Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesuai hakekat manusia yang membedakannya dengan mahluk hidup lainnya, sudah
menjadi kodrat alam sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya
didalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Pada umumnya, pada suatu
masa tertentu bagi seorang pria maupun sorang wanita timbul kebutuhan untuk hidup
bersama dengan manusia lainnya yang berlainan jenis kelaminnya. Hidup bersama antara
seorang pria dengan seorang wanita yang telah memenuhi syarat-sayarat terentu disebut
perkawinan.
Karenanya Islam mengajarkan pengikutnya untuk menjungjung tinggi toleransi, terutama
dalam hal beragama. Namun seiring dengan kemajuan budaya serta adanya globalisasi
tampaknya toleransi umat beragama tampaknya telah mengalami pergeseran dibeberapa sisi.
Sebut saja dengan adanya pernikahan beda agama yang menggunakan dalih ‘selama saling
menghormati dan toleransi’
Awalnya pernikahan beda agama di Indonesia diramaikna oleh pelaku hiburan tanah air
yang dengan mudah dapat terekspos kemasyarakat luas. Akhir akhir ini kita bahkan sering
mendapati orang orang disekeling kita, tetangga atau teman yang menikah dengan orang yang
memiliki keyakinan yang berbeda. Lantas bagaimanakah Islam memandang hal ini? Apakah
Islam membolehkan pernikahan lintas agama?

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud pernikahan lintas agama?

2. Sebutkan Faktor-Faktor yang mendorong pernikahan beda agama?

3. Sebutkan dampak negative pernikahan beda agama!

4. Sebutkan istimbat hukumnya!

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan Beda Agama

Pernikahan anaragama adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-
masing berbeda agama. Dalam hal ini adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan
Muslim dengan perempuan atau laki-laki non-Muslim. Perkawinan antaragama ini
kadangkala disebut “Perkawinan Campur” (Mix Marriage).1
kata yang mempunyai makna baru dan bahkan ada yang meluas. Salah satunya adalah
kata “percampuran atau pergaulan”. Percampuran di sini berkenaan dengan campurnya laki-
laki dan perempuan dalam satu tempat. Pada masa Nabi Muhammad SAW, muslimin dan
muslimah bertemu ditempat pengajian atau ditempat perkumpulan lainnya secara terpisa, dan
hal ini tidak dilarang sama sekali. Selama berada dijalan yang benar dan ada alasan yang
syar’i maka wajar dan sah-sah saja bagi mereka untuk bertemu. Inilah yang disebut
“percampuran”2.
Pernikahan sudah diatur dalam UU RI No 01 Tahun 1974 tentang perkawinan BAB 1
pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”3
Dalam Fiqih Munakahat (pernikahan), Jumhur fuqaha berpendapat bahwa wanita non
muslim selain Yahudi dan Nasrani, Haram dinikahi oleh pria nonmuslim, seperti wanita
Hindu, Buddha, Konghucu, dan lain-lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt. (yang
maknanya): “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sampai mereka
beriman. Sungguh wanita budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musyrik,
walau pun dia menarik hatimu…”. (al-Baqarah:221). Hanya saja, dikalangan ulama terjadi
perbedaan pendapat mengenai siapa wanita musyrik yang haram dinikahi itu4
Pada dasarnya ulama membolehkan menikah beda agama, namun dengan kondisi seorang
Muslim laki-laki menikah dengan wanita Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi). Ini pendapat
jumhur (mayoritas ulama). Dalam beberapa literatur dan juga kitab-kitab Tafsir disebutkan
perbedaan pendapat apakah selain wanita Ahli Kitab, seorang Muslim boleh menikahinya?
Artinya ulama berbeda pendapat tentang kebolehan menikahi wanita non-Muslim yang dari
selain Ahli Kitab.
Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non
Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang
menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab.
Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka
juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”

1
Dewi Sartika, Perkawinan antaragama, (Jakarta 2004)
2
DR.Yusuf al-Qaradhawi,Fiqih Wanita (Bandung,Penerbit Jabal, 2012)
3
Tim Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Perkawinan, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006)
4
Prof.Dr.K.H.Ahmad Zahro, M.A, Fiqih Kontemporer (Jakarta, PT. Qaf Media Kreativa, 2017)

2
Jumhur sahabat dan jumhur ulama pun membolehkan pernikahan berbeda agama dalam
keadaan seperti ini, yakni laki laki muslim menikahi wanita muslim, diantara para jumhur
shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah
Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para
shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan,
Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri.
Adapun jika keadaannya terbalik, wanita muslim menikahi laki laki non muslim (kafir/
musyrik) Ijma’ (konsensus) ulama: TIDAK diperbolehkan seorang wanita Muslimah
menikah dengan laki-laki non-Muslim, apapun jenis ke-non-Muslimannya. Entah itu dia
seorang Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu atau agama pun, yang penting ia bukanlah seorang
Muslim.

Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian:
- Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
- Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
- Suami ahli kitab, istri Islam = haram
- Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak
sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan
bertanggung jawab terhadap dirinya. Namun perlulah diketahui masih adakah yg namanya
wanita ahlul kitab zaman sekarang? wallahu`alam. itu seperti mencari jarum dalam tumpukan
jerami dan untuk hal satu ini adalah sulit laki laki menemukan wanita ahli kitab walaupun
diperbolehkan.
Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan
kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani
dan yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.

B. Faktor-Faktor Pendorong Menikah Beda Agama

Banyaknya Faktor yang mendorong untuk menikah beda agama ialah karena iman yang
terlalu lemah atau dibutakan oleh cinta. Peneliti telah melakukan observasi untuk mencari
alasan dalm memutuskan menikah beda agama. Subjek penelitian ini berjumlah 4 orang yang
diambil dengan teknik purposive random sampling. Ciri-ciri subjek adalah a) Terdiri dari 2
orang laki-laki dan 2 orang perempuan, b) Beragama Islam, yakni seorang lelaki Muslim dan
seorang perempuan Muslim yang menikah dengan non Muslim, c) Beragama Kristen, yakni
seorang lelaki yang beragama Kristen dan seorang perempuan Kristen yang menikah dengan
non Kristen, d) telah menikah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa (1) Pengambilan keputusan menikah beda agama yang
diambil hanyalah didasarkan pada suasana batin atau menurut emosi belaka. Faktor-faktor
yang mendorong pengambilan keputusan nikah beda agama adalah rasa cinta, rasa ingin
hidup bersama, ingin lepas dari beban hidup, serta kehamilan di luar nikah. Para pengambil
keputusan tidak memikirkan resiko lebih lanjut yang akan dihadapi bila menikah beda agama,
(2) Tidak ada keraguan dalam diri pengambil keputusan untuk menikah beda agama
3
dikarenakan rasa cinta yang begitu besar dan kebahagiaan agar dapat hidup bersama, (3) Para
pelaku pernikahan beda agama mengalami suatu tekanan psikis berupa kesedihan,
kebingungan, ataupun kemarahan. Hal ini diakibatkan oleh hal-hal yang bersifat internal
maupun eksternal individu. Hal yang bersifat internal adalah kesedihan melihat kenyataan
bahwa pasangan yang dicintai tidak beragama sama walau hidup bersama. Selain itu, muncul
kebingungan menentukan agama mana yang sebaiknya dipilih.

Hal yang bersifat eksternal adalah rasa sakit hati atas pembicaraan orang-orang mengenai
pernikahan beda agama yang dilakukan oleh pasangan beda agama dan masalah rumah
tangga yang dicampuri oleh pihak-pihak kelompok agama tertentu. Pernikahan beda agama
juga dapat memicu pada pola hidup sekuler sehingga menimbulkan konflik baru yang lebih
sulit diatasi yang menjurus pada kemelut keluarga.
Pernikahan beda agama tidak hanya berdampak pada diri sendiri dan pasangan,
melainkan juga terhadap perkembangan anak. Anak mengalami kebingungan melihat dua
ritual agama yang berlainan dari orangtuanya dan kebingungan untuk memilih agama.5

C. Dampak Negatif dari Menikah Beda Agama

Hal ini pernah dibahas dalam bedah buku di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada
hari Jumat (27/11). Dalam kegiatan bedah buku ini, Dosen Prodi Filsafat Agama Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Fahruddin Faiz menyebutkan paling tidak ada empat hal
yang menjadi kelemahan ketika pernikahan beda agama tetap dilangsungkan. Kelemahan
yang pertama adalah perasaan dan suasana yang tidak nyaman hidup bersama dengan orang
yang menurut kita ‘salah’.6
Yang pertama, menimbulkan ketidaknyamanan, diakui atau tidak karena hidup
bersama orang yang menurut kita ‘salah’,” kata Faiz. Lebih lanjut, ia mencoba memberi
gambaran tentang ketidaknyaman itu dengan pernyataan “Apakah kita akan merasa nyaman
ketika habiskan hidup dengan orang yang kita anggap keliru?”. Jawabnya, kata Faiz,
menghabiskan hidup dengan orang yang kita anggap keliru, --dalam hal ini karena perbedaan
agama sebagai kepercayaan sangat tidak nyaman.
Menurutnya, ketidaknyaman itu juga akan berdampak pada hal lain, yakni
memunculkan perasaan saling curiga. Misalnya, ketika salah satu pasangan melakukan hal-
hal yang baik dengan alasan karena dianjurkan oleh ajaran agamanya. Hal itu menimbulkan
potensi anggapan yang muncul dari pasangan bahwa ada ‘upaya lain’ di balik tindakan baik
pasangan tersebut.
Yang kedua, rasa tidak aman. Jangan-jangan dia berusaha menarikku (membuat
tertarik,- red) terhadap agamanya,” tambahnya.Kelemahan lainnya, kata Faiz, adalah
berkaitan dengan anak hasil pernikahan beda agama. Terlepas dari perspektif hukum positif
di Indonesia, bahwa nikah beda agama dilihat dari perspektif sosioligis juga menimbulkan
permasalahan, terutama bagi anak. Menurutnya, anak dari hasil pernikahan beda agama mesti
pandai membatasi diri ketika berbincang dalam satu keluarga.

5
MUSLIHA, ROZAKIAH (2008) PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAH BEDA AGAMA. Skripsi thesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
6
https://www.hukumonline.com/berita /ini-empat-kelemahan-nikah-beda-agama diakses pada tanggal
08/09/19 pukul 11:01 WIB

4
Yang ketiga, rasa tidak nyaman secara sosial karena selalu menjadi sasaran pandang
masyarakat. Dimana, seperti Pemikiran Jean-Paul Sartre, orang lain menjadi ‘neraka’,”
paparnya. Hal lain yang menjadi kelemahan dari nikah beda agama bagi pasangan adalah
perasaan tidak rela. Masih berkaitan dengan anak hasil pernikahan beda agama, dikatakan
Faiz, bahwa pasangan nikah beda agama punya berpotensi memunculkan perasaan khawatir
jika anaknya suatu saat akan mengikuti atau tertarik dengan agama yang dianut pasangan.
Yang keempat, rasa tidak rela dan was-was. Diakui atau tidak, jangan-jangan anak-
anaknya besok ikut atau tertarik agamanya,” lanjutnya.
Meski begitu, ada dampak positif yang muncul dari anak tersebut, yakni sifat dan
sikap toleransi yang tinggi. Rutinitas dan keadaan dalam keluarga anak tersebut mulai dari
usia dini hingga dewasa mau tidak mau ‘memaksa’ mereka untuk bersikap toleransi. ”Tapi
kelebihannya adalah bisa latihan bertoleransi,” tandasnya.

D. Hukum Nikah Beda Agama


Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat para ulama atas tiga golongan:
1. Golongan pertama berpendirian bahwa menikahi perempuan Ahlul kitab (Yahudi atau
Nasrani) Halal hukumnya. Termasuk dalam golongan ini adalah Jumhur Ulama.7

a. Firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 5


ۖ ‫اب ِحلٌّ لَ ُك ْم َوطَ َع ُام ُك ْم ِحلٌّ هَلُ ْم‬ َ َ‫ين أُوتُوا الْ ِكت‬ ِ َّ ِ
ُ َ‫الَْي ْو َم أُح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّب‬
َ ‫ات ۖ َوطَ َع ُام الذ‬
ِ ِ َ ‫ات والْمحصنات ِمن الَّ ِذين أُوتُوا الْ ِكت‬ ِ ِ ِ َ‫والْمحصن‬
ُ ‫اب م ْن َقْبل ُك ْم إِ َذا آَتْيتُ ُم‬
‫وه َّن‬ َ َ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ‫ات م َن الْ ُم ْؤمن‬ ُ َ ُْ َ
ِ ٍ ‫َّخ ِذي أ‬ ِ ‫صنِني َغير مسافِ ِحني واَل مت‬ ِ
ُ‫َخ َدان ۗ َو َم ْن يَ ْك ُف ْر بِاإْلِ ميَان َف َق ْد َحبِ َط َع َملُه‬
ْ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ ْ‫ور ُه َّن حُم‬ َ ‫ُج‬ ُ‫أ‬
ِ ِ ِ ِ ‫يِف‬
َ ‫َو ُه َو اآْل خَرة م َن اخْلَاس ِر‬
‫ين‬
Artinya:
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula)
bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan
diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah
membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir
sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya
dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.8

b. Sejarah telah menunjukan bahwa beberapa sahabat Nabi pernah menikahi


perempuan Ahlul Kitab. Hal mana menunjukan bahwa menikahi perempuan Ahlul
Kitab halal hukumnya.

7
Prof.kh Ibrahim Hosen,LmL,(Jakart: pustaka firdaus, 2003)287
8
Dewi Sartika, Perkawinan antaragama, (Jakarta:Pbb Uin 2004) hlm26

5
2. Golongan kedua berpendirian bahwa menikahi perempuan Ahlul Kitab itu Haram.
Yang terkemuka dari kalangan sahabat dari golongan ini adalah Ibnu Umar. Pendapat
ini menjadi pegangan golongan Syiah Imamiyah. Adapun dalil yang dipegang oleh
golongan kedua ini adalah sebagai berikut:
a. Firman Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah ayat 221:

‫ات َحىَّت ٰ يُ ْؤ ِم َّن ۚ َوأَل ََمةٌ ُم ْؤ ِمنَةٌ َخْيٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَ ْو أ َْع َجبَْت ُك ْم ۗ َواَل‬ ِ ‫واَل َتْن ِكحوا الْم ْش ِر َك‬
ُ ُ َ
‫ك يَ ْدعُو َن‬َ ِ‫ني َحىَّت ٰ يُ ْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َعْب ٌد ُم ْؤ ِم ٌن َخْيٌر ِم ْن ُم ْش ِر ٍك َولَ ْو أ َْع َجبَ ُك ْم ۗ أُوٰلَئ‬ ِ
َ ‫تُْنك ُحوا الْ ُم ْش ِرك‬
ِ
ِ ‫إِىَل النَّا ِر ۖ َواللَّهُ يَ ْدعُو إِىَل اجْلَن َِّة َوالْ َم ْغ ِفَر ِة بِِإ ْذنِِه ۖ َويَُبنِّي ُ آيَاتِِه لِلن‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم َيتَ َذ َّك ُرو َن‬
Artinya:
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran.9

Dalam ayat ini terdapat keterangan, agar orang Muslim selalu berhati-hati terhadap
jebakan orang-orang musyrik dan ateis untuk menggiring meninggalkan Agama Islam
dengan menawarkan perempuannya yang cantic untuk dikawininya.10

b. Tidak membolehkan penganutnya yang perempuan dikawini oleh Ahlul Kitab,


berdasarkan pada ayat yang berbunyi:

‫وه َّن ۖ اللَّهُ أ َْعلَ ُم بِِإميَاهِنِ َّن ۖ فَِإ ْن‬ ِ ٍ ِ


ُ ُ‫ات ُم َهاجَرات فَ ْامتَحن‬
ِ
ُ َ‫ين َآمنُوا إِ َذا َجاءَ ُك ُم الْ ُم ْؤمن‬
ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
ُ ُ‫وه َّن إِىَل الْ ُكفَّا ِر ۖ اَل ُه َّن حلٌّ هَلُ ْم َواَل ُه ْم حَي لُّو َن هَلُ َّن ۖ َوآت‬
‫وه ْم‬ ُ ُ‫وه َّن ُم ْؤمنَات فَاَل َت ْرجع‬ ُ ‫َعل ْمتُ ُم‬
ِ ِ ِ
‫ص ِم‬َ ‫ور ُه َّن ۚ َواَل مُتْس ُكوا بِع‬ َ ‫ُج‬ ُ ‫وه َّن إِ َذا آَتْيتُ ُم‬
ُ ‫وه َّن أ‬ ُ ‫اح َعلَْي ُك ْم أَ ْن َتْنك ُح‬
َ َ‫َما أَْن َف ُقوا ۚ َواَل ُجن‬
ِ ِ ‫الْ َكوافِ ِر واسأَلُوا ما أَْن َف ْقتُم ولْيسأَلُوا ما أَْن َف ُقوا ۚ َٰذلِ ُكم حك‬
ٌ ‫ْم اللَّه ۖ حَيْ ُك ُم َبْينَ ُك ْم ۚ َواللَّهُ َعل‬
‫يم‬ ُ ُ ْ َ ََْ ْ َ ْ َ َ
‫يم‬ ِ
ٌ ‫َحك‬
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui
bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka
kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-
9
Prof.kh Ibrahim Hosen,LmL,(Jakarta: pustaka firdaus, 2003) hlm288
10
Dr.H.Mahjuddin M.Pd.I, Masail Al-Fiqh (Jakarta: Kalam Mulia, 2012)

6
orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan
berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada
dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan
janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-
perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan
hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum
Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.

Salah satu keterangan yang dapat diambil dalam ayat ini, yaitu larangan Allah agar
perempuan Muslimah tidak dikawini oleh Ahlul Kitab (orang-orang Kafir), karena
dikhawatirkan akan dipengaruh meninggalkan agamanya. Agama Islam meninjau
terlalu besar kemungkinan terjadinya hal tersebut, karena suamilah yang menjadi
pemimpin dalam rumah tangganya. Tentu saja, ia dapat menggunakan hak otoritasnya
untuk mengajak keluarga-keluarganya menganut keyakinannya.11
3. Golongan ketiga berpendirian bahwa menikahi perempuan Ahlul Kitab itu Halal
hukumnya, tetapi siyasat tidak menghendakinya. Pandangan demikian ini berdasarkan
bahwa Sayyidina Umar ra. Pernah berkata kepada para Sahabat Nabi yang menikahi
perempuan Ahlul Kitab: “Ceraikanlah mereka itu!” perintah Sayyidina Umar dipatuhi
oleh para sahabat tersebut, kecuali Huzaifah. Karena itu, sayyidina Umar ra
mengulangi lagi perintahnya agar Huzaifah menceraikan istrinya. Lantas Huzaifah
berkata: “Maukah engkau menjadi saksi bahwa menikahi perempua Ahlul Kitab
hukumnya haram?” Sayyidina Umar berkata: “Ia akan menjadi fitnah. Ceritakanlah!”
kemudian Huzaifah berkata lagi: “Maukah engkau bersaksi bahwa ia adalah haram?”
Sayyidina Umar menjawab lagi dengan singkat: “ia adalah fitnah “. Akhirnya
Huzaifah berkata: “Sesungguhnya aku tahu bahwa ia adalah fitnah, tetapi ia adalah
halal bagiku”. Setelah Huzaifah meninggalkan Sayyidina Umar, barulah istrinya itu
ditalaknya. Lantas Huzaifah ditanya orang “mengapa engkau tidak mentalak istrimu
ketika diperintah oleh Umar?” Jawab Huzaifah:”karena aku tidak ingin diketahui
orang bahwa aku melakukan sesuatu yang tidak layak”.
Selain itu menikahi perempuan ahlul Kitab berbahaya, karena dikhawatirkan kalua-
kalau sisuami akan terkait hatinya, apalagi setelah mereka memperoleh keturunan
(Anak). Demikian pendapat para Ulama tentang masalah menikahi perempuan Ahlul
Kitab.12
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 40 poin C dikatakan bahwa: “Dilarang
melangsungkan pernikahan antara seorang pria dan wanita karena keadaan tertentu yaitu:
wanita yang tidak beragama Islam”13
Di Indonesia berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 04/MUNAS
VII/MUI/8/2005 Tentang Pernikahan Beda Agama menetapkan dan memutuskan bahwa:
a. Perkawinan Beda Agama tidak sah dan haram
11
Dr.H.Mahjuddin M.Pd.I, Masail Al-Fiqh (Jakarta: Kalam Mulia,2012
12
Prof.kh Ibrahim Hosen,LmL,Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan (Jakarta: pustaka firdaus,
2003) hlm289-290
13
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta; Akademika Pressindo,2010

7
b. Perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul mu’tamad adalah
haram dan tidak sah
Maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama di Indonesia ialah Haram atau tidak
sah.14

14
Asrorun Ni’an Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga (Jakarta: Elsas,2008)

8
BAB III PENUTUP

SIMPULAN
1. Menikah secara bahasa artinya menyatukan, menjodohkan atau bersenggama,
sementara menurut istilah adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki laki
dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut
terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan.
2. Tujuan menikah menurut syariat islam adalah: untuk memenuhi tunytutan naluri
manusia yang asasi, untuk membentengi akhlaq yang luhur dan untuk menundukan
pandangan, untuk menegakkan rumah tangga yang Islami, dan untuk memperoleh
keturunan yang sah secara biologis dan secara syari’at.
3. Sebagian besar ulama membolehkan pernikahan beda agama dengan syarat laki laki
nya adalah seorang muslim dan wanita non muslim ahli kitab, diluar keadaan itu maka
pernikahan beda agama diharamkan.
4. Dalil mengenai pernikahan beda agama tertulis dalam al quran secara jelas dalam QS:
Al-Baqarah: 221.
5. Di Indonesia berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 04/MUNAS
VII/MUI/8/2005 Tentang Pernikahan Beda Agama menetapkan dan memutuskan
bahwa:
a. Perkawinan Beda Agama tidak sah dan haram
b. Perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut qaul mu’tamad
adalah haram dan tidak sah
Maka dapat disimpulkan bahwa pernikahan beda agama di Indonesia ialah Haram
atau tidak sah

SARAN
Setiap permasalahan dalam fiqh adalah masalah yang akan memunculkan
pembahasan yang panjang, bagi pembaca khususnya mahasiswa atau pelajar yang akan
menyusun makalah dengan permasalahan sejenis, penyusun anjurkan untuk menggali
referensi lebih banyak lagi, sehingga dapat meghadirkan penjelasan yang lebih rinci dari apa
yang penyusun sajikan

9
DAFTAR PUSTAKA

al-Qaradhawi, Yusuf, 2012, Fiqih Wanita, Bandung: Penerbit Jabal

Zahro Ahmad,2017, Fiqih Kontemporer, Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa

Muslihah, Rozakiah(2008) Pengambilan KeputusanUntuk Menikah Beda Agama. Skripsi


thesis:Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mahjuddin, 2012, Masail Al-Fiqh,Jakarta :Kalam Mulia

Tim Redaksi Sinar Grafika,2006, Undang-undang Perkawinan :Jakarta:Sinar Grafika


https://www.hukumonline.com/berita/ini-empat-kelemahan-nikah-beda-agama
Abdurrahman, 2010,Kompilasi Hukum Islam,Jakarta: Akademika Pressindo
Sholeh, Asrorun Ni’an,2008, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga,Jakarta:
Elsas
Sukarti Dewi, 2004, Perkawinan Antar Agama Menurut Al-Qur’an dan Hadis :PBB UIN
Hosen Ibrahim, 2003, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan: Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai