Anda di halaman 1dari 6

Cecilia Ratna Puspita Sari

1206244586
Summary Bab VII
Bab VII
CARA MENYUSUN KONTRAK KONSTRUKSI
Sebelum muncul undang-undang yang mengatur tentang kontrak konstruksi, Indonesia memiliki
beragam kontrak konstruksi dengan mengikuti aturan kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Sampai pada akhirnya muncul acuan/rujukan yang baku,
yaitu Undang-undang No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi diikuti dengan pelaksanaannya, yaitu
Peraturan Pemerintah No.28,29,30/2000.
Pengertian/Batasan
1. Kontrak Konstruksi adalah Perjanjian Tertulis antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa mengenai
pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi.
2. Dokumen Kontrak adalah kumpulan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak yang
sekurang-kurangnya berisi ketentuan tercantum dalam PP No.29/2000 Pasal 22, yaitu: Surat
Perjanjian, Dokumen Tender, Penawaran, Berita Acara, Surat Pernyataan Pengguna Jasa, Surat
Pernyataan Penyedia Jasa.
3. Cara menyusun kontrak adalah cara menyusun Perjanjian/Kontrak yang dilengkapi dengan cara
menyusun Syarat-syarat Kontrak, dengan pola dapat mengacu pada standar kontrak FIDIC namun
tetap berpegang pada ketentuan UU No.18/1999 dan PP No.29/2000.
4. Menurut PP No.29/2000 Pasal 23, isi kontrak adalah uraian-uraian yang sekurang-kurangnya harus
termuat dalam suatu kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi minimal meliputi yang tercantum dalam
PP No.29/2000 Pasal 22. Isi kontrak merupakan yang harus ada dalam dokumen kontrak, bukan
uraian yang harus ada dalam Perjanjian/Kontrak.
5. Beberapa dokumen yang disusun/disiapkan antara lain: Perjanjian/Kontrak, Syarat-syarat (Umum),
Syarat-syarat (Khusus), Spesifikasi Teknis, Lampiran-lampiran, Gambar-gambar (Kontrak).

Cara Menyusun Kontrak/Perjanjian


1. Acuan/Landasan Hukum
a. Acuan baku dalam menyusun kontrak adalah UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP
No.29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
b. Syarat-syarat Umum/AV41 dan peraturan lain sejauh tidak bertentangan dengan UU No.18/1999
dan atau PP No.29/2000.
c. Ketentuan yang termuat dalam KUHPer Pasal 1320 yang berisi tentang 4 syarat untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat
suatu perikatan, suatu hal tertentu, serta suatu sebab yang halal.
d. Apabila hukum yang berlaku dalam Kontrak adalah hukum Indonesia, maka harus ada pasal yang
berisi tidak berlakunya Pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berisi tentang
pembatalan/pemutusan Perjanjian/Kontrak harus melalui putusan Pengadilan.
2. Isi Perjanjian/Kontrak
Sesuai PP No.29/2000 Pasal 22 ayat a, Perjanjian harus memuat:
a. Uraian Para Pihak : Menjelaskan nama dan alamat perusahaan para pihak dalam Perjanjian, serta
yang diberi kuasa oleh perusahaan tersebut.
b. Konsiderasi : Merupakan pertimbangan-pertimbangan yang mendasari pembuatan Perjanjian.
c. Lingkup Pekerjaan : Yaitu lingkup pekerjaan secara garis besar (global).
d. Nilai Kontrak : Mencantumkan besarnya nilai kontrak dalam angka, huruf, mata uang, dan
termasuk apa sajakah nilai kontrak tersebut, misalnya Jasa Kontraktor, pajak-pajak, serta
ditetapkan nilai kurs.
e. Bentuk Kontrak yang Dipakai : Menjelaskan apakah Fixed Lump Sum atau Unit Price beserta
f.

batasannya.
Jangka Waktu Pelaksanaan : Menyebutkan angka, huruf, arti hari (hari kerja atau hari kalender),
dan waktu mulai kerja (sejak kejadian apa, seperti misalnya penerbitan Surat Perintah Kerja,

penyerahan lahan, dsb).


g. Prioritas Dokumen : Menjelaskan dengan jelas urutan prioritas keberlakuan dokumen kontrak.

3. Isi Syarat-syarat Umum Kontrak


Dengan berpedoman pada PP No.29/2000 Pasal 23, Syarat-syarat Kontrak sekurang-kurangnya harus
memuat:
a. Definisi dan Interpretasi : Biasanya uraian mengenai hal ini tercantum di bagian paling awal
untuk memudahkan pengertian/sebutan-sebutan/istilah-istilah dalam pasal-pasal berikutnya.
b. Para Pihak : Pada pasal ini disebutkan akta pendirian badan usaha/usaha perseorangan beserta
tempat kedudukannya.
c. Rumusan Pekerjaan : Berisi lingkup pekerjaan pokok yang diperjanjikan. Volume atau besaran
pekerjaan terdapat pada Rencana Anggaran pada bagian penawaran.
d. Nilai Pekerjaan/Harga Borongan : Tertulis dalam angka dan huruf, apa saja yang termasuk dalam
besaran tersebut (keuntungan Penyedia Jasa,Pajak-pajak, dsb), akibat fluktuasi harga (sekiranya
ada), serta mata uang (satu maupun lebih).
e. Jangka Waktu Pelaksanaan dan Perpanjangannya : Disebut dalam hari dan tertulis dalam angka
f.

serta huruf. Waktu mulai terhitung sejak kapan juga harus dijelaskan dengan seksama.
Pertanggungan (Asuransi) : Jenis-jenis asuransi seperti Contractors All Risk, Third Party
Liability, ASKES, ASTEK, dan Kegagalan Bangunan. Penerima manfaat serta pembayar premi

dan ketentuan-ketentuan lain juga harus disertakan.


g. Jaminan : Jaminan-jaminan seperti Jaminan Pelaksanaanm Jaminan Uan mukam Jaminan
Pembayaran, Jaminan Masa Perawatan atas Cacat, dan sebagainya. Menyebutkan institusi yang
menerbitkan Jaminan, masa berlaku beserta perpanjangannya, isi Jaminan yang dikehendaki,
besar nilai jaminan, dan syarat-syarat pencairan.
h. Tenaga Ahli : Disebutkan persyaratan kualifikasi, prosedur penerimaan/pemberhentian, dan
i.

jumlahnya.
Hak dan Kewajiban Para Pihak : Diuraikan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terkait

j.

dengan kontrak.
Cara Pembayaran : Dijelaskan prosedur permintaan pembayaran, evaluasi/pemeriksaan hasil
pekerjaan, penerbitan sertifikat pembayaran. Ditetapkan pula periode/masa untuk membayar,

serta ganti rugi atas keterlambatan.


k. Penyerahan Pekerjaan/Serah Terima Pekerjaan : Diatur prosedur pengajuan permohonan
l.

penyerahan pekerjaan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan hasil pekerjaan.


Masa Pertanggungan atas Cacat (Defect Liability Period) : Kewajiban Penyedia Jasa untuk
menjamin pekerjaan-pekerjaan yang cacat atau kurang sempurna dalam kurun waktu tertentu
(Masa Jaminan/Tanggung Jawab atas Cacat). Diuraikan rentang waktu Masa Jaminan, pekerjaan
yang harus dilakukan pada Maa Jaminan beserta sanksi apabila pekerjaan lalai dilaksanakan.
Setelah masa jaminan, diuraikan pula setelah masa berakhir, yaitu menerbitkan Berita Acara

Penyerahan Terakhir Pekerjaan.


m. Ganti Rugi Keterlambatan (Liquidated Damages) : Menguraikan tentang kewajiban Penyedia
Jasa membayar ganti rugi kepada Pengguna Jasa akibat keterlambatan penyelesaian yang
merugikan Pengguna Jasa.

n. Pekerjaan Tambah/Kurang (Perubahan Pekerjaan) : Menjelaskan mengenai Pekerjaan Tambah


dan Pekerjaan Kurang, serta tata cara pelaksanaan.
o. Cedera Janji : Ditetapkan hal-hal/kondisi dimana Penyedia Jasa dianggap melakukan tindakan
cedera janji, seperti tugas tidak selesai, mutu mengecewakan, dll. Pengguna Jasa juga dapat
ditetapkan melanggar janji apabila tidak membayar tepat waktu dan tepat jumlah, tidak
membayar karena tidak ada dana, tidak menyerahkan lahan sesuai kontrak. Disebutkan pula
kompensasinya.
p. Pelimpahan Pekerjaan : Merupakan pelimpahan pekerjaan dari Penyedia Jasa yang telah
memenangkan tender kepada Pihak Ketiga. Pelimpahan pekerjaan tidak boleh dilakukan
semuanya. Penyerahan sebagian boleh dilakukan dengan izin tertulis dari Pengguna Jasa.
q. Penyedia Jasa lain : Merupakan Penyedia Jasa lain yang dipekerjakan Pengguna Jasa untuk suatu
pekerjaan lain tetapi lokasi sama atau berdekatan, sehingga harus diatur tentang kesediaan
r.

Penyedia Jasa untuk bekerja sama.


Pengawas, Pelaksana Pekerjaan : Diatur penunjukan Pengawas sebagai kuasa dari Pengguna
Jasa dan keharusan Penyedia Jasa menempatkan seorang Pelaksana yang berkuasa penuh untuk
menerima instruksi Pengawas disertai kualifikasi dan hak Pengguna Jasa untuk mengganti

Pelaksana apabila tidak cakap.


s. Gambar Kerja : Dijelaskan bahwa Penyedia Jasa harus membuat Gambar-gambar Kerja
berdasarkan gambar kontrak disertai dengan persetujuan Pengguna Jasa. Biaya gambar
t.

ditanggung Penyedia Jasa.


Kemudahan Memasuki Lapangan, Tempat Penyimpanan, Bengkel : Penyedia Jasa harus
menjamin kemudahan Pengguna Jasa untuk mengakses lapangan pekerjaan, workshop,

penyimpanan bahan, serta para Sub Penyedia Jasa.


u. Laporan/Dokumentasi : Ditetapkan keharusan bagi Penyedia Jasa untuk membuat laporan berkala
mengenai kemajuan pekerjaan, bahan persediaan peralatan, dan jumlah tenaga kerja.
v. Bahan, Peralatan, dan Tenaga Kerja : Diuraikan kewajiban Penyedia Jasa untuk menyediakan
bahan, peralatan alat bantu, serta tenaga kerja.
w. Pemeriksaan dan Pengujian : Diatur tata cara pemeriksaan dan pengujian hasil pekerjaan beserta
konsekuensi yang timbul dan penetapan biaya.
x. Perlindungan Pekerja : Ditetapkan persyaratan mengenai perlindungan pekerja, serta jaminan
sosial dan kesejahteraannya.
y. Keadaan Memaksa (Force Majeur) : Ditetapkan apa saja yang termasuk dalam force majeure dan
risiko lain yang setara dengan force majeure, serta tata cara pemberitahuan dan konsekuensi
terhadap kelangsungan pekerjaan.
z. Kegagalan Bangunan : Ditetapkan jangka waktu tanggung jawab atas Kegagalan Bangunan
sesuai UU No.18 Pasal 25 dan PP No.29/2000 Pasal 34 sampai 39, termasuk bentuk tanggung
jawab pihak yang mengakibatkan Kegagalan Bangunan.
PASAL 54
TANGGUNG JAWAB PEMBORONG

1) Selama 5 tahun, terhitung dari hari penyerahan, Pemborong bertanggung Jawab.


2) Dengan ketentuan dalam ayat 1, maka Pasal 1609 dari Burgerlijk wetboek
KUHPer tidak lagi diberlakukan.
3) Pemborong harus diberi kesempatan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan dan
ketidak sempurnaan itu, guna mencegah kerusakan yang merembet.
Jika Kegagalan Bangunan terjadi, Penyedia Jasa tetap yang harus bertanggung jawab, karena jika
ternyata gambaran awal memiliki gambaran struktur yang tidak kuat, Penyedia Jasa seharusnya
sudah mengetahui itu sebelumnya dan memberitahukannya kepada Pengguna Jasa.
aa. Penghentian Sementara Pekerjaan : Diatur ketentuan mengenai penundaan/penghentian sementara
pekerjaan, baik oleh Pengguna Jasa atau pun Penyedia Jasa, beserta konsekuensinya.
ab. Pemutusan Perjanjian/Pembatalan Kontrak : Pada kontrak Pasal 1226 KUHPer harus
dikesampingkan terlebih dahulu dan apabila tidak, pembatalan hanya dapat melalui Pengadilan.
Diatur pula hak para pihak beserta akibatnya untuk memutuskan kontrak secara sepihak.
ac. Hak atas Kekayaan Intelektual : Diatur mengenai kepemilikan hasil perencanaan berdasarkan
kesepakatan dan pencantuman kewajiban terhadap hak cipta yang memiliki hak paten.
ad. Intensif : Diatur ketentuan dan persyaratan mengenai pemberian serta bentuk intensif.
ae. Sub Penyedia Jasa/Pemasok : Diatur tata cara pengajuan Sub Penyedia Jasa dan Pemasok beserta
peranannya, serta tanggung jawab Penyedia Jasa atas Pemasok dan hak intervensi Pengguna Jasa
dalam hal pembayaran serta mutu bahan.
af. Bahasa Kontrak: Ditetapkan hanya satu bahasa yang erlaku sesuai ketentuan PP No.29 ayat 5,
walaupun kemungkinan kontrak menggunakan 2 bahasa.
ag. Hukum yang Berlaku : Hukum yang berlaku di Indonesia adalah hokum yang berlaku diwilayah
RI sesuai PP No.29 ayat 6.
4. Isi Syarat-syarat Khusus Kontrak
Diatur Syarat-syarat Khusus yang berlaku untuk pekerjaan tertentu berdasarkan sifat, jenis, tingkat
teknologi tertentu atau yang disebut Special Conditions of Contract atau Conditions of Contract
(Particulars). Dapat juga digunakan Syarat-syarat Khusus kontrak sistem FIDIC/JCT sebagai
referensi/rujukan.
Beberapa Petunjuk Menyusun Kontrak
1. Secara umum harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku :
UU No.18/1999 (Jasa Konstruksi)
PP No.28/2000 (Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi)
PP No.29/2000 (Penyelenggaraan Jasa Konstruksi)
PP No.30/2000 (Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi)
UU No.30/2000 (Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa)

AV 41 dan Peraturan lain sejauh tidak bertentangan dengan UU No.18/1999 dan PP No.29/2000
2. Kalimat yang digunakan pendek dengan pengertian jelas, tegas, dan tidak ngakibatkan perbedaan
penafsiran.
3. Istilah yang dipakai harus diberi definisi agar artinya tidak rancu.
4. Hindari penggunaan kata-kata seperti dan lain-lain, dan sebagainya, beberapa, karena tidak
memberi arti yang pasti.
5. Bahasa kontrak serta hukum yang berlaku harus tertulis dengan jelas dalam kontrak (PP No.29 Pasal
23 ayat 5 dan 6).
6. Pilihan penyelesaian sengketa harus dengan tegas tercantum (UU No.18/1999 Pasal 36 dan 37 serta
PP No.29/2000 Pasal 49,50,51).
7. - Dalam penulisan kontrak, menunjuk suatu Pasal atau ayat lain juga harus tertib. Penulisan dimulai
dengan Perjanjian, kemudian Pasal, lalu ayat dan sub ayat.
- Apabila menyebut salah satu ayat dalam pasal yang sama sebaiknya disebut : Sesuai ketentuan
ayat . . . Pasal ini (tidak perlu menyebut Perjanjian).
8. Urut-urutan kedudukan dokumen kontrak harus jelas agar tidak muncul kerancuan, ketidakjelasan,
atau pun pertentangan antara sesama dokumen kontrak.
9. Pertimbangan-pertimbangan Bahasa menurut Robert D. Gilbreath dalam buku Managing
Construction Contracts mengenai Language Consideration:
- Hindari keabsahan kecuali bila mutlak diperlukan untuk kejernihan arti.
- Pertukaran judul-judul atau istilah-istilah harus dihindari.
- Hindari keinginan untuk mengulangi permintaan.
- Gunakan setiap dokumen untuk tujuan yang dimaksud.
- Tinjau dan perbarui standar dan atau pasal-pasal rujukan dan dokumen secara berkala untuk
-

mencerminkan kebutuhhan perubahan, penafsiran hukum, keperluan lainnya.


Antisipasi permasalahan-permasalahan, salah pengertian-pengertian, dan perubahan lingkup

pekerjaan serta lengkapi dalam dokumen kontrak.


Masukkan permintan khusus dalam Dokumen Penawaran dan dokumen kontrak.
Penggunaan kata shall untuk menyatakan tindakan yang diminta atau dihasilkan Penyedia Jasa,
dan will untuk menerangkan kegiatan Pengguna Jasa atau pihak lain.

Anda mungkin juga menyukai