(perjanjian)
A. Pengertian, syarat sah, asas, dan sumber hukum kontrak
B. Resiko, wanprestasi, dan keadaan memaksa
C. Macam-macam kontrak dan berakhirnya kontrak
D. Perjanjian menurut prinsip ekonomi syari'ah
E. Bentuk dan penulisan kontrak
Pengertian
• Resiko: kewajiban memikul kerugian jika terjadi sesuatu dengan objek kontrak.
• Wanprestasi: keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang
diharuskan oleh Undang-Undang:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
• Masing-masing pihak yang merasa dirugikan akibat wanprestasi yang dilakukan pihak
lain berhak menggugat ke Pengadilan untuk menuntut ganti rugi, berupa penggantian
biaya, kerugian dan bunga jika ada. Dasar hukumnya Pasal 1243 dan Pasal 1244
KUHPer.
• Penipuan atau wanprestasi: Waktu dan serangkaian kebohongan.
• Keadaan memaksa; overmacht; force majeur ( KUHPer Ps 1244, 1245, 1444,
1445), memenuhi unsur:
1. Peristiwa yang tidak terduga.
2. Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.
3. Tidak ada itikad buruk dari debitur.
4. Adanya keadaan yang tidak disengaja oleh debitur.
5. Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi.
6. Jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan.
7. Keadaan di luar kesalahan debitur.
8. Debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang).
9. Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapapun (baik debitur maupun pihak lain).
10. Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian.
• Langsung membatalkan perjanjian atau hanya menunda pelaksanaannya
• Force majeur:
1. Force majeur absolut: kewajiban benar-benar tidak dapat
dilaksanakan seluruhnya, misalnya ketika objek benda hancur
karena bencana alam. Pemenuhan prestasi tidak mungkin
dilaksanakan oleh siapapun juga atau oleh setiap orang.
2. Force majeur relatif: perjanjian masih mungkin u dilaksanakan
namun dengan pengorbanan atau biaya yang sangat besar dari
pihak debitur. Harga bahan baku impor menjadi sangat tinggi
atau pemerintah tiba-tiba melarang membawa barang objek
perjanjian keluar dari suatu pelabuhan.
• Akibat force majeur: pengakhiran perjanjian atau penundaan
kewajiban.
macam-macam kontrak
• Dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi pada suatu perusahaan:
A. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis:
1. Perusahaan menjadi pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi
pemborong (yang menerima order kerja). Mulai Perjanjian Pemborongan hingga
Engineering Procurement Construction Contract atau EPC Contract (proyek
infrastruktur yang kompleks dan berskala besar).
2. Hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama dalam
suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka
kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti:
Joint Operation Agreement atau Production Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan
modal saham (joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan
(joint venture company), yang perjanjiannya disebut Joint Venture Agreement.
3. Dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas dan
beragam: ada struktur transaksi pembiayaan proyek, proses alih teknologi atau
pengetahuan tertentu, kepentingan pengembangan/jaringan bisnis, kepentingan
penelitian dan pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu, kepentingan
hak milik intelektual.
B. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok:
perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi
kepentingan produksi atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya
disebut Supply Agreement.
c. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor,
retailer/agen penjualan: perusahaan tidak melakukan penjualan
langsung melalui divisi pemasaran dan penjualannya, maka ia
akan menunjuk pihak lain yaitu distributor atau retailer atau
agen penjualan. Biasanya disebut Distribution Agreement dan
Sales Representative Agreement.
D. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau
debitur: konsumen tidak mampu membayar tunai, maka
perusahaan dapat melakukan pembiayaan sendiri terhadap
konsumen yang bersangkutan dengan melakukan perjanjian
jual beli dengan cicilan (Purchase With Installment) atau sewa
beli (Hire Purchase Agreement).
E. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang
saham: Shareholder Agreement.
F. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang
memberikan fasilitas kredit atau pinjaman
kasus
1. Aspek legal.
2. Struktur organisasi.
3. Usaha yang dibiayai.
4. Lingkungan kerja, dll.
aspek legal transaksi menurut hukum
syari'ah
• Sumber hukum: Al-Qur'an, Al-Hadits, Ijma', Qiyas, dan sumber hukum lainnya yang diakui dalam Islam.
• Akad: ikatan, mengikat(al-rabth); menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada
yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
• Akad meneurut jumhur 'Ulama: pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan
akibat hukum terhadap objeknya
• Rukun perjanjian (akad):
1. Subyek akad:
• Badan hukum
• Pribadi-pribadi baik manusia:
A. aqil (berakal/dewasa)
B. tamyiz (dapat membedakan) sebagai tanda kesadaran.
C. mukhtar (bebas melakukan transaksi/bebas memilih).
2. Obyek akad:
A. Telah ada pada waktu akad diadakan, karena sebab akibat hukum akad tidak mungkin
bergantung pada sesuatu yang belum ada.
B. Dapat menerima hukum akad/dibenarkan oleh syariah
C. Dapat ditentukan dan diketahui, obyek akad harus diketahui dengan jelas fungsi, bentuk
dan keadaannya oleh para pihak.
D. Dapat diserahkan pada waktu akad terjadi, obyek berupa jasa, obyek tersebut benar-
benar di bawah kekuasaan yang sah dari pihak yang berakad. Obyek ini telah wujud, jelas
dan dapat diserahkan pada saat terjadinya akad.
• Syarat sahnya perjanjian:
1. Tidak menyalahi hukum syariah; prinsipnya bebas membuat perjanjian tetapi dibatasi tidak
bertentangan dengan syariah Islam baik yang terdapat dalam Alquran maupun Hadist.
Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan mempunyai konsekuensi yuridis perjanjian yang
dibuat batal demi hukum. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai
syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kausa
halal.
2. Harus sama ridha dan ada pilihan, syarat ini mengandung pengertian perjanjian harus
didasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, tidak boleh mengandung
unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Apabila syarat ini tidak terpenuhi dan belum
dilakukan tindakan pembatalan maka perjanjian yang dibuat tetap dianggap sah. Syarat
sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yang diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kesepakatan (konsensualisme).
3. Harus jelas dan gamblang, sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, hak
dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Apabila syarat ini tidak terpenuhi
maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal demi hukum sebagai konsekuensi
yuridisnya. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya
perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan adanya obyek tertentu.
• Apabila salah satu syarat tidak dapat terpenuhi mempunyai konsekuensi yuridis terhadap perjanjian
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
• Asas-asas hukum perjanjian dalam konteks Hukum Islam :
1. Al-Hurriyah (kebebasan), QS. Al-Baqarah ayat 256. Asas ini mengandung pengertian para pihak bebas
membuat suatu perjanjian atau akad (freedom of making contract). Asas al-hurriyah ini dikenal sebagai
asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
2. Al-Musawah (persamaan atau kesetaraan), QS Al-Hujurat ayat 13. asas ini mengandung pengertian
bahwa para pihak dalam perjanjian mempunyai kedudukan yang sama yaitu mempunyai kesetaraan atau
kedudukan yang seimbang dalam menentukan term of condition dari suatu akad. Asas ini menunjukkan
bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law) dan
yang membdakan kedudukan seseorang di sisi Allah adalah derajat ketakwaannya.
3. Al-Adalah (keadilan), perjanjian yang dibuat senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan
berimbang dan tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak.
4. Al-Ridha (kerelaan), QS. An-Nissa ayat 29, segala transaksi yang dilakukan atas dasar kerelaan antara
masing-masing pihak dan didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak boleh
mengandung unsur paksaan, tekanan, dan penipuan. Asas ini dikenal dengan asas konsensualisme
dalam hukum Perdata.
5. Ash-Shidq (kebenaran dan kejujuran), QS. Al-Ahzab ayat 70, setiap muslim wajib untuk berkata benar
dan jujur terutama dalam hal melakukan perjanjian dengan pihak lain, sehingga kepercayaan menjadi
sesuatu yang esensial demi terlaksananya suatu perjanjian atau akad.
6. Al-Kitabah (terulis), QS. Al-Baqarah ayat 282-283, setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis
untuk kepentingan pembuktian jika di kemudian hari terjadi sengketa dan dalam pembuatan perjanjian
tersebut hendaknya disertai dengan adanya saksi-saksi serta prinsip tanggung jawab individu. Bentuk
tertulis ini dimaksudkan apabila terjadi sengketa di kemudian hari terdapat alat bukti tertulis mengenai
sengketa yang terjadi.
• Akad/perjanjian dalam sektor ekonomi: