Anda di halaman 1dari 6

Cecilia Ratna Puspita Sari

1206244586
Summary Bab IV

Bab IV
BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI

Kontrak konstruksi memiliki macam-macam bentuk yang terbagi menurut aspek-aspek atau sisi pandang
tertentu, yaitu:

Aspek Perhitungan Biaya


Pada aspek ini, bentuk-bentuk kontrak dikelompokkan berdasarkan cara menghitung biaya
pekerjaan/harga borongan yang akan dicantumkan dalam kontrak. Dari segi ini, bentuk kontrak yang
sering digunakan adalah Fixed Lump Sum Price dan Unit Price.

1. Fixed Lump Sum Price


Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2000 Pasal 21 ayat (1):
Kontrak Kerja Konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (3) huruf a angka 1 merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka
waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi
dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia Jasa sepanjang
gambar dan spesifikasi tidak berubah.

Dan dalam penjelasan menenai Pasal 21 ayat (1) tertulis:


Pada pekerjaan dengan bentuk Lump Sum, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian harga
penawaran, karena adanya kesalahan aritmatik maka harga penawaran total tidak boleh diubah.
Perubahan dan semua resiko akibat perubahan karena adanya koreksi aritmatik menjadi tanggung
jawab sepenuhnya Penyedia Jasa, selanjutnya harga penawaran menjadi harga kontrak/harga
pekerjaan.

2. Unit Price
Menurut Robert D. Gilbreath (Managing Construction Contracts):
Kontrak Harga Satuan menggambarkan variasi dari kontrak lump sum. Mengingat lump sum
meliputi satu harga pasti/tetap untuk semua atau beberapa bagian pekerjaan, harga satuan hanya

mengatur harga satuan. Total nilai kontrak ditetapkan dengan mengalikan harga satuan dengan
volume pekerjaan yang dilaksanakan.

Aspek Perhitungan Jasa


Di aspek ini, terdapat 3 macam bentuk kontrak yang dipakai di Indonesia, yaitu Biaya Tanpa Jasa
(Cost Without Fee), Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee), dan Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus
Fixed Fee). Tetapi di Amerika Serikat, terdapat beberapa bentuk lain seperti Cost Sharing, Cost Plus
Incentive Fee, Cost Plus Awarded Fee.

1. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)


Kontrak Biaya Tanpa Jasa merupakan bentuk kontrak dimana Penyedia Jasa hanya dibayar untuk
biaya pelaksanaan pekerjaan, tanpa ada imbalan jasa. Biasanya bentuk kontrak ini digunakan untuk
pekerjaan bersifat sosial, seperti pembangunan tempat ibadah, yayasan sosial, panti asuhan, dan
sebagainya. Keuntungan bisa saja didapatkan dari efisiensi pemakaian bahan dan percepatan

penyelesaian pengerjaan.

2. Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)


Dengan bentuk kontrak ini, pembayaran Penyedia Jasa akan meliputi pembayaran pelaksanaan
pekerjaan serta jasa. Biasanya jasa yang dibayarkan berbentuk persentase dari biaya pelaksanaan
pekerjaan. Besarnya biaya tidak memiliki batasan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai biaya.
Hal ini menyebabkan pembengkakan biaya pekerjaan, karenanya sistem ini mulai dilarang oleh
pemerintah sejak tahun 1966 sebab sistem kontrak ini merugikan Pengguna Jasa.

3. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)


Bentuk kontrak ini hampir sama dengan kontrak Biaya Ditambah Jasa, perbedaannya terdapat pada
biaya jasa untuk Penyedia Jasa. Dengan kontrak ini, fee untuk penyedia jasa sudah ditetapkan sejak
awal. Walaupun lebih menguntungkan bagi Pengguna Jasa dibandingkan dengan kontrak Biaya
Ditambah Jasa, tetap saja bentuk kontrak ini tetap berisiko bagi Pengguna Jasa karena tidak ada
kepastian mengenai batas biaya yang digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan.

Aspek Cara Pembayaran


Cara pembayaran biaya kostruksi dibedakan dakam 3 jenis, yaitu Pembayaran Bulanan (Monthly
Payment), Pembayaran Atas Prestasi (Stage Payment), dan Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa

(Constractors Full Prefinanced). Tentunya ketiga jenis pembayaran tersebut memiliki risikonya masingmasing.

1. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)


Pada sistem ini, pembayaran Penyedia Jasa dihitung setiap akhir bulan. Namun sistem ini memiliki
kelemahan, yaitu walaupun prestasi Penyedia Jasa pada bulan itu sangat kecil, pembayaran atas
prestasi tersebut tetap harus dilakukan. Padahal hal itu dapat mengakibatkan terlambatnya proses
penyelesaian pekerjaan. Maka dari itu, sistem ini diatur sedemikian rupa dengan menyelaraskan
jumlah pembayaran minimum dengan prestasi pekerjaan. Cara pembayaran ini membutuhkan
persyaratan kontrak yang jelas dan ketat.

2. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)


Sistem ini melakukan pembayaran kepada Penyedia Jasa berdasarkan prestasi/kemajuan pekerjaan
yang telah dicapai sesuai dengan yang terdapat pada kontrak. Besaran untuk prestasi adalah
presentase. Kontrak harus menetapkan suatu tanggal pada saat mana Penyedia Jasa akan dibayar
setiap bulan.

Sistem pembayaran ini juga memiliki risiko sendiri bagi Pengguna Jasa. Karena yang diakui sebagai
prestasi bukan hanya prestasi fisik (pekerjaan selesai) tetapi termasuk prestasi bahan mentah atau
setengah jadi, seperti misalnya rangka atap yang telah terangkai namun belum terpasang. Dengan
adanya peluang untuk memprestasikan bahan, maka Penyedia Jasa akan berusaha memasukkan bahan
sebanyak-banyaknya untuk dapat mengejar prestasi dengan mengabaikan prestasi fisik. Hal ini
disebut dengan front end loading.
3. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Constractors Full Prefinanced)
Sistem ini mengharuskan Pengguna Jasa mendanai seluruh pekerjaan terlebih dahulu. Pembayaran
dilakukan setelah pekerjaan selesai seluruhnya. Pembayaran kontrak ini dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu pembayaran 100% ketika pekerjaan selesai atau 95% pembayaran dilakukan ketika
pekerjaan selesai dan sisa 5%-nya ditahan dan dibayarkan setelah Masa Tanggung Jawab.

Aspek Pembagian Tugas


Kontrak konstruksi juga dibedakan menurut pembagian tugas pihak-pihak yang berkontrak, seperti
kontrak biasa/konvensional, kontrak spesialis, Rancang Bangun, BOT/BLT, dan Swakelola.

1. Bentuk Kontrak Konvensional


Bentuk kontrak ini merupakan bentuk kontrak yang sering digunakan di Indonesia. Pembagian
tugasnya sederhana. Penyedia Jasa ditunjuk hanya untuk melaksanakan pekerjaan. Sedangkan
rencananya sudah dibuat oleh pihak lain. Beberapa pekerjaan dapat diserahkan kepada sub kontraktor
lain. Dan pengawasan dilakukan oleh Direksi Pekerjaan atau Pimpinan Proyek.

Pimpinan Proyek mengawasi setiap pekerjaan yang dilakukan Penyedia Jasa. Pimpro juga lah yang
menengahi hubungan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Instruksi dari Pengguna Jasa,
pemeriksaan prestasi, pengesahan Sertifikat Pembayaran Serah Terima Pekerjaan, dll disampaikan
dan dilakukan melalui Pimpro/Direksi. Sehingga untuk kontrak ini dibutuhkan paling tidak tiga
kontrak, yaitu kontrak Pengguna Jasa-Konsultan Perencana, kontrak Pengguna Jasa-Konsultan
Pengawasan, serta Pengguna Jasa-Kontraktor.

2. Bentuk Kontrak Spesialis


Pada bentuk kontrak konvensional, pekerjaan diserahkan kepada Penyedia Jasa Utama. Namun pada
bentuk kontrak ini, tidak ada Penyedia Jasa Utama karena setiap pekerjaan dibagi-bagi berdasarkan
bidang pekerjaan khusus/spesial, seperti pekerjaan fondasi, pekerjaan bangunan atas, pekerjaan
mekanikal dan elektronikal dibagi-bagi pada tiap Penyedia Jasa menurut keahlian masing-masing
Penyedia Jasa.

Bentuk kontrak ini memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan bentuk kontrak konvensional,
yaitu mutu pekerjaan yang lebih andal, penghematan waktu, penghematan biaya, keleluasaan dan
kemudahan untuk mengganti Penyedia Jasa. Dengan bentuk kontrak ini diharapkan terjadi
penghematan biaya, karena Pengguna Jasa tidak perlu menanggung beban jasa dua kali untuk
pekerjaan yang sama. Walaupun begitu, waktu merupakan masalah yang dimiliki oleh bentuk kontrak
ini, maka dari itu jadwal harus diikuti dengan ketat tanpa kecuali. Selain itu Pengguna Jasa juga
menanggung lebih banyak koordinasi detail, administrasi, dan tanggung jawab penjadwalan.
Karenanya, apabila menggunakan bentuk kontrak ini, Pengguna Jasa perlu memperkerjakan jasa
manajemen proyek.

3. Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Construct/Build, Turnkey)


Pada sistem kontrak ini, Penyedia Jasa membuat suatu perencanaan proyek serta melaksanakannya
perencanaan tersebut. Karenanya Konsultan Perencana tidak menerima pekerjaan dari Pengguna Jasa,

melainkan Penyedia Jasa. Pengguna Jasa juga tidak menempatkan pengawas di lapangan, tetapi
menunjuk Owners Representative untuk mengamati jalannya pekerjaan.

Yang perlu diperhatikan dari bentuk kontrak ini adalah jaminan pembayaran dari Pengguna Jasa
minimal senilai harga kontrak, namun jaminan pembayaran ini bukan instrumen pembayaran.
Jaminan pembayaran merupakan jaminan bagi Penyedia Jasa apabila Pengguna Jasa lalai dalam
janjinya.

4. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement, & Construction (EPC)


Kontrak ini sebenarnya juga merupakan bentuk dari kontrak rancang bangun. Namun yang
membedakannya adalah ruang lingkupnya. Kontrak rancang bangun yang dikenal dengan
Design/Built ditujukan untuk pekerjaan konstruksi sipil/bangunan gedung, sedangkan sistem kontrak
EPC dikhususkan untuk pembangunan pekerjaan-pekerjaan dalam industry minyak, gas bumi, dan
petrokimia.

Dalam kontrak EPC, kontrak dianggap selesai sampai pada tahap unjuk kerja (performance) dari
pekerjaan tersebut. Penyedia jasa hanya diberikan Pokok-pokok Acuan Tugas (Term of Reference
TOR). Dan dari TOR tersebut akan dinilai apakah performance telah sesuai. Penyedia Jasa memiliki
tanggung jawab yang banyak, seperti perencanaan (engineering), penentuan proses dan peralatan
(procurement), sampai dengan pengerjaannya (construction).

5. Bentuk Kontrak BOT/BLT


Bentuk kontrak ini adalah pola kerja sama antara Pemilik Lahan dengan Investor yang akan mengolah
lahan tersebut menjadi suatu fasilitas komersial.

BOT terdiri dari Build, Operate, and Transfer. Yang dimaksudkan dengan BOT adalah:
Built (B) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh investor, yang mana investor membangun fasilitas
yang diinginkan oleh Pemilik Lahan seperti misalnya untuk perdagangan, hotel, resort, atau jalan tol.
Operate (O) adalah hak yang diberikan kepada Investor oleh Pengguna Jasa, setelah pekerjaan
selesai, untuk mengelola atau menjalankan fasilitas tersebut dan memungut hasil dari pengelolaan
fasilitas tersebut selama beberapa waktu.
Transfer (T) yaitu pengembalian proyek kepada Pengguna Jasa untuk dikelola.

Sedangkan BLT terdiri dari Build, Lease, and Transfer. Yang membuat BLT berbeda dengan BOT
adalah ketika fasilitas selesai dibangun (Built), Pemilik fasilitas menyewa fasilitas tersebut dari
Investor untuk dioperasikan selama beberapa waktu (Lease) dengan bantuan Lease Agreement sampai
akhirnya masa sewa berakhir dan dikembalikan kepada pemilik (Transfer).

6. Bentuk Swakelola (Force Account)


Bentuk kontrak swakelola atau Eigeen Bebeer sebenarnya bukan merupakan suatu bentuk kontrak,
hal ini dikarenakan pekerjaan dilakukan sendiri oleh Pengguna Jaa tanpa meminta bantuan kepada
Penyedia Jasa untuk mengerjakannya.

Anda mungkin juga menyukai