaikan secara hukum. Dari
respon tersebut apabila ditinjau dari segi hukum Islam dengan mengacu kepada
dirahasiakan kedua mempelai, wali dan para saksi, hanya saja hukumnya makruh.
2. Sanksi bagi pelaku nikah sirri bisa ditinjau dari tiga sudut pandang yaitu sanksi
yuridis, administrasi dan juga sanksi sosial. Sanksi yuridis; pelaku nikah sirri
tidak memiliki keuatan hukum karena tidak memiliki bukti outentik atau akte
nikah, sehingga jika ada permasalahan yang trejadi dalam keluarga tidak bisa
diselaikan secara hukum. Sedangkan sanksi adminstrasi para pelaku nikah sirri
yang memiliki anak tidak bisa mencantumkan nama ayah kandungnya dalam akte
kelahiran sehingga statusnya sama dengan anak zina. Sedangkan sanksi sosial
para pelaku nikah sirri biasanya mendapatkan label negatif, karena nikahnya
bermasalah. Dari sinilah maka KUA yang ada di lingkungan Kota Salatiga sangat
tidak setuju dengan nikah sirri dan akan memberikan sanksi administrasi berupa
teguran terhadap para Modin yang mau menikahkan secara sirri. Walaupun RUU
HMPA terutama pasal yang berbicara tentang pemidanaan nikah sirri belum
diputuskan, akan tetapi semua kepala KUA yang ada di Kota Salatiga setuju.
Sikap ini diikuti oleh semua perangkat dan staf KUA juga masyarakat. Akhirnya
masyarakat Kota Salatiga tidak berani lagi menikahkan secara sirri. Dengan
demikian sikap KUA ini memiliki peran yang sangat strategis dalam
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, sedangkan pihak KUA sendiri tidak
bisa melayani proses pernikahan dengan jalan cepat dan pintas. Minimnya
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pencatatan nikah di KUA juga
Inisiatif pelaksanaan nikah sirri sering datang dari para tokoh Agama.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan maka ada beberapa saran baik
kepada peneliti, Jurusan Syari‟ah, dan juga kepada KUA Kota Salatiga.
Salatiga apakah wilayah Salatiga benar-benar bebas dari perilaku illegal wedding
3. KUA Kota Salatiga seharusnya lebih sensitif lagi terhadap praktik-praktik illegal
dengan mencari informasi yang akurat dari masyarakat yang meliputi apakah ada
keluarga yang menikah secara sirri, jika ada kenapa, siapa, kapan dan mengapa itu
terjadi. Sehingga KUA bisa mengambil sikap dan juga kebijakan dalam rangka
Bukan Buku
http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2006/12/05/1344.html.
Nikah Sirri: Antara Agama, Negara dan Hak Asasi Perempuan.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=114587115244404
Nikah di Bawah Tangan http://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/02/02/nikah-di-
bawah-tangan
http://solusinahdliyin.net/munakahat/283-pernikahan-dibawah-tangan
http://www.referensimakalah.com/2013/01/biografi-asghar-ali-engineer.html
http://pintuonline.com/artikel/pencatatan-perkawinan-sebagai-syarat-sah-pernikahan-di-
indonesia-perspektif-hukum-islam.html
Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan edisi 71, Jakarta:2011.
Jurnal Ijtihad, STAIN Salatiga, Vol. II. 2011.
Jurnal Yin Yang, Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto, vol. 4 No. 2009
Gani Abdullah, Seks, Gender dan Reproduksi Perempuan, dalam Khoirul Muzakki,
Kontroversi Nikah Sirri,(Suara Merdeka, Rabu 28 Desember 2011)
Khoirul Marzuki, Kontroversi Hukum Nikah Sirri, (Suara Merdeka, Rabu 28
Desember 2011),