Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

KLAIM DALAM KONTRAK PELAKSANAAN


KONSTRUKSI YANG MELIBATKAN KONTRAKTOR
ASING DAN KONTRAKTOR NASIONAL

DISUSUN OLEH :

Aracelly M M Tumengkol
Nim : 19209016

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


kuasa atas hikmat yang telah dilimpahkan kepada saya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah “Klaim Dalam Kontrak Pelaksanaan
Konstruksi Yang Melibatkan Kontraktor Asing dan Kontraktor
Nasional” tepat waktu.
Makalah ini membahas tentang Klaim dalam Kontrak secara
umum dan ringkas, namun masih bisa dapat di pahami, serta berfokus
pada Pelaksanaan Pelaksanaan Konstruksi Yang Melibatkan
Kontraktor Asing dan Kontraktor Nasional.
Saya berterima kasih kepada sumber-sumber yang telah
memberikan ide-ide atau inspirasi dalam penyusunan makalah ini,
tetapi dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
diharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik yang
membangun agar kedep annya dapat tersusun makalah yang lebih
baik lagi.

Tondano, 17 Desember 2020


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………


Daftar Isi …………………………………………………………………………………….
BAB 1
1.1. Pengertian Kontrak…………………………………………………………
A. Isi Kontrak Konstruksi…………………………………………………
B. Peristiwa Penyebab Terjadinya Klaim Konstruksi……………………..
C. Bentuk – Bentuk Klaim Konstruksi…………………………………….
D. Proses Klaim Konstruksi………………………………………………
1.2. Change Order………………………………………………………………...
A. Jenis – Jenis Perubahan………………………………………………
B. Penyebab Timbulnya Perubahan………………………………………
C. Proses Pengajuan Perubahan…………………………………………
BAB II
2.1. Dasar Kontrak Kerja Konstruksi…………………………………………...
2.2. Klausula Lingkup Kerja Dalam Kontrak Kerja Konstruksi………………..
2.3. Klausula Hak dan Kewajiban Dalam Kontrak Kerja Konstruksi………….
BAB III PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………………………….
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….
BAB 1

1.1 Pengertian Kontrak

merupakan terjemahan dari construction contract. Kontrak kerja konstruksi


merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang
dilaksanakan oleh Pemerintah maupun pihak swasta. Salim H.S., Op.Cit. Hal
90.Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan: “Keseluruhan
dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Imam Soehanto (1995: 552) mendefinisikan kontrak konstruksi sebagai suatu proses
dimana pemilik proyek membuat suatu ikatan dengan agen dengan tugas
mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyelenggaraan proyek termasuk studi
kelayakan, desain, perencanaan, persiapan kontrak konstruksi dan lain-lain, kegiatan
proyek dengan tujuan meminimkan biaya dan jadwal serta menjaga mutu proyek.
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 18/1999, disebutkan bahwa kontrak kerja
konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pada
dasarnya, kontrak kerja konstruksi dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam
pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan
perencanaan, untuk pekerjaan pelaksanaan, dan untuk pekerjaan pengawasan.

A. Isi Kontrak Kerja Konstruksi


Menurut Pasal 1 butir 8 UUJK kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan
dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Dalam Pasal 160 sampai dengan Pasal
161 KUH Perdata Buku Ke Tiga Tentang Perikatan pada Bagian Ke Enam Tentang
Pemborongan Pekerjaan digunakan istilah perjanjian pemborongan untuk kontrak
kerja konstruksi.
Sebagai suatu bentuk kontrak kerja, kontrak tersebut harus dibuat sesuai
dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya
suatu kontrak, diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; dan suatu sebab
yang tidak terlarang. Keempat unsur yang dinyatakan dalam Pasal 1320 KUH Perdata,
dalam doktrin ilmu hukum digolongkan ke dalam unsur subyektif, yang meliputi dua
unsur pertama yang berhubungan dengan subyek (pihak) yang mengadakan kontrak,
dan unsur obyektif, yang berkaitan langsung dengan obyek kontrak yang dibuat.
Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak,
dan kecakapan dari pihak-pihak yang membuat kontrak, sedangkan unsur obyektif
meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan,
dan causa dari obyek yang berupa kewajiban atau prestasi yang disepakati untuk
dilaksanakan tersebut, yang harus merupakan sesuatu yang tidak dilarang atau
diperkenankan menurut hukum.
Dengan telah memenuhi unsur-unsur syarat sahnya kontrak sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata, maka secara hukum berlakulah asas Pacta Sunt
Servanda, sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata yang berarti bahwa atas segala
kontrak yang telah dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi pihak yang
membuatnya. Dengan demikian, para pihak yang membuat kontrak tersebut harus
tunduk dan patuh pada isi kontrak.
Kontrak Kerja Konstruksi adalah dokumen/produk hukum. Semua pekerjaan
atau usaha konstruksi yang diikat dengan kontrak kerja akan ditentukan hak-hak dan
kewajiban hukumnya, untuk itu kontrak kerja harus dibuat dengan baik dan benar
secara hukum. Jenis Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia terdapat beberapa versi
yaitu:
a. Versi Pemerintah
Standar yang biasanya dipakai adalah standar yang dikeluarkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum.
b. Versi Swasta Nasional
Versi ini beraneka ragam sesuai dengan keinginan Pengguna Jasa/ Pemilik
Proyek. Kadang-kadang dibuat dengan mengikuti standar Pemerintah atau mengikuti
sistem kontrak luar negeri seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs
Counsels atau International Federation of Consulting Engineers), JCT (Joint Contract
Tribunals) atau AIA (American Institute of Architects).
c. Versi/Standar Swasta/Asing
Berdasarkan prinsip hukum berupa sifat dan ruang lingkup hukum, kontrak
dapat berupa kontrak nasional maupun kontrak internasional. Kontrak nasional adalah
kontrak yang dibuat oleh dua pihak dalam wilayah nasional Indonesia yang tidak ada
unsur asingnya baik objek kontrak maupun subjek kontraknya. Kontrak internasional
adalah suatu kontrak yang di dalamnya ada atau terdapat unsur asing atau foreign
element, yang objek pekerjaannya berada di wilayah Indonesia maupun di wilayah
negara lain. Unsur asing dalam hal ini adalah adanya keterkaitan sistim hukum dari
negara salah satu pihak yang terlibat dalam kegiatan kontrak tersebut sebagaimana
pilihan hukum atau choice of law yang disepakati diantara keduanya.
Secara teoretis, unsur yang dapat menjadi indikator suatu kontrak internasional
adalah ;
 Kebangsaan berbeda
 Domisili hukum berbeda dari para pihak;
 Hukum dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsipprinsip
kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
 Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
 Penandatangan kontrak dilakukan di luar negeri;
 Objek kontrak berada di luar negeri;
 Bahasa digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
 Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut
Untuk menemukan dasar pengaturan kontrak internasional ini kita dapat
meninjau sumber hukum kontrak internasional itu sendiri digolongkan kedalam
bentuk hukum sebagai berikut:
 Hukum nasional termasuk peraturan perundang-undangan suatu negara baik
secara langsung atau tidak langsung terkait dengan kontrak
 Dokumen kontrak;
 Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional terkait dengan
kontrak;
 Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak;
 Putusan pengadilan;
 Doktrin;
 Perjanjian internasional mengenai kontrak.

Pada umumnya para Pengguna Jasa atau Pemilik Proyek Asing menggunakan
kontrak kerja dengan sistem FIDIC atau JCT. Standar kontrak yang dikeluarkan oleh
FIDIC selalu menjadi acuan dalam Kontrak Kerja Konstruksi untuk proyek-proyek
internasional. FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasiasosiasi nasional para
konsultan (Consulting Engineers) seluruh dunia yang berkedudukan di Lausanne,
Swiss, didirikan dalam tahun 1913 oleh negaranegara Perancis, Belgia dan Swiss. Dari
asalnya sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang
Dunia ke II dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat
pada tahun 1958, dan baru pada tahun tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC,
Newly Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar
internasional.
Kontrak konstruksi di Indonesia harus berpegang pada peraturan
perundangundangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi11 (UUJK) serta peraturan pelaksanaannya dan peraturan-
peraturan lain yang masih berlaku. Selain itu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
standar/sistem kontrak konstruksi internasional, misalnya FIDIC/JCT yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat dipakai pula
untuk kontrak konstruksi nasional maupun internasional di Indonesia.
Dalam Pasal 39 Ayat (3) pada UUJK Bagian Kedua tentang Pengikatan Para
Pihak dinyatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan
berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan
cara pelelangan umum atau terbatas. Pada Pasal 42 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula
bahwa dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara
pemilihan langsung atau penunjukan langsung. Selanjutnya pada Pasal 46 Ayat (1)
UUJK menyatakan bahwa pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti
penetapan tertulis dengan suatu Kontrak Kerja Konstruksi untuk menjamin
terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta
dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Suatu Kontrak Kerja Konstruksi mengandung aspek-aspek seperti aspek teknis,
hukum, administrasi, keuangan/perbankan, perpajakan, dan social ekonomi. Pada
umumnya pelaku jasa konstruksi, baik pengguna jasa maupun penyedia jasa lebih
memperhatikan aspek teknis saja dan kurang memperhatikan aspek lainnya, terutama
aspek hukumnya. Mereka baru menyadari pentingnya aspek lainnya pada saat terjadi
perselisihan yang terjadi akibat aspek lain tadi. Aspek teknis yang tercakup dalam
Kontrak Kerja Konstruksi meliputi :
 Syarat-syarat Umum Kontrak (General Condition of Contract)
 Lampiran-lampiran (Apendices)
 Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of Contract/Condition of
Contract – Particulars)
 Spesifikasi Teknis (Technical Specifications)
 Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings)
 Dalam aspek teknis ini ditetapkan pula uraian mengenai :
 Lingkup Pekerjaan (Scope of Works)
 Waktu Pelaksanaan (Construction Period)
 Metode Pelaksanaan (Construction Method)
 Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule)
 Cara/Metode Pengukuran (Method of Measurement).
Selain aspek teknis, ada beberapa aspek hukum yang sering pula menimbulkan
dampak hukum yang cukup luas atau serius, yaitu:
 Penghentian Sementara Pekerjaan (Suspension of Work)
 Pengakhiran Perjanjian/Pemutusan Kontrak (Termination of Contract)
 Ganti Rugi Keterlambatan (Liquidity Damages)
 Penyelesaian Perselisihan (Settlement of Dispute)
 Keadaan Memaksa (Force Majeure)
 Hukum yang Berlaku (Governing Law)
 Bahasa Kontrak (Contract Language)
 Domisili (Domicile)
B. Peristiwa Penyebab Terjadinya Klaim Konstruksi

Perubahan – perubahan yang terjadi dapat muncul baik dari pengguna jasa maupun
penyedia jasa. Perubahan tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya klaim
konstruksi.
Klaim merupakn hal yang biasa terjadi dalam industri konstruksi, tetapi pemahaman
dari klaim itu sendiri membuat para pelaku usaha jasa konstruksi ketakutan. Klaim biasa
diartikan sebagai tuntutan, saat mendengar klaim maka pelaku inndustri jasa konstruksi
akan mengaitkannya dengan berbagai kerumitan yang akan ditimbulkan ari klaim tersebut.
Pemahaman tentang klaim yang menakutkan dan tabu seharusnya dihindari karna
sebenarnya itu tidak tepat. Klaim dapat diartikan sebagai tindakan seseorang untuk
meminta, dimana hak seseorang tesebut telah hilang sebelumnya karna yang bersangkutan
telah beranggapan mempunyai hak untuk mendapatkan kembali.
Kontraktor dalam pelaksana kontrak pekerjaan konstruksi, tidak selalu mendapatkan
pembayaran atas pekerjaan yang telah diselesaikannya dari pengguna jasa karena ada
beberapa hal, yaitu :
- Perbedaan metode pengukuran untuk menghitung pekerjaan yang telah dilaksanakan.
- Perbedaan interpretasi atas persyaratan yang tertera dalam kontrak.
- Perbedaan kondisi lokasi proyek ( perbedaan alam dan fisik ) dari kondisi lokasi
proyek yang tertera dalam dokumen kontrak.
- Perbedaan kondisi yang tertera dalam kontrak.
- Perbedaan desain dan mutu pekerjaan
- Kelalaian pengguna jasa memenuhi kewajiban-kewajiban kontraktualnya.
Kontraktor dalam melaksanakan proyek konstruksi berkewajiban untuk
menginvestasikan sumber daya yang baik maupun yang lain dalam jumlah yang tidak
kecil dan kontraktor juga selalu berusaha untuk mendapatkan kembali sumber daya
untuk investasi terebut sebelum atau sesudah penyelesaian pekerjaa. Tindakan
kontraktor untuk melakukan klaim ialah hal yang wajar karena berusaha untuk
melindungi keuntungan dari kontraktor itu sendiri. Penyebab timbulnya klaim dapat
muncul dari berbagai factor dan biasanya bari bisa diketahui apabila pekerjaan
tersebut sudaha dalam proses pelaksanaan.

beberapa sebab timbulnya suatu klaim, yaitu :

1.Klaim yang timbul dari sebab-sebab umum:


- komunikasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa buruk
- administrasi kontrak yang tidak mencukupi
- sasaran waktu yang tidak terkendali
- kejadian eksternal yang tidak terkendali
- ambiguitas kontrak
2. Klaim yang timbul dari pengguna jasa
- Informasi tender yang tidak lengkap/sempurna mengenai desain, bahan dan
spesifikasi.
- Penyelidikan site yang tidak smepurna/perubahan site
- Reaksi/tanggapan yang lambat
- Alokasi resiko yang tidak jelas
- Kelambatan Pembayaran
- Larangan metode kerja tertentu

3. Klaim yang timbul dari penyedia jasa:

- Pekerjaan yang cacat mutu-mutu pekerjaan buruk


- Kelambatan penyelesaian
- Klaim tandingan/perlawanan klaim
- Pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi
- Bahan yang dipakai tidak memenuhi syarat garansi

C. Bentuk Bentuk Klaim Konstruksi.

Jika kontraktor ingin mengajukan suatu klaim, maka secara kontraktual dapat
dikategorikan menjadi Contractual Claim dan Non-Contractual Claim. Contractual
claim adalah klaim konstruksi dimana kontraktor secara nyata berhak untuk dibayar
dengan cara reimbursement dan secara jelas mempunyai dasar legal. Non-contractual
claim diartikan sebagai klaim konstruksi yang cara penyelesaiannya secara spseifik
tidak dapat ditetapkan dalam kontrak seperti contohnya pekerjaan konstruksi yang
disebabkan oleh perubahan nilai tukar mata uang asing yang digunakan dalam proyek.

Berdasarkan kategori klaim secara kontraktual, klaim dapat dibedakan


menjadi :
(1). Excusable Delays (kelambatan yang dapat diterima). Untuk hal ini penyedia jasa
hanya diberikan perpanjangan waktu tetapi tidak mendapat tambahan biaya atau
kompensasi lainnya
(2). Compensable Delays (kelambatan-kelambatan dengan kompensasi). Kontraktor
tidak hanya mendapat penambahan waktu juga mendapatkan penambahan biaya.

(3). Concurrent Delays (kelambatan-kelambatan yang berbenturan). Kelambatan ini


diartikan apabila kelambatan muncul disebabkan sebagian karena merupakan
kesalahan pengguna jasa, sebagian lagi karena kesalahan penyedia jasa serta masa
kelambatannya terjadi secara bersamaan

b.Klaim biaya tak langsung. Klaim ini biasanya timbul karena adanya biaya tak laung
(overhead). Penyedia jasa terlambat menyelesaikan pekerjaan karena berbagai sebab
dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini
bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c. Klaim tambahan Waktu (tanpa tambahan biaya). Klaim ini dapat terjadi, karena satu
dan lain hal penyedia jasa belum dapat menyelesaikan pekerjaannya. Maka pengguna
jasa memberikan tambahan waktu tetapi tidak menambahkan tambahan biaya.

d. Klaim kompensasi lain. Klaim ini dapat berupa penambahan waktu disertai dengan
penambahan kompensasi yang lain sesuai persetujuan kedua belah pihak

D. Proses Klaim Konstruksi

Klaim merupakan hal yang biasa dalam industri konstruksi. Jika ditangani
dengan tepat maka klaim dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Proses pengajuan klaim dapat dirinci sebagai berikut :

1. Pengajuan klaim biasanya diawali dengan terjadinya suatu perubahan


pekerjaan. Perubahan pekerjaan dapat diketahui sebelum pekerjaan dimulai
atau baru diketahui ketika pekerjaan telah atau sedang dilaksanakan
2. Apabila perubahan pekerjaan tersebut telah diketahui sebelumnya maka
penyedia jasa dapat melakukan pemberitahuan kepada pengguna jasa.
Pemberitahuan harus dilakukan secara tertulis
3. Dimana perubahan pekerjaan baru diketahui setelah pekerjaan sedang berjalan
maka perubahan pekerjaan tersebut dinamakan perubahan tidak resmi.
Biasanya perubahan tidak resmi termasuk dalam kategori non-contractual
rights
4. Begitu kontraktor telah memberitahukan keinginannya untuk mengajukan
klaim secara tertulis maka kontraktor harus menyiapkan dokumen-dokumen
yang mendukung untuk pengajuan klaim
Dokumen-dokumen tersebut dapat berbentuk dokumen pokok, laporan saksi
ahli, foto dokumentasi dan lain lain. Dalam FIDIC disebutkan kontraktor harus
menyimpan catatan lengkap (sesuai dengan waktunya) yang mungkin
diperlukan untuk mendukung klaim baik di lapangan maupun di lokasi
lain.Tidak dibatasi kewajiban, pengguna jasa, enjiner dapat, setelah menerima
pemberitahuan menurut sub-klausula ini, memantau penyimpanan catatan
dan/atau memerintahkan kontraktor untuk menyimpan catatan kontemporer
lebih lanjut. Kontraktor harus segera menyampaikan kepada pengguna jasa atau
enjiner suatu klaim yang secara detail disertai data pendukung mengenai dasar
klaim dan perpanjangan waktu dan /atau pembayaran tambahan yang diklaim.
Kontraktor dapat menyampaikan klaim sementara secara berkala setiap
bulandan harus menyampaikan klaim finalnyadalam jangka waktu 28 hari
setelah efek yang diakibatkan oleh kejadian tersebut berkahir.
5. Pengguna jasa lalu mengevaluasi dokumen tersebut dengan menggunakan rate
harga yang terteradalam kontrak
6. Apabila klaim telah disetujui oleh pengguna jasa, maka pengguna jasa wajib
mengeluarkan perintah perubahan pekerjaan (variation order). Variation order
dapat direvisi setiap saat selama masa konstruksi apabila diperlukan. Dalam
jangka waktu 42 hari setelah menerima suatu klaim atau data pendukung lebih
lanjut untuk mendukung klaim sebelumnya, pengguna jasa maupun enjiner
harus menanggapi dengan persetujuan atau penolakan dengan komentar secara
rinci. Selama jangka waktu 42 hari enjiner atau pengguna jasa harus
menindaklanjuti untuk menyetujui dan menetapkan perpanjangan waktu
maupun pembayaran tambahan yang berhak diterima oleh kontraktor.
7. Setelah terbit perintah perubahan, perintah perubahan harus diikuti dengan
penerbitan amandemen kontrak.

1.2 Change Order ( Perubahan Pekerjaan )

Perubahan terjadi karena keinginan dari Pengguna Jasa yang timbul selama
pelaksanaan dari suatu proyek konstruksi yang disebabkan antara lain karena
diiginkannya perubahan lingkup pekerjaan, perubahan spesifikasi teknik, perubahan
jenis material, percepatan pelaksanaan, dan lain-lain. ecara umum hal-hal tersebut
disebut perubahan atau dalam bahasa Ingris secara lazim disebut “Changes”, dan
perintah perubahan disebut Change Order. Namun pengertian Change Order sering
dikaburkan dengan pengertian Variation Order karena arti perubahan atas
Changessanagt luas, tidak sekedar perubahan yang sedikit dalam kenyataannya.
Changes dapat menimbulkan masalah apabila tidak secara khusus diantisipasi.

A. Jenis – Jenis Perubahan

Suatu perubahan akan selalu timbul. Perubahan yang dimaksud adalah


perubahan desain, perubahan skedul, harga, serta biaya. Seringkali perubahan yang
terjadi menimbulkan sedikit hingga banyak masalah. Faktanya perubahan-perubahan
yang terjadi terkadang menimbulkan perubahan yang amat besar yang dapat merubah
hampir kseluruhan materi yang teah dituangkan dalam kontrak konstruksi. Terdapat 2
kategori perubahan secara kontraktual yaitu informal change (perubahan tidak resmi)
dan formal change (perubahan resmi).
Formal changes atau perubahan resmi merupakan perubahan yang dibuat oleh
pengguna jasa dimana hasil perubahannya dibuat secara tertulis kepada kontraktor
untuk merubah lingkup pekerjaan, waktu pekerjaan, harga atau hal-hal yang telah
diatur dalam kontrak sebelumnya.
Formal changes umumnya berisi alternative dari desain suatu fasilitas yang
kemudian dinyatakan untuk merevisi gambar konstruksi atau spesifikasi konstruksi.
Sebagai tambahan, owner atau pengguna jasa sering merubah jadwal pekerjaan untuk
mengakomodasi perubahan yang sebagai kebutuhan owner itu sendiri atau
menyesuaikan dengan kemampuan dari kontraktor yang telah ditunjuk. Formal
changes digunakan untuk merubah sebagian besar klausa yang telah tertuang dalam
kontrak.
Klausa ini biasanya memberikan wewenang secara sepihak dari owner atau
pengguna jasa untuk merubah pekerjaan dan mengharuskan kontraktor untuk merubah
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh owner. Perintah perubahan secara tertulis
inilah yang kemudian disebut dengan Change Order.
Informal Changes atau bisa disebut juga sebagai “constructive changes”,
berisi perubahan-perubahan dari lingkup pekerjaan kontraktor atau metode
pelaksanaan dari merupak hasil dari tindakan atau kelalaian dari owner, tindakan atau
kelalaian dari pihak ketiga seperti kontraktor lain, penyuplai material atau bahan serta
peristiwa yang timbul diluar kuasa kontraktor (keadaan kahar atau force majeure).
Perubahan ini mengakibatkan kontraktor melaksanakan pekerjaan yang benar-
benar berbeda dari yang telah ditetapkan dalam kontrak sebelumnya. Setelah informal
change order telah dapat diidentifikasi dan solusi untuk mengatasi perubahan-
perubahan antara kontraktor dan owner telah tercapai maka informal change order
tersebut harus segera dirubah menjadi formal change orders. Informal change
biasanya lebih sulit untuk dipecahkan dan biasanya akan berlanjut menjadi suatu
klaim hingga menjadi sengketa karena timbul dari berbagai factor yang sering
didentifikasi setelah pekerjaan berjalan.

B. Penyebab Timbulnya Perubahan


Penyebab timbulnya perubahan pekerjaan seringkali menimbulkan masalah di
pihak penyedia jasa terlebih kedalam pekejaan yang menjadi semakin rumit.
masalah-masalah yang sering menyebabkan perubahan, antara lain :
a. Informasi desain yang cacat atau tidak lengkap. Ketidakpuasan pengguna jasa dari
hasil pekerjaan departemen enjiner atau dari konsultan desain merupakan penyebab
utama masalah ini. Gejala yang timbul dari masalah ini adanya revisi secara besar-
besaran dalam desain dan spesifikasi gambar. Revisi atau perubahan desain dibuat
ketika kontraktor telah melaksanakan pekerjaan dan seringkali menciptakan
“lingkaran setan” dimana terjadi perubahan dalam satu system, struktur dan lain
sebagainya menyebabkan revisi system, struktur dan lain sebagainya yang saling
berhubungan satu sama lain. Hal ini juga merupaka suatu gejala dari ketidaktahuan
atau ketidakseriusan owner dalam melaksanakan pekerjaan.

b. Perubahan Permintaan Perubahan dalam pelaksanaan, keselamatan, lingkungan,


pasar, berbagai
kemungkinan yang akan timbul atau perubahan kebijakan khususnya yang terjadi
dalam proyek akan membuat pekerjaan terhambat dalam jangka waktu yang lama.
c. Perubahan lapangan atau kondisi lapangan yang belum diketahui. Kondisi dibawah
permukaan tanah menggambarkan contoh klasik dari kondisi lapangan yang tidak
diketahui atau dapat berubah dalam selama masa pelaksanaan pekerjaan. Kondisi-
kondisi yang telah disebutkan sebelumnya dapatmenganngu kinerja kontraktor dalam
melaksanakan pekerjaan.

d. Bahasa dan Interpretasi yang ambigu. Pengaturan kontrak yang konsisten dan teliti
serta kelengkapan dokumen ditambah dengan administrasi kontrak yang baik akan
membantu mencegah timbulnya perubahan yang disebabkan oleh hal ini.

e. Batasan dalam Metode bekerja. Terdapat contoh yang tak terhitung dimana
penyedia jasa membatasi metode bekerja dari kontraktor, Kecuali telah ditetapkan
sebelumnya dalam dokumen kontrak, kontraktor umumnya dibebaskan untuk
mengaplikasikan suatu metode

f. Keterlambatan atau Percepatan. Ketika pekerjaan kontraktortertunda yang


penyebabnya timbul dari penyedia jasa, kontraktor lain maupun pihak ketiga. Hal ini
akan menimbulkan kompensasi bagi kontraktor itu sendiri. Kompensasi yang biasa
terjadi ketika terjadi keterlambatan adalah permintaan untuk penambahan waktu serta
biaya. Begitu juga apabila terjadi percepatan dalamelaksanakan proyek, kontraktor
akan meminta kompensasi ke penyedia jasa yang berupa tambahan waktu
(giliran waktu bekerja atau menambah jam kerja), Baik percepatan maupun
kelambatan merupakan perubahan yang baru dapat diketahui ketika pekerjaan telah
berjalan (termasuk dalam informal changes)

C. Proses Pengajuan Perubahan


Proses pengajuan perubahan dapat timbul baik dari sisi penguna jasa napun
penyedia jasa. Pengajuannya menurut penulis hampir sama dengan pengajuan suatu
klaim.
berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam pengajuan change order:
a.Identifikasi

Hal yang terpenting dan mendasar dalam pengajuan perubahan, adalah pihak
yang
merasa harus merevisi kegiatannya menyadari bahwa perubahan itu wajib terjadi.
Faktanya, banyak sekali perubahan khusunya perubahan yang tidak resmi (informal
change) baru terdiidentifikasi ketika perubahan tersebut terlambat untuk ditangani.
Perubahan harus diidentifikasi sedini mungkin untuk menghindari adanya
permasalahan yang akhirnya berkahir dengan sengketa. Suatu perubahan yang timbul
dari penyedia jasa harus diberitahukan sesegera mungkin kepada pengguna jasa, dan
harus dibuat secara tertulis

b. Evaluasi
Apabila perubahan sudah diketahui. Salah satu pihak baik dari pengguna jasa
maupun penyedia jasa harus memutuskan akan menyetujui perubahan tersebut atau
tidak. Apabila perubahan tersebut diketahui ketika pekerjaan telah berlangsung maka
akibat dari perubahan tersebut harus diperhitungkan. Evaluasi dari pengajuan
perubahan salah satunya memeriksa penentuan harga dari kontraktor atau klaim
dari kontraktor.

c. Persetujuan

Seringkali dalam pengajuan change order, pengguna jasa menolak quotation


yang telah dikeluarkan penyedia jasa dan meminta quotation yang baru. Negosiasi
adalah hal yang dibuthkan dalam proses ini. Apabila kedua belah pihak setuju maka
change order harus segera dikeluarkan.

d. Penyesuaian

Apabila change order disetujui pengguna jasa, maka penyedia jasa harus
merubah ketentuan dalam kontrak. Perubahan dalam kontrak harus disesuaikan
dengan perubahan yang diajukan dalam klaim, atau sesuai dengan permintaan
perubahan dari kontraktor.

e. Pembayaran

Pembayaran change order ini harus mengikuti prosedur yang sama yang tertera
dalam contract progress payment. Pengecualiannya bahwa change order harus
diidentifikasi dan dibuat secara terpisah dalam tagihan dan perkiraan kemajuan.
BAB II

2.1. Dasar Kontrak Kerja Konstruksi.


Menurut Pasal 20 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 200015
suatu kontrak kerja konstruksi dibedakan berdasarkan bentuk imbalan, jangka waktu
pelaksanaan dan cara pembayaran hasil pekerjaan. Yang dibuat berdasarkan bentuk
imbalan terdiri dari Lump Sum; harga satuan; biaya tambah imbalan jasa; gabungan
Lump Sum dan harga satuan; atau Aliansi. Yang dibuat menurut jangka waktu
pelaksanaan pekerjaan konstruksi terdiri dari tahun tunggal atau tahun jamak. Yang
dibuat menurut cara pembayaran hasil pekerjaan adalah sesuai kemajuan pekerjaan
atau secara berkala.
Ada 2 (dua) macam bentuk imbalan kontrak kerja konstruksi yang sering
digunakan yaitu Fixed Lump Sum price dan Unit Price sehingga kontraknya sering
dinamakan kontrak Harga Pasti dan Kontrak Harga Satuan. Secara umum kontrak
harga pasti atau Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak di mana volume
pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang.
Pasal 21 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 menyatakan
bahwa kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan harga satuan merupakan
kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur pekerjaan
dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya yang benar-benar telah
dilaksanakan penyedia jasa. Pasal 21 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun
2000 memberikan batasan/definisi tentang kontrak kerja konstruksi dengan bentuk
imbalan lump sum adalah kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam
jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua resiko
yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya
ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasinya tidak berubah.
Bentuk imbalan kontrak kerja konstruksi yang berikutnya dibuat berdasarkan
perhitungan jasa yang akan dibayarkan oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa.
Bentuk imbalan dalam kontrak kerja konstruksi ini ada 3 (tiga) bentuk, yaitu Biaya
Tanpa Jasa (Cost Without Fee), Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee), dan Biaya
Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee) yang pernah dikenal dan dipakai di
Indonesia.
Pasal 21 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 Menyatakan
bahwa kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan jasa biaya tambah merupakan
kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dimana
jenis-jenis pekerjaan dan volumenya belum diketahui dengan pasti, sedangkan
pembayarannya dilakukan berdasarkan pengeluaran biaya yang meliputi pembelian
bahan, sewa peralatan, upah perjam dan lain-lain, ditambah imbalan jasa yang telah
disepakati kedua belah pihak.
Bentuk imbalan berdasarkan cara pembayaran atas prestasi pekerjaan penyedia
jasa, ada 3 (tiga) macam, yaitu Pembayaran Bulanan (Monthly Payment), Pembayaran
Atas Prestasi (Stage Payment), dan pembayaran atas seluruh hasil pekerjaan setelah
pekerjaan selesai 100% atau yang sering disebut Pra Pendanaan Penuh dari penyedia
jasa (Contractor’s Full Prefinanced).
2.2. Klausula Lingkup Kerja dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Dalam kontrak kerja konstruksi ditetapkan klausula tentang lingkup kerja
meliputi uraian obyek kontrak, kualitas dan kuantitas obyek kontrak, harga dan cara
pembayaran, dan lamanya waktu kerja. Menurut Nazarkhan Yasin suatu kontrak kerja
konstruksi meliputi Syarat-syarat Umum Kontrak (General Condition of Contract),
Lampiran-lampiran (Apendices), Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of
Contract/Condition of Contract – Particulars), Spesifikasi Teknis (Technical
Specifications), dan Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings). Selain itu
ditetapkan pula uraian kelengkapannya yang terdiri dari Lingkup Pekerjaan (Scope of
Works), Waktu Pelaksanaan (Construction Period), Metode Pelaksanaan
(Construction Method), Jadwal Pelaksanaan (Time Schedule) dan Cara/Metode
Pengukuran (Method of Measurement).
Pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK dinyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja
berdasarkan hukum harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi antara pengguna
jasa dan penyedia jasa yang memuat antara lain tentang lingkup pekerjaan. Pada Pasal
47 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula bahwa kontrak kerja konstruksi sekurang-
kurangnya harus mencakup uraian mengenai rumusan pekerjaan, yang memuat uraian
yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu
pelaksanaan. Yang dimaksud dengan lingkup pekerjaan secara garis besar, misalnya
membangun sebuah hotel mulai dar pekerjaan fondasi, struktur, arsitektural,
mekanikal, elektrikal, lingkungan serta pekerjaan penyelesaian hingga siap beroperasi.
Lingkup pekerjaan secara rinci akan dijelaskan dalam dokumen kontrak seperti
spesifikasi teknis dan gambar rencana.
2.3. Klausula Hak dan Kewajiban dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Klausula tentang hak dan kewajiban dalam kontrak kerja konstruksi antara
pengguna jasa dan penyedia jasa diatur dengan persetujuan kedua belah pihak. Hak
dan kewajiban dalam satu kontrak bisa berbeda-beda dengan kontrak yang lain
tergantung ketentuan-ketentuan kontrak yang bersangkutan.
Pada Pasal 39 UUJK mengenai Pengikatan Jasa Konstruksi Paragraf 1
Pengikatan Para Pihak dinyatakan bahwa pengikatan hubungan kerja Jasa Konstruksi
dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam Penjelasan Pasal 23 Ayat (1) huruf e
Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 dinyatakan bahwa kontrak kerja
konstruksi harus mencantumkan kak dan kewajiban para pihak dalam kontrak kerja
konstruksi yang meliputi hak dan kewajiban pengguna jasa; dan hak dan kewajiban
penyedia jasa. Hak pengguna jasa antara lain meliput mengubah sebagian isi kontrak
kerja konstruksi tanpa mengubah lingkup kerja yang telah diperjanjikan atas
kesepakatan dengan penyedia jasa; menghentikan pekerjaan sementara apabila
penyedia jasa bekerja tidak sesuai ketentuan kontrak kerja konstruksi; menghentikan
pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja konstruksi apabila
penyedia jasa tidak mampu memenuhi ketentuan kontrak kerja konstruksi; menolak
usulan perubahan isi sebagian kontrak kerja konstruksi yang diusulkan penyedia jasa.
Kewajiban pengguna jasa antara lain meliputi menyerahkan sarana kerja
kepada penyedia jasa untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai kesepakatan kontrak kerja
konstruksi; menerima bahan dan atau hasil pekerjaan yang telah memenuhi
persyaratan teknis dan administrasi; memberikan imbalan atas prestasi lebih.
Hak penyedia jasa antara lain meliputi mengajukan usul perubahan atas
sebagian isi kontrak kerja konstruksi; mendapatkan imbalan atas prestasi lebih yang
dilakukannya; mendapatkan kompensasi atas kerugian yang timbul akibat perubahan
isi kontrak kerja konstruksi yang diperintahkan pengguna jasa; menghentikan
pekerjaan sementara apabila pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya;
menghentikan pekerjaan secara permanen dengan cara pemutusan kontrak kerja
konstruksi, apabila pengguna jasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan atau tidak
mampu memenuhi kewajibannya dan penyedia jasa berhak mendapat kompensasi atas
kerugian yang timbul akibat pemutusan kontrak kerja konstruksi.
Kewajiban penyedia jasa antara lain adalah memberikan pendapat kepada
pengguna jasa atas penugasannya, dokumen yang menjadi acuan pelaksanaan
pekerjaan, data pendukung, kualitas sarana pekerjaan atau hal-hal lainnya yang
dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi; memperhitungkan risiko pelaksanaan
dan hasil pekerjaan; memenuhi ketentuan pertanggungan, membayar denda dan atau
ganti rugi sesuai yang dipersyaratkan pada kontrak kerja konstruksi.

BAB III
Penutup

Kesimpulan

Dapat disimpulkan, hukum atau aturan sangat di perlukan dalam suatu penyusunan
proyek ataupun pekerjaan. Hal ini di prtlukan agar supaya pekerjaan dapat terkontrol
dan ter-koordiner dengan seharusnya atau semestinya.
Dan juga agar supaya kedua bela pihak, baik Kontraktor Internasional maupun
Nasional menerima keuntungan Bersama dari Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi.
Tanpa adanya perencanaan yang matang, maka itu akan berakibat fatal pada hasil
akhir satu pekerjaan, hal ini juga sangat buruk bagi kedua bela pihak karena akan
menimbulkan kerugian.
Daftar Pustaka
https://fidic.org/Pelaksanaan-konstruksi
https://sibima.pu.go.id/
https://docplayer.info/3564843-Bab-iii-klaim-konstruksi
http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view

Anda mungkin juga menyukai