Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Rahadian Hasbi

NIM : 2010611216
Mata Kuliah : Hukum Kepailitan
Dosen Pengampu : Wardani Rizkita, S.H.,M.Kn

Tugas Resume Kepailitan

1. Pengertian Kurator

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Kurator
adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan
untuk mengurus dan membereskan harta Debitur Pailit di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sesuai dengan undang-undang ini. Kurator adalah pengampu dari Debitur Pailit
yang kehilangan haknya untuk mengurus harta kekayaannya akibat pernyataan pailit, dan
menjadi jembatan antara Debitur Pailit dengan Kreditur yang berhak atas harta pailit.

Apabila Debitur atau Kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan Kurator ke pengadilan,
maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku Kurator.

2. Syarat Kurator

Berdasarkan Pasal 70 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU, Untuk menjadi Kurator harus
memenuhi syarat diantaranya:

 Apabila Kurator adalah orang perseorangan, ia berdomisili di Indonesia, yang memiliki


keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta
pailit;
 Terdaftar pada kementeriannya yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan.

Kurator dapat berprofesi sebagai akuntan publik/advokat, yang telah ikut pendidikan AKPI
(Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia), dan lulus ujian tertulis dan lisan. Yang mana
syarat menjadi Kurator ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.
37 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Serta Penyampaian Laporan
Kurator dan Pengurus.

3. Tugas Kurator
1. Tugas Administratif
Kurator memiliki kewajiban dalam menjalankan tugas administratif di tengah kondisi
kepailitan debitur. Tugas-tugas administratif ini sangat beragam jenisnya dan diatur pula
dalam Undang-Undang. Berikut adalah beberapa tugas administratif yang dikerjakan oleh
seorang kurator:

1) Memberikan pengumuman kepailitan.


2) Mengundang kreditur untuk menyelenggarakan rapat.
3) Mengamankan aset kekayaan yang dimiliki oleh debitur pailit.
4) Melakukan inventarisasi harta pailit.
5) Menyusun laporan rutin untuk diserahkan kepada hakim pengawas.

Dalam menjalankan tugas administratif ini, nantinya kurator juga punya wewenang untuk
melakukan penyegelan. Penyegelan yang dimaksud tentu saja adalah penyegelan terhadap
aset atau kekayaan milik debitur pailit. Meskipun tugas administratif ini terlihat sederhana
namun sebenarnya kurator tetap memiliki tanggung jawab yang besar. Tugas administratif
ini memegang kunci dalam kesuksesan pengurusan aset debitur pailit. Jika keperluan
administratif berjalan dengan lancar maka tugas-tugas yang harus dilakukan terkait kepailitan
nantinya juga akan berjalan dengan baik. Oleh sebab itu kurator yang menjalankan tugas
administratif ini tetap harus bekerja sebaik mungkin.

2. Tugas Pengurusan Harta Pailit

Setelah muncul putusan pailit maka debitur sama sekali tidak punya hak untuk mengurus
aset-asetnya lagi. Kepengurusan akan beralih kepada kurator yang sudah ditunjuk. Dalam hal
ini tidak boleh dilakukan pengurusan atau pengelolaan aset secara sembarangan. Aset
tersebut harus diurus dengan baik sebagai aset pailit, bukan lagi aset debitur. Ada beberapa
hal yang perlu dilakukan oleh kurator untuk menjalankan tugasnya dalam mengurus harta
pailit tersebut. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dilakukan oleh kurator :

1) Mengumpulkan keterangan pembukuan keuangan.


2) Mengambil alih catatan rekening bank debitur pailit.
3) Mengambil catatan simpanan debitur di bank.
4) Mengetahui aset apa saja yang dimiliki oleh debitur.
5) Mengelola semua aset debitur pailit sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
yang mengatur tentang kepailitan.
Dibutuhkan seseorang yang kompeten untuk menjalankan tugas sebagai kurator. Tanggung
jawab kurator dalam hal ini juga sangat besar. Jika terjadi kesalahan pengurusan maka
kurator harus berani menanggung konsekuensinya. Kurator juga harus bertanggung jawab
jika ada kesalahan yang merugikan harta pailit tersebut.

3. Tugas Penjualan dan Pemberesan

Kurator juga akan menjalankan tugas penjualan dan pemberesan harta pailit. Ini bisa disebut
sebagai tugas utama dari seorang kurator. Nantinya kurator akan membereskan aset-aset dari
debitur pailit tadi dengan berbagai cara yang sudah diatur oleh Undang-Undang. Proses
pemberesan harta pailit ini tetap dilakukan meskipun ada pengajuan kasasi atau peninjauan
kembali. Pemberesan harta pailit berarti pengurangan aktiva sehingga bisa dijadikan sebagai
alat untuk membayar atau melunasi utang milik debitur yang dinyatakan pailit tadi. Dalam
hal ini maka kurator akan memberikan jalan keluar agar hutang yang ditanggung oleh debitur
bisa dilunasi melalui penjualan berbagai jenis aset. Teknik pengurangan aset pailit ini bisa
sangat beragam. Dapat dilakukan dalam bentuk penjualan aset maupun pelelangan. Semua
aset pailit akan dikelola sedemikian rupa sehingga tanggungan utang bisa terbayar lunas.
Dalam hal ini pihak debitur sudah tidak memiliki wewenang apapun. Semuanya sudah
menjadi tanggung jawab serta wewenang dari kurator tadi. Agar bisa menjalankan tugas ini
maka kurator harus memiliki integritas yang tinggi. Kurator harus sadar betul bahwa aset
yang ia kelola merupakan aset penting yang akan digunakan untuk penyelesaian utang.

4. Kendala menjadi Kurator

Kendala atau Hambatan-hambatan kurator dalam menyelesaikan piutang kreditur yaitu:

a) Kesulitan Menentukan Jenis Kreditor

Cara menentukan jenis kreditor yaitu dengan rapat pencocokan piutang. Pencocokan Piutang
atau disebut dengan tahap sekestrasi atau tahap penyimpanan atau penitipan dimaksudkan
untuk melakukan pencocokan mengenai utang Debitor atau piutang Kreditor. Pencocokan
dimaksud baik mengenai kedudukan Kreditor, pengakuan sebagai Kreditor maupun mengenai
besarnya piutang.

Kemudian kurator mencocokkan perhitungan piutang yang diserahkan oleh Kreditor dengan
catatan yang telah dibuat sebelumnya Kemudian Hakim pengawas membacakan “Daftar
Piutang Yang Diakui Sementara” dan “Daftar Tagihan Yang Dibantah” setelah itu Kurator
akan memberikan keterangan-keterangan tentang status dari para Kreditor, apakah sebagai
kreditor separatis, kreditor preferen ataupun kreditor konkuren.

b) Terdapat Kreditor Fiktif

Kreditor fiktif adalah kreditor yang sebenarnya tidak ada, yang merupakan kreditor yang
diada-adakan untuk tujan tertentu, seperti memenuhi persyaratan permohonan pailit. Seorang
kreditor dapat disebut sebagai kreditor fiktif apabila saat diminta dokumen-dokumen resmi
atau sah yang berkaitan dengan kepengurusan harta pailit tidak dapat menunjukka dokumen
yang diminta. Kreditor fiktif selain dimunculkan oleh kreditor, bisa juga dimunculkan oleh
debitor itu sendiri sehingga harta pailit dimungkinkan akan kembali kepada si debitor.

Apabila ini terjadi maka pelaku bisa dijerat dengan pasal tentang pemalsuan yang ada pada
KUH Pidana. Ketentuan-ketentuan tersebut berkaitan dengan pembuatan surat-surat yang
isinya tidak mengandung kebenaran atau surat-surat yang dipalsukan sebagaimana diatur
dalam Bab XII yang berjudul “Tentang Pemalsuan Surat”, khususnya Pasal 263, 264, dan
266. Terdapat satu pasal KUH Pidana, yaitu Pasal 520, yang terkait dengan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (Muhammad Redha Anshari, 2016:137).

Untuk mengetahui adanya kreditor fiktif pada saat pemeriksaan berkas verifikator harus jeli.
Bisa juga diperiksa melalui laporan keuangan koperasi, perjanjian-perjanjian yang back date.
Oleh karena itu, perlu diadakannya standar verifikasi guna memperketat kreditor-kreditor
yang akan mengajukan piutangnya agar dapat dibayar oleh debitor . Tujuan standar verifikasi
terhadap kreditor yaitu memperkecil hadirnya kreditur fiktif dalam kepailitan . Namun,
terkadang debitor pailit juga menyalahgunakan lembaga pailit dengan menghadirkan kreditor
fiktif dalam pengajuan permohonan pailit. Itikad baik dari masing-masing pihak sangat
penting dalam penyelesaian masalah kepailitan.

Peran pengadilan niaga dianggap penting terhadap pencegahan hadirnya kreditor fiktif dalam
permohonan kepailitan. Hal ini disebabkan Undang-Undang Kepailitan belum mengakomodir
ketika adanya kreditur fiktif dalam kepailitan. Ketika Undang-Undang Kepailitan belum
mengaturnya, sudah sepatutnya Pengadilan Niaga melakukan pencegahan hadirnya kreditor
fiktif yang dapat merugikan berbagai pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hartono, Siti Soemarti, 1981, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Nur, Aco, 2015, Hukum Kepailitan Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitur, PT. Pilar Yuris
Ultima, Jakarta.

Sjahdeini, Sutan Remy, 2009, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37


Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Subhan, M. Hadi, 2009, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Sinar
Grafika, Jakarta.

Mahadi, 2003, Falsafah Hukum : Suatu Pengantar, Alumni, Bandung.

Undang-Undang

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran.

Anda mungkin juga menyukai