2018
Suntana S. Djatnika
Dr.(T), Dr.(H), Ir., SE, MM, MBA, MT, MH, FCBArb.
DAFTAR ISI
KONTRAK KERJA
KONSTRUKSI
Oleh
Suntana S. Djatnika
2. Pelaksana Konstruksi.
Menurut Pasal 1 UUJK2 Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi
dan/atau pekerjaan konstruksi. Dalam Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1615 KUH Perdata
Buku Ke Tiga Tentang Perikatan pada Bagian Ke Enam Tentang Pemborongan Pekerjaan
digunakan istilah pemborong untuk pekerjaan
1
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017)..
2
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Berdasarkan prinsip hukum berupa sifat dan ruang lingkup hukum, kontrak dapat
berupa kontrak nasional maupun kontrak internasional. Kontrak nasional adalah kontrak
yang dibuat oleh dua pihak dalam wilayah nasional Indonesia yang tidak ada unsur
asingnya baik objek kontrak maupun subjek kontraknya. Kontrak internasional adalah
suatu kontrak yang di dalamnya ada atau terdapat unsur asing atau foreign element, yang
objek pekerjaannya berada di wilayah Indonesia maupun di wilayah negara lain. Unsur
asing dalam hal ini adalah adanya keterkaitan sistim hukum dari negara salah satu pihak
yang terlibat dalam kegiatan kontrak tersebut sebagaimana pilihan hukum atau choice of
law yang disepakati diantara keduanya. 7
Secara teoretis, unsur yang dapat menjadi indikator suatu kontrak internasional
adalah8:
1. Kebangsaan berbeda;
2. Domisili hukum berbeda dari para pihak;
3. Hukum dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip-
prinsip kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
4. Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
5. Penandatangan kontrak dilakukan di luar negeri;
6. Objek kontrak berada di luar negeri;
7. Bahasa digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
8. Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut
Untuk menemukan dasar pengaturan kontrak internasional ini kita dapat meninjau sumber
hukum kontrak internasional itu sendiri digolongkan kedalam bentuk
6
Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003), 15.
7
Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. (Bandung: Refika Aditama, 2008), 1.
8
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Op. Cit, 4.
Pada umumnya para Pengguna Jasa atau Pemilik Proyek Asing menggunakan
kontrak kerja dengan sistem FIDIC atau JCT. Standar kontrak yang dikeluarkan oleh
FIDIC selalu menjadi acuan dalam Kontrak Kerja Konstruksi untuk proyek-proyek
internasional. FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasi- asosiasi nasional para
konsultan (Consulting Engineers) seluruh dunia yang berkedudukan di Lausanne, Swiss,
didirikan dalam tahun 1913 oleh negara- negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dari asalnya
sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II
dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958,
dan baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC, Newly
Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar
internasional.10
Kontrak konstruksi di Indonesia harus berpegang pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi11 (UUJK) serta peraturan pelaksanaannya dan
peraturan-peraturan lain yang masih berlaku. Selain itu ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dipakai pula
untuk kontrak konstruksi nasional maupun internasional di Indonesia.
Dalam Pasal 39 Ayat (3) pada UUJK Bagian Kedua tentang Pengikatan Para Pihak
dinyatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara
pelelangan umum atau terbatas. Pada Pasal 42 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula bahwa
dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan
langsung atau penunjukan langsung. Selanjutnya pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK
menyatakan bahwa pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan
tertulis dengan suatu Kontrak Kerja Konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan
kewajiban para pihak
9
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Op. Cit., 69.
10
Anonim, “Apa Itu FIDIC” (On-line), tersedia di WWW: http://manproindo.blogspot.com/
2011/02/apa-itu-fidic.html.
11
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
12
Nazarkhan Yasin, Op. Cit., 81.
13
Nazarkhan Yasin, Ibid., 82.
14
Nazarkhan Yasin, Ibid., 85.
15
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3956).
16
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.
17
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.
18
Yasin, Nazarkhan, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 28-29.
19
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi.
20
Yasin, Nazarkhan, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 36-39.
27
Bryan A.Garner, Black’s Law Dictionary, Op. Cit., 505.
28
Armstrong Hedwig, Op. Cit.
29
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) – suatu Pengantar,
(Jakarta; Fikahati Aneska, 2011), 214-215.
30
PMBOK Guide, A Guide to the Project Management Body of Knowledge, ed. 4, (Pennsylvania:
Project Management Institute Inc., 2008), 275.
34
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3872).
35
Nazarkhan Yasin, Op. Cit., 171.
36
Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata, Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, (Jakarta:
Nuansa Aulia, 2011), 12.
37
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
38
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
39
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
40
Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi di Indonesia dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi, Op. Cit., 90.
Berikut ini adalah contoh klausula kontrak tentang pemilihan penyelesaian sengketa
melalu badan arbitrase:
Klausula di atas tidak merinci lebih lanjut tentang bagaimana hukum acara
dalam penyelesaian sengketa ini dilaksanakan. Apabila dipilih sebagai lembaga
penyelesaian sengketanya adalah BANI, maka hukum acaranya mengikuti Rules and
Regulation yang ditetapkan oleh BANI. Contoh lain atas perselisihan antara para pihak
mengikuti klausula kontrak kerja konstruksi tentang cara penyelesaian sengketa melalui
badan arbitrase adalah berdasarkan ketentuan yang menyatakan:
“Jika penyelesaian tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya acara musyawarah, maka
kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut
menurut Peraturan dan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI) oleh Arbiter-arbiter yang ditunjuk menurut peraturan tersebut serta
berdasarkan ketentuan Undang-
Putusan Arbitrase ini merupakan putusan terakhir dan mengikat kedua belah
pihak dan kedua belah pihak sepakat meniadakan hak mengajukan upaya
hukum apapun ke Pengadilan manapun sehubungan dengan putusan
tersebut.”
41
Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Klausula cara penyelesaian sengketa yang dijanjikan di atas masih berupa pilihan
dan dalam urutan yang tidak tepat. Urutan penyelesaian sengketa hukum adalah melalui
musyawarah atau negosiasi, apabila belum dicapai kesepakatan maka dapat dilakukan
alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat non-adjudikasi melalui mediasi,
konsiliasi atau penilai akhli. Jika alternatif penyelesaian sengketa ini tidak pula berhasil
maka pilihannya adalah melalui proses adjudikasi dengan pilihan melalui litigasi yaitu
pengadilan atau non-litigasi melaui arbitrase.
Agar perjanjian mengenai penyelesaian sengketa ini dapat dijalankan apabila
terjadi sengketa hukum maka perlu dibuat perjanjian atau kesepakatan baru lagi, jika
seandainya pilihannya adalah melalui arbitrase maka harus dilakukan perjanjian
arbitrase tersendiri sesuai dengan Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Arbitrase dan APS,
yang menyebutkan bahwa Perjanjian Arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa
klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para
pihak setelah timbul sengketa.