I. PENDAHULUAN
Kerjasama investasi antara para pihak dalam bidang infrastruktur tersebut diikat melalui
beragam bentuk kesepakatan/perjanjian/kontrak kerjasama. Tentu saja setiap
kesepakatan/perjanjian/kontrak kerjasama dimaksud diharapkan dapat berjalan dengan lancar
dan tanpa adanya hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Para pihak yang terikat
perjanjian berupaya melaksanakan sebaik mungkin klausul-klausul yang disepakati dalam
kesepakatan/perjanjian/kontrak kerjasama dimaksud.
Untuk tujuan itulah tulisan ini dibuat sebagai sedikit sumbangan pemikiran dan berbagi
pengetahuan terkait penyelesaian sengketa konstruksi dalam bidang investasi infrastruktur
(khususnya di Indonesia) dengan batasan pengertian Infrastruktur (Grigg, 1988) dimaksud
dalam tulisan ini adalah suatu sistem fisik yang menyediakan transportasi, drainase,
bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia baik kebutuhan sosial maupun ekonomi.
Adapun beberapa landasan hukum yang dapat menjadi dasar atau rujukan dalam penyelesaian
sengketa konstruksi di bidang investasi infrastruktur di Indonesia, meliputi :
Kuliah aspek hukum
Novita Riasari, ST. MT
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi beserta
Penjelasannya;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa;
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3956) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun
2010;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Ke-4 Atas
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 200 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
3.1. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi beserta Penjelasannya
(e) mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi dan penilai ahli dibidang jasa
konstruksi.
Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga
selaku penilai ahli.
Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang, atau lembaga yang
disepakati para pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara
objektif dan profesional.
Pasal 36 :
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di
luarpengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlakuterhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana
diatur dalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan
hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
parapihak yang bersengketa.
Pasal 37 :
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-
masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan.
(2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak.
(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah
dan/atau masyarakat jasa konstruksi.
3.2. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Kuliah aspek hukum
Novita Riasari, ST. MT
3.3. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3956) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 59 Tahun 2010
(1) Penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat
dilakukan dengan cara :
a. melalui pihak ketiga yaitu :
1) mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan Lembaga
AlternatifPenyelesaian Sengketa);
2) konsiliasi; atau
(2) Penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf adapat dibantu penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional aspek
tertentu sesuaikebutuhan.
3.4. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
Ke-4 Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
(2) Dalam hal terjadi perselisihan antara para pihak dalam Penyediaan Barang/Jasa
Pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui
musyawarah untuk mufakat.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif
penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3.5. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 Tentang Standar Dan
Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Dan Jasa Konsultansi, terakhir diubah dengan
Peraturan Menteri PU Nomor 07/PRT/M/2014 (Perubahan Kedua)
H. Penyelesaian Perselisihan
71. Penyelesaian Perselisihan
71.1. Para Pihak berkewajiban untuk berupaya sungguh-sungguh menyelesaikan secara
damai semua perselisihan yang timbul dari atau berhubungan dengan Kontrak ini atau
interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan pekerjaan ini.
71.2. Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak dalam Kontrak dapat
dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian perselisihan atau sengketa
yang dipilih ditetapkan dalam SSKK.(pen. SSKK = Syarat-Syarat Khusus Kontrak)
3.6. Menurut Peraturan Lembaga LPJK Nomor 04 tahun 2014 tentang Penilai Ahli
Pasal 1 (5)
Penilai Ahli adalah seseorang yang mempunyai kompetensi penilaian ahli di bidang jasa
konstruksi.
Pasal 4 :
(1) Penilai Ahli berperan dalam kegiatan penilaian ahli atas kejadian Kegagalan
Bangunan,Kegagalan Pekerjaan Konstruksi, beda pendapat antar para pihak dalam
pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi, penyelesaian sengketa konstruksi dan proses
peradilan.
(2) Penilaian ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh 1 (satu) atau lebih
Penilai Ahli.
(2) Tugas Penilai Ahli dalam hal kejadian Kegagalan Pekerjaan Konstruksi adalah memberikan
penilaian dan rekomendasi:
Kuliah aspek hukum
Novita Riasari, ST. MT
(3) Tugas Penilai Ahli dalam hal kejadian beda pendapat antar para pihak, adalah:
a. memberikan interpretasi kontraktual secara berkeahlian atas dokumen Kontrak Kerja
Konstruksi;
b. memberikan pendapat dan/atau telaahan atas permasalahan beda pendapat untuk
tercapainya kesepakatan;
c. memberikan usulan penyelesaian untuk tercapainya kesepakatan; dan/atau
d. merumuskan hasil kesepakatan para pihak.
(4) Tugas Penilai Ahli dalam hal kejadian penyelesaian sengketa konstruksi adalah sebagai
Mediator atau Konsiliator.
(5) Tugas Penilai Ahli sebagai Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memfasilitasi para pihak dalam rangka penyelesaian sengketa;
b. menengahi setiap perbedaan pendapat dalam berargumentasi;
c. memberikan interpretasi kontraktual secara berkeahlian atas dokumen Kontrak Kerja
Konstruksi; dan
d. memberikan pendapat dan/atau telaahan atas permasalahan penyelesaian sengketa untuk
tercapainya kesepakatan;
(6) Tugas Penilai Ahli sebagai Konsiliator sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memfasilitasi para pihak dalam rangka penyelesaian sengketa;
b. menengahi setiap perbedaan pendapat dalam berargumentasi;
c. memberikan interpretasi kontraktual secara berkeahlian atas dokumen Kontrak Kerja
Konstruksi;
d. memberikan pendapat dan/atau telaahan atas permasalahan penyelesaian sengketa untuk
tercapainya kesepakatan;
e. memberikan usulan penyelesaian untuk tercapainya kesepakatan; dan
f. merumuskan hasil kesepakatan para pihak.
(7) Tugas Penilai Ahli dalam proses arbitrase dan proses peradilan adalah memberikan
keterangan ahli selaku saksi ahli.
FIDIC
(FIDIC, Federation International des Ingenieurs-Conseils atau International Federation of
Consulting Engineers. yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, dan didirikan dalam tahun
1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dalam perkembangannya, FIDIC
merupakan perkumpulan dari assosiasi-assosiasi nasional para konsultan (Consulting
engineers) seluruh dunia. Didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman professional
yang sedemikian luas dari anggota-anggotanya, FIDIC telah menerbitkan berbagai bentuk
standar dari dokumen dan persyaratan kontrak, conditions of contract, untuk proyek-proyek
Kuliah aspek hukum
Novita Riasari, ST. MT
pekerjaan sipil (civil engineering construction) sejak 1957 yang secara terus menerus
direvisi dan diperbaiki sesuai perkembangan industri konstruksi)
IV. KESIMPULAN