Anda di halaman 1dari 26

KEPAILITAN

A. Pengertian
B. Sejarah Kepailitan
C. Akibat dijatuhkan pailit
D. Golongan orang berpiutang
E. Pengurusan harta pailit
F. Keadaan hukum hukum debitur setelah pemberesan
G. PKPU
H. Pengadilan Niaga
I. Contok kasus
PENGERTIAN
❖ UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang atau yang disingkat dengan UUK 2004: proses penyelesaian
sengketa bisnis melalui jalur litigasi yaitu melalui pengadilan niaga.
❖ Proses dimana seorang debitur memiliki kesulitan untuk membayar utangnya,
lalu dinyatakan pailit dalam pengadilan.
❖ Sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
❖ Karena debitur tidak dapat membayar hutangnya, maka harta debitur akan
dibagikan kepada para kreditur berdasarkan keputusan pengadilan atau
undang-undang yang berlaku
❖ Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan: Bangkrut atau pailit: keadaan
dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang
aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya.
❖ Debitur diajukan pailit menurut Ps 2 ayat (1) UUK 2004: “Debitur yang
mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya”
❖ Permohonan pernyataan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga oleh:
Kreditur, Debitur, Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Badan Pengawas
Pasar Modal dan Jaksa demi kepentingan umum.
❖ Permohonan pernyataan pailit yang telah diterima oleh pengadilan akan
diproses melalui sidang pemeriksaan dan selambat-lambatnya putusan
pailit harus dibacakan 60 (enam puluh) hari setelah tanggal pendaftaran
permohonan pernyataan pailit.
Sejarah Kepailitan
❖ Peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para
kreditor menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera
melunasi hutangnya.
❖ Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin
banyaknya permasalahan utang-piutang di masyarakat.
❖ Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905.
❖ Saat ini, Undang-Undang yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU
Kepailitan”).
❖ Asas-asas UU Kepailitan dan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
1. Asas keseimbangan: mengatur pihak-pihak yang terlibat (debitur tidak jujur &
kreditur tidak beritikad baik)agar tidak terjadi penyalah gunaan pranata &
lembaga kepailitan.
2. Asas kelangsungan usaha: ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitor
yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas keadilan: memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan;
mencegah terjadinya kesewenangan pihak penagih yang mengusahakan
pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor, dengan tidak
mempedulikan Kreditor lainnya.
4. Asas integrasi: sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu
kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata
nasional.
Akibat dijatuhkan pailit

❖ Perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi
syarat-syarat yuridis kepailitan.
❖ Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa,
Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau Perusahaan Asuransi.
❖ Akibat:
1. Debitur kehilangan semua hak dalam mengurus harta kekayaan, harta benda, asetnya
(menjual, menggadai, dll) sejak tgl diputuskan pailit.
2. Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh hartanya.
3. Untuk melindungi kepentingan kreditur selama belum jatuh putusan pailit, bisa meminta
pengadilan untuk:
• Meletakkan sita jaminan sebagaian/seluruh harta debitur.
• Menunjuk kurator sementara untuk mengelola usaha debitur, menerima pembayaran,
pengembalian, dan pengagunan (Ps.10).
4. Harus diumumkan di surat kabar (Ps 15(4)).
Golongan Orang Berpiutang
❖ Kreditur separatis: kreditur pemegang jaminan kebendaan berdasarkan
Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata yaitu Gadai dan Hipotik.
❖ Kreditur Preferen yaitu kreditor yang mempunyai hak mendahului karena
sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditur
Preferen terdiri dari Kreditor preferen khusus, sebagaimana diatur dalam
Pasal 1139 KUH Perdata, dan Kreditor Preferen Umum, sebagaimana
diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.
❖ Kreditur Konkuren yaitu kreditor yang tidak termasuk dalam Kreditur
Separatis dan Kreditor Preferen (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH
Perdata).
Pengurusan Harta Pailit

1. Hakim pengawas
2. Kurator
3. Panitia kreditur
1. Hakim pengawas:
• Hakim Pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam putusan pailit atau putusan penundaan
kewajiban pembayaran utang.
• Hakim pengawas bukan sedang melakukan tugas kehakiman, tetapi melakukan pengawasan dan memberikan
pendapat terhadap proses yang dijalani oleh kurator.
• Pengadilan wajib mendengar pendapat hakim pengawas, sebelum mengambil suatu putusan mengenai pengurusan
atau pemberesan harta pailit.
• Hakim pengawas berwenang untuk mendengar keterangan saksi atau memerintahkan penyelidikan oleh para ahli
untuk memperoleh kejelasan tentang segala hal mengenai kepailitan.
• Tugas hakim pengawas juga dapat dilihat dalam rapat kreditur, yaitu bertindak sebagai ketua.
• Hakim pengawas menentukan hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditor pertama, yang harus
diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal putusan pailit diucapkan.
• Dalam hal pencocokan piutang, paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan,
hakim pengawas harus menetapkan:
1. Batas akhir pengajuan tagihan.
2. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
3. Hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditor untuk mengadakan pencocokan piutang.
• Hak dan kewajiban hakim pengawas harus diketahui oleh kurator. Jangan sampai tugas kurator diserahkan kepada
hakim pengawas.
2. Kurator:
❖ UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (UU Kepailitan): Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan
yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta
debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Tugas:
1. Sebagai kurator sementara; tujuan mencegah kemungkinan debitur
melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama
jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan
pailit. Tugas:
• Pengelolaan usaha debitur.
• Pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan
kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator.
2. Sebagai pengurus
3. Sebagai kurator
2. Sebagai pengurus:
• Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan
pengadministrasian proses PKPU: melakukan pengumuman, mengundang
rapat-rapat kreditur, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan
pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan tujuan agar debitur
tidak melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya.
• Pengurus yang diangkat harus independen dan tidak memiliki benturan
kepentingan dengan debitur atau kreditur. Yang dapat menjadi pengurus:
orang perseorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia,
yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus
harta Debitor, dan terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.
• Pengurus bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam
melaksanakan tugas pengurusan yang menyebabkan kerugian terhadap
harta debitor.
3. Sebagai kurator:
• Tugas administratif: mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam
kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (Ps 15 (4) UU Kepailitan dan PKPU),
mengundang rapat-rapat kreditur (Ps 82 UU Kepailitan dan PKPU); mengamankan
harta kekayaan debitur pailit (Ps 98 UU Kepailitan dan PKPU), melakukan
inventarisasi harta pailit (Ps100 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU), serta membuat
laporan rutin kepada hakim pengawas (Ps 74(1) UU Kepailitan dan PKPU),
melakukan penyegelan, bila perlu (Ps 99 (1) UU Kepailitan).
• Tugas mengurus/mengelola harta pailit: Ps 24 dan Pasal 69 UU Kepailitan dan
PKPU, sejak putusan pailit diucapkan semua wewenang debitur untuk menguasai
dan mengurus harta pailit termasuk memperoleh keterangan mengenai pembukuan,
catatan, rekening bank, dan simpanan debitur dari bank yang bersangkutan beralih
kepada kurator.
• Tugas melakukan penjualan-pemberesan: tugas yang paling utama bagi kurator
adalah melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit
sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut
diajukan kasasi atau peninjauan kembali.Pemberesan: penguangan aktiva untuk
membayar atau melunasi utang.
3. Panitia kreditur:
• Dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian, pengadilan
dapat membentuk panitia kreditur sementara dari daftra kreditur
yang ada untuk memberikan nasihat kepada kurator.
• Setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib
menawarkan kepada para kreditur untuk membentuk panitia
kreditur tetap.
❖ Berakhirnya kepailitan:
1. Apabila kepailitan dicabut oleh Pengadilan sesuai ketentuan dan
syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUK.
2. Apabila pengesahan perdamaian telah berkekuatan hukum tetap
sebagaimana dimaksud Pasal 166 ayat (1) UUK.
3. Setelah dilakukan pemberesan (semua piutang Kreditor yang telah
dicocokkan dibayarkan) atau daftar pembagian harta pailit berlaku
mengikat sebagaimana dimaksud Pasal 202 ayat (1) UUK.
Keadaan Hukum Debitur Setelah Pemberesan

1. Setelah pembagian penutup menjadi mengikat, maka kreditur


memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta debitur pada piutang
mereka yang belum tertagih.
2. Pengakuan suatu piutang mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap
debitur, sama seperti putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

1. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU pada Pasal 222 (2) : “Debitur
yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya
yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban
pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor.”
2. Upaya untuk mencapai kata mufakat antara debitur dengan kreditor berkenaan
dengan penyelesaian utang-piutang.
3. Yang boleh mengajukan ke Pengadilan Niaga: debitur dan kreditur.
4. Contoh: kasus PKPU yang diajukan oleh PT. Bank ICBC Indonesia terhadap PT.
Sariwangi Agricultural Estate Agency, PT. Sinarmas Asset Management dan PT.
Asuransi Simas Jiwa yang keduanya tergabung dalam Grup Sinarmas terhadap PT.
Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), dan PT. Bank UOB Indonesia terhadap PT. Tiga
Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA).
Alasan yang bisa dijadikan dasar pengajuan PKPU baik oleh debitur maupun
kreditor, yaitu:
1. Utang telah masuk bahkan melebihi jatuh tempo sehingga bisa ditagih tetapi
debitur tidak dapat melakukan pembayaran atas utang tersebut.
2. Debitur memiliki lebih dari satu kreditur. Artinya pengajuan PKPU dapat
dilakukan baik oleh debitur maupun kreditur apabila utang yang dimiliki debitur
tak hanya bersumber dari satu kreditur saja, tetapi dua atau lebih kreditur.
3. Kreditur merupakan kreditor konkuren yakni pemberi pinjaman atau utang
tanpa menggunakan jaminan. Utang-piutang yang terjalin tanpa adanya
jaminan tentu hanya mengandalkan kepercayaan terhadap karakter dan itikad
baik debitur dalam membayar kewajibannya tepat waktu sesuai yang telah
disepakati bersama. Jika di kemudian hari terjadi masalah gagal bayar atau
wanprestasi oleh debitur, kreditur konkuren riskan mengalami kerugian karena
tidak ada jaminan aset dan tidak adanya kepastian pembayaran baik sebagian
maupun keseluruhan utang dari debitur.
Perbedaan Pailit dan PKPU
Pengadilan Niaga

❖ Ruang lingkup kewenangan Pengadilan Niaga tidak hanya mencakup


perkara kepailitan dan penundaan kewajiban dan pembayaran utang
(PKPU) saja.
❖ Pengadilan Niaga juga berwenang menangani sengketa-sengketa
komersial lainnya seperti sengketa di bidang hak kekayaan intelektual
(HKI) dan sengketa dalam proses likuidasi bank yang dilakukan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
Contoh Kasus
1. Bagaimanakah Jika tidak Terdapat Cukup Harta untuk Membayar Biaya Kepailitan?
Jika biaya pemberesan lebih besar dari harta yang dimiliki debitor, maka putusan
pernyataan pailit dapat dicabut. Berdasarkan Pasal 18 UU PKPU, pencabutan
putusan pailit ini dilakukan oleh Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dengan
mendengar keterangan panitia kreditor sementara (jika ada), dan setelah
memanggil dengan sah atau mendengar keterangan Debitor. Putusan pencabutan
pernyataan pailit ini diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan wajib
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta paling sedikit dua surat
kabar harian. Dalam putusan tersebut ditetapkan pula oleh hakim jumlah biaya
kepailitan dan imbalan jasa Kurator yang harus dibayar oleh Debitor. Terhadap
penetapan biaya ini tidak dapat dilakukan upaya hukum dan pembayarannya harus
didahulukan dari semua utang yang tidak dijamin dengan agunan.
2. Bisakah debitur melayangkan keberatan kepada kurator? Pasal 77 ayat
(1) UU 37/2004: Setiap kreditur, panitia kreditur, dan debitur pailit dapat
mengajukan surat keberatan kepada Hakim Pengawas terhadap
perbuatan yang dilakukan oleh kurator atau memohon kepada Hakim
Pengawas untuk mengeluarkan surat perintah agar kurator melakukan
perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan yang sudah
direncanakan. Tetapi ketika tindakan kurator sudah mendapat
persetujuan Hakim Pengawas, tidak bisa diganggu gugat.
3. Sentul City
Perusahaan pengembang properti Sentul City digugat pailit oleh krediturnya yakni Ang Andi Bintoro, Meilyana
Bintoro, Jimmy Bintoro, Denny Bintoro, dan Linda Karnadi. Gugatan pailit dari keluarga Bintoro tersebut
dilayangkan ke Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat pada 7 Agustus 2020 lalu dengan nomor perkara 35/
Pdt.Sus- Pailit/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Dalam petitum gugatan, salah satunya meminta majelis hakim
menerima dan mengabulkan permohonan pailit untuk seluruhnya. Serta meminta Sentul City dinyatakan
dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Dalam konferensi pers pada Kamis (13/8/2020) lalu, pengacara yang mewakili keluarga Bintoro, Erwin Kallo
mengungkapkan, penyebab gugatan pada Sentul City dikarenakan perusahaan tidak melaksanakan
kewajibannya terkait jual beli tanah kavling. Keluarga Bintoro melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli tanah
kavling pada tanggal 3 Juli 2013. Di mana serah terima kavling dijadwalkan pada Oktober 2013. Pada saat
yang sama pula, keluarga Bintoro telah melunasi pembayaran uang muka, booking fee, dan angsuran ketiga.
Setelah itu melunasi seluruh angsuran dengan total Rp 29,319 miliar pada 3 Maret 2015.
Tetapi setelah pelunasan dilakukan, Sentul City belum melakukan serah terima. Setelah proses panjang yang
dilalui, konsumen pun memutuskan mengajukan permohonan pailit pada perusahaan. Kendati demikian,
konflik ini pada akhirnya berujung damai dengan ditariknya pengajuan pailit oleh keluarga Bintoro pada 18
Agustus 2020 dari Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat.
4. Ace Hardware Indonesia Ace Hardware Indonesia digugat oleh Wibowo and
Partners dengan pengajuan PKPU yang dilayangkan pada 6 Oktober 2020
dengan nomor perkara 329/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Hal ini terkait
adanya tagihan yang sudah jatuh tempo.
• Dalam petitumnya, pemohon meminta majelis hakim untuk menerima dan
mengabulkan pengajuan PKPU terhadap Ace Hardware. Serta meminta
menetapkan PKPU Sementara paling lama 45 hari terhitung sejak putusan a quo
diucapkan. Selain itu, meminta pengadilan untuk menunjuk beberapa pihak
sebagai tim pengurus dan kurator dalam rangka mengurus harta Ace Hardware
pada proses PKPU ini apabila dinyatakan pailit.
• Antara Ace Hardware Indonesia dan Wibowo and Partners ada ikatan perjanjian
jasa hukum bulanan (retainer) senilai Rp 10 juta," katanya dalam surat resmi pada
laman keterbukaan informasi publik Bursa Efek Indonesia, Kamis (8/10/2020).

Anda mungkin juga menyukai