Disusun oleh :
Marchia Setio (2005511099)
Kadek Oktania Kusuma Dewi (2005511102)
Wayan Nadhira Arista Dewi (2005511113)
Kontrak konstruksi merupakan salah satu hal yang paling krusial dalam proses kerja sama
untuk pembuatan proyek. Hal dan kewajiban dalam kontrak disusun menjadi suatu perjanjian
tertulis antara pengguna ke peyedia jasa. Di dalam pasal 1 ayat 8 UU jasa konstruksi No.2 Tahun
2017 meyebutkan bahwa kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang
mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan peyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi.
Pada dasarnya, kontrak kerja konstruksi dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam
pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan,
untuk pekerjaan pelaksanaan, dan untuk pekerjaan pengawasan. Dalam membuat dan menyusun
kontrak konstruksi, semua kesepakatan yang telah dibicarakan haruslah tertulis sehingga
meminimalkan potensi terjadinya sengketa. Prinsip utama dalam pembuatan dan penyusunan
kontrak konstruksi haruslah berpijak pada kesetaraan dan kejelasan, setara disini berarti para
pihak yang berkontrak memiliki status dan kepentingan yang sama. Tujuan utama dibuatnya
sebuah kontrak konstruksi tentu agar kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak saling mengikat
secara hukum. Konsep yang harus dipegang dalam menjalankan kontrak adalah bahwa hak salah
satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lainnya dan sebaliknya.
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi terdapat berbagai jenis kontrak, berdasarkan
ketentuan kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat republik Indonesia (kemen PUPR
RI), mengutip sistem kontrak luar negeri seperti FIDIC (Federation Internasional Des Ingenieurs-
Conseils), JCT (Joint Contract Tribunals), atau AIA (American Istitute of Architects), selain
berbagai acuan yang digunakan, pengertian kontrak konstruksi juga beragam karena berasal dari
berbagai sumber. Dibutuhkan pengertian yang menyeluruh untuk memiliki pemahaman yang
seragam mengenai kontrak proyek konstruksi. Pemahaman dan 2 pelaksanaan kontrak tersebut
menjadi dasar untuk mengoptimalkan penyelenggaraan proyek konstruksi. Kesalahan dalam
pembuatan kontrak konstruksi dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat dan menghambat
penyelesaian proyek konstruksi yang berlangsung.
Salah satu kontrak yang sering digunakan secara global adalah kontrak FIDIC, FIDIC atau
dikenal sebagai the internation federation of consulting engineers menyusun standar tipe kontrak
kerja konstruksi untuk menyetarakan bentuk kontrak yang digunakan. Pada tahun 1957, FIDIC
menerbitkan tipe kontrak kerja konstruksi pertama, kemudian kontrak ini digunakan sebagai
acuan oleh berbagai organisasi di dunia. Kajian kontrak yang berbeda-beda perlu rekomendasi
untuk penyeragaman sehingga pelaksaan kontrak konstruksi di Indonesia dapat berjalan dengan
maksimal. Untuk dapat memahami jenis-jenis kontrak dan mengidentifikasi kontrak proyek
konstruksi lebih dalam, maka makalah ini akan membahas mengenai kontrak dalam dunia
konstruksi.
PEMBAHASAN
BAB I
GAMBARAN UMUM KONTRAK KONSTRUKSI
Kontrak konstruksi adalah perjanjian hukum antara dua atau lebih pihak untuk melakukan
proyek konstruksi. Kontrak ini mencakup detail tentang jangka waktu, biaya, lingkup pekerjaan,
dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor. Berikut adalah beberapa hal
yang umumnya tercakup dalam gambaran kontrak konstruksi:
1. Identitas dan peran masing-masing pihak: kontraktor, pemilik, arsitek, insinyur,
pengawas, dan pihak lain yang terlibat dalam proyek.
2. Lingkup pekerjaan: proyek konstruksi harus dijelaskan secara rinci, termasuk
deskripsi pekerjaan, ukuran, jumlah, dan kualitas bahan yang akan digunakan.
3. Jangka waktu: jangka waktu untuk menyelesaikan proyek harus ditentukan dengan
jelas, termasuk tanggal mulai dan tanggal selesai.
4. Biaya: biaya proyek harus dijelaskan dengan jelas, termasuk harga bahan, upah
pekerja, biaya administrasi, dan biaya lainnya yang terkait dengan proyek.
5. Pembayaran: cara dan jadwal pembayaran harus dijelaskan dalam kontrak, termasuk
persyaratan faktur, jangka waktu pembayaran, dan persyaratan jaminan.
6. Persyaratan teknis: spesifikasi teknis harus tercakup dalam kontrak, termasuk kualitas
bahan, standar kinerja, dan persyaratan lingkungan.
7. Penghentian kontrak: ketentuan penghentian kontrak harus tercakup dalam kontrak,
termasuk alasan penghentian dan dampak finansial bagi pihak yang terkena dampak.
8. Perselisihan: mekanisme penyelesaian perselisihan harus dijelaskan dalam kontrak,
termasuk cara menyelesaikan sengketa dan pengadilan yang berwenang.
9. Asuransi: persyaratan asuransi harus dijelaskan dalam kontrak, termasuk jenis
asuransi yang diperlukan dan jumlah pertanggungan.
10. Perubahan: mekanisme untuk mengatasi perubahan yang diperlukan dalam proyek
harus dijelaskan dalam kontrak, termasuk cara menentukan biaya dan jangka waktu
tambahan yang diperlukan.
11. Garansi: kontraktor harus memberikan garansi atas pekerjaan yang telah dilakukan,
termasuk masa garansi dan tanggung jawab yang akan ditanggung kontraktor jika ada
kegagalan dalam pekerjaan.
Itulah beberapa hal yang umumnya tercakup dalam gambaran kontrak konstruksi. Penting
bagi semua pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi untuk memahami dan mematuhi
ketentuan kontrak demi kelancaran dan keberhasilan proyek tersebut.
BAB II
BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI
Contoh:
Volume Kontrak 1.000 m3, bila diukur ulang 1100 m3 → yang dibayar tetap 1000
m3 bukan 1100 m3. Diperintahkan pengurangan 200 m3 → yang dibayar 1.000 - 200
= 800 m3 dan bukan 1100 - 200 = 900 m3.
Salah pengertian yang menyatakan bahwa dalam kontrak fixed lump sum, nilai
kontrak tidak boleh berubah (bila diperintahkan perubahan → nilai kontrak
berubah). Setelah pekerjaan selesai, diperintahkan untuk diukur ulang, ternyata
volume pekerjaan hasil pengukuran ulang lebih kecil dari volume kontrak, minta
selisih nilai dikembalikan → ini juga pengertian keliru.
2. Unit Price
Beberapa pengertian Unit Price adalah sebagai berikut:
1). Volume pekerjaan yang dicantumkan dalam kontrak merupakan perkiraan (bukan
volume pasti) dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang
benar-benar dilaksanakan.
2). PP. No.29/2000 Pasal 21 ayat 2: penyelesaian pekerjaan berdasarkan harga satuan
yang pasti dan tetap dengan volume pekerjaan berdasarkan hasil pengukuran
bersama atas pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan.
3). 3. "Gilbreath": harga satuan x volume yang sesungguhnya dilaksanakan. Tidak
ada resiko kelebihan membayar bagi Pengguna Jasa, tapi juga tidak ada windfall
profit bagi Penyedia Jasa. Perlu pengawasan seksama.
4). "Stokes": pekerjaan dibayar sesuai yang dikerjakan. Tidak ada resiko kelebihan
membayar.
Dari keempat batasan di atas terlihat bahwa bentuk kontrak harga satuan tidak
mengandung resiko bagi pihak pengguna jasa untuk membayar lebih karena volume
pekerjaan yang tercantum di dalam kontrak lebih besar daripada kenyataan sesungguhnya
sehingga pihak penyedia jasa mendapat keuntungan tak terduga. Sebaliknya, pihak
penyedia jasa juga tidak menanggung resiko kerugian apabila volume pekerjaan
sesungguhnya lebih besar daripada yang tercantum di dalam kontrak karena yang
dibayarkan kepada penyedia jasa adalah pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Yang
menjadi masalah dalam bentuk kontrak ini adalah banyaknya pekerjaan pengukuran
ulang yang harus dilakukan secara bersama-sama yang berpeluang menimbulkan kolusi
antara petugas pengguna jasa dan petugas penyedia jasa.
Bentuk kontrak dari segi cara pembayaran berdasarkan prestasi pekerjaan penyedia
jasa yang dikategorikan ke dalam 3 (tiga) macam yaitu: Pembayaran Bulanan (Monthly
Payment), Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment), dan Pembayaran atas seluruh hasil
pekerjaan selesai 100% atau yang sering disebut Pra Pendanaan Penuh dari penyedia jasa
( Contractor’s Full Prefinanced). Ketiga macam bentuk kontrak dengan sistem
pembayaran ini tentu saja mempunyai konsekuensi hukum dan resiko atau permasalahan
sendiri sebagaimana akan diuraikan.
Kesimpulan:
· Pekerjaan didanai penuh terlebih dulu oleh Penyedia Jasa sampai selesai. Setelah
pekerjaan selesai dan diterima baik oleh Pengguna Jasa baru mendapatkan pembayaran
dari Pengguna Jasa. Sering dirancukan dengan Design Build / Turnkey. Dari cara
pembayaran memang sama, tapi Penyedia Jasa tidak ditugasi pekerjaan
perencanaan / design. Perlu Jaminan Pembayaran dari Pengguna Jasa. Jaminan
Pembayaran bukan instrumen pembayaran kecuali diatur secara tegas. Jaminan
Pembayaran baru boleh dicairkan bila terbukti Pengguna Jasa ingkar janji untuk
membayakan. Dalam sistem ini, Penyedia Jasa menanggung biaya uang (cost of
money) dalam bentuk Interest During Construction (IDC). Nilai kontrak sedikit lebih
tinggi dari sistem pembayaran karena ada IDC.
1. Kemungkinan timbul reaksi dari luar pihak (organisasi penyedia jasa, pemangku
kepentingan dan lain-lain).
A. ASPEK TEKNIS
Aspek teknis merupakan aspek yang dominan dalam kontrak konstruksi, jika aspek
ini berhasil dilaksanakan proyek akan dianggap berhasil atau sukses. Aspek teknis dalam
hukum konstruksi merujuk pada segala hal yang berkaitan dengan teknologi dan prosedur
yang digunakan dalam proses pembangunan. Aspek ini melibatkan pengaturan serta
penerapan standarisasi teknis yang ketat sesuai dengan undang-undang, regulasi, serta
peraturan yang berlaku dalam bidang konstruksi.
Beberapa contoh aspek teknis dalam hukum konstruksi meliputi penerapan desain
dan teknologi yang sesuai, penggunaan bahan yang memenuhi standar kualitas, jaminan
kesehatan dan keselamatan kerja pada lingkungan yang sedang dalam proses konstruksi,
serta pemeliharaan dari segi teknis agar bangunan tetap berfungsi dengan baik.
Dalam konteks hukum, aspek teknis memegang peran penting dalam menentukan
kelayakan pembangunan dan perlindungan hukum bagi pemilik proyek, profesional
konstruksi, dan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan aspek keselamatan,
kualitas, dan keandalan dari proyek konstruksi agar dapat meminimalisasi risiko kerugian
akibat kelambatan proyek, kegagalan teknis, atau bahkan kecelakaan yang bisa
mengancam jiwa manusia. Oleh karena itu, pemahaman yang teliti terhadap aspek teknis
sangatlah penting bagi para pelaku di bidang hukum konstruksi.
Pada umumnya aspek-aspek teknis yang tercakup dalam dokumen konstrak adalah
sebagai berikut:
a. Syarat-syarat umum kontrak (General Condition of Contract)
b. Lampiran-lampiran
c. Syarat-syarat khusus kontrak
d. Spesifikasi teknis
e. Gambar-gambar kontrak
Adapun aspek teknis yang perlu diperhatikan dalam industri konstruksi, yaitu:
a. Lingkup Pekerjaan
Pada lingkup pekerjaan, uraian pekerjaan harus dibuat sejelas mungkin dan
didukung dengan gambar-gambar dan spesifikasi teknis.
b. Waktu Pelaksanaan
Hal-hal yang terkait dengan waktu pelaksanaan diantaranya tanggal penandatanganan
kontrak/tanggal kontrak, tanggal terbitnya surat perintah kerja, tanggal penyerahan
lahan, tanggal uang muka diterima.
c. Metode Pelaksanaan
Metode sangat dipengaruhi waktu, penyerahan lahan, jalan masuk, dll.
d. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal diperlukan untuk memantau dan mengendalikan pekerjaan, biasanya
disiapkan sebelum penandatangan kontrak.
e. Cara/Metode Pengukuran
Perlu ditetapkan metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur volume
pekerjaan.
B. ASPEK HUKUM
Aspek hukum dalam konstruksi adalah segala hal yang berkaitan dengan peraturan
hukum yang berlaku dalam pembangunan suatu proyek konstruksi, yang meliputi: izin-
izin, regulasi, persyaratan teknis, hukum tenaga kerja, hukum perlindungan lingkungan,
serta hukum perlindungan konsumen. Aspek hukum ini sangat penting dalam industri
konstruksi, karena setiap konstruksi harus memenuhi syarat dan persyaratan hukum yang
berlaku dan tidak merugikan pihak-pihak terkait. Pelanggaran aspek hukum dalam
konstruksi dapat berakibat pada denda, sanksi, atau pembatalan proyek pembangunan.
Oleh karena itu, perusahaan konstruksi harus memahami dan mematuhi peraturan hukum
yang berlaku dalam industri konstruksi.
a. Penghentian Sementara Pekerjaan
Pasal mengenai penghentian pekerjaan harus dicantumkan dalam kontrak, diatur
pelaksanaannya dan dijelaskan alasan dan akibatnya. Jika tidak dicantumkan dalam
kontrak, maka penyedia jasa maupun pengguna jasa dihadapkan pada ketidakpastian
hukum.
b. Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak
Terjadi jika pekerjaan dihentikan oleh salah satu pihak secara sepihak dengan
membatalkan kontrak. Ketentuan mengenai pengakhiran perjanjian/kontrak dituntut
dalam PP No.29/200 wajib dicantumkan didalam kontrak. Konsekuensi hukum yang
timbul, hak-hak dan kewajiban para pihak, dan tata cara pemberitahuan mengenai
pemutusan kontrak harus diatur dengan jelas.
c. Ganti Rugi Keterlambatan
Uraian mengenai denda atau ganti rugi keterlambatan harus dicantumkan dalam
kontrak kerja atau perjanjian untuk mengantisipasi jika terjadi keterlambatan
penyelesaian pekerjaan.
d. Penyelesaian Perselisihan
Menurut Perpres No.29/2000 ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan harus
dicantumkan dalam suatu kontrak. Bagian ini mengatur tentang batas waktu
musyawarah, dan jalur penyelesaian perselisihan melalui pengadilan, arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa (PP No. 29/2000 Pasal 49 ayat 1)
e. Keadaan Memaksa
Pada bagian ini mengatur tentang tata cara pemberitahuan, penanggulangan atas
kerusakan dan tindak lanjut dari kejadian yang terjadi di luar kehendak atau
kemampuan penyedia jasa maupun pengguna jasa. Contohnya bencana alam,
peperangan, pemberontakan, wabah penyakit, dll.
f. Hukum yang Berlaku
Pada bagian ini harus dicantumkan hukum yang berlaku untuk mengantisipasi
timbulnya perselisihan. PP No.29/2000 Pasal 23 ayat 6 menyatakan bahwa kontrak
kerja harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Walaupun salah satu pihak
dalam kontrak adalah orang atau perusahaan asing, kontrak konstruksi tetap wajib
tunduk pada hukum Indonesia.
g. Bahasa Kontrak
Untuk kontrak kerjasama pemerintah dengan pinjaman luar negeri (loan), kontrak
tersebut dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jika ada perbedaan
penafsiran antara kedua Bahasa, yang berlaku adalah Bahasa Indonesia.
h. Domisili
Domisili atau tempat kedudukan para pihak dalam suatu kontrak ditentukan hanya
dengan maksud apabila timbul perselisihan atau sengketa, pemutusan kontrak akan
diselesaikan oleh pengadilan.
C. ASPEK KEUANGAN/PERBANKAN
Aspek keuangan dalam konstruksi adalah faktor penting yang harus diperhatikan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proyek konstruksi untuk memastikan
kesuksesan proyek secara finansial. Aspek keuangan dalama konstruksi
membahas/mengatur beberapa hal sebagai berikut:
D. ASPEK PERPAJAKAN
Pada suatu kontrak konstruksi aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan nilai
kontrak sebagai pendapatan dari penyedia jasa baik pajak pertambahan nilai maupun pajak
penghasilan (PPh). Dalam kontrak konstruksi PPN dicantumkan secara eksplisit, tetapi ada
juga yang sudah termasuk dalam nilai kontrak atau harga borongan.
Jenis pajak yang terkait dengan jasa konstruksi ada dua, yaitu Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penghasilan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu pajak tidak langsung yang
merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri yang dipungut pada setiap tingkat
penyerahan dalam jalur produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen dengan
menggunakan metode kredit pajak. Besarnya tarif PPN adalah 10% dari nilai dasar
pengenaan pajak.
b. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak atas penghasilan yang merupakan jenis pajak
langsung yang dipungut oleh pemerintah pada hampir setiap negara di dunia
meskipun caranya tidak selalu sama. Di Indonesia pajak atas penghasilan juga
diberlakukan.
E. ASPEK PERASURANSIAN
Aspek asuransi yang terdapat pada kontrak konstruksi adalah asuransi yang harus
mencakup seluruh proyek termasuk jaminan kepada pihak ketiga dengan masa
pertanggungan selama proyek berlangsung. Biasanya penerima manfaat dari asuransi ini
adalah pengguna jasa/pemilik, tetapi yang membayar premi asuransi adalah penyedia jasa.
Adapun pengertian asuransi pada industry konstruksi yaitu, merupakan salah satu
sarana pengalihan risiko dengan cara pembiayaan risiko (Risk Financing), dimana
pengguna jasa/pemilik sebagai transferor bermaksud untuk menghilangkan atau
mengurangi tanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan olejh timbulnya suatu
risiko dengan memindahkan tanggung jawab kepada perusahaan asuransi sebagai
transferee.
G. ASPEK ADMINISTRASI
Dalam suatu industri konstruksi, aspek administrasi sangatlah penting. Dimana aspek
administrasi ini sendiri mencakup hal-hal penting seperti keterangan mengenai para pihak,
laporan keuangan, korespondensi, dan hubungan kerja antara para pihak.
a. Keterangan pada pihak harus tercantum secara jelas dalam suatu kontrak
b. Laporan kemajuan pekerjaan perlu diatur dalam tata cara beserta format yang baku
dan periode pelaporan. Hal ini diperlukan untuk memantau kemajuan pekerjaan
dibandingkan dengan rencana/jadwal pelaksanaan.
c. Korespondensi diperlukan untuk tertib administrasi mengenai informasi antara para
pihak agar semua dapat didokumentasikan, seperti wakil para pihak, alamat serta
bentuk-bentuk korespondensi yang disepakati seperti taleks, facsimile, e-mail, surat
biasa harus diatur agar informasi-informasi tersebut dapat diakui kesahannya.
d. Yang dimaksudkan dengan hubungan kerja antar penyedia jasa dan pengguna jasa
adalah penetapan nama orang/badan yang mewakili pengguna jasa di lapangan
demikian juga dengan wakil dari penyedia jasa.
BAB VI
TINJAUAN STANDAR/SISTEM KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL
(AIA, FIDIC, JCT, SIA)
Dalam lingkup Internasional dikenal beberapa bentuk syarat kontrak konstruksi yang
diterbitkan oleh beberapa negara, diantaranya adalah FIDIC (Federation Internationale des
Ingenieurs Counsels), JCT Joint Contract Tribunals), AIA (American Institute of Architects), dan
SIA (Singapore Institute of Architects).
Di Indonesia pada umumnya sering dijumpai kontrak yang menggunakan standar/system
FIDIC dan JCT, terutama untuk proyek Pemerintah yang menggunakan dana pinjaman (loan)
dari luar negeri. Negara penyandang dana dari Eropa Barat biasanya menggunakan
system/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan negara-negara persemakmuran memakai system
JCT. Sistem AIA kebayakan dipakai oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di
Indonesia (kontrak-kontrak pertambangan).
Dari uraian diatas, terlihat bahwa isi perjanjian/kontrak konstruksi hanya berisi hal-
hal yang pokok/penting (hanya terdiri dari 9 Pasal), diantaranya yang penting yakni :
i. Persetujuan Pengguna Jasa untuk membayar Penyedia Jasa sebesar nilai kontrak
(Pasal 4)
ii. Kewajiban Penyedia Jasa untuk menutup asuransi sampai pekerjaan selesai (Pasal 6)
iii. Kewajiban Penyedia Jasa untuk membayar pajak-pajak terkait pekerjaan (Pasal 7)
iv. Kewajiban Penyedia Jasa menyerahkan jaminan pelaksanaan (Pasal 9)
Dari 9 Pasal tersebut, kewajiban/persetujuan Penyedia Jasa ada 5 buah (Pasal 1, 3, 6,
7, dan 9) sedangkan kewajiban Pengguna Jasa ada 2 buah (Pasal 2, 4). Dua pasal lainnya
(Pasal 5, 8) merupakan ketentuan umum.
Disini terlihat bahwa syarat-syarat/ketentuan kontrak lainnya dicantumkan dalam
syarat-syarat umum kontrak, syarat-syarat Khusus Konstruksi, Spesifikasi Teknis, Gambar-
gambar yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian (Pasal 5).
Syarat-syarat Umum Kontrak (General Conditions) terdiri dari 44 pasal. Dari pasal-
pasal yang tercantum dalam Syarat-syarat Umum Kontrak, dapat disimpulkan beberapa hal
penting sebagai berikut :
a. Kata-kata/istilah yang dipakai diberi definisi agar tidak terjadi perbedaan penafsiran
antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa (Pasal 1)
b. Tidak ada kewajiban Penyedia Jasa yang boleh dikesampingkan (Pasal 3)
c. Jaminan Penyedia Jasa untuk memperbaiki Pekerjaan cacat (Pasal 5)
d. Dimungkinkan perubahan-perubahan Pekerjaan (Pasal 8) (istilah yang dipakai
“Changes in the Work”)
e. Dimungkinkan penyerahan Pekerjaan sebagian-sebagian (Pasal 9) tapi tidak berarti
pengesampingan Pekerjaan tersebut.
f. Penyedia Jasa tidak dapat mengajukan klaim karena volume sesungguhnya berbeda
dengan perkiraan (Pasal 17)
g. Diatur mengenai pelimpahan Kontrak (Pasal 22)
h. Hak Pengguna Jasa untuk memutuskan Kontrak (Pasal 23) (istilah untuk Pengguna
Jasa: Owner, berbeda dengan FIDIC/JCT: Employer)
i. Peraturan mengenai penangguhan Pekerjaan karena Kontrak diingkari (Pasal 31) dan
hak Pengguna Jasa untuk menangguhkan sementara Pekerjaan (Pasal 37)
Sri Binol (2017). Makalah Aspek Umum Yang Dimuat Dalam Kontrak Konstruksi di Indonesia
dan FIDIC. https://www.academia.edu/32924548/Makalah_Aspek_Hukum_Konstruksi