DISUSUN OLEH :
Aracelly M M Tumengkol
Nim : 19209016
Pada umumnya para Pengguna Jasa atau Pemilik Proyek Asing menggunakan
kontrak kerja dengan sistem FIDIC atau JCT. Standar kontrak yang dikeluarkan oleh
FIDIC selalu menjadi acuan dalam Kontrak Kerja Konstruksi untuk proyek-proyek
internasional. FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasiasosiasi nasional para
konsultan (Consulting Engineers) seluruh dunia yang berkedudukan di Lausanne,
Swiss, didirikan dalam tahun 1913 oleh negaranegara Perancis, Belgia dan Swiss. Dari
asalnya sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang
Dunia ke II dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat
pada tahun 1958, dan baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC,
Newly Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar
internasional.
Kontrak konstruksi di Indonesia harus berpegang pada peraturan
perundangundangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi11 (UUJK) serta peraturan pelaksanaannya dan peraturan-
peraturan lain yang masih berlaku. Selain itu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dipakai pula
untuk kontrak konstruksi nasional maupun internasional di Indonesia.
Dalam Pasal 39 Ayat (3) pada UUJK Bagian Kedua tentang Pengikatan Para
Pihak dinyatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan
cara pelelangan umum atau terbatas. Pada Pasal 42 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula
bahwa dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara
pemilihan langsung atau penunjukan langsung. Selanjutnya pada Pasal 46 Ayat (1)
UUJK menyatakan bahwa pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti
penetapan tertulis dengan suatu Kontrak Kerja Konstruksi untuk menjamin
terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta
dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Suatu Kontrak Kerja Konstruksi mengandung aspek-aspek seperti aspek teknis,
hukum, administrasi, keuangan/perbankan, perpajakan, dan social ekonomi. Pada
umumnya pelaku jasa konstruksi, baik pengguna jasa maupun penyedia jasa lebih
memperhatikan aspek teknis saja dan kurang memperhatikan aspek lainnya, terutama
aspek hukumnya. Mereka baru menyadari pentingnya aspek lainnya pada saat terjadi
perselisihan yang terjadi akibat aspek lain tadi. Aspek teknis yang tercakup dalam
Kontrak Kerja Konstruksi meliputi :
Syarat-syarat Umum Kontrak (General Condition of Contract)
Lampiran-lampiran (Apendices)
Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of Contract/Condition of
Contract – Particulars)
Spesifikasi Teknis (Technical Specifications)
Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings)
Dalam aspek teknis ini ditetapkan pula uraian mengenai :
Lingkup Pekerjaan (Scope of Works)
Waktu Pelaksanaan (Construction Period)
Metode Pelaksanaan (Construction Method)
Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule)
Cara/Metode Pengukuran (Method of Measurement).
Selain aspek teknis, ada beberapa aspek hukum yang sering pula menimbulkan
dampak hukum yang cukup luas atau serius, yaitu:
Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work)
Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak (Termination of Contract)
Ganti Rugi Keterlambatan (Liquidity Damages)
Penyelesaian Perselisihan (Settlement of Dispute)
Keadaan Memaksa (Force Majeure)
Hukum yang Berlaku (Governing Law)
Bahasa Kontrak (Contract Language)
Domisili (Domicile)
B. Peristiwa Penyebab Terjadinya Klaim Konstruksi
Perubahan – perubahan yang terjadi dapat muncul baik dari pengguna jasa maupun
penyedia jasa. Perubahan tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya klaim
konstruksi.
Klaim merupakn hal yang biasa terjadi dalam industri konstruksi, tetapi pemahaman
dari klaim itu sendiri membuat para pelaku usaha jasa konstruksi ketakutan. Klaim biasa
diartikan sebagai tuntutan, saat mendengar klaim maka pelaku inndustri jasa konstruksi
akan mengaitkannya dengan berbagai kerumitan yang akan ditimbulkan ari klaim tersebut.
Pemahaman tentang klaim yang menakutkan dan tabu seharusnya dihindari karna
sebenarnya itu tidak tepat. Klaim dapat diartikan sebagai tindakan seseorang untuk
meminta, dimana hak seseorang tesebut telah hilang sebelumnya karna yang bersangkutan
telah beranggapan mempunyai hak untuk mendapatkan kembali.
Kontraktor dalam pelaksana kontrak pekerjaan konstruksi, tidak selalu mendapatkan
pembayaran atas pekerjaan yang telah diselesaikannya dari pengguna jasa karena ada
beberapa hal, yaitu :
- Perbedaan metode pengukuran untuk menghitung pekerjaan yang telah dilaksanakan.
- Perbedaan interpretasi atas persyaratan yang tertera dalam kontrak.
- Perbedaan kondisi lokasi proyek ( perbedaan alam dan fisik ) dari kondisi lokasi
proyek yang tertera dalam dokumen kontrak.
- Perbedaan kondisi yang tertera dalam kontrak.
- Perbedaan desain dan mutu pekerjaan
- Kelalaian pengguna jasa memenuhi kewajiban-kewajiban kontraktualnya.
Kontraktor dalam melaksanakan proyek konstruksi berkewajiban untuk
menginvestasikan sumber daya yang baik maupun yang lain dalam jumlah yang tidak
kecil dan kontraktor juga selalu berusaha untuk mendapatkan kembali sumber daya
untuk investasi terebut sebelum atau sesudah penyelesaian pekerjaa. Tindakan
kontraktor untuk melakukan klaim ialah hal yang wajar karena berusaha untuk
melindungi keuntungan dari kontraktor itu sendiri. Penyebab timbulnya klaim dapat
muncul dari berbagai factor dan biasanya bari bisa diketahui apabila pekerjaan
tersebut sudaha dalam proses pelaksanaan.
Jika kontraktor ingin mengajukan suatu klaim, maka secara kontraktual dapat
dikategorikan menjadi Contractual Claim dan Non-Contractual Claim. Contractual
claim adalah klaim konstruksi dimana kontraktor secara nyata berhak untuk dibayar
dengan cara reimbursement dan secara jelas mempunyai dasar legal. Non-contractual
claim diartikan sebagai klaim konstruksi yang cara penyelesaiannya secara spseifik
tidak dapat ditetapkan dalam kontrak seperti contohnya pekerjaan konstruksi yang
disebabkan oleh perubahan nilai tukar mata uang asing yang digunakan dalam proyek.
b.Klaim biaya tak langsung. Klaim ini biasanya timbul karena adanya biaya tak laung
(overhead). Penyedia jasa terlambat menyelesaikan pekerjaan karena berbagai sebab
dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini
bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c. Klaim tambahan Waktu (tanpa tambahan biaya). Klaim ini dapat terjadi, karena satu
dan lain hal penyedia jasa belum dapat menyelesaikan pekerjaannya. Maka pengguna
jasa memberikan tambahan waktu tetapi tidak menambahkan tambahan biaya.
d. Klaim kompensasi lain. Klaim ini dapat berupa penambahan waktu disertai dengan
penambahan kompensasi yang lain sesuai persetujuan kedua belah pihak
Klaim merupakan hal yang biasa dalam industri konstruksi. Jika ditangani
dengan tepat maka klaim dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Proses pengajuan klaim dapat dirinci sebagai berikut :
Perubahan terjadi karena keinginan dari Pengguna Jasa yang timbul selama
pelaksanaan dari suatu proyek konstruksi yang disebabkan antara lain karena
diiginkannya perubahan lingkup pekerjaan, perubahan spesifikasi teknik, perubahan
jenis material, percepatan pelaksanaan, dan lain-lain. ecara umum hal-hal tersebut
disebut perubahan atau dalam bahasa Ingris secara lazim disebut “Changes”, dan
perintah perubahan disebut Change Order. Namun pengertian Change Order sering
dikaburkan dengan pengertian Variation Order karena arti perubahan atas
Changessanagt luas, tidak sekedar perubahan yang sedikit dalam kenyataannya.
Changes dapat menimbulkan masalah apabila tidak secara khusus diantisipasi.
d. Bahasa dan Interpretasi yang ambigu. Pengaturan kontrak yang konsisten dan teliti
serta kelengkapan dokumen ditambah dengan administrasi kontrak yang baik akan
membantu mencegah timbulnya perubahan yang disebabkan oleh hal ini.
e. Batasan dalam Metode bekerja. Terdapat contoh yang tak terhitung dimana
penyedia jasa membatasi metode bekerja dari kontraktor, Kecuali telah ditetapkan
sebelumnya dalam dokumen kontrak, kontraktor umumnya dibebaskan untuk
mengaplikasikan suatu metode
Hal yang terpenting dan mendasar dalam pengajuan perubahan, adalah pihak
yang
merasa harus merevisi kegiatannya menyadari bahwa perubahan itu wajib terjadi.
Faktanya, banyak sekali perubahan khusunya perubahan yang tidak resmi (informal
change) baru terdiidentifikasi ketika perubahan tersebut terlambat untuk ditangani.
Perubahan harus diidentifikasi sedini mungkin untuk menghindari adanya
permasalahan yang akhirnya berkahir dengan sengketa. Suatu perubahan yang timbul
dari penyedia jasa harus diberitahukan sesegera mungkin kepada pengguna jasa, dan
harus dibuat secara tertulis
b. Evaluasi
Apabila perubahan sudah diketahui. Salah satu pihak baik dari pengguna jasa
maupun penyedia jasa harus memutuskan akan menyetujui perubahan tersebut atau
tidak. Apabila perubahan tersebut diketahui ketika pekerjaan telah berlangsung maka
akibat dari perubahan tersebut harus diperhitungkan. Evaluasi dari pengajuan
perubahan salah satunya memeriksa penentuan harga dari kontraktor atau klaim
dari kontraktor.
c. Persetujuan
d. Penyesuaian
Apabila change order disetujui pengguna jasa, maka penyedia jasa harus
merubah ketentuan dalam kontrak. Perubahan dalam kontrak harus disesuaikan
dengan perubahan yang diajukan dalam klaim, atau sesuai dengan permintaan
perubahan dari kontraktor.
e. Pembayaran
Pembayaran change order ini harus mengikuti prosedur yang sama yang tertera
dalam contract progress payment. Pengecualiannya bahwa change order harus
diidentifikasi dan dibuat secara terpisah dalam tagihan dan perkiraan kemajuan.
BAB II
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Dapat disimpulkan, hukum atau aturan sangat di perlukan dalam suatu penyusunan
proyek ataupun pekerjaan. Hal ini di prtlukan agar supaya pekerjaan dapat terkontrol
dan ter-koordiner dengan seharusnya atau semestinya.
Dan juga agar supaya kedua bela pihak, baik Kontraktor Internasional maupun
Nasional menerima keuntungan Bersama dari Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi.
Tanpa adanya perencanaan yang matang, maka itu akan berakibat fatal pada hasil
akhir satu pekerjaan, hal ini juga sangat buruk bagi kedua bela pihak karena akan
menimbulkan kerugian.
Daftar Pustaka
https://fidic.org/Pelaksanaan-konstruksi
https://sibima.pu.go.id/
https://docplayer.info/3564843-Bab-iii-klaim-konstruksi
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view