Anda di halaman 1dari 44

BENTUK – BENTUK DAN ASPEK KONTRAK KONSTRUKSI

SERTA SISTEM KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL

Disusun oleh :
Marchia Setio (2005511099)
Kadek Oktania Kusuma Dewi (2005511102)
Wayan Nadhira Arista Dewi (2005511113)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
PENDAHULUAN

Kontrak konstruksi merupakan salah satu hal yang paling krusial dalam proses kerja sama
untuk pembuatan proyek. Hal dan kewajiban dalam kontrak disusun menjadi suatu perjanjian
tertulis antara pengguna ke peyedia jasa. Di dalam pasal 1 ayat 8 UU jasa konstruksi No.2 Tahun
2017 meyebutkan bahwa kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang
mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan peyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa
konstruksi.
Pada dasarnya, kontrak kerja konstruksi dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam
pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan,
untuk pekerjaan pelaksanaan, dan untuk pekerjaan pengawasan. Dalam membuat dan menyusun
kontrak konstruksi, semua kesepakatan yang telah dibicarakan haruslah tertulis sehingga
meminimalkan potensi terjadinya sengketa. Prinsip utama dalam pembuatan dan penyusunan
kontrak konstruksi haruslah berpijak pada kesetaraan dan kejelasan, setara disini berarti para
pihak yang berkontrak memiliki status dan kepentingan yang sama. Tujuan utama dibuatnya
sebuah kontrak konstruksi tentu agar kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak saling mengikat
secara hukum. Konsep yang harus dipegang dalam menjalankan kontrak adalah bahwa hak salah
satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lainnya dan sebaliknya.
Dalam pelaksanaan proyek konstruksi terdapat berbagai jenis kontrak, berdasarkan
ketentuan kementrian pekerjaan umum dan perumahan rakyat republik Indonesia (kemen PUPR
RI), mengutip sistem kontrak luar negeri seperti FIDIC (Federation Internasional Des Ingenieurs-
Conseils), JCT (Joint Contract Tribunals), atau AIA (American Istitute of Architects), selain
berbagai acuan yang digunakan, pengertian kontrak konstruksi juga beragam karena berasal dari
berbagai sumber. Dibutuhkan pengertian yang menyeluruh untuk memiliki pemahaman yang
seragam mengenai kontrak proyek konstruksi. Pemahaman dan 2 pelaksanaan kontrak tersebut
menjadi dasar untuk mengoptimalkan penyelenggaraan proyek konstruksi. Kesalahan dalam
pembuatan kontrak konstruksi dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat dan menghambat
penyelesaian proyek konstruksi yang berlangsung.
Salah satu kontrak yang sering digunakan secara global adalah kontrak FIDIC, FIDIC atau
dikenal sebagai the internation federation of consulting engineers menyusun standar tipe kontrak
kerja konstruksi untuk menyetarakan bentuk kontrak yang digunakan. Pada tahun 1957, FIDIC
menerbitkan tipe kontrak kerja konstruksi pertama, kemudian kontrak ini digunakan sebagai
acuan oleh berbagai organisasi di dunia. Kajian kontrak yang berbeda-beda perlu rekomendasi
untuk penyeragaman sehingga pelaksaan kontrak konstruksi di Indonesia dapat berjalan dengan
maksimal. Untuk dapat memahami jenis-jenis kontrak dan mengidentifikasi kontrak proyek
konstruksi lebih dalam, maka makalah ini akan membahas mengenai kontrak dalam dunia
konstruksi.
PEMBAHASAN

BAB I
GAMBARAN UMUM KONTRAK KONSTRUKSI

Kontrak konstruksi adalah perjanjian hukum antara dua atau lebih pihak untuk melakukan
proyek konstruksi. Kontrak ini mencakup detail tentang jangka waktu, biaya, lingkup pekerjaan,
dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor. Berikut adalah beberapa hal
yang umumnya tercakup dalam gambaran kontrak konstruksi:
1. Identitas dan peran masing-masing pihak: kontraktor, pemilik, arsitek, insinyur,
pengawas, dan pihak lain yang terlibat dalam proyek.
2. Lingkup pekerjaan: proyek konstruksi harus dijelaskan secara rinci, termasuk
deskripsi pekerjaan, ukuran, jumlah, dan kualitas bahan yang akan digunakan.
3. Jangka waktu: jangka waktu untuk menyelesaikan proyek harus ditentukan dengan
jelas, termasuk tanggal mulai dan tanggal selesai.
4. Biaya: biaya proyek harus dijelaskan dengan jelas, termasuk harga bahan, upah
pekerja, biaya administrasi, dan biaya lainnya yang terkait dengan proyek.
5. Pembayaran: cara dan jadwal pembayaran harus dijelaskan dalam kontrak, termasuk
persyaratan faktur, jangka waktu pembayaran, dan persyaratan jaminan.
6. Persyaratan teknis: spesifikasi teknis harus tercakup dalam kontrak, termasuk kualitas
bahan, standar kinerja, dan persyaratan lingkungan.
7. Penghentian kontrak: ketentuan penghentian kontrak harus tercakup dalam kontrak,
termasuk alasan penghentian dan dampak finansial bagi pihak yang terkena dampak.
8. Perselisihan: mekanisme penyelesaian perselisihan harus dijelaskan dalam kontrak,
termasuk cara menyelesaikan sengketa dan pengadilan yang berwenang.
9. Asuransi: persyaratan asuransi harus dijelaskan dalam kontrak, termasuk jenis
asuransi yang diperlukan dan jumlah pertanggungan.
10. Perubahan: mekanisme untuk mengatasi perubahan yang diperlukan dalam proyek
harus dijelaskan dalam kontrak, termasuk cara menentukan biaya dan jangka waktu
tambahan yang diperlukan.
11. Garansi: kontraktor harus memberikan garansi atas pekerjaan yang telah dilakukan,
termasuk masa garansi dan tanggung jawab yang akan ditanggung kontraktor jika ada
kegagalan dalam pekerjaan.

Itulah beberapa hal yang umumnya tercakup dalam gambaran kontrak konstruksi. Penting
bagi semua pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi untuk memahami dan mematuhi
ketentuan kontrak demi kelancaran dan keberhasilan proyek tersebut.
BAB II
BENTUK-BENTUK KONTRAK KONSTRUKSI

A. ASPEK PERHITUNGAN BIAYA


Bentuk Kontrak Konstruksi dalam Aspek Perhitungan Biaya dibagi menjadi dua
jenis, yaitu Fixed Lump Sump Price dan Unit Price. Pada Kontrak dengan jenis fixed lump
sump price, total harga pekerja sudah diikat. Berbeda dengan Fixed Unit Rate Price,
volume dan harga total pekerjaan pada kontrak ini masih dapat berubah secara fleksibel.

1. Fixed Lump Sum Price


Beberapa pengertian Fixed Lump Sum Price adalah sebagai berikut:
1). Jumlah harga pasti dan tetap dimana volume pekerjaan tercantum dalam kontrak
tidak boleh diukur ulang.
2). PP No.29/2000 Pasal 21 ayat 1: suatu jumlah harga pasti dan tetap, semua resiko
ditanggung Penyedia Jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah.
3). "Gilbreath": harga tetap selama tidak ada perintah perubahan. Resiko bagi
Pengguna Jasa kecil, namun bagi Penyedia Jasa besar.
4). "Stokes": jumlah pasti yang harus dibayar Pengguna Jasa. Resiko pada Penyedia
Jasa.
Dari keempat batasan di atas terlihat bahwa di dalam kontrak demikian pihak
penyedia jasa memikul resiko yang cukup besar, misalnya volume pekerjaan yang
sesungguhnya (seandainya diukur ulang) lebih besar dari pada yang tercantum
didalam kontrak maka yang dibayarkan kepada penyedia jasa adalah volume yang
tercantum di dalam kontrak. Akan tetapi bila sebaliknya yang terjadi, maka pihak
penyedia jasa mendapatkan keuntungan mendadak (windfall profit).
Sehingga dapat disimpulkan, kontrak kerja konstruksi dengan imbalan lump
sum merupakan kontrak jasa atas penyelesaian atas seluruh pekerjaan dalam jangka
waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang
mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung
oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasi tidak berubah. Pada pekerjaan
dengan bentuk Lump Sum, dalam hal terjadi pembetulan perhitungan perincian
harga penawaran, karena adanya kesalahan aritmatik maka harga penawaran total
tidak boleh diubah. Perubahan hanya boleh dilakukan pada salah satu atau volume
atau harga satuan, dan semua risiko akibat perubahan karena adanya koreksi
aritmatik menjadi tanggung jawab sepenuhnya Penyedia Jasa, selanjutnya harga
penawaran menjadi harga kontrak atau harga pekerjaan.

Contoh:

Volume Kontrak 1.000 m3, bila diukur ulang 1100 m3 → yang dibayar tetap 1000
m3 bukan 1100 m3. Diperintahkan pengurangan 200 m3 → yang dibayar 1.000 - 200
= 800 m3 dan bukan 1100 - 200 = 900 m3.

Salah pengertian yang menyatakan bahwa dalam kontrak fixed lump sum, nilai
kontrak tidak boleh berubah (bila diperintahkan perubahan → nilai kontrak
berubah). Setelah pekerjaan selesai, diperintahkan untuk diukur ulang, ternyata
volume pekerjaan hasil pengukuran ulang lebih kecil dari volume kontrak, minta
selisih nilai dikembalikan → ini juga pengertian keliru.
2. Unit Price
Beberapa pengertian Unit Price adalah sebagai berikut:
1). Volume pekerjaan yang dicantumkan dalam kontrak merupakan perkiraan (bukan
volume pasti) dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang
benar-benar dilaksanakan.
2). PP. No.29/2000 Pasal 21 ayat 2: penyelesaian pekerjaan berdasarkan harga satuan
yang pasti dan tetap dengan volume pekerjaan berdasarkan hasil pengukuran
bersama atas pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan.
3). 3. "Gilbreath": harga satuan x volume yang sesungguhnya dilaksanakan. Tidak
ada resiko kelebihan membayar bagi Pengguna Jasa, tapi juga tidak ada windfall
profit bagi Penyedia Jasa. Perlu pengawasan seksama.
4). "Stokes": pekerjaan dibayar sesuai yang dikerjakan. Tidak ada resiko kelebihan
membayar.
Dari keempat batasan di atas terlihat bahwa bentuk kontrak harga satuan tidak
mengandung resiko bagi pihak pengguna jasa untuk membayar lebih karena volume
pekerjaan yang tercantum di dalam kontrak lebih besar daripada kenyataan sesungguhnya
sehingga pihak penyedia jasa mendapat keuntungan tak terduga. Sebaliknya, pihak
penyedia jasa juga tidak menanggung resiko kerugian apabila volume pekerjaan
sesungguhnya lebih besar daripada yang tercantum di dalam kontrak karena yang
dibayarkan kepada penyedia jasa adalah pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. Yang
menjadi masalah dalam bentuk kontrak ini adalah banyaknya pekerjaan pengukuran
ulang yang harus dilakukan secara bersama-sama yang berpeluang menimbulkan kolusi
antara petugas pengguna jasa dan petugas penyedia jasa.

B. ASPEK PERHITUNGAN JASA


1. Cost without fee (Biaya tanpa Jasa)
Suatu bentuk kontrak dimana penyedia jasa hanya dibayarkan biaya pekerjaan
yang dilaksanakan tanpa mendapat imbalan jasa. Pada jenis kontrak ini kontraktor
dibayar berdasarkan atas semua biaya pengeluarannya. Kontrak jenis ini biasanya
untuk proyek-proyek yang bersifat social (social purpose) seperti pembangunan tempat
ibadah, yayasan sosial dan lain-lain.
2. Cost Plus fee (Biaya ditambah Jasa)
Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas
pengeluarannya, ditambah dengan biaya untuk overhead dan keuntungan yang
umumnya didasarkan atas prosentase biaya yang dikeluarkan kontraktor. Prosentase
jasa biasanya 10% atas biaya (tidak ada batasan biaya). Tidak ada rangsangan efisiensi
→ penggunaan bahan/peralatan cenderung boros karena tak ada batasan biaya.
Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari proyek belum bisa
diestimasi secara akurat, karena perencanaan belum selesai, proyek tidak dapat
digambarkan secara akurat, proyek harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara
rencana dan spesifikasi belum dapat diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini,
yaitu pemilik tidak dapat mengetahui biaya aktual proyek yang akan dilaksanakan.
3. Cost plus fixed fee (Biaya ditambah Jasa Pasti)
Bentuk kontrak seperti ini pada dasarnya sama dengan bentuk Kontrak Biaya Ditambah
Jasa (Cost Plus Fee) sebagaimana diuraikan sebelumnya. Perbedaannya terletak pada
jumlah imbalan (fee) untuk Penyedia Jasa. Dalam bentuk Kontrak Cost Plus Fee,
besarnya imbalan/jasa Penyedia Jasa bervariasi tergantung besarnya biaya. Dengan
demikian dalam kontrak ini sejak awal sudah ditetapkan jumlah imbalan/jasa Penyedia
jasa yang pasti dan tetap (fixed fee) walaupun biaya berubah. Kontrak ini hampir sama
dengan jenis kontrak cost plus fee, hanya saja biaya jasanya bersifat pasti dan tetap
meskipun biaya pekerjaan berubah (biaya jasa tidak berupa persentase). Sedikit lebih
baik dari Cost Plus Fee, tapi tetap tak ada kepastian mengenai biaya. Penyedia Jasa
tidak memiliki rangsangan untuk menaikkan biaya, karena kenaikan biaya tidak
menambah jasa (fee).
C. ASPEK CARA PEMBAYARAN

Bentuk kontrak dari segi cara pembayaran berdasarkan prestasi pekerjaan penyedia
jasa yang dikategorikan ke dalam 3 (tiga) macam yaitu: Pembayaran Bulanan (Monthly
Payment), Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment), dan Pembayaran atas seluruh hasil
pekerjaan selesai 100% atau yang sering disebut Pra Pendanaan Penuh dari penyedia jasa
( Contractor’s Full Prefinanced). Ketiga macam bentuk kontrak dengan sistem
pembayaran ini tentu saja mempunyai konsekuensi hukum dan resiko atau permasalahan
sendiri sebagaimana akan diuraikan.

1. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)


Pembayaran atas pekerjaan yang telah dilakukan setiap bulan. Dalam sistem cara
pembayaran ini, prestasi penyedia jasa dihitung setiap akhir bulan. Setelah prestasi
tersebut diakui Pengguna Jasa maka Penyedia Jasa dibayar sesuai prestasi tersebut.
Kelemahan cara ini adalah berapapun kecilnya prestasi penyedia jasa pada suatu
bulan tertentu dia tetap harus dibayar. Hal ini sangat mempengaruhi prestasi
pekerjaan yang seharusnya dicapai sesuai jadwal pelaksanaan sehingga dapat
membahayakan waktu penyelesaian.
Untuk menutupi kelemahan cara pembayaran ini sering dimodifikasi dengan
mempersyaratkan jumlah pembayaran minimum yang harus dicapai untuk setiap
bulan diselaraskan dengan prestasi yang harus dicapai sesuai jadwal.
Seringkali penyedia jasa mengkompensasi kurangnya prestasi kerja dengan
prestasi bahan dengan cara menimbun bahan di lapangan. Untuk mengatasinya bisa
dipersyaratkan bahwa bahan yang ada di lapangan tidak dihitung sebagai prestasi,
kecuali pekerjaan yang betul – betul selesai / terpasang atau bisa juga barang – barang
setengah jadi.
Kesimpulan:
 Setiap prestasi diukur pada akhir bulan lalu dibayar. Kelemahan dari cara
pembayaran bulanan yaitu sekecil apapun prestasi harus dibayar.
 PP No.29 tahun 2000 Pasal 20 ayat (3) huruf c ayat 2 mencantumkan cara
pembayaran ini.
2. Cara Pembayaran Atas Prestasi (Stage Payment)
Pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan prestasi pekerjaan yang
telah disetujui Bersama. Dalam bentuk kontrak dengan sistem/ cara seperti ini,
pembayaran kepada penyedia jasa dilakukan atas dasar prestasi yang dicapai dalam
satuan waktu (bulanan). Biasanya besarnya prestasi dinyatakan dalam persentase.
Sering pula cara pembayaran seperti ini disebut pembayaran termin/ angsuran.
Seringkali prestasi yang diakui penyedia jasa bukan saja prestasi fisik (pekerjaan
selesai) tetapi termasuk pula prestasi bahan mentah dan setengah jadi walaupun
barang –barang tersebut sudah berada di lapangan (front end loading).
Kesimpulan:
 Pembayaran atas dasar prosentase kemajuan fisik yang telah dicapai. Biasanya
dengan memperhitungkan uang muka dan uang Jaminan atas Cacat.
 Masih tetap belum sepenuhnya aman karena kemungkinan prestasi bahan yang
banyak. Penyedia Jasa meningkatkan prestasi dengan cara menimbun bahan yang
lazim disebut “front end loading”.
 “Stokes”: “Progress Payment”, Pengguna Jasa tidak dapat mengharapkan seluruh
biaya ditanggung oleh Penyedia Jasa tapi juga tidak bisa diharapkan Pengguna Jasa
membiayai seluruh pekerjaan. Penyedia Jasa harus membayar upah, bahan, jauh
sebelum mendapatkan pembayaran dari Pengguna Jasa. Bila gagal membayar,
kontrak dapat putus.

3. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor's Full Prefinance)


Biaya pelaksanaan sepenuhnya ditanggung terlebih dahulu oleh kontraktor. Untuk
itu pemiliki proyek harus menyerahkan jaminan bank sebagai jaminan pembayaran
Dalam bentuk kontak dengan sistem/cara pembayaran seperti ini, Penyedia Jasa
harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai
100% dan diterima pengguna jasa, barulah penyedia jasa mendapatkan pembayaran
sekaligus.
Dapat pula pengguna Jasa membayar sebesar 95% dari nilai kontrak karena yang
5% ditahan (retention money) selama tanggung jawab atas cacat atau pembayaran
penuh 100%, tapi Penyedia Jasa harus memberikan jaminan untuk masa tanggung
jawab atau cacat, satu dan lain hal sesuai kontrak.

Kesimpulan:
· Pekerjaan didanai penuh terlebih dulu oleh Penyedia Jasa sampai selesai. Setelah
pekerjaan selesai dan diterima baik oleh Pengguna Jasa baru mendapatkan pembayaran
dari Pengguna Jasa. Sering dirancukan dengan Design Build / Turnkey. Dari cara
pembayaran memang sama, tapi Penyedia Jasa tidak ditugasi pekerjaan
perencanaan / design. Perlu Jaminan Pembayaran dari Pengguna Jasa. Jaminan
Pembayaran bukan instrumen pembayaran kecuali diatur secara tegas. Jaminan
Pembayaran baru boleh dicairkan bila terbukti Pengguna Jasa ingkar janji untuk
membayakan. Dalam sistem ini, Penyedia Jasa menanggung biaya uang (cost of
money) dalam bentuk Interest During Construction (IDC). Nilai kontrak sedikit lebih
tinggi dari sistem pembayaran karena ada IDC.

D. ASPEK PEMBAGIAN TUGAS


Bentuk Kontrak Konstruksi dilihat dari Aspek Pembagian tugas dapat
dikelompokkan menjadi Kontrak Konvensional, Kontrak Spesialis, Rancang
Bangun/Design Build, EPC, BOT/BLT, dan Swakelola/Force Account.
1. Kontrak Konvensional
Bentuk ini merupakan bentuk yang umum digunakan dalam kontrak konstruksi.
Terdapat pemisahan jelas antara owner, kontraktor dan konsultan. Pengguna Jasa
menugaskan Penyedia Jasa untuk melaksanakan salah satu aspek pembangunan saja.
Penyedia Jasa dimana perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dilakukan Penyedia
Jasa yang berbeda. Oleh karena itu pengawas pekerjaan secara khusus diperlukan
untuk mengawasi pekerjaan Penyedia Jasa.
Pembagian tugasnya sederhana, yaitu Pengguna Jasa menugaskan Penyedia Jasa
untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut sudah dibuat rencananya
oleh pihak lain, tinggal melaksanakannya sesuai kontrak. Beberapa bagian pekerjaan
dapat diborongkan kepada Sub Penyedia Jasa. Sebagai pengawas biasanya Pengguna
Jasa menunjuk apa yang biasa disebut Direksi pekerjaan atau Pimpinan Proyek
(Pimpro). Di kalangan dunia barat disebut Architect atau Engineer.
2. Kontrak Spesialis
Pada kontrak ini, sudah dilakukan penunjukkan beberapa kontraktor khusus untuk
efisiensi waktu dan kepastian kualitas pekerjaan. Pengguna jasa menandatangani
kontrak dengan beberapa perusahaan spesialis untuk masing-masing keahlian.
Keuntungan dari bentuk kontrak ini adalah; Mutu pekerjaan lebih
handal; Penghematan waktu; Keleluasaan dan kemudahan mengganti penyedia jasa.
Pada kontrak ini Pengguna Jasa membagi-bagi kontrak beberapa buah
berdasarkan bidang pekerjaan khusus/spesial seperti: pekerjaan fondasi (substrukture)
dikontrakkan kepada Penyedia Jasa A, pekerjaan bangunan atas (super structure)
diberikan kepada Penyedia Jasa B, pekerjaan mekanikal & elektronikal diserahkan
kepada Penyedia Jasa C, pekerjaan Sewerage dan sewage kepada Penyedia Jasa D
dan sebagainya. Semua Penyedia Jasa menandatangani kontrak langsung dengan
Pengguna Jasa. Disini tak ada Penyedia Jasa utama, semua sama-sama sebagai
Penyedia Jasa yang masing- masing punya keahlian khusus, karena itulah disebut
Kontrak Spesialis.
3. Kontrak Rancang Bangun (Design Build/ Turn Key)
Dalam kontrak ini, kontraktor tidak hanya bertanggung jawab atas pelaksanaan
konstruksi tetapi juga terhadap desain konstruksi. Kontraktor utama berfungsi pula
sebagai konsultan perencana.
Dalam suatu Kontrak Rancang Bangun, Penyedia jasa memiliki tugas membuat
suatu perencanaan proyek yang lengkap dan sekaligus melaksanaannya dalam satu
kontrak konstruksi. Jadi, Penyedia Jasa tersebut selain mendapat pembayaran atas
pekerjaan konstruksi (termasuk imbalan jasanya), dia mendapatkan pula imbalan jasa
atas pembuatan rencana/design proyek tersebut.
Dalam bentuk kontrak ini, penyedia jasa bertugas membuat perencanaan yang
lengkap dan melaksanakannya dalam suatu kontrak konstruksi. Perbedaan
antara design construction/built, dan turn-key adalah dari sistem pembayarannya,
dimana pada design contruction/built pembayaran secara term sesuai pekerjaan.
Sedangkan key-turn pembayarannya sekaligus setelah pekerjaan selesai.
4. Kontrak Rekayasa Pengadaan dan Pembangunan (Engineering, Procirement
and Contruction – EPC)
Kontrak ini sesungguhnya adalah juga bentuk kontrak rancang bangun yang
dikenal dengan istilah Design Build/Turnkey untuk pekerjaan konstruksi
sipil/bangunan gedung sedangkan kontrak EPC dimaksudkan untuk pembangunan
pekerjaan-pekerjaan dalam industri minyak, gas bumi, dan petrokimia.
Hampir mirip dengan Kontrak DB, dalam kontrak ini kontraktor juga bertanggung
jawab dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa untuk pelaksanaan proyek.
Bentuk kontrak ini sesungguhanya mirip dengan bentuk rancang bangun seperti
yang telah diuraikan sebelumnya. Kontrak rancang bangun yang dikenal dengan
istilah design build / turn key dimaksudkan untuk pekerjaan konstruksi sipil/bangunan
gedung sedangkan kontrak EPC ditujukan pada pembangunan pekerjaan-pekerjaan di
bidang industri minyak, gas bumi dan petrokimia, pembangkit listrik.
Didalam kontrak EPC yang dinilai bukan saja penyelesain seluruh pekerjaan
melainkan juga kinerja dari pekerjaan tersebut. Sebagai contoh pembangunan sebuah
pabrik pupuk urea. Dalam hal ini penyedia jasa hanya menerima pokok-pokok acuan
tugas dari pengguna jasa untuk sebuah pabrik yang akan dibangun, sehingga mulai
dari perencanaan/design dilanjutkan dengan proses pengadaan dan peralatannya
sampai dengan pemasangan/pengerjaannya menjadi tanggung jawab penyedia jasa.
Hasil pekerjaan akan dinilai apakah kinerjanya sesuai dengan TOR yang telah
ditentukan.
Bentuk kontrak ini hanya sedikit disinggung di dalam Undang-Undang
No.18/1999 tentang jasa konstruksi Pasal 16 ayat (3) yang berbunyi: “Layanan jasa
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegritas
dengan memperhatikan besaran pekerjaan itu biaya penggunaan teknologi canggih
serta resiko besar bagi para pihak atau pun kepentingan umum dalam satu pekerjaan
konstruksi”.
Penjelasan ayat 3 ini berbunyi;
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam penggabungan
perencanaan dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta
model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap
menjamin terwujudnya efisiensi. Dengan demikian bentuk kontrak EPC ini belum
diatur tata cara pelaksanaannya didalam peraturan perundang-undangan, apakah
dalam undang-undang tersendiri atau merupakan peraturan pelaksanaan dari UU
No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi sebagai peraturan pemerintah.
Pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan pada umumnya bersifat kompleks,
memerlukan teknologi canggih serta beresiko besar misalnya pembangunan kalang
minyak, pembangkit tenaga listrik dan reaktor nuklir.
Pada saat ini sudah semakin banyak kontrak EPC yang dipakai di Indonesia
terutama di kalangan dunia perminyakan dan gas serta listrik seperti Pertamina dan
PLN. Di antara para penyedia jasa, EPC sudah mulai ada yang berpengalaman dari
kalangan BUMN dan juga swasta.
5. Kontrak BOT (Build - Operate - Transfer) & BLT (Build - Lease - Transfer)
Dalam kontrak ini, pemilik lahan mengajak kontraktor untuk berinvestasi dengan
cara melaksanakan sebuah pembangunan diatas lahan pemilik atau kontraktor
mendanai seluruh biaya pekerjaan dan saat pekerjaan selesai, kontraktor memiliki hak
untuk mengelola atau menyewakan bangunan ke pihak lain. Setelah kurun waktu
tertentu, barulah bangunan tersebut dikembalikan kepada pemiliki proyek/lahan.
Sesungguhnya bentuk kontrak ini adalah sebuah pola kerja sama antara pemilik
tanah/lahan dan investor yang akan mengolah lahan tersebut menjadi satu fasilitas
untuk perdagangan, hotel, resort, atau jalan tol. Terlihat di sini kegiatan yang
dilakukan oleh investor dimulai dari membangun fasilitas sebagaimana yang
dikehendaki pemilik lahan/tanah. Inilah yang dimaksud dengan istilah B (Build).
Setelah pembangunan fasilitas selesai, investor diberi hak untuk mengelola dan
memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu. Inilah yang
dimaksud istilah O (Operate). Setelah masa pengoperasian/konsesi selesai, fasilitas
tadi dikembalikan kepada pemilik lahan (pengguna jasa). Inilah yang dimaksud
dengan istilah T (Transfer), sehingga secara keseluruhan disebu Kontrak Build,
Operate and Transfer (BOT).
Sesungguhnya bentuk kontrak ini mirip dengan rancang bangun. Bedanya dengan
bentuk rancang bangun adalah setelah fasilitas dibangun tidak ada masa konsesi yang
diberikan kepada penyedia jasa rancang bangun untuk mendapatkan pengembalian
dana yang telah diinvestasikan (return of investement) karena biaya fasilitas dibayar
langsung oleh pengguna jasa.
Setelah masa pengoperasian/konsesi fasilitas dikembalikan kepada pemilik lahan
(pengguna jasa) yang dikenal dengan istilah transfer, tentu saja fasilitas tersebut
masih dalam keadaan terawat baik. Biasanya ada kontrak tersendiri yang mengatur
hal ini. Selain, misalnya, fasilitas tersebut membutuhkan cara pengoperasian
tersendiri dan perawatannya sendiri, dibuatkan perjanjian terpisah yang
disebut Operating and Maintenance Contact/ Agreement antara pemilik lahan dan
investor.
Perjanijan perencanaan dan pembangunan rancang bangun/sendiri beserta
lamanya masa konsesi disebut Concession contract/Agreement. Biasanya lebih
disukai, masa membangun (construction period) dengan maksud memberikan intensif
bagi investor untuk mempercepat konstruksi sehingga masa pengelolaan menjadi
sedikit lebih panjang yang akan menambah penghasilan investor.
Bentuk kontrak Build, Lease, Transfer (BLT) sedikit berbeda dengan bentuk
BOT. Di sini setelah fasilitas selesai dibangun, pemilik fasilitas seolah-olah menyewa
fasilitas yang baru dibangun untuk suatu kurun waktu tertentu (Lease) kepada
investor sebagai angsuran dari investasi yang sudah ditanamkan atau fasilitas tersebut
dapat pula disewakan kepada pihak lain. Tentu saja untuk itu diperlukan perjajian
sewa (lease agreement). Setelah masa sewa berakhir, fasilitas diserahkan kepada
pemilik fasilitas (Transfer).
6. Bentuk Swakelola (Force Account)
Sesungguhnya swakelola bukanlah bentuk kontrak karena pekerjaan dilaksanakan
sendiri tanpa memborongkan kepada penyedia jasa. Bentuk ini biasa juga
disebut Eigen Beheer, misalnya suatu instansi pemerintahan melaksanakan suatu
pekerjaan dengan mempekerjakan sekumpulan orang di dalam instansi itu sendiri.
Yang memberi perintah, yang mengawasi, yang mengerjakan adalah orang-orang dari
satu instansi yang sama. Sebuah kepustakaan barat menguraikan pengertian
Swakelola (Force Account) sebagai berikut:
Swakelola adalah langkah pokok pengguna jasa terhadap keterikatan proyek dan
tanggung jawab. Inilah pendekatan klasik “Kerjakan Sendiri”. Dalam kasus yang
ekstrim, pengguna jasa merencanakan dan atau membangun seluruh proyek,
menggunakan pegawai dan peralatan sendiri. Seperti dalam semua pendekatan yang
sudah dijelaskan, pengguna jasa mempunyai pegawai yang ditugaskan mengerjakan
proyek. Akan tetapi dengan pihak-pihak lain, pengguna jasa membentuk fungsi-
fungsi pengelolahan, pengawasan atau pemantauan.
Dengan Swakelola, pengguna jasa juga memilik angkatan kerja yang
sesungguhnya (tukang kayu, tukang besi, tukang beton) dalam daftar pembayarannya.
Pekerja/tukang masuk dalam pengeluaran mereka. Biasanya dengan sistem swakelola,
pengguna jasa mendelegasikan beberapa pekerjaan khusus kepada pihak luar. Variasi
pendekatan Swakelola terjadi jika pengguna jasa alih-alih menempatkan tenaga kerja
dalam daftar gaji mereka, pengguna jasa menyewa pialang/mandor pekerja
untuk menyediakan para pekerja.
Dengan metode pialang buruh, pialang mandor berbeda dengan penyedia jasa
karena dia tidak menaggung risiko untuk menyelesaikan pekerjaan dan tidak
bertanggung jawab terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini diserahkan kepada pihak
pengguna jasa, oleh karena itu mandor pekerja hanya menyediakan para pekerja atas
dasar permintaan.
Untuk jasa ini, mandor pekerja dibayar jasanya, yang biasanya persentase dari
total upah yang dibayarkan kepada pekerja yang disediakan. Para pekerja
dipekerjakan oleh mandor tetapi digunakan atas dasar permintaan. Tak perlu
dikatakan bahwa pendekatan Swakelola menempatkan tuntutan-tuntutan pokok pada
pengguna jasa. Itulah sebabnya kebanyakan pengguna jasa kecuali untuk program-
program konstruksi jangka panjang – menghindari strategi ini. Meski demikian, para
pembangun terus mengemukakan alasan-alasan berikut ini untuk tidak melakukan
konstruksi Swakelola:

1. Kemungkinan timbul reaksi dari luar pihak (organisasi penyedia jasa, pemangku
kepentingan dan lain-lain).

2. Keterbatasann sumber daya manusia.

3. Penghimpunan pegawai, pelatihan dan biaya retensi.

4. Ketentuan kepemilikan peralatan dan juga pasokan yang besar.

5. Kesulitan di dalam hubungan antara pekerja dan konstruksi.

6. Peningkatan pertanggung jawaban untuk tugas-tugas yang berhubungan dengan


pekerjaan konstruksi seperti pengangkutan, logistik, keselamatann dan keamanan
(Gilbreath, 1992).
BAB III
ASPEK-ASPEK YANG TERKANDUNG DALAM KONTRAK KONSTRUKSI

A. ASPEK TEKNIS
Aspek teknis merupakan aspek yang dominan dalam kontrak konstruksi, jika aspek
ini berhasil dilaksanakan proyek akan dianggap berhasil atau sukses. Aspek teknis dalam
hukum konstruksi merujuk pada segala hal yang berkaitan dengan teknologi dan prosedur
yang digunakan dalam proses pembangunan. Aspek ini melibatkan pengaturan serta
penerapan standarisasi teknis yang ketat sesuai dengan undang-undang, regulasi, serta
peraturan yang berlaku dalam bidang konstruksi.
Beberapa contoh aspek teknis dalam hukum konstruksi meliputi penerapan desain
dan teknologi yang sesuai, penggunaan bahan yang memenuhi standar kualitas, jaminan
kesehatan dan keselamatan kerja pada lingkungan yang sedang dalam proses konstruksi,
serta pemeliharaan dari segi teknis agar bangunan tetap berfungsi dengan baik.
Dalam konteks hukum, aspek teknis memegang peran penting dalam menentukan
kelayakan pembangunan dan perlindungan hukum bagi pemilik proyek, profesional
konstruksi, dan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan aspek keselamatan,
kualitas, dan keandalan dari proyek konstruksi agar dapat meminimalisasi risiko kerugian
akibat kelambatan proyek, kegagalan teknis, atau bahkan kecelakaan yang bisa
mengancam jiwa manusia. Oleh karena itu, pemahaman yang teliti terhadap aspek teknis
sangatlah penting bagi para pelaku di bidang hukum konstruksi.
Pada umumnya aspek-aspek teknis yang tercakup dalam dokumen konstrak adalah
sebagai berikut:
a. Syarat-syarat umum kontrak (General Condition of Contract)
b. Lampiran-lampiran
c. Syarat-syarat khusus kontrak
d. Spesifikasi teknis
e. Gambar-gambar kontrak

Adapun aspek teknis yang perlu diperhatikan dalam industri konstruksi, yaitu:
a. Lingkup Pekerjaan
Pada lingkup pekerjaan, uraian pekerjaan harus dibuat sejelas mungkin dan
didukung dengan gambar-gambar dan spesifikasi teknis.
b. Waktu Pelaksanaan
Hal-hal yang terkait dengan waktu pelaksanaan diantaranya tanggal penandatanganan
kontrak/tanggal kontrak, tanggal terbitnya surat perintah kerja, tanggal penyerahan
lahan, tanggal uang muka diterima.
c. Metode Pelaksanaan
Metode sangat dipengaruhi waktu, penyerahan lahan, jalan masuk, dll.
d. Jadwal Pelaksanaan
Jadwal diperlukan untuk memantau dan mengendalikan pekerjaan, biasanya
disiapkan sebelum penandatangan kontrak.
e. Cara/Metode Pengukuran
Perlu ditetapkan metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur volume
pekerjaan.

B. ASPEK HUKUM
Aspek hukum dalam konstruksi adalah segala hal yang berkaitan dengan peraturan
hukum yang berlaku dalam pembangunan suatu proyek konstruksi, yang meliputi: izin-
izin, regulasi, persyaratan teknis, hukum tenaga kerja, hukum perlindungan lingkungan,
serta hukum perlindungan konsumen. Aspek hukum ini sangat penting dalam industri
konstruksi, karena setiap konstruksi harus memenuhi syarat dan persyaratan hukum yang
berlaku dan tidak merugikan pihak-pihak terkait. Pelanggaran aspek hukum dalam
konstruksi dapat berakibat pada denda, sanksi, atau pembatalan proyek pembangunan.
Oleh karena itu, perusahaan konstruksi harus memahami dan mematuhi peraturan hukum
yang berlaku dalam industri konstruksi.
a. Penghentian Sementara Pekerjaan
Pasal mengenai penghentian pekerjaan harus dicantumkan dalam kontrak, diatur
pelaksanaannya dan dijelaskan alasan dan akibatnya. Jika tidak dicantumkan dalam
kontrak, maka penyedia jasa maupun pengguna jasa dihadapkan pada ketidakpastian
hukum.
b. Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak
Terjadi jika pekerjaan dihentikan oleh salah satu pihak secara sepihak dengan
membatalkan kontrak. Ketentuan mengenai pengakhiran perjanjian/kontrak dituntut
dalam PP No.29/200 wajib dicantumkan didalam kontrak. Konsekuensi hukum yang
timbul, hak-hak dan kewajiban para pihak, dan tata cara pemberitahuan mengenai
pemutusan kontrak harus diatur dengan jelas.
c. Ganti Rugi Keterlambatan
Uraian mengenai denda atau ganti rugi keterlambatan harus dicantumkan dalam
kontrak kerja atau perjanjian untuk mengantisipasi jika terjadi keterlambatan
penyelesaian pekerjaan.
d. Penyelesaian Perselisihan
Menurut Perpres No.29/2000 ketentuan mengenai penyelesaian perselisihan harus
dicantumkan dalam suatu kontrak. Bagian ini mengatur tentang batas waktu
musyawarah, dan jalur penyelesaian perselisihan melalui pengadilan, arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa (PP No. 29/2000 Pasal 49 ayat 1)
e. Keadaan Memaksa
Pada bagian ini mengatur tentang tata cara pemberitahuan, penanggulangan atas
kerusakan dan tindak lanjut dari kejadian yang terjadi di luar kehendak atau
kemampuan penyedia jasa maupun pengguna jasa. Contohnya bencana alam,
peperangan, pemberontakan, wabah penyakit, dll.
f. Hukum yang Berlaku
Pada bagian ini harus dicantumkan hukum yang berlaku untuk mengantisipasi
timbulnya perselisihan. PP No.29/2000 Pasal 23 ayat 6 menyatakan bahwa kontrak
kerja harus tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Walaupun salah satu pihak
dalam kontrak adalah orang atau perusahaan asing, kontrak konstruksi tetap wajib
tunduk pada hukum Indonesia.
g. Bahasa Kontrak
Untuk kontrak kerjasama pemerintah dengan pinjaman luar negeri (loan), kontrak
tersebut dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Jika ada perbedaan
penafsiran antara kedua Bahasa, yang berlaku adalah Bahasa Indonesia.
h. Domisili
Domisili atau tempat kedudukan para pihak dalam suatu kontrak ditentukan hanya
dengan maksud apabila timbul perselisihan atau sengketa, pemutusan kontrak akan
diselesaikan oleh pengadilan.

C. ASPEK KEUANGAN/PERBANKAN

Aspek keuangan dalam konstruksi adalah faktor penting yang harus diperhatikan
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proyek konstruksi untuk memastikan
kesuksesan proyek secara finansial. Aspek keuangan dalama konstruksi
membahas/mengatur beberapa hal sebagai berikut:

a. Anggaran: Pembuatan anggaran adalah tahap awal dalam perencanaan proyek


konstruksi. Anggaran harus dibuat secara cermat dan detail agar mencakup semua
biaya yang diperlukan dalam proyek.
b. Pengelolaan Biaya: Pengelolaan biaya merupakan proses pengendalian biaya selama
pelaksanaan proyek. Hal ini mencakup pemantauan keuangan proyek, perencanaan
dan penataan sumber daya, serta peninjauan tindakan penyesuaian yang diperlukan.
c. Estimasi Biaya: Estimasi biaya adalah proses untuk menilai dan menghitung total
biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek konstruksi. Hal ini dilakukan
pada awal proyek dan berlanjut selama proses pembangunan.
d. Perencanaan Keuangan: Perencanaan keuangan dilakukan dengan tujuan agar proyek
konstruksi dapat diproyeksikan keuntungannya secara tepat. Ini termasuk
memperkirakan pendapatan, pengeluaran, dan profitabilitas dari proyek.
e. Pembiayaan: Pembiayaan adalah faktor penting dalam proyek konstruksi.
Ketersediaan dana yang cukup harus dipastikan sejak awal agar biaya pembangunan
dapat ditangani dengan baik.
f. Pembayaran: Sistem pembayaran harus diatur dengan jelas untuk memastikan bahwa
semua pihak terlibat dalam proyek konstruksi mendapatkan bayaran yang tepat pada
waktu yang tepat.
g. Laporan Keuangan: Laporan keuangan haru disiapkan secara berkala, misalnya
bulanan, triwulan dan tahunan. Hal ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan
akuntabilitas keuangan dari proyek konstruksi.

Hal-hal yang penting dalam Aspek-aspek keuangan/perbankan kontrak konstruksi yaitu:


a. Nilai kontrak (contract amount)/Harga borongan
b. Cara pembayaran (Metbod of Payment)
c. Jaminan-jaminan (Guaranteel Bonds)
Jaminan pembayaran dalam kontrak konstruksi dibagi menjadi dua yaitu,
a. Jaminan-jaminan yang disediakan oleh penyedia jasa
- Jaminan uang muka
- Jaminan pelaksanaan
- Jaminan perawatan atas cacat
b. Jaminan yang diberikan oleh pihak pengguna jasa
- Jaminan pembayaran

Jaminan-jaminan yang biasa dipergunakan dalam suatu kontrak kerja konstruksi


ialah bank Garansi dan warkat bank lain yang mempunyai kekuatan jaminan seperti bank
garansi.
Adapun jenis-jenis warkat bank yaitu sebagai berikut:
a. Bank Garansi dan Standby Letter of Credit
Bank garansi dikeluarkan oleh bank merupakan jaminan pembayaran dari bank yang
diberikan kepada pihak penerima jaminan (baik perorangan maupun perusahaan dan
bisa disebut beneficiary) apabila pihak yang dijamin (biasanya nasabah bank penerbit
dan disebut applicant) tidak dapat memenuhi kewajiban. Artinya bank menjamin
nasabahnya memenuhi suatu kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan persetujuan
atau berdasarkan suatu kontrak perjanjian yang disepakati.
Standby letter of credit (SBLC) mengacu pada instrumen hukum yang dikeluarkan
oleh bank atas nama kliennya, memberikan jaminan komitmennya untuk membayar
penjual jika kliennya (pembeli) gagal memenuhi perjanjian. SBLC sering digunakan
dalam transaksi internasional dan domestik di mana para pihak dalam kontrak tidak
saling mengenal.
b. Surety Bond
Surety bond adalah asuransi pengganti kerugian jika principal atau kontraktor gagal
menjalankan proyek milik oblige/penerima kewajiban. Oleh karena itu, produk ini
dapat meminimalisir risiko yang akan didapatkan oleh kedua pihak.
c. Letter of comfort, Warranty, dan Indemnity
- Letter of comfort dikeluarkan oleh pihak pemilik saham terbesar dari suatu
perusahaan pengguna jasa konstruksi bahwa pemilik tidak akan melepas
sahamnya pada masa pelaksanaan konstruksi.
- Warranty adalah sebuah janji atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak.
Warranty dibuat sebagai tindak antisipasi jika terjadi pelanggaran atau
menimbulkan kerugian, baik untuk tertanggung atau penanggung.
- Indemnity perjanjian kontraktual antara dua pihak. Dalam pengaturan ini, satu
pihak setuju untuk membayar potensi kerugian atau kerusakan yang disebabkan
oleh pihak lain.

D. ASPEK PERPAJAKAN

Pada suatu kontrak konstruksi aspek perpajakan terutama yang berkaitan dengan nilai
kontrak sebagai pendapatan dari penyedia jasa baik pajak pertambahan nilai maupun pajak
penghasilan (PPh). Dalam kontrak konstruksi PPN dicantumkan secara eksplisit, tetapi ada
juga yang sudah termasuk dalam nilai kontrak atau harga borongan.
Jenis pajak yang terkait dengan jasa konstruksi ada dua, yaitu Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penghasilan. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu pajak tidak langsung yang
merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri yang dipungut pada setiap tingkat
penyerahan dalam jalur produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen dengan
menggunakan metode kredit pajak. Besarnya tarif PPN adalah 10% dari nilai dasar
pengenaan pajak.
b. Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak atas penghasilan yang merupakan jenis pajak
langsung yang dipungut oleh pemerintah pada hampir setiap negara di dunia
meskipun caranya tidak selalu sama. Di Indonesia pajak atas penghasilan juga
diberlakukan.

E. ASPEK PERASURANSIAN
Aspek asuransi yang terdapat pada kontrak konstruksi adalah asuransi yang harus
mencakup seluruh proyek termasuk jaminan kepada pihak ketiga dengan masa
pertanggungan selama proyek berlangsung. Biasanya penerima manfaat dari asuransi ini
adalah pengguna jasa/pemilik, tetapi yang membayar premi asuransi adalah penyedia jasa.

Adapun pengertian asuransi pada industry konstruksi yaitu, merupakan salah satu
sarana pengalihan risiko dengan cara pembiayaan risiko (Risk Financing), dimana
pengguna jasa/pemilik sebagai transferor bermaksud untuk menghilangkan atau
mengurangi tanggung jawab terhadap kerugian yang diakibatkan olejh timbulnya suatu
risiko dengan memindahkan tanggung jawab kepada perusahaan asuransi sebagai
transferee.

Terdapat 4 (empat) unsur yang terlibat dalam asuransi, yaitu:

1. Penanggung jawab (insurer), yang memberikan proteksi


2. Tertanggung (insured), yang menerima proteksi
3. Peristiwa (accident), yang tidak terduga atau tidak diketahui sebelumnya, peristiwa
yang dapat menimbulkan kerugian
4. Kepentingan (interest), yang diasuransikan yang mungkin akan mengalami kerugian
disebabkan oleh peristiwa itu.

Terdapat 4 (empat) prinsip utama dalam asuransi, yaitu:


1. Kepentingan yang dapat diasuransikan
2. Jaminan ata sganti rugi
3. Kepercayaan
4. Itikad baik
F. ASPEK SOSIAL EKONOMI
Dalam suatu kontrak konstruksi tidak jarang terdapat aspek sosial ekonomi yang harus
dimasukan dalam kontrak/dipersyaratkan sebagai syarat-syarat kontrak, adapun
diantaranya yaitu:
a. Keharusan menggunakan tenaga kerja di sekitar proyek dilaksanakan, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan lapangan kerja bagi orang-orang di daerah proyek
tersebut sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial.
b. Keharusan menggunakan material dan peralatan yang diproduksi di dalam negeri, hal
ini dimaksudkan untuk menumbuhkan perekonomian dan menghemat devisa.
c. Tenaga kerja keahlian khusus misalnya memerlukan tenaga kerja khusus diluar
daerah sekitar proyek.

G. ASPEK ADMINISTRASI
Dalam suatu industri konstruksi, aspek administrasi sangatlah penting. Dimana aspek
administrasi ini sendiri mencakup hal-hal penting seperti keterangan mengenai para pihak,
laporan keuangan, korespondensi, dan hubungan kerja antara para pihak.
a. Keterangan pada pihak harus tercantum secara jelas dalam suatu kontrak
b. Laporan kemajuan pekerjaan perlu diatur dalam tata cara beserta format yang baku
dan periode pelaporan. Hal ini diperlukan untuk memantau kemajuan pekerjaan
dibandingkan dengan rencana/jadwal pelaksanaan.
c. Korespondensi diperlukan untuk tertib administrasi mengenai informasi antara para
pihak agar semua dapat didokumentasikan, seperti wakil para pihak, alamat serta
bentuk-bentuk korespondensi yang disepakati seperti taleks, facsimile, e-mail, surat
biasa harus diatur agar informasi-informasi tersebut dapat diakui kesahannya.
d. Yang dimaksudkan dengan hubungan kerja antar penyedia jasa dan pengguna jasa
adalah penetapan nama orang/badan yang mewakili pengguna jasa di lapangan
demikian juga dengan wakil dari penyedia jasa.
BAB VI
TINJAUAN STANDAR/SISTEM KONTRAK KONSTRUKSI INTERNASIONAL
(AIA, FIDIC, JCT, SIA)

Dalam lingkup Internasional dikenal beberapa bentuk syarat kontrak konstruksi yang
diterbitkan oleh beberapa negara, diantaranya adalah FIDIC (Federation Internationale des
Ingenieurs Counsels), JCT Joint Contract Tribunals), AIA (American Institute of Architects), dan
SIA (Singapore Institute of Architects).
Di Indonesia pada umumnya sering dijumpai kontrak yang menggunakan standar/system
FIDIC dan JCT, terutama untuk proyek Pemerintah yang menggunakan dana pinjaman (loan)
dari luar negeri. Negara penyandang dana dari Eropa Barat biasanya menggunakan
system/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan negara-negara persemakmuran memakai system
JCT. Sistem AIA kebayakan dipakai oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di
Indonesia (kontrak-kontrak pertambangan).

A. Standar/Sistem Kontrak Amerika Serikat (AIA)


American Institute of Architects (AIA) adalah sebuah institusi profesi di Amerika
Serikat yang menerbitkan dokumen kontrak/syarat-syarat kontrak konstruksi yang biasa
dikenal dengan istilah AIA Standard dan dipergunakan secara luas di Amerika Serikat.
General Conditions of Contract for Construction, yang diterbitkan oleh The American
Institute of Architect (AIA) terdiri dari 14 Pasal (Article) dan 71 ayat. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Kata-kata/istilah yang diberi definisi hanya yang penting-penting seperti Contract
Documents (Article 1), Architect (Article 2), Owner (Article 3), Contractor (Article
4), Subcontractor (Article 5), Time (Article 8).
2) Sebagai Pengguna Jasa dipakai istilah Owner dan Direksi Pekerjaan disebut
Architect.
3) Pengguna Jasa (Owner) mempunyai hak untuk menghentikan Pekerjaan (Article 3-
ayat 3.3) dan melaksanakan Pekerjaan (Article 3-ayat 3.4) serta membuat kontrak
terpisah (Article 6-ayat 6.1)
4) Penyedia Jasa harus menyampaikan Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond)
(Article 7-ayat 7.5)
5) Penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase (ayat 7.10)
6) Dimungkinkan penyerahan Pekerjaan secara substansial (tidak harus mutlak 100%)
(Article 9-ayat 9.7)
7) Perubahan Pekerjaan disebut Changes in the Works (Article 12)
8) Pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh Pengguna Jasa (Owner) atau oleh Penyedia
Jasa (Article 14)
Di samping AIA, di Amerika Serikat terdapat institusi/asosiasi profesi lain yang
menerbitkan cara-cara pelelangan dan dokumen kontrak seperti The National Society of
Professional Engineers (NSPE), Association General Contractors of America (AGC), dan
lain-lain.
Robert D. Gilbreath dalam bukunya Managing Construction Contracts, memberikan
contoh Perjanjian/Agreement yang biasa digunakan di Amerika Serikat yang terdiri dari 9
butir, dengan uraian sebagai berikut :
Pertama : Persetujuan Penyedia Jasa yang dengan biayanya sendiri
menyediakan tenaga kerja dan jasa, menyediakan semua bahan dan
peralatan tetap dan menyediakan semua peralatan konstruksi yang
diperlukan dan mematuhi instruksi Pengguna Jasa sesuai ketentuan
kontrak. Seluruh pekerjaan tersebut diuraikan lebih lengkap dalam
Syarat-syarat Umum Kontrak, Syarat-syarat Khusus Konstruksi,
Spesifikasi Teknis dan Gambar-gambar yang merupakan satu
kesatuan dengan Perjanjian. Penyedia Jasa setuju untuk melindungi
pekerjaan tersebut sampai selesai dan diserahkan.
Kedua : Pengguna jasa setuju menyediakan barang-barang dan jasa tertentu
untuk Penyedia Jasa
Ketiga : Penyedia Jasa setuju melaksanakan pekerjaan sesuai jadwal
pelaksanaan yang telah ditetapkan dalam kontrak
Keempat : Persetujuan Pengguna Jasa untuk membayar Penyedia Jasa sebesar
nilai kontrak. Dijabarkan pula perincian pekerjaan lump sum, unit
price, dan pekerjaan tambah/kurang. Juga diuraikan harga satuan
bahan dan upah.
Kelima : Seluruh persyaratan tercantum dalam dokumen kontrak merupakan
satu kesatuan.
Keenam : Kewajiban penyedia jasa untuk menutup asuransi sampai pekerjaan
selesai dengan menyebutkan besarnya nilai pertanggungan dan tata
cara pelaksanaannya.
Ketujuh : Penyedia jasa setuju untuk membayar pajak-pajak yang terkait
dengan pekerjaan ini.
Kedelapan : Penyelesaian perselisihan diselesaikan Badan Peradilan Sengketa
Konstruksi dengan keputusan final dan mengikat.
Kesembilan : Penyedia Jasa harus menyerahkan Jaminan Pelaksanaan dalam
waktu 10 hari setelah kontrak ditandatangani.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa isi perjanjian/kontrak konstruksi hanya berisi hal-
hal yang pokok/penting (hanya terdiri dari 9 Pasal), diantaranya yang penting yakni :
i. Persetujuan Pengguna Jasa untuk membayar Penyedia Jasa sebesar nilai kontrak
(Pasal 4)
ii. Kewajiban Penyedia Jasa untuk menutup asuransi sampai pekerjaan selesai (Pasal 6)
iii. Kewajiban Penyedia Jasa untuk membayar pajak-pajak terkait pekerjaan (Pasal 7)
iv. Kewajiban Penyedia Jasa menyerahkan jaminan pelaksanaan (Pasal 9)
Dari 9 Pasal tersebut, kewajiban/persetujuan Penyedia Jasa ada 5 buah (Pasal 1, 3, 6,
7, dan 9) sedangkan kewajiban Pengguna Jasa ada 2 buah (Pasal 2, 4). Dua pasal lainnya
(Pasal 5, 8) merupakan ketentuan umum.
Disini terlihat bahwa syarat-syarat/ketentuan kontrak lainnya dicantumkan dalam
syarat-syarat umum kontrak, syarat-syarat Khusus Konstruksi, Spesifikasi Teknis, Gambar-
gambar yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian (Pasal 5).
Syarat-syarat Umum Kontrak (General Conditions) terdiri dari 44 pasal. Dari pasal-
pasal yang tercantum dalam Syarat-syarat Umum Kontrak, dapat disimpulkan beberapa hal
penting sebagai berikut :
a. Kata-kata/istilah yang dipakai diberi definisi agar tidak terjadi perbedaan penafsiran
antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa (Pasal 1)
b. Tidak ada kewajiban Penyedia Jasa yang boleh dikesampingkan (Pasal 3)
c. Jaminan Penyedia Jasa untuk memperbaiki Pekerjaan cacat (Pasal 5)
d. Dimungkinkan perubahan-perubahan Pekerjaan (Pasal 8) (istilah yang dipakai
“Changes in the Work”)
e. Dimungkinkan penyerahan Pekerjaan sebagian-sebagian (Pasal 9) tapi tidak berarti
pengesampingan Pekerjaan tersebut.
f. Penyedia Jasa tidak dapat mengajukan klaim karena volume sesungguhnya berbeda
dengan perkiraan (Pasal 17)
g. Diatur mengenai pelimpahan Kontrak (Pasal 22)
h. Hak Pengguna Jasa untuk memutuskan Kontrak (Pasal 23) (istilah untuk Pengguna
Jasa: Owner, berbeda dengan FIDIC/JCT: Employer)
i. Peraturan mengenai penangguhan Pekerjaan karena Kontrak diingkari (Pasal 31) dan
hak Pengguna Jasa untuk menangguhkan sementara Pekerjaan (Pasal 37)

B. Standar/Sistem Kontrak FIDIC 1987


FIDIC merupakan singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Counsels,
yang sebutannya :
 International Federation of Consultant Engineers (dalam Bahasa Inggris)
 Federasi Internasional Konsultan Teknik (dalam Bahasa Indonesia)
FIDIC didirikan pada tahun 1913, dengan tujuan untuk memajukan secara umum
kepentingan-kepentingan profesional dari anggota asosiasi dan menyebarkan informasi
atau kepentingannya kepada anggota-anggota dari kumpulan asosiasi nasional. Kini jumlah
keanggotaan FIDIC sudah tersebar di lebih dari 60 negara di seluruh dunia.
FIDIC telah Menyusun 2 versi syarat-syarat kontrak yang berbeda maksud dan
tujuannya. Yang pertama, ditujukan untuk Pekerjaan-pekerjaan konstruksi Teknik Sipil
(Works of Civil Engineering Construction) dan yang kedua khusus untuk pekerjaan
Rancang Bangun (Design Build and Turnkey).
Untuk memudahkan rujukan kita sebut saja :
1) SYARAT-SYARAT UMUM FIDIC 1987
a. Definisi dan Interpretasi (Definitions and interpretations)
Menjelaskan definisi-definisi terminologi yang digunakan di dalam kontrak
supaya pemberi dan penyedia jasa memiliki pemahaman yang sama, seperti siapa
pemberi jasa, penyedia jasa, tanggal dilaksanakan, masa pelaksanaan, nilai kontrak,
mata uang, dll.
b. Pelimpahan Kontrak dan Sub Penyedia Jasa (Assignment and Subcontract)
Menjelaskan bahwa Penyedia dan Penerima Jasa tidak berhak melimpahkan
kontrak, baik sebagian atau seluruhnya.
c. Dokumen-Dokumen Kontrak (Contract Documents)
Ditetapkan bahasa kontrak dan undang-undang mana yang akan diberlakukan.
Bila kontrak ditulis lebih dari satu bahasa, maka salah satu diantaranya akan dipilih
sebagai bahasa yang lebih unggul.
d. Kewajiban-Kewajiban Umum (General Obligations)
 Pengguna jasa yang menyiapkan kontraknya
 Jaminan bila ada cacat dari penyedia jasa (performance security)
 Masa berlakunya performance security adalah sampai seluruh cacat diperbaiki
 Asuransi pekerjaan dan peralatan penyedia jasa
 Keadaan-keadaan yang dikecualikan dari asuransi
 Diwajibkan penyedia jasa memberikan kepada penyedia jasa lain
e. Penangguhan Pekerjaan (Suspension of work)
ketentuan mengenai penangguhan pelaksanaan pekerjaan atas instruksi
direksi pekerjaan atau pimpinan proyek untuk sementara waktu.
f. Pelaksanaan dan Kelambatan-kelambatan (Commencement and Delays)
 cara penyerahan lahan baik sebagian atau seluruhnya.
 ganti rugi atas kelambatan
g. Tanggung jawab atas cacat (Defect Liability)
 tanggung jawab penyedia jasa atas pekerjaan-pekerjaan yang cacat dan kurang
sempurna dalam suatu periode tertentu setelah pekerjaan selesai.
 Setelah proyek selesai maka perawatan gedung menjadi tanggung jawab
pengguna jasa
 Pengguna jasa berhak memilih penyedia jasa lain jika penyedia jasa tidak
memperbaiki pekerjaan cacatnya
h. Perubahan-perubahan, Penambahan-penambahan dan Pengurangan-pengurangan
 ditentukan perubahan bentuk, mutu, dan jumlah pekerjaan atau bagiannya
 Yang membuat perubahaan adalah direksi pekerjaan
 Perubahan berupa:
1) menambah atau mengurangi jumlah pekerjaan dalam kontrak
2) menghilangkan sesuatu pekerjaan (tetapi tidak pekerjaan yang
dilaksanakan pengguna jasa atau penyedia jasa lain)
3) mengubah karakter atau mutu atau jenis pekerjaan
4) mengubah ketinggian, garis, posisi, dan dimensi bagian pekerjaan
5) melaksanakan pekerjaan tambah
6) mengubah urut-urutan pekerjaan atau waktu pelaksanaan dari satu bagian
pekerjaan
i. Jumlah-jumlah Perkiraan (Provisional Sums)
suatu jumlah yang dimasukkan ke dalam kontrak untuk dilaksanakan sebagai
bagian dari pekerjaan atau untuk pasokan barang, bahang-bahan, peralatan atau jasa
atau untuk hal tidak terduga di mana jumlahnya bisa dipakai seluruhnya atau
sebagian atau tidak sama sekali sesuai instruksi direksi pekerjaan
j. Perbaikan-perbaikan (Remedies)
ketentuan sehubungan dengan kesalahan penyedia jasa seperti:
 Kebangkrutan
 melanggar kontrak
 gagal melaksanakan pekerjaan
 gagal meneruskan pekerjaan dalam waktu 28 hari setelah menerima teguran
 gagal melaksanakan instruksi direksi pekerjaan
 meskipun telah ada teguran tertulis sebelumnya tetap mengabaikan kewajiban-
kewajiban kontrak
 bertentangan dengan ketentuan pelimpahan kontrak dan sub penyedia jasa
Setelah memberi peringatan 14 hari, maka pengguna jasa dapat menunjuk
penyedia jasa lain
k. Risiko-risiko Khusus (special risks)
Penyedia jasa tidak harus bertanggung jawab dalam bentuk apa pun sebagai
konsekuensi dari risiko-risiko khusus seperti kerusakan akibat proyektil, peluru
kendali, dll.
l. Pembebasan dari pelaksanaan (Release from Performance)
Apabila ada kejadian di luar kendali kedua belah pihak yang terjadi setelah
penerbitan surat penunjukan pemenang tender yang memuat tidak mungkin
melaksanakan kewajiban kontrak, maka para pihak dibebaskan dari pelaksanaan
selanjutnya dan para pihak akan keluar dari kontrak.
m. Penyelesaian perselisihan (Settlements of Disputes)
Mengatur:
 sengketa baik selama pelaksanaan maupun setelah selesai, terlebih dahulu
disampaikan secara tertulis kepada direksi pekerjaan
 membuka kemungkinan penyelesaian secara damai dengan ketentuan kecuali
para pihak menetapkan lain, arbitrase boleh dilakukan pada atau setelah 56 hari
sejak surat pemberitahuan akan ke arbitrase
 lembaga arbitrase yang dipilih menggunakan aturan International Chamber of
Commerce
n. Kesalahan Pengguna Jasa (Default of Employer)
Cidera janji dari pengguna jasa yang dapat merupakan:
 gagal membayar penyedia jasa dalam waktu 28 hari sejak pembayaran
seharusnya dilakukan
 mencampuri atau menghalangi atau menolak persetujuan suatu sertifikat
 Bangkrut
 memberitahu penyedia jasa bahwa karena alasan ekonomi yang tidak terduga,
tidak mungkin melanjutkan kewajiban-kewajiban kontraknya
Bila terjadi salah satu hal di atas, sesuai dengan Pasal 69:
 Penyedia Jasa berhak memutus kontrak dengan cara memberitahukan dan
kontrak akan putus dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan
 Diatur pemindahan peralatan Penyedia Jasa dari lapangan dalam waktu 14 hari
setelah kontrak diputuskan.
 Diatur kewajiban Pengguna Jasa untuk membayar Penyedia Jasa seolah-olah
kontrak putus karena risiko khusus ditambah sejumlah ganti rugi karena
pemutusan kontrak ini.
 Hak Penyedia Jasa untuk menangguhkan pekerjaan bila Pengguna Jasa gagal
melakukan pembayaran dalam waktu 28 hari sejak pembayaran tersebut
seharusnya dilakukan, serta ketentuann mengenai tambahan waktu dan ganti
rugi kepada Penyedia Jasa jika penangguhan Pekerjaan menyebabkan Penyedia
Jasa menderita kelambatan dan menimbulkan biaya.
Adapun perjanjian/Kontrak yang ditandatangani oleh para pihak menurut
sistem/standar FIDIC 1987 hanya terdiri dari 4 butir/pasal, yakni :
a) Penjelasan yang menyatakan bahwa semua kata dan atau istilah/ungkapan
harus diartikan seperti tercantum dalam Syarat-syarat Kontrak (Conditions of
Contract)
b) Dokumen-dokumen lain merupakan satu kesatuan dari Perjanjian
c) Penyedia Jasa harus melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai
Syarat-syarat Kontrak.
d) Kewajiban Pemberi Tugas/Pengguna Jasa untuk membayar hasil hasil
pekerjaan Penyedia Jasa sesuai ketentuan dalam kontrak pada waktu dan cara
sesuai Syarat-syarat Kontrak.
Dua butir berisi pernyataan, yakni pertama mengenai arti suatu kata/ungkapan
harus diartikan seperti tersebut dalam Syarat-syarat Kontrak. Yang kedua
menyatakan bahwa dokumen-dokumen lain merupakan satu kesatuan dengan
Perjanjian. Dua butir lainnya berisi masing-masing kewajiban Penyedia Jasa dan
Pengguna Jasa.
Lampiran dari Syarat-syarat Umum Sistem FIDIC berisikan :
a) Jumlah/Nilai Jaminan Pelaksanaan-persentase dari nilai kontrak
b) Minimum jumlah asuransi pihak ketiga dinyatakan dalam mata uang untuk
setiap kali kejadian dengan jumlah kejadian tidak terbatas
c) Waktu untuk penerbitan Surat Perintah Kerja dinyatakan dalam hari
d) Waktu pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dalam hari
e) Jumlah ganti rugi kelambatan per hari
f) Persentase perubahan pos perkiraan (Stel Pos)
g) Persentase nilai tagihan material dan peralatan
h) Persentase uang retensi
i) Pengurangan jumlah uang retensi
j) Jumlah minimum sertifikat pembayaran termin dinyatakan dalam mata uang
k) Tingkat bunga uang untuk jumlah belum terbayar
Fungsinya agar mempermudah pencarian kembali salah satu ketetapan.

2) SYARAT-SYARAT KHUSUS FIDIC 1987


Pada bagian ini dijelaskan hal-hal mengenai ketentuan yang harus diatur secara
khusus mengingat sifat/kondisi Pekerjaan tertentu yang berbeda satu sama lain. Diantara
hal-hal yang diatur secara khusus yang mungkin bermanfaat untuk kontrak kita di masa
mendatang adalah :
 Penyebutan
Pengharusan adanya penyebutan tertentu
 Bahasa dan Hukum
Apabila bahasa ada dua, salah satu harus dipilih sebagai bahasa utama
 Prioritas dokumen kontrak
Menjelaskan bahwa jika diputuskan syarat untuk berlakunya dokumen harus
dicantumkan, atau jika diputuskan bahwa tak ada urutan berlakunya dokumen yang
harus dimasukkan
 Jaminan Pelaksanaan
Jika mau ada jaminan dari Penyedia Jasa, bentuk jaminan harus dilampirkan dalam
Syarat-syarat
 Bonus untuk Penyelesaian
Merupakan ayat tambahan jika diinginkan membuat ketentuan mengenai
pembayaran bonus untuk penyelesaian dini
 Arbitrasi
Ini merupakan ayat tambahan untuk menambah ketentuan-ketentuan mengenai
jumlah arbiter, tempat sidang, bahasa persidangan.
 Defaul Atasan
Menjelaskan bahwa bila Pengguna Jasa adalah Pemerintah, mungkin perlu
dipertimbangkan mengubah syarat ini

C. Standar/Sistem Kontrak FIDIC 1995


Dijelaskan bahwa syarat kontrak ini disiapkan dan direkomendasikan untuk
penggunaan umum, untuk tujuan pekerjaan rancang bangun dimana peserta tender
diundang atas dasar Internasional, dengan sedikit modifikasi syarat ini juga cocok untuk
kontrak-kontrak dalam negeri.
Dalam pengaturan umum untuk kontrak Rancang Bangun, Penyedia jasa
bertanggung jawab atas perencanaan dan syarat-syarat, sesuai keinginan Pengguna Jasa
dari pekerjaan yang mungkin termasuk setiap kombinasi dari disiplin Teknik dan pekerjaan
gedung, serta pembayaran termin dilakukan sejalan dengan kemajuan pekerjaan.
1. SYARAT-SYARAT UMUM FIDIC 1995
Terdiri dari 20 Pasal, dengan keseluruhan 160 ayat, yakni :
a) Kontrak
b) Pemberi Kerja
c) Perwakilan pemberi kerja
d) Kontraktor
e) Desain
f) Staf dan Tenaga Kerja
g) Tanaman, Bahan, dan Pengerjaan
h) Permulaan, Penundaan, dan Penangguhan
i) Pengujian saat penyelesaian
j) Pengambil alihan pekerja
k) Pengujian setelah selesai
l) Kewajiban cacat
m) Biaya kontrak dan Pembayaran
n) Variasi
o) Kelalaian kontraktor
p) Kelalaian pemberi pekerjaan
q) Resiko dan Kewajiban
r) Asuransi
s) Force Majeur
t) Klaim, Sengketa, dan Arbitrase
2. SYARAT-SYARAT KHUSUS FIDIC 1995
Dalam syarat ini diatur secara khusus beberapa pasal/ayat/sub ayat sehubungan
sifat/kondisi khusus suatu Pekerjaan, beberapa diantaranya dibahas sebagai bahan
pertimbangan untuk kontrak kita di masa mendatang. Syarat khusus FIDIC 1995 yang
dibahas, sebagai berikut :
a) Prioritas Dokumen (Priority of Document)
Dijelaskan apabila terjadi pertentangan pada dokumen kontrak, biasanya
diperlukan prioritas dengan mengubah ayat ini yang menyatakan bahwa dalam hal
terjadi kemenduaan arti atau ketidakcocokan, maka prioritasnya adalah yang
sesuai dengan UU.
b) Tanggung Jawab Terpisah dan Bersama (Joint and Several Liability)
Mengharuskan sebuah kontrak Turnkey yang besar yang dikerjakan oleh
usaha patungan memberikan rincian mengenai usaha patungan tersebut antara lain
dengan adanya jaminan dari perusahaan induk masing-masing anggota.
c) Jalan Masuk dan Penyerahan Lahan (Access to and Possession of the Site)
Perlunya mendapatkan jalan masuk lebih dini untuk melakukan survei dan
penyelidikan tanah bagi Penyedia Jasa.
d) Jaminan Pelaksanaan (Performance Security)
Mengatur bentuk-bentuk jaminan pelaksanaan sesuai format yang diberikan
pada waktu tender, serta dijelaskan bahwa dalam hal jaminan tersebut berbentuk
garansi bank (bank lokal/bank asing yang telah disetujui)
e) Para Sub Penyedia Jasa (Subcontractors)
Diatur bahwa pekerjaan kecil (yang nilainya 0,01% dari nilai kontrak) tidak
memerlukan izin Pengguna Jasa.
f) Dokumen-dokumen Konstruksi (Construction Documents)
Menjelaskan bahwa dokuen konstruksi (termasuk semua gambar) harus
diajukan penyedia jasa untuk diperiksa Wakil pengguna Jasa sebelum konstruksi
dimulai.
g) Hak Paten (Patent Rights)
Menjelaskan mengenai Pekerjaan yang dilaksanakan Penyedia Jasa,
melibatkan perencanaan yang sebelumnya telah dibuat pihak lain yang disediakan
untuk Pengguna Jasa.
h) Waktu Penyelesaian (Time for Completion)
Menjelaskan pekerjaan yang diserahkan secara bertahap dengan menyatakan
hal ini harus diterapkan dalam bagian-bagian tersebut dan Lampiran Tender.
i) Ganti Rugi atas Kelambatan (Liquidated Damages for Delay)
Mengatur mengenai cara menghitung ganti rugi atas kelambatan.
j) Kewajiban-kewajiban Penyedia Jasa mengenai Pengetesan pada Penyelesaian
(Contractor’s Obligations)
Menjelaskan dalam permintaan Pengguna Jasa, harus diterangkan mengenai
pengetesan yang diminta sebelum pekerjaan diambil alih untuk menunjukkan
bahwa pekerjaan telah selesai.
k) Kewajiban-kewajiban Pengguna Jasa mengenai Pengetesan sesudah Penyelesaian
(Employer’s Obligations)
Mengatur mengenai pengetesan seluruh penyelesaian yang dilakukan oleh
Pengguna Jasa dimana pengetesan biasanya dilakukan dengan bimbingan staf
Penyedia Jasa.
l) Perubahan-perubahan (Variation)
Dijelaskan bahwa terdapat 3 perubahan yang mungkin terjadi, yakni :
 Perubahan yang diperintahkan Wakil Pengguna Jasa
 Perubahan yang diusulkan Penyedia Jasa demi keuntungan kedua pihak
 Perubahan yang dimintakan pengusulannya kepada Penyedia Jasa oleh Wakil
Pengguna Jasa

D. Standar/Sistem Kontrak JCT 1980


JCT merupakan singkatan dari Joint Contract Tribunals, suatu institusi di Inggris
yang menyusun standar kontrak konstruksi untuk Pemerintah setempat (Local Authority)
dan Sektor Swasta (Private). Unsur-unsur pokok JCT terdiri dri badan-badan sebagai
berikut, diantaranya :
 Royal Institutions of British Architect (RIBA)
 Association of Country Councils (ACC)
 Committee of Associations of Specialist Engineering Contractor (ASEC), dan lain-lain
Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa standar JCT dibuat beberapa institusi
di Inggris, dan tidak melibatkan institusi dari negara lain seperti keanggotaan FIDIC dan
dibuat khusus untuk kontrak-kontrak bangunan (Building Contract).
Di Indonesia standar JCT dipakai untuk proyek sector swasta, dengan konsultan
perencana/pengawas adalah perusahaan Inggris atau yang berafiliasi dengan Inggris.
Adapun dokumen-dokumen yang diuraikan sesuai standar JCT 1980 untuk standar
formal swasta (Private), yakni :
1) PERJANJIAN/KONTRAK (ARCTICLE OF AGREEMENT)
Standar JCT 1980 menyebut Kontrak dengan istilah Article of Agreement and
Conditions of Building Contract. Berbeda dengan FIDIC 1987 yang hanya menyebut
Agreement. Hampir sama dengan FIDIC, terdapat 5 pasal perjanjian menurut standar
JCT, yakni :
 Keharusan Penyedia Jasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan apa yang disebut dengan rincian biaya dan gambar-gambar kontrak
 Pemberi Tugas/Pengguna Jasa harus membayar Penyedia Jasa berdasarkan Nilai
Kontrak pada waktu dan dengan cara sesuai tercantum dalam Syarat-syarat
Kontrak
 Memuat penjelasan mengenai Wakil Pemberi Tugas yang ditunjuk
 Memuat penjelasan mengenai Konsultan Volume/Biaya
 Memuat penjelasan tentang penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase
2) SYARAT-SYARAT KONTRAK (CONDITIONS: PART 1)
Berisikan 34 Pasal.
3) SYARAT-SYARAT KONTRAK (CONDITIONS: PART 2)
Diuraikan mengenai definisi, prosedur menetapkan SubPenyedia Jasa Tertunjuk,
Cara Pembayaran, Perpanjangan Waktu, Kesalahan-kesalahan, Pembayaran Akhir, dan
sebagainya.
4) SYARAT-SYARAT KONTRAK (CONDITIONS: PART 3)
Pada bagian ini dibuka peluang mengenai fluktuasi harga sehingga terdapat
kemungkinan penyesuaian harga dalam kontrak.
5) APENDIKS (APPENDICES)
Merupakan lampiran dari kontrak yang berisi besaran mengenai nilai-nilai
asuransi, ganti rugi, dan hal-hal lain untuk memudahkan mencari rujukan pada pasal-
pasal yang bersengketa.

E. Standar/Sistem Kontrak SIA


Singapore Institute of Architects (SIA) menyusun standar/sistem kontrak yang
dikenal dengan nama “SIA 80 CONTRACT”, yang terdiri dari dokumen-dokumen
berikut :
1. Perjanjian/Kontrak yang disebut ARTICLE OF CONTRACT
Terdiri dari 8 Pasal, sebagai berikut:
a) Kewajiban-kewajiban Penyedia Jasa (Contractor’s Obligation)
b) Jenis Kontrak (Type of Contract)
c) Arsitek/Direksi Pekerjaan (Architect)
d) Konsultan Biaya (Quantity Surveyor)
e) Harga-harga/Nilai Kontrak Inklusif (Prices to be Inclusive)
f) Dokumen Kontrak (Contract Documents)
g) Penafsiran dan Catatan Pedoman (Interpretation and Guidance Notes)
h) Penyerahan Kontrak (Assign)
2. Syarat-syarat Kontrak yang disebut CONDITIONS OF CONTRACT
Terdiri dari 39 Pasal yang berisi 150 ayat. Dari pasal-pasal tersebut terdapat
beberapa pasal penting yang mungkin dipakai dalam kontrak di masa mendatang,
yakni mengenai Definisi Perubahan, Pelimpahan Fungsi Kontrak oleh Penyedia Jasa
ke Pihak Lain, Hak Penelitian oleh Penyedia Jasa, Ganti Rugi, Penyelesaian Pekerjaan
Sebagian-sebagian, Masa pemeliharaan, Penunjukan Sub penyedia jasa dan hak
keberatan, Pemutusan kontrak tanpa kesalahan, Arbitrase.
3. Lampiran (APPENDIX)
Berisikan besaran (nilai), ketentuan mengenai jenis kontrak, tanggal mulai
pekerjaan, masa kontrak, tanggal penyelesaian, nilai pertanggungan, ganti rugi
kelambatan, masa pemeliharaan dan sebagainya dengan tujuan agar memudahkan
dalam mencari ketentuan-ketentuan tersebut.
4. Adendum Kontrak yang disebut ADDENDUM ON AMENDMENTS TO SIA 80
CONTRACT
Adapun perubahan yang dilakukan :
a) Kontrak/Perjanjian Pasal 2, 5, dan 6
b) Syarat-syarat Kontrak Pasal 13 (1), Pasal 28 (6), Pasal 31 (2), dan Pasal 31 (3)

F. Ringkasan Tinjauan Standar/Sistem Kontrak Konstruksi Internasional (FIDIC, JCT,


AIA, SIA)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Semua standar/system kontrak tersebut mempunyai bentuk (format) yang kurang lebih
sebagai berikut:
a) Perjanjian/Kontrak/Agreement/Article of Agreement/Article of Contract
b) Syarat-syarat Kontrak (Conditions of Contract)
 Umum (General
 Khusus (Particular/Special)
c) Lampiran-lampiran (Appendixes)
d) Spesifikasi Teknis (Technical Specification)
e) Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings)
2. Pada umumnya Kontrak itu sendiri sangat sederhana dan singkat karena hanya berisi
beberapa hal pokok mengenai perikatan para pihak antara lain:
a) Kontrak Amerika (9 butir)
b) Kontrak FIDIC 1987 (4 butir)
c) Kontrak FIDIC 1995 (4 butir)
d) Kontrak JCT 1980 (5 butir)
e) Kontrak SIA 80 (8 butir)
Hal-hal lain mengenai perikatan tercantum dalam syarat-syarat kontrak.
3. Tujuan penggunaan masing-masing Kontrak Internasional adalah sebagai berikut:
a) Standar Kontrak Agreement/AIA ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Sipil
b) Standar Kontrak FIDIC 1987 ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Konstruksi
Teknik Sipil
c) Standar Kontrak FIDIC 1995 ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Rancang Bangun
dan Turn Key
d) Standar Kontrak JCT 1980/SIA 80 ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Bangunan
4. Penamaan para pihak (Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa) beserta orang/badan yang
diberi kuasa berbeda diantara Standar-standar tersebut:
a) Standar Kontrak Amerika/AIA
 Pengguna Jasa : Owner
 Pengawas Pekerjaan : Architect/Engineer
 Penyedia Jasa : Contractor
b) Standar Kontrak FIDIC 1987
 Pengguna Jasa : Employer
 Pengawas Pekerjaan : Engineer
 Penyedia Jasa : Contractor
c) Standar Kontrak FIDIC 1995
 Pengguna Jasa : Employer
 Wakil Pengguna Jasa : Employer’s Representative
 Penyedia Jasa : Contractor
d) Standar Kontrak JCT 1980
 Pengguna Jasa : Employer
 Pengawas Pekerjaan : Architect
 Penyedia Jasa : Contractor
e) Standar Kontrak SIA 80
 Pengguna Jasa : Employer
 Pengawas Pekerjaan : Architect
 Penyedia Jasa : Contractor
5. Syarat Kontrak pada umumnya berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan
kewajiban para pihak (Pengguna dan Penyedia Jasa) secara lengkap, terperinci serta
mencerminkan keadilan dan kesatuan kedudukan para pihak.
6. Hal-hal khusus sehubungan dengan sifat pekerjaan/proyek yang memerlukan
pengaturan dijabarkan dalam Syarat-syarat Khusus.
7. Besaran-besaran yang menyangkut besarnya jaminan ganti rugi, waktu pelaksanaan,
waktu penyerahan lahan, masa jaminan atas cacat, besarnya retensi, semuanya
dicantumkan dalam suatu daftar yang disebut Lampiran sehingga mudah untuk
mencarinya.
8. Bahasa yang dipakai adalah Bahasa Inggris yang mudah dimengerti dan hamper-
hampir tak mungkin diartikan lain (istilah yang dipakai disertakan definisi yang jelas)
9. Mengenai penyelesaian perselisihan/sengketa, Standar Kontrak Konstruksi
Internasional tak ada satu pun yang memilih Pengadilan, semuanya memilih Badan
Arbitrase. Pemilihan badan ini bervariasi, demikian pula tata cara dan prosedur
penggunaan dan pemilihan Arbiter diatur secara rinci.
10. Istilah Masa Pemeliharaan yang bias akita kenal diganti dengan Masa Tanggung
Jawab atas Cacat yang memang rasanya lebih tepat kecuali Standar SIA 80 yang masih
menggunakan istilah Maintenance Period.
11. Istilah denda sebagaimana yang lazim kita ketahui tidak lagi digunakan, diganti
dengan Ganti Rugi Kelambatan (Liquidity Damages for Delay) atau Liquidity and
Ascertain Damages.
12. Semua standar kontrak konstruksi Internasional mengizinkan hal-hal berikut:
a. Penyelesaian pekerjaan secara bertahap
b. Penempatan bagian pekerjaan yang telah diserahkan
c. Penyelesaian pekerjaan secara praktis/substansial (tidak mutlak 100% selesai)
DAFTAR PUSTAKA

Ir. H. Nazarkhan Yasin (2006). Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia. Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama

Sri Binol (2017). Makalah Aspek Umum Yang Dimuat Dalam Kontrak Konstruksi di Indonesia
dan FIDIC. https://www.academia.edu/32924548/Makalah_Aspek_Hukum_Konstruksi

Pencari Jati Diri (2018). Bentuk-Bentuk Kontrak Konstruksi.


https://mencaripijak.blogspot.com/2018/06/bentuk-bentuk-kontrak-konstruksi.html

Kuliah Teknik Sipil (2016). Bentuk-Bentuk Kontrak Konstruksi


https://konstruksiperkerasanjalaraya.blogspot.com/2016/03/bentuk-bentuk-kontrak-
konstruksi.html.

Anda mungkin juga menyukai