NIM : 217011040
Tugas : Hukum Perjanjian
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum
Soal :
Pemerintah Kota Medan membangun proyek senilai 1 M. Dalam proses tender telah
terjadi dengan baik dan PT. A terpilh menjadi pemenang tender untuk melaksanakan kontrak
terjadi perubahan kebijakan pemerintah dimana terjadi realokasi anggaran termasuk realokasi
dana pembangunan menjadi berkurang dan juga terjadi perubahan harga bahan-bahan
bangunan di lapangan akibat adanya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah terhadap bahan-
bahan material yang mempengaruhi bahan-bahan material di lapangan. Oleh karena itu PT. A
Penulis berasumsi bahwa perjanjian antara Pemerintah Kota Medan dan PT. A
merupakan bagian hubungan hukum dalam ranah kontrak jasa konstruksi. Dalam Pasal 1
angka 8 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi disebutkan bahwa :
diatur dalam Bab VII A Buku III BW. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, kontrak kerja
konstruksi harus memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 BW,
yaitu:
1
Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi.
1
1) Kesepakatan para pihak
Dalam Kontrak Konstruksi masing-masing pihak yaitu Pengguna jasa atau sering dikenal
dengan istilah bouwheer dan Penyedia Jasa atau sering dikenal dengan istilah kontraktor,
masing-masing para pihak memiliki hak dan kewajiban yang dituangkan dalam kontrak.
Dari uraian studi kasus diatas penulis berasumsi bahwa bentuk kontrak kerja konstruksi
antara Pemerintah Kota Medan dan PT. A jika ditinjau dari pembagian tugasnya maka
Kontrak kerja kontruksi bentuk Konvensional merupakan kontrak tertua yang dikenal
di Indonesia dan masih digunakan sampai saat ini. Dalam kontrak ini terdapat pembagian
tugas yang sederhana, yaitu Pengguna Jasa menugaskan Penyedia jasa untuk melaksanakan
Jika ditinjau kaitannya dengan biaya pekerjaan, maka kontrak kerja konstruksi antara
Pemerintah Kota Medan dan PT. A adalah bentuk kontrak kerja konstruksi Fixed Lump Sum
Price. Kontrak lump sum sendiri lebih dikenal dengan karakternya yang pasti yang harus
dibayar oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa untuk pelaksanaan seluruh pekerjaan.
Penyedia jasa memikul risiko untuk dapat melaksanakan seluruh pekerjaan dengan jumlah
biaya tercantum dalam kontrak.4 Pada jenis kontrak lump sum ini penyedia jasa harus dapat
mengantisipasi risiko kenaikan harga dengan menambahkan sejumlah biaya dalam kontrak,
2
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3
Yushar, Tanggung Gugat Kontraktor dalam Kegagalan Bangunan, (Jurnal Media Luris, Vol. 2, No. 3, Oktober
2019), hal. 415.
4
Yushar, Tanggung Gugat Kontraktor dalam Kegagalan Bangunan, hal. 416.
2
dengan arti penyedia jasa mengajukan penawaran dengan mempertimbangkan kondisi
beberapa material yang disiapkan oleh pemilik.Masalah akan terjadi apabila pemilik
2) Dana dari pemilik yang tidak mencukupi sehingga menyebabkan Proyek dapat
berhenti dan mengalami keterlambatan karena dana dari pemilik proyek yang tidak
cukup. 5
Penulis berpendapat bahawa PT. A tidak dapat dikatakan telah melakukan perbuatan
wanprestasi dikarenakan ada dua faktor force majeure dalam pelaksanaan proyek tersebut
yaitu:
Terjadinya realokasi anggaran dan perubahan harga bahan material merupakan risiko
dari kontrak konstruksi yang bersifat lump sum. Peristiwa tersebut dapat dikatakan sebagai
bahkan terlambat tidak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak.
5
Yunita Alfiana Messah, dkk, Kajian Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstuksi Gedung Di Kota
Kupang, (Jurnal Teknik Sipil, Vol. II, No. 2, September 2013), hal. 161.
3
Menurut Prof. Subekti debitur diperkenankan untuk membuat pembelaan atas
Keadaan memaksa adalah pembelaan debitur bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan
itu disebabkan oleh hal – hal yang sama sekali tidak dapat diduga, dan di mana ia tidak dapat
berbuat apa – apa terhadap keadaan atau peristiwa yang timbul di luar dugaan tadi. 6 Unsur –
unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa menurut Abdulkadir Muhammad adalah :
1) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur
2) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan karena kesalahan pihak –
Faktor force majeure yang terjadi pada proyek konstruksi yang dilaksanakan oleh PT.
A dapat digolongkan sebagai keadaan kahar yaitu gangguan industri. Sebagaimana ketentuan
proses yang panjang dan cermat. Dalam proses pemilihannya harus mengedapankan prinsip-
prinsip transparan, terbuka, bersaing dan akuntble.9 Begitur juga dalam pelaksanaan
6
Subekti, Hukum Perjannjian, (Jakarta : PT Internusa, 2004), hal. 55.
7
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hal 28
8
Pasal 91 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
9
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010.
4
pengadaannya harus memenuhi etika bekerja secara professional dan mandiri serta menerima
Sri Soedewi Masjchun Sofwan yang dikutip oleh aryuna sinaga dalam penelitiannya
menyatakan bahwa harus ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu
kontraktor untuk lulus prakulfikasi dalam pemilihan kontraktor yang akan bertanggungjawab
prakualifikasikan.
Apabila dalam penunjukan PT. A selaku kontrakstor telah sesuai dengan prosedur yang
berlaku serta dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pemilihan telah lengkap
dan dokumen-dokumennya sah secara legal. Maka PT. A tidak dapat dikatakan telah
10
Pasal 6 huruf b dan huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010.
11
Aryuda Sinaga, dkk, Pertanggungjawaban Kontraktor Terhadap Sebuah Kontrak Kerja Yang Telah Melewati
Batas Waktu Kontrak, (Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan Vol. 5 N0. 4 November-Desember 2019), hal.
206.
5
3. Apakah PT. A dapat dimintai pertanggungjawaban untuk menyelesaikan
proyek serta Langkah apa yang harus dilakukan oleh para pihak agar
Kraiem dan Dickman menyatakan, keterlambatan dapat dibagi menjadi 3 jenis utama,
yaitu:
disebabkan oleh kejadian- kejadian diluar kendali baik pemilik maupun kontraktor.
saja.
waktu dan tambahan biaya operasional yang perlu selama keterlambatan pelaksanaan
tersebut.12
Kota Medan dan PT. A disebabkan kejadian diluar kendali dari Pemerintah Kota Medan
selaku pemilik dana dan PT. A selaku kontraktor. Kejadian diluar kendali tersebut dapat
dikatakan sebagai peristiwa force majeure sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1244 dan
erat hubungannya dengan masalah ganti rugi dari suatu kontrak, karena force majeure
12
Yunita Alfiana Messah, dkk, Kajian Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstuksi, hal. 158.
6
membawa konsekuensi hukum bukan saja hilangnya atau tertundanya kewajiban-kewajiban
untuk melaksanakan prestasi yang terbit dari suatu kontrak melainkan juga suatu force
majeure dapat juga membebaskan para pihak untuk memberikan ganti rugi akibat tidak
Force majeure atau keadaan memaksa/kahar dibedakan menjadi kahar yang bersifat
temporer. Force majeure yang bersifat temporer mensyaratkan kejadian yang berlangsung
untuk beberapa saat saja. Misalnya banjir, demo, pemadaman listrik. Maka setelah peristiwa
kahar terjadi, pelaksanaan kontrak dapat kembali dilanjutkan. Lain halnya dengan kahar
permanen yang sifat kejadiannya paten dan berlangsung dalam periode yang lama, seperti
Apabila terjadinya force majeure maka penyedia harus memberitahukan terlebih dahulu
kepada pihak Pekerjaan Konstruksi (PPK) dalam waktu paling lambat 14 (Empat Belas) hari
sejak terjadinya keadaan kahar lapangan, yang dalam hal ini dilakukan dengan cara
menyertakan pernyataan keadaan kahar dari pejabat yang berwenang, sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan.14
Jenis force majeure yang terjadi pada kontrak kerja konstruksi antara Pemerintah Kota
Medan dan PT. A adalah force majeure yang bersifat sementara. Untuk peristiwa force
majeure yang bersifat temporer, maka ada dua opsi yang dapat dilakukan oleh para pihak :
1. perjanjian kontrak ini akan dihentikan sementara waktu hingga keadaan kahar
berakhir, namun dengan adanya suatu ketentuan yang telah ditentukan, dan bagi
penyedia berhak untuk menerima pembayaran sesuai dengan prestasi atau kemajuan
7
2. PPK/Bowher dapat memerintahkan secara terulis kepada penyedia untuk meneruskan
pekerjaannya sepadat mungkin, maka dalam hal ini penyedia berhak untuk menerima
mendapat penggantian biaya yang wajar sesuai dengan yang telah dikeluarkan untuk
bekerja dalam situasi demikian. Dalam penggantian terhadap biaya tersebut, maka
dalam hal ini harus berdasarkan atas suatu ketentuan yang telah di perjanjikan di
Kedua opsi diatas tentunya harus dituangkan dalam addendum kontrak sebagaimana
ketentuan Pasal 91 ayat (6) Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang berbunyi :
“Setelah terjadinya Keadaan Kahar, para pihak dapat melakukan kesepakatan, yang
dituangkan dalam perubahan Kontrak”15
15
Pasal 91 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010
8
Daftar Pustaka
Buku :
Peraturan Perundang-undangan :
Jurnal :
Sahrudin, dkk, Tanggung Jawab Atas Risiko Musnahnya Objek Pengadaan Barang/Jasa
Sebelum Serah Terima Pekerjaan Sebagai Akibat Dari Terjadinya Force Majeure
(Jurnal Risalah Kenotariatan Volume 1 No. 2, Desember 2020).
Yushar, Tanggung Gugat Kontraktor dalam Kegagalan Bangunan, (Jurnal Media Luris, Vol.
2, No. 3, Oktober 2019)