Anda di halaman 1dari 26

“RESIKO HUKUM DAN

PENGELOLAAN KONTRAK
DALAM SITUASI PANDEMI
COVID-19”

Oleh :
Dr. Firman Wijaya, S.H.,M.H.
 Suatu keadaan yang menimbulkan resiko sejauhmana
dapat dimonitor dan dikelola

 Ini tentu membutuhkan manajemen resiko dan


budaya mitigasi resiko

 Situasi ini membutuhkan sistem dan mekanisme yang


dirancang memiliki ketangguhan dan keandalan
PERSOALANNYA :
 Tujuan / sasaran mana yang terkena dampak

 Seberapa besar dampak yang ditimbulkan

 Dua dimensi yakni probability dan frequency dari


dampak yang ditimbulkan
 Apa Itu Force Majeure?

 Force Majeure atau keadaan memaksa (overmacht) adalah


keadaan di mana debitur gagal menjalankan kewajibannya pada
pihak kreditur dikarenakan kejadian yang berada di luar kuasa
pihak yang bersangkutan, misalnya karena gempa bumi, tanah
longsor, epidemik, kerusuhan, perang, dan sebagainya. Istilah
ini juga dikenal sebagai keadaan kahar dalam bahasa Indonesia.

 Dalam istilah di bahasa Prancis, force majeure secara harfiah


memiliki arti "kekuatan yang lebih besar". Secara umum,
sejumlah peristiwa dapat digolongkan ke dalam force majeure
selama mereka terjadi tanpa terduga, terjadi di luar kuasa pihak-
pihak yang terkait, dan tidak dapat dihindari.
 Dasar hukum seseorang dinyatakan lalai melaksanakan kewajiban atau
prestasinya diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), berbunyi:
 “Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis
itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan”.
 Dari rumusan Pasal 1238 KUHPerdata di atas dapat diketahui bahwa ada
dua kondisi kapan seseorang dianggap lalai atau cedera janji, yaitu:

 Dalam hal ditetapkan suatu waktu di dalam perjanjian, tapi dengan


lewatnya waktu tersebut (jatuh tempo) debitur belum juga melaksanakan
kewajibannya.
 Dalam hal tidak ditentukan suatu waktu tertentu, lalu kreditur sudah
memberitahukan kepada debitur untuk melaksanakan kewajiban atau
prestasinya tapi kreditur tetap juga tidak melaksanakannya kewajibanya
kepada kreditur.
 Force Majeure dalam Hukum Indonesia

 Ketentuan mengenai force majeure diatur dalam pasal 1244


KUHPerdata dan pasal 1245 KUHPerdata. Berikut adalah
kutipannya:

Pasal 1244

 “Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti


biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal
tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan
itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad
buruk tidaklah ada pada pihaknya.”
 Pasal 1245

 “Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan
memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang
untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan
suatu perbuatan yang terlarang baginya“.

 Dalam ketentuan ini, ada 5 hal yang menyebabkan debitur tidak dapat
melakukan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, yakni:

 Terjadi suatu peristiwa yang tidak terduga (tidak termasuk dalam asumsi
dasar dalam pembuatan kontrak)
 Peristiwa yang terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan pada pihak debitur
 Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan pihak debitur
 Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan para pihak yang terkait
 Tidak ada itikad yang buruk dari pihak debitur
 DefinisiHardship
 Pengertian Hardship menurut pasal 6.2.2 UNIDROIT
PRINCIPLES yaitu peristiwa yang secara
fundamental telah mengubah keseimbangan kontrak.
Hal ini diakibatkan oleh biaya pelaksanaan kontrak
meningkat sangat tinggi atau nilai pelaksanaan
kontrak bagi para penerima sangat menurun.
 Bagian pada pasal 7.1.7 UNIDROIT, Force majeure terjadi
ketika hukum mengakui bahwa dengan adanya kegagalan dari
salah satu pihak sehingga kewajiban kontraktual telah menjadi
tidak mampu yang dilakukan karena keadaan di mana akan
menjadi sulit atau mustahil dilakukan karena diluar rencana
atau tak terduga.

 Peraturan perundang-undangan yang mengatur force majeure


dengan memberikan pengertian force majeure, di antaranya
adalah peraturan mengenai Jasa Konstruksi, Pengadaan
Barang dan Jasa, Perbankan, dan Lalu Lintas dan Jasa
Angkutan. Hanya saja, ketentuan force majeure dalam
peraturan Perbankan dan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
tidak terkait dengan perjanjian atau kontrak.
 Dalam peraturan Jasa Konstruksi dan peraturan Pengadaan
Barang dan Jasa, pembentuk peraturan mewajibkan para
pihak untuk memasukkan klausul force majeure.
 Dalam peraturan Jasa Konstruksi, force majeure diartikan
sebagai suatu kejadian yang timbul di luar kemauan dan
kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi
salah satu pihak.
 Dalam peraturan Pengadaan Barang dan Jasa, force
majeure disebut keadaan kahar, artinya suatu keadaan
yang terjadi di luar kehendak para pihak sehingga
kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak
dapat dipenuhi.[2]
 Dari pengertian force majeure sebagaimana diuraikan di atas,
serta dalam beberapa kontrak, dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur force majeure antara lain:
• terjadinya keadaan kejadian di luar kemauan, kemampuan
atau kendali para pihak;
• menimbulkan kerugian bagi para pihak atau salah satu pihak;
• terjadinya peristiwa tersebut menyebabkan tertunda,
terhambat, terhalang, atau tidak dilaksanakannya prestasipara
pihak;
• para pihak telah melakukan upaya sedemikian rupa untuk
menghindari peristiwa tersebut
• kejadian tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan
perjanjian.
Perbedaan
Hardship dan Force Majeure
 Hardship lebih menekankan pada keadaan yang tidak
seimbang secara mendasar diantara pihak, sedangkan force
majeure memiliki pengertian lebih umum yang menunjuk pada
peristiwa-peristiwa tak terduga di luar kekuasaan para pihak.
 Akibat hukum dari force majeure absolute menyebabkan
pemenuhan prestasi tidak mungkin dapat dilakukan lagi dan
seketika itu kontrak putus, sedangkan akibat hukum dari
hardship terhadap kontrak terutama menyangkut pada
kesempatan pihak yang dirugikan untuk mengajukan negosiasi
ulang (renegosiasi).
Keadaan Kahar
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah:
Ketentuan Pasal 55 Perpres tetang Pengadaan Pemerintah:
1) Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksana kontrak dapat
di hentikan.
2) Dalam hal pelaksanaan kontrak dilanjutkan, para pihak
dapat melakukan perubahan kontrak.
3) Perpanjangan waktu untuk penyelesaian kontrak disebabkan
keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran
4) Tidak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam
kontrak.
PANDEMI COVID-19
SEBAGAI BENCANA NASIONAL
o Keputusan presiden RI No.12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana
Nasional.
DASAR HUKUM
 Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
 UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
 UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
 Keppres No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Corona Vints Disease 2019
(Covid-19) sebagaimana telah diubah dengan Keppres
No. 9 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19;
HUBUNGAN HUKUM
KONTRAK DAN JASA KONTRUKSI
 Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur
oleh hukum. Hubungan hukum yang diatur oleh
hukum itu adalah hak dan kewajiban warga,
pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang
lain dalam hidup bermasyarakat. Peristiwa hukum
terjadi karena undang-undang dan perjanjian.
 Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa
perjanjian pada umumnya bersifat timbal balik, hal ini
dikatakan dalam mengkritisi pasal 1313 KUHPerdata
yang menjelaskan bahwa “perjanjian tentang
perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih”. KUHPerdata membedakan dengan jelas
antara perikatan yang lahir dari perjanjian dan
perikatan yang lahir dari undang-undang.
 Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari
perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak, akan
tetapi hubungan dan akibat hukumnya ditentukan oleh
undangundang.
 Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUH Perdata”) yang berbunyi:

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi


empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang
 Pasal1338 KUH Perdata
Selain itu, sebuah perjanjian juga didasari oleh asas
kebebasan berkontrak, sebagaimana diatur dalam Pasal
1338 KUH Perdata yang berbunyi:

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-


undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-
undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad
baik”.
PENGERTIAN UNTUK JASA
KONSTRUKSI/KONTRAK KERJA
KONTRUKSSI ATAS FORCE MAJEURE
Keadaan Memaksa
Undang-Undang Jasa Konstruksi
Ketentuan Pasal 47 Ayat (1) UU No. 2 Jasa Konstruksi:
Kontrak Kerja Konstruksi paling sedikit harus mencangkup
uraian mengenai:

Huruf j. Keadaan memaksa, memuat tetentuan tentang


kejadian yang timbul diluar kemauan dan kemampuan para
pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;
PENGERTIAN
KEUANGAN NEGARA
 I.M ICHWAN
keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif ( dengan
angka-angka di antaranya diwujudkan daam jumlah mata uang ), yang
akan dijalankan nuntuk masa mendatang, lazimnya satu tahun
mendatang.

 GODHART
Pengertian keuangan negara merupakan keseluruhan undang-undang
yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan
pemerintah untuk melaksanakan pengeuaran mengenai periode
tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk
menutup pengeluaran tersebut.
PASAL 1 (1) UU 17/2003
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut
TINDAK PIDANA KORUPSI
 PASAL DELIK PEMBORONGAN
Korupsi "Delik Pemborongan", Pasal 7 UU Tindak
Pidana Korupsi. d. setiap orang yang bertugas
mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
 PERBUATAN CURANG
Perbuatan curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek
pemerintahan, seperti pemborong, pengawas proyek,
dan lain-lain yang melakukan kecurangan dalam
pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan
kerugian bagi orang lain atau keuangan negara.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai