Anda di halaman 1dari 20

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

Tata Cara Berkontrak Konstruksi dan


Penyelesaian Sengketa

HAND OUT WORKSHOP

2018

Suntana S. Djatnika
Dr.(T), Dr.(H), Ir., SE, MM, MBA, MT, MH, FCBArb.
DAFTAR ISI

KONTRAK KERJA

KONSTRUKSI

A. Kontrak Kerja Konstruksi.


1. Pengertian Kerja Konstruksi. 1
2. Pelaksana Konstruksi. 1
3. Isi Kontrak Kerja Konstruksi 2
B. Dasar dan Klausula Kontrak Kerja Konstruksi.
1. Dasar Kontrak Kerja Konstruksi. 6
2. Klausula Lingkup Kerja dalam Kontrak Kerja Konstruksi. 8
3. Klausula Hak dan Kewajiban dalam Kontrak Kerja Konstruksi. 8
C. Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
1. Pengertian Sengketa. 9
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa. 12
3. Penyelesaian Sengketa Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Pengadilan. 12
4. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase. 13
5. Klausula Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi 14

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika


Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

Oleh
Suntana S. Djatnika

A. Kontrak Kerja Konstruksi.


1. Pengertian Kerja Konstruksi.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia - ensiklopedia bebas, konstruksi merupakan
suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur
atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan
infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas konstruksi
didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian
struktur. Misalnya konstruksi struktur bangunan adalah bentuk/bangun secara keseluruhan
dari struktur bangunan. Contoh lain adalah konstruksi jalan raya, konstruksi jembatan, dan
lain lain. Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam
kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan
lain yang berbeda. Pengertian lain dari konstruksi yang umum digunakan adalah sebagai
suatu kegiatan kerja konstruksi. Istilah lain yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi
adalah proyek konstruksi.
Kerja konstruksi merupakan bagian dari jasa konstruksi yang meliputi pelaku jasa
konstruksi, usaha jasa konstruksi dan kerja konstruksi. Pada Pasal 1 UUJK 1 dinyatakan
mengenai pengertian dan definisi yang terkait dengan kerja konstruksi. Jasa konstruksi
adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa
pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Pengguna jasa
adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang
perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.

2. Pelaksana Konstruksi.
Menurut Pasal 1 UUJK2 Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi
dan/atau pekerjaan konstruksi. Dalam Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1615 KUH Perdata
Buku Ke Tiga Tentang Perikatan pada Bagian Ke Enam Tentang Pemborongan Pekerjaan
digunakan istilah pemborong untuk pekerjaan

1
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017)..
2
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


konstruksi. Penggunaan istilah kontraktor lebih dikenal di masyarakat dibandingkan
dengan penggunaan istilah pelaksana konstruksi. Kerancuan istilah ini terjadi karena
kadang-kadang digunakan pula istilah kontraktor pelaksana.
Pengertian, uraian dan definisi tentang pelaksana konstruksi dalam Pasal 12
UUJK3 mengenai jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan
konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-
masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam
pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan
mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil kerja konstruksi.

3. Isi Kontrak Kerja Konstruksi


Menurut Pasal 1 butir 8 UUJK4 kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan
dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Dalam Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1615 KUH
Perdata Buku Ke Tiga Tentang Perikatan pada Bagian Ke Enam Tentang Pemborongan
Pekerjaan digunakan istilah perjanjian pemborongan untuk kontrak kerja konstruksi.
Sebagai suatu bentuk kontrak kerja, kontrak tersebut harus dibuat sesuai dengan
ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu kontrak,
diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan
untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang tidak terlarang.
Keempat unsur yang dinyatakan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dalam doktrin ilmu
hukum digolongkan ke dalam unsur subyektif, yang meliputi dua unsur pertama yang
berhubungan dengan subyek (pihak) yang mengadakan kontrak, dan unsur obyektif, yang
berkaitan langsung dengan obyek kontrak yang dibuat. Unsur subyektif mencakup adanya
unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak, dan kecakapan dari pihak-pihak yang
membuat kontrak, sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan
yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa kewajiban
atau prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut, yang harus merupakan sesuatu
yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.5
Dengan telah memenuhi unsur-unsur syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, maka secara hukum berlakulah asas Pacta Sunt
Servanda, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata yang berarti bahwa atas segala kontrak
yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi pihak yang
membuatnya. Dengan demikian, para pihak yang membuat kontrak tersebut harus tunduk
dan patuh pada isi kontrak.
3
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
4
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
5
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan, Penanggungan Utang dan Perikatan
Tanggung Menanggung, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 14.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 2


Kontrak Kerja Konstruksi adalah dokumen/produk hukum. Semua pekerjaan atau
usaha konstruksi yang diikat dengan kontrak kerja akan ditentukan hak-hak dan kewajiban
hukumnya, untuk itu kontrak kerja harus dibuat dengan baik dan benar secara hukum.
Jenis Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia terdapat beberapa versi yaitu:6
a. Versi Pemerintah
Standar yang biasanya dipakai adalah standar yang dikeluarkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum.
b. Versi Swasta Nasional
Versi ini beraneka ragam sesuai dengan keinginan Pengguna Jasa/ Pemilik Proyek.
Kadang-kadang dibuat dengan mengikuti standar Pemerintah atau mengikuti sistem
kontrak luar negeri seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs
Counsels atau International Federation of Consulting Engineers), JCT (Joint
Contract Tribunals) atau AIA (American Institute of Architects).
c. Versi/Standar Swasta/Asing

Berdasarkan prinsip hukum berupa sifat dan ruang lingkup hukum, kontrak dapat
berupa kontrak nasional maupun kontrak internasional. Kontrak nasional adalah kontrak
yang dibuat oleh dua pihak dalam wilayah nasional Indonesia yang tidak ada unsur
asingnya baik objek kontrak maupun subjek kontraknya. Kontrak internasional adalah
suatu kontrak yang di dalamnya ada atau terdapat unsur asing atau foreign element, yang
objek pekerjaannya berada di wilayah Indonesia maupun di wilayah negara lain. Unsur
asing dalam hal ini adalah adanya keterkaitan sistim hukum dari negara salah satu pihak
yang terlibat dalam kegiatan kontrak tersebut sebagaimana pilihan hukum atau choice of
law yang disepakati diantara keduanya. 7
Secara teoretis, unsur yang dapat menjadi indikator suatu kontrak internasional
adalah8:
1. Kebangsaan berbeda;
2. Domisili hukum berbeda dari para pihak;
3. Hukum dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip-
prinsip kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
4. Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
5. Penandatangan kontrak dilakukan di luar negeri;
6. Objek kontrak berada di luar negeri;
7. Bahasa digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
8. Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut
Untuk menemukan dasar pengaturan kontrak internasional ini kita dapat meninjau sumber
hukum kontrak internasional itu sendiri digolongkan kedalam bentuk
6
Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003), 15.
7
Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. (Bandung: Refika Aditama, 2008), 1.
8
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Op. Cit, 4.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 3


hukum sebagai berikut:9
1. Hukum nasional termasuk peraturan perundang-undangan suatu negara baik
secara langsung atau tidak langsung terkait dengan kontrak;
2. Dokumen kontrak;
3. Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional terkait dengan kontrak;
4. Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak;
5. Putusan pengadilan;
6. Doktrin;
7. Perjanjian internasional mengenai kontrak.

Pada umumnya para Pengguna Jasa atau Pemilik Proyek Asing menggunakan
kontrak kerja dengan sistem FIDIC atau JCT. Standar kontrak yang dikeluarkan oleh
FIDIC selalu menjadi acuan dalam Kontrak Kerja Konstruksi untuk proyek-proyek
internasional. FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasi- asosiasi nasional para
konsultan (Consulting Engineers) seluruh dunia yang berkedudukan di Lausanne, Swiss,
didirikan dalam tahun 1913 oleh negara- negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dari asalnya
sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II
dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958,
dan baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC, Newly
Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar
internasional.10
Kontrak konstruksi di Indonesia harus berpegang pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi11 (UUJK) serta peraturan pelaksanaannya dan
peraturan-peraturan lain yang masih berlaku. Selain itu ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dipakai pula
untuk kontrak konstruksi nasional maupun internasional di Indonesia.
Dalam Pasal 39 Ayat (3) pada UUJK Bagian Kedua tentang Pengikatan Para Pihak
dinyatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara
pelelangan umum atau terbatas. Pada Pasal 42 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula bahwa
dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan
langsung atau penunjukan langsung. Selanjutnya pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK
menyatakan bahwa pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan
tertulis dengan suatu Kontrak Kerja Konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan
kewajiban para pihak

9
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Op. Cit., 69.
10
Anonim, “Apa Itu FIDIC” (On-line), tersedia di WWW: http://manproindo.blogspot.com/
2011/02/apa-itu-fidic.html.
11
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 4


yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.
Pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi dinyatakan
bahwa pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum harus dituangkan dalam Kontrak
Kerja Konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Pada Pasal 47 Ayat (1) UUJK
dinyatakan pula bahwa Kontrak Kerja Konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup
uraian mengenai:

a. para pihak, memuat secara jelas identitas para pihak;


b. rumusan pekerjaan, memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai
pekerjaan, harga satuan, lumsum, dan batasan waktu pelaksanaan;
c. masa pertanggungan, memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan pemeliharaan
yang menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa;
d. hak dan kewajiban yang setara, memuat hak Pengguna Jasa untuk memperoleh hasil
Jasa Konstruksi dan kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan,
serta hak Penyedia Jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta
kewajibannya melaksanakan layanan Jasa Konstruksi;
e. penggunaan tenaga kerja konstruksi, memuat kewajiban mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi bersertifikat;
f. cara pembayaran, memuat ketentuan tentang kewajiban Pengguna Jasa dalam
melakukan pembayaran hasil layanan Jasa Konstruksi, termasuk di dalamnya
jaminan atas pembayaran;
g. wanprestasi, memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;
h. penyelesaian perselisihan, memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian
perselisihan akibat ketidaksepakatan;
i. pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi, memuat ketentuan tentang pemutusan Kontrak
Kerja Konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu
pihak;
j. keadaan memaksa, memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan
dan kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
k. Kegagalan Bangunan, memuat ketentuan tentang kewajiban Penyedia Jasa dan/atau
Pengguna Jasa atas Kegagalan Bangunan dan jangka waktu pertanggungjawaban
Kegagalan Bangunan;
l. pelindungan pekerja, memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial;
m. pelindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, memuat kewajiban
para pihak dalam hal terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan kerugian atau
menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian;
n. aspek lingkungan, memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan
tentang lingkungan;
o. jaminan atas risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi atau akibat dari Kegagalan Bangunan; dan
p. pilihan penyelesaian sengketa konstruksi.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 5


Suatu Kontrak Kerja Konstruksi mengandung aspek-aspek seperti aspek teknis,
hukum, administrasi, keuangan/perbankan, perpajakan, dan sosial ekonomi. Pada
umumnya pelaku jasa konstruksi, baik pengguna jasa maupun penyedia jasa lebih
memperhatikan aspek teknis saja dan kurang memperhatikan aspek lainnya, terutama
aspek hukumnya. Mereka baru menyadari pentingnya aspek lainnya pada saat terjadi
perselisihan yang terjadi akibat aspek lain tadi. Aspek teknis yang tercakup dalam Kontrak
Kerja Konstruksi meliputi: 12
1. Syarat-syarat Umum Kontrak (General Condition of Contract)
2. Lampiran-lampiran (Apendices)
3. Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of Contract/Condition of
Contract – Particulars)
4. Spesifikasi Teknis (Technical Specifications)
5. Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings).
Dalam aspek teknis ini ditetapkan pula uraian mengenai :13
1. Lingkup Pekerjaan (Scope of Works)
2. Waktu Pelaksanaan (Construction Period)
3. Metode Pelaksanaan (Construction Method)
4. Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule)
5. Cara/Metode Pengukuran (Method of Measurement).
Selain aspek teknis, ada beberapa aspek hukum yang sering pula menimbulkan dampak
hukum yang cukup luas atau serius, yaitu:14
1. Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work)
2. Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak (Termination of Contract)
3. Ganti Rugi Keterlambatan (Liquidity Damages)
4. Penyelesaian Perselisihan (Settlement of Dispute)
5. Keadaan Memaksa (Force Majeure)
6. Hukum yang Berlaku (Governing Law)
7. Bahasa Kontrak (Contract Language)
8. Domisili (Domicile).

B. Dasar dan Klausula Kontrak Kerja Konstruksi.


1. Dasar Kontrak Kerja Konstruksi.
Menurut Pasal 20 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 15 suatu
kontrak kerja konstruksi dibedakan berdasarkan bentuk imbalan, jangka waktu
pelaksanaan dan cara pembayaran hasil pekerjaan. Yang dibuat berdasarkan bentuk
imbalan terdiri dari Lump Sum; harga satuan; biaya tambah imbalan jasa; gabungan
Lump Sum dan harga satuan; atau Aliansi. Yang dibuat menurut jangka waktu
pelaksanaan pekerjaan konstruksi terdiri dari tahun tunggal

12
Nazarkhan Yasin, Op. Cit., 81.
13
Nazarkhan Yasin, Ibid., 82.
14
Nazarkhan Yasin, Ibid., 85.
15
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3956).

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 6


atau tahun jamak. Yang dibuat menurut cara pembayaran hasil pekerjaan adalah sesuai
kemajuan pekerjaan atau secara berkala.
Ada 2 (dua) macam bentuk imbalan kontrak kerja konstruksi yang sering digunakan
yaitu Fixed Lump Sum price dan Unit Price sehingga kontraknya sering dinamakan
kontrak Harga Pasti dan Kontrak Harga Satuan. Secara umum kontrak harga pasti atau
Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak di mana volume pekerjaan yang tercantum
dalam kontrak tidak boleh diukur ulang.
Pasal 21 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 200016 menyatakan bahwa
kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan harga satuan merupakan kontrak jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan harga satuan
yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu
yang volume pekerjaannya yang benar-benar telah dilaksanakan penyedia jasa. Pasal 21
Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 200017 memberikan batasan/definisi
tentang kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum adalah kontrak jasa
atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga
yang pasti dan tetap serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian
pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan
spesifikasinya tidak berubah.
Bentuk imbalan kontrak kerja konstruksi yang berikutnya dibuat berdasarkan
perhitungan jasa yang akan dibayarkan oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa. Bentuk
imbalan dalam kontrak kerja konstruksi ini ada 3 (tiga) bentuk, yaitu Biaya Tanpa Jasa
(Cost Without Fee), Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee), dan Biaya Ditambah Jasa
Pasti (Cost Plus Fixed Fee) yang pernah dikenal dan dipakai di Indonesia.18
Pasal 21 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 19 menyatakan bahwa
kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan jasa biaya tambah merupakan kontrak
jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dimana jenis-jenis
pekerjaan dan volumenya belum diketahui dengan pasti, sedangkan pembayarannya
dilakukan berdasarkan pengeluaran biaya yang meliputi pembelian bahan, sewa peralatan,
upah perjam dan lain-lain, ditambah imbalan jasa yang telah disepakati kedua belah pihak.
Bentuk imbalan berdasarkan cara pembayaran atas prestasi pekerjaan penyedia jasa,
ada 3 (tiga) macam, yaitu Pembayaran Bulanan (Monthly Payment), Pembayaran Atas
Prestasi (Stage Payment), dan pembayaran atas seluruh hasil pekerjaan setelah pekerjaan
selesai 100% atau yang sering disebut Pra Pendanaan Penuh dari penyedia jasa
(Contractor’s Full Prefinanced).20

16
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.
17
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.
18
Yasin, Nazarkhan, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 28-29.
19
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.
20
Yasin, Nazarkhan, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 36-39.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 7


2. Klausula Lingkup Kerja dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Dalam kontrak kerja konstruksi ditetapkan klausula tentang lingkup kerja meliputi
uraian obyek kontrak, kualitas dan kuantitas obyek kontrak, harga dan cara pembayaran,
dan lamanya waktu kerja. Menurut Nazarkhan Yasin suatu kontrak kerja konstruksi
meliputi Syarat-syarat Umum Kontrak (General Condition of Contract), Lampiran-
lampiran (Apendices), Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of
Contract/Condition of Contract – Particulars), Spesifikasi Teknis (Technical
Specifications), dan Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings). Selain itu
ditetapkan pula uraian kelengkapannya yang terdiri dari Lingkup Pekerjaan (Scope of
Works), Waktu Pelaksanaan (Construction Period), Metode Pelaksanaan (Construction
Method), Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule) dan Cara/Metode Pengukuran (Method
of Measurement). 21
Pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK 22 dinyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja berdasarkan
hukum harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa
yang memuat antara lain tentang lingkup pekerjaan. Pada Pasal 47 Ayat (1) UUJK 23 dinyatakan
pula bahwa kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai
rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan,
dan batasan waktu pelaksanaan. Yang dimaksud dengan lingkup pekerjaan secara garis besar,
misalnya membangun sebuah hotel mulai dari pekerjaan fondasi, struktur, arsitektural, mekanikal,
elektrikal, lingkungan serta pekerjaan penyelesaian hingga siap beroperasi. Lingkup pekerjaan
secara rinci akan dijelaskan dalam dokumen kontrak seperti spesifikasi teknis dan gambar
rencana.24

3. Klausula Hak dan Kewajiban dalam Kontrak Kerja Konstruksi.


Klausula tentang hak dan kewajiban dalam kontrak kerja konstruksi antara pengguna
jasa dan penyedia jasa diatur dengan persetujuan kedua belah pihak. Hak dan kewajiban
dalam satu kontrak bisa berbeda-beda dengan kontrak yang lain tergantung ketentuan-
ketentuan kontrak yang bersangkutan.
Pada Pasal 39 UUJK25 mengenai Pengikatan Jasa Konstruksi Paragraf 1 Pengikatan
Para Pihak dinyatakan bahwa pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat dipertanggungjawabkan secara
keilmuan. Dalam Penjelasan Pasal 23 Ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 29
tahun 200026 dinyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi harus mencantumkan kak dan
kewajiban para pihak dalam kontrak kerja konstruksi yang meliputi hak dan kewajiban
pengguna jasa; dan hak dan kewajiban penyedia jasa. Hak pengguna jasa antara lain
meliputi mengubah sebagian isi kontrak kerja konstruksi tanpa mengubah lingkup
kerja
21
Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 81.
22
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
23
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
24
Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 200.
25
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
26
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 8


yang telah diperjanjikan atas kesepakatan dengan penyedia jasa; menghentikan pekerjaan
sementara apabila penyedia jasa bekerja tidak sesuai ketentuan kontrak kerja konstruksi;
menghentikan pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruksi
apabila penyedia jasa tidak mampu memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi;
menolak usulan perubahan isi sebagian kontrak kerja konstruksi yang diusulkan penyedia
jasa.
Kewajiban pengguna jasa antara lain meliputi menyerahkan sarana kerja kepada
penyedia jasa untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai kesepakatan kontrak kerja konstruksi;
menerima bahan dan atau hasil pekerjaan yang telah memenuhi persyaratan teknis dan
administrasi; memberikan imbalan atas prestasi lebih.
Hak penyedia jasa antara lain meliputi mengajukan usul perubahan atas sebagian isi
kontrak kerja konstruksi; mendapatkan imbalan atas prestasi lebih yang dilakukannya;
mendapatkan kompensasi atas kerugian yang timbul akibat perubahan isi kontrak kerja
konstruksi yang diperintahkan pengguna jasa; menghentikan pekerjaan sementara apabila
pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya; menghentikan pekerjaan secara permanen
dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruksi, apabila pengguna jasa tidak mampu
melanjutkan pekerjaan atau tidak mampu memenuhi kewajibannya dan penyedia jasa
berhak mendapat kompensasi atas kerugian yang timbul akibat pemutusan kontrak kerja
konstruksi.
Kewajiban penyedia jasa antara lain adalah memberikan pendapat kepada pengguna
jasa atas penugasannya, dokumen yang menjadi acuan pelaksanaan pekerjaan, data
pendukung, kualitas sarana pekerjaan atau hal-hal lainnya yang dipersyaratkan pada
kontrak kerja konstruksi; memperhitungkan risiko pelaksanaan dan hasil pekerjaan;
memenuhi ketentuan pertanggungan, membayar denda dan atau ganti rugi sesuai yang
dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi.

C. Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi.


1. Pengertian Sengketa.
Yang dimaksud dengan sengketa dalam kontrak kerja konstruksi yang di dunia Barat
disebut construction dispute adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak
kerja konstruksi.. Menurut Black’s Law dispute adalah “a conflict or controversy,
especially one that has given rise to a particular
lawsuit.” 27 Berdasarkan pengertian di atas sengketa tersebut mengarah kepada
peristiwa hukum.
Dalam suatu kontrak kerja konstruksi, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa.
Salah satu klausula yang wajib dibuat adalah tentang penyelesaian perselisihan/sengketa.
Klausula kontrak ini yang mengatur tentang penyelesaian sengketa yang terjadi selama
pelaksanaan kontrak. Klausula kontrak tentang sengketa ini seringkali dibuat sangat
sederhana dan sehingga dapat menimbulkan

27
Bryan A.Garner, Black’s Law Dictionary, Op. Cit., 505.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 9


penafsiran yang berbeda. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan, terdapat
peningkatan timbulnya sengketa antar para pihak yang terlibat dalam kontrak konstruksi.28
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi kemungkinan timbulnya
perselisihan/persengketaan (disputes) dapat sangat besar. Kondisi ideal bagi pelaksana
konstruksi adalah apabila seluruh lingkup kerja dalam kontrak kerja konstruksi dengan
pengguna jasa terinci secara jelas yang tercakup dalam kontrak. Pelaksana konstruksi
biasanya berasumsi bahwa seluruh informasi yang ada dalam kontrak sesuai dengan
kondisi aktual, namun kondisi pekerjaan selama masa pelaksanaan seringkali tidak sesuai
dengan asumsi tersebut.
Pendapat lain tentang beberapa sebab terjadinya klaim yang dapat menimbulkan
sengketa hukum dikemukakan oleh Priyatna Abdurrasyid yaitu:29
1. Informasi design yang tidak cepat (delayed design information).
2. Informasi design yang tidak sempurna (inadequate design information).
3. Investigasi lokasi yang tidak sempurna (inadequate site investigation).
4. Reaksi klien yang lambat (slow client response).
5. Komunikasi yang buruk (poor communication).
6. Sasaran waktu yang tidak realistis (unrealistic time target).
7. Administrasi kontrak yang tidak sempurna (inadequate contract
administration).
8. Kejadian eksternal yang tidak terkendali (uncontrollable external events).
9. Informasi tender yang tidak lengkap (incomplete tender information).
10. Alokasi risiko yang tidak jelas (unclear risk allocation).
11. Kelambatan – ingkar membayar (lateness – non payment).

Terjadinya sengketa hukum tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor eksternal


dan internal dari pelaku perjanjian tersebut. Menurut The Project Management Body of
Knowledge (PMBOK) tentang faktor penyebab sengketa hukum adalah: 30
Internal risks are things that the project team can control or influence, such as
staff assignments and cost estimates. External risks are things beyond the control
or influence of the project team, such as market shifts or government action.
Penyebab eksternal adalah faktor dari luar yang tidak dapat dikendalikan oleh pelaku
perjanjian, antara lain adalah kebijakan Pemerintah, perubahan peraturan perundang-
undangan, kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya dan pengaruh global, seperti contohnya
antara lain adalah perubahan kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing lainnya.
Sengketa hukum yang berasal dari faktor internal terdapat pada market level, sektor atau
perusahaan dan pada project level. Faktor internal ini dapat pula bersumber dari
perorangan tenaga

28
Armstrong Hedwig, Op. Cit.
29
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) – suatu Pengantar,
(Jakarta; Fikahati Aneska, 2011), 214-215.
30
PMBOK Guide, A Guide to the Project Management Body of Knowledge, ed. 4, (Pennsylvania:
Project Management Institute Inc., 2008), 275.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


kerja, tenaga akhli, atau manajer konstruksi, tergantung pada tahap dalam pelaksanaan
proyek, atau dapat pula yang bersumber dari perusahaan pelaksana atau kontraktor.
Penyebab dari faktor internal dapat diperbaiki atau diubah sesuai dengan upaya yang
dilakukan.
Menurut PMBOK31 terdapat beberapa kategori sumber risiko yang berkaitan dengan
bidang kontrak dan hukum, yaitu:32
1. Pasal-pasal kurang lengkap, kurang jelas, dan interpretasi yang berbeda.
2. Pengaturan pembayaran, change order dan klaim.
3. Masalah jaminan, guaranty, dan warranty.
4. Lisensi dan hak paten.
5. Force majeure.
Pemilihan cara penyelesaian sengketa adalah bagian dari risiko yang dihadapi oleh
para pihak yang bersengketa. Sengketa hukum dalam suatu kontrak kerja konstruksi dapat
diselesaikan melalui beberapa pilihan yang disepakati oleh para pihak, yaitu melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa berupa konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan
penilai akhli, Badan Peradilan (Pengadilan), atau Arbitrase baik Lembaga atau Ad Hoc.
Pilihan penyelesaian sengketa harus secara tegas dicantumkan dalam kontrak kerja
konstruksi dan sengketa yang dimaksud adalah sengketa perdata dan bukan pidana.
Dalam Pasal 88 UUJK33 diatur tentang masalah penyelesaian sengketa. Di sini
dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang
bersengketa. Selengkapnya ketentuannya menyatakan bahwa sengketa yang terjadi dalam
Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai
kemufakatan. Dalam hal musyawarah para pihak tidak dapat mencapai suatu kemufakatan,
para pihak menempuh tahapan upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam
Kontrak Kerja Konstruksi. Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam
Kontrak Kerja Konstruksi, para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan
tertulis mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipilih. Tahapan upaya
penyelesaian sengketa meliputi mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Selain upaya
penyelesaian sengketa di atas para pihak dapat membentuk dewan sengketa. Dalam hal
upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan sengketa, pemilihan
keanggotaan dewan sengketa dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalitas dan tidak
menjadi bagian dari salah satu pihak. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian
sengketa diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa.


Sebelum penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau arbitrase,
penyelesaian sengketa terlebih dahulu dilakukan melalui cara alternatif
31
PMBOK Guide, A Guide to the Project Management Body of Knowledge, Op. Cit., 25.
32
Anonim, “Sumber Risiko Proyek” (On-line), tersedia di WWW: http://manproindo.
blogspot.com/2011/02/sumber-risiko-proyek.html.
33
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


penyelesaian sengketa. Pada Pasal 1 butir 10 UU Nomor 30 tahun 199934 dinyatakan
bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau
beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Negosiasi adalah cara musyawarah untuk mufakat, yaitu masing-masing pihak menunjuk
juru runding yang sering disebut negosiator. Hasil kesepakatan juru runding dituangkan
secara tertulis. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui seorang penengah atau
yang biasa disebut sebagai mediator, yang ditunjuk oleh para pihak. Mediator tidak
memutuskan sengketa tapi membimbing para pihak dalam berunding mencari suatu
penyelesaian. Konsiliasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara mempertemukan
keinginan para pihak dengan menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga yang
ditunjuk atas kesepakatan dari pihak yang ditunjuk atas kesepakatan para pihak yang
bertindak sebagai konsiliator. Dalam cara ini konsiliator tidak harus melakukan
perundingan masing-masing dengan salah satu pihak secara berganatian. Berbeda dengan
cara mediasi, disini konsiliator dapat memaksakan pengusulan/resolusi yang diambil. Jadi
pada saat berakhirnya tugas konsiliator, dia akan membuat perjanjian tertulis yang
ditandatangani para pihak atau dapat pula konsiliator membuat suatu laporan yang memuat
hal-hal mengenai kegagalan atau suatu pernyataan bahwa proses konsiliasi terhenti.35
Dewam Sengketa adalah seseorang atau beberapa orang yang dianggap profesional
dan akhli dalam substansi masalah yang disengketakan. Dalam sengketa kontrak kerja
konstruksi, Dewan Sengketa ini dapat berupa akhli teknik yang dianggap pakar di
bidangnya.

3. Penyelesaian Sengketa Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Pengadilan.


Apabila pilihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan, maka prosedur dan
prosesnya mengikuti ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
(KUHAPerdata). Hukum acara perdata ini menganut beberapa asas sebagai dari
ketentuannya. Bertitik tolak dari praktik peradilan di Indonesia, asas yang penting dalam
hukum acara perdata adalah asas hakim bersifat menunggu, asas hakim bersifat pasif, asas
persidangan terbuka untuk umum, asas mendengar kedua belah pihak, asas ketidakharusan
mewakilkan, asas putusan harus disertai alasan, asas beracara dikenakan biaya, asas
pemeriksaan dalam dua instansi, asas peradilan dilakukan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, asas Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.36

34
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3872).
35
Nazarkhan Yasin, Op. Cit., 171.
36
Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata, Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, (Jakarta:
Nuansa Aulia, 2011), 12.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


4. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase.
Dalam kontrak kerja konstruksi, salah satu klausula yang dicantumkan adalah
tentang jika terjadi perselisihan atau sengketa. Isi klausula ini memuat tentang tatacara
penyelesaian sengketa. Apabila pilihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka
dinyatakan dalam bentuk klausula arbitrase. Klausula arbitrase atau Arbitration Clause
atau yang dalam bahasa hukum disebut Pactum Arbitri, adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa. Apabila pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak
adalah
arbitrase, maka sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 30 tahun 199937 bahwa dinyatakan
pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut.
Pengertian lembaga arbitrase yang termuat dalam Pasal 1 butir 8 UU Nomor
30 tahun 199938 adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat
memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal
belum timbul sengketa. Dalam standar/sistem kontrak Internasional seperti FIDIC
(Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), pilihan penyelesaian sengketa
konstruksi adalah melalui arbitrase. Pilihan Lembaga Arbitrasenya adalah ICC (the
International Chamber of Commerce) atau UNCITRAL (The United Nations
Commission on International Trade Law).
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 tahun 1999 39 cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya arbitrase
dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (factum de
compromitendo); atau suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak
setelah timbul sengketa (Akta Kompromis).40

5. Klausula Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi.


a. Klausula Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi Nasional. Penyelesaian
sengketa yang lazim dicantumkan dalam klausula kontrak adalah penyelesaian dengan
cara musyawarah. Apabila jalan musyawarah tidak tercapai maka dapat
dilakukan pilihan penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau arbitrase,
setelah penyelesaian sengketa terlebih dahulu dilakukan melalui cara alternatif
penyelesaian sengketa. Berikut ini adalah

37
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
38
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
39
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
40
Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi di Indonesia dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi, Op. Cit., 90.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


contoh klausula mengenai pemilihan penyelesaian sengketa melalui cara musyawarah:
“Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul di
antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua sehubungan dengan Perjanjian
ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.”

Suatu kontrak kerja konstruksi harus mencantumkan klausula pemilihan cara


penyelesaian sengketa. Berikut ini adalah contoh klausula mengenai pemilihan
penyelesaian sengketa di pengadilan:
“Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang timbul di
antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua sehubungan dengan Perjanjian
ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Apabila perselisihan
tidak dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dalam jangka
waktu 30 hari, maka akan diselesaikan melalui Pengadilan.
Tentang Perjanjian ini dan segala akibatnya, Para Pihak sepakat memilih
tempat kedudukan hukum yang umum dan tetap di Kantor Kepaniteraan
Pengadilan Negeri ”

Berikut ini adalah contoh klausula kontrak tentang pemilihan penyelesaian sengketa
melalu badan arbitrase:

“Perselisihan-perselisihan yang mungkin timbul sebagai akibat dari


pelaksanaan Surat Perjanjian ini akan diselesaikan secara musyawarah untuk
mufakat antara Kedua Belah Pihak. Perselisihan yang tidak dapat diselesaikan
dengan cara musyawarah untuk mufakat akan diselesaikan melalui Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) di Jakarta.”

Klausula di atas tidak merinci lebih lanjut tentang bagaimana hukum acara
dalam penyelesaian sengketa ini dilaksanakan. Apabila dipilih sebagai lembaga
penyelesaian sengketanya adalah BANI, maka hukum acaranya mengikuti Rules and
Regulation yang ditetapkan oleh BANI. Contoh lain atas perselisihan antara para pihak
mengikuti klausula kontrak kerja konstruksi tentang cara penyelesaian sengketa melalui
badan arbitrase adalah berdasarkan ketentuan yang menyatakan:
“Jika penyelesaian tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya acara musyawarah, maka
kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut
menurut Peraturan dan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) oleh Arbiter-arbiter yang ditunjuk menurut peraturan tersebut serta
berdasarkan ketentuan Undang-

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.

Putusan Arbitrase ini merupakan putusan terakhir dan mengikat kedua belah
pihak dan kedua belah pihak sepakat meniadakan hak mengajukan upaya
hukum apapun ke Pengadilan manapun sehubungan dengan putusan
tersebut.”

Berdasarkan klausula kontrak kerja konstruksi tersebut apabila perselisihan tidak


dapat diselesaikan secara musyawarah maka kedua belah pihak sepakat untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut menurut Peraturan Prosedur Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI). Menurut ketentuan ini dapat ditekankan mengenai sifat
penyelesaian perselisihan melalui institusi arbitrase BANI, sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 32 Peraturan Prosedur BANI41 yang menyatakan bahwa putusan arbitrase
bersifat final dan mengikat para pihak. Para pihak menjamin akan langsung
melaksanakan putusan tersebut. Pasal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 3 UU
Arbitrase dan APS yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk
mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase, Pasal 4 (1)
dan (2) yang menyatakan bahwa jika para pihak menyetujui bahwa sengketa di antara
mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan
wewenang, maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan
kewajiban para pihak jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka. Persetujuan
untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang
ditandatangani oleh para pihak. Menurut Pasal 9 (1) dinyatakan bahwa dalam hal para
pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah sengketa terjadi,
persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam suatu perjanjian tertulis yang
ditandatangani oleh para pihak.
Setelah BANI menjalankan persidangan arbitrase dan membuat putusan dalam
perkara sengketa hukum atas kontrak kerja konstruksi antara para pihak, dapat terjadi
atas putusan ini satu pihak mengajukan pembatalan putusan BANI tersebut ke
Pengadilan Negeri yang ditunjuk dan meminta Pengadilan Negeri yang menjadi tempat
melanjutkan kembali perkara sengketa, walaupun dalam klausula kontrak telah tegas
disebutkan bahwa putusan arbitrase ini merupakan putusan terakhir dan mengikat
kedua belah pihak. Pengajuan pembatalan putusan BANI yang diajukan oleh salah satu
pihak tersebut dapat dilakukan dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 70, dan
Pasal 72 (1) sampai dengan (5) UU Arbitrase dan APS yang menyatakan bahwa
terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan
apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-

41
Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


unsur surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; setelah putusan diambil ditemukan
dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau
putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa.
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri. Apabila permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri
menentukan lebih lanjut akibat pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.
Putusan atas permohonan pembatalan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima. Terhadap putusan
Pengadilan Negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang
memutus dalam tingkat pertama dan terakhir. Mahkamah Agung mempertimbangkan
serta memutuskan permohonan banding dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari setelah permohonan banding tersebut diterima oleh Mahkamah Agung.
Klausula kontrak tentang sengketa ini dalam perjanjian konstruksi di Indonesia
pada umumnya dibuat sangat sederhana dan sehingga dapat menimbulkan penafsiran
yang berbeda. Contoh klausula penyelesaian sengketa tidak tegas sehingga dapat
menjadi penyebab sengketa seperti di bawah ini:
Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak dalam Kontrak
dapat dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau
pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

Klausula cara penyelesaian sengketa yang dijanjikan di atas masih berupa pilihan
dan dalam urutan yang tidak tepat. Urutan penyelesaian sengketa hukum adalah melalui
musyawarah atau negosiasi, apabila belum dicapai kesepakatan maka dapat dilakukan
alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat non-adjudikasi melalui mediasi,
konsiliasi atau penilai akhli. Jika alternatif penyelesaian sengketa ini tidak pula berhasil
maka pilihannya adalah melalui proses adjudikasi dengan pilihan melalui litigasi yaitu
pengadilan atau non-litigasi melaui arbitrase.
Agar perjanjian mengenai penyelesaian sengketa ini dapat dijalankan apabila
terjadi sengketa hukum maka perlu dibuat perjanjian atau kesepakatan baru lagi, jika
seandainya pilihannya adalah melalui arbitrase maka harus dilakukan perjanjian
arbitrase tersendiri sesuai dengan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Arbitrase dan APS,
yang menyebutkan bahwa Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbul sengketa.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1


b. Klausula Sengketa dalam Kontrak Kerja Konstruksi Internasional.
Menurut standar/sistim kontrak internasional seperti Federation Internationale
des Ingenieurs Counsels (FIDIC), pilihan penyelesaian sengketa konstruksi adalah
melalui arbitrase. Untuk kontrak dengan kontraktor asing, arbitrase internasional
dengan proses yang dikelola oleh lembaga yang ditunjuk dalam data kontrak dilakukan
sesuai dengan aturan arbitrase lembaga yang ditunjuk, jika ada, atau sesuai dengan
aturan arbitrase The United Nations Commission on International Trade Law
(UNCITRAL), di pilihan lembaga yang ditunjuk. Pilihan Lembaga Arbitrasenya adalah
The International Chamber of Commerce (ICC) atau Lembaga Arbitrase lainnya
seperti Singapore International Arbitration Center (SIAC), Kuala Lumpur Center
for Arbitration (KLRCA). Klausula sengketa dalam kontrak kerja konstruksi yang
menggunakan standar kontrak FIDIC sangat terinci dalam klausula 20.2. Appointment
of the Dispute Board, 20.3. Failure to Agree on the Composition of the Dispute
Board, 20.4. Obtaining Dispute Board’s Decision, 20.5. Amicable Settlement,
20.6. Arbitration, 20.7. Failure to Comply with Dispute Board’s Decision, 20.8.
Expiry of Dispute Board’s Appointment.
Klausula arbitrase dalam kontrak kerja konstruksi untuk proyek internasional
yang lokasi proyeknya berada di dalam wilayah negara Indonesia, atas kesepakatan
para pihak dalam kontrak tersebut dapat pula menyatakan tentang pilihan lembaga
arbitrase yang menangani sengketa hukum di antara mereka kepada lembaga arbitrase
nasional dan mengesampingkan ketentuan undang-undang tertentu. Contoh lannya
adalah klausula sengketa dan arbitrase dalam suatu proyek internasional yang lokasi
proyeknya di Indonesia dan pemilik proyek adalah perusahaan nasional dengan
kontraktornya adalah perusahaan asing. Menurut klausula ini para pihak menyepakati
apabila terjadi sengketa hukum untuk memilih lembaga arbitrase yang berada di negara
lain diluar Indonesia, yang dalam hal ini adalah Singapore International Arbitration
Center (SIAC). Model klausula arbitrase berupa klausul standar yang
direkomendasikan oleh badan penyelenggara arbitrase masing-masing negara sebagai
ketentuan dasar untuk arbitrase berdasarkan The United Nations Commission on
International Trade Law (UNCITRAL) Model Law tahun 1985 dan the
Amendments tahun 2006 dalam menyusun perjanjian arbitrase.

Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1

Anda mungkin juga menyukai