DISUSUN OLEH :
Zuliawati : 177046024
Elnita Fetri Trismawarna : 177046026
Putri Nanda Sari : 177046010
Elisabeth Novita Angriani L. Torian : 177046002
Candra Damanik : 177046025
Sri Mala Hayati : 177046027
Dirman Lafau : 177046044
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Antecendent (sesuatu) yang mendahului pengetahuan dari keperawatan
dan adjunctive (tambahan) disiplin yang digunakan dalam
pengembangan teori ?
b. Teori dijelaskan dengan baik? apakah ruang lingkup teori?
c. Gambarkan konsep dan proporsi teori tersebut?
d. Philosophical claims yang menjadi dasar teori teori tersebut? Apakah
mereka menjelaskan secera eksplisit
e. Internal consistency yang menjadi dasar dari teori tersebut dibahas
dalam kaitannya dengan kejelasan konsep, konsistensi bahasa, dan
konsistensi struktur dari teori tersebut?
f. Parsimony dari teori tersebut?
g. Testability teori dalam kaitannya dengan observability dan terakumnya
konsep?
h. Adakah empirical adequancy telah di bahas dalam kaitannya dengan
kesesuaian dengan empirical evidene?
i. Kecukupan pragmatis dari teori untuk praktek klinis telah dibahas?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Dalam teori appraisal ini telah dibuat perbedaan antara penilaian primer
(primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Penilaian
primer dan penilaian sekunder tidak dapat dipandang sebagai proses yang
terpisah, mereka berinteraksi satu sama lain dan membentuk derajat stress serta
kekuatan dan kualitas reaksi emosional saling mempengaruhi antara kedua proses
ini sehingga saling menjadi sangat kompleks. Penilaian kognitif merupakan proses
berlangsungnya terus-menerus sepanjang hidup, maka turut berperan pada faktor
penilaian kembali (reappraisal).
2.2.3.4 Koping
1. Definisi dan Tujuan Koping
Menurut lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala
urusan untuk mengurangi stress, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan
(eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui
kemampuan seseorang, serta coping merupakan proses dimana individu
melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan
adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang
dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres. Tujuan koping adalah :
a. Pemecahan Masalah dengan cara merubah situasi untuk lebih baik (jika
memungkinkan) sehingga dapat membantu seseorang mengubah persepsinya
atas ketidaksesuaian, menolerir dan menerima bahaya, melepaskan diri atau
menghindari situasi stress.
b. Pengaturan distres emosional dengan cara mengatur komponen fisik dan
psikologis stres untuk mencegah destruksi moral dan fungsi sosial. Koping
membutuhkan usaha yang diperoleh lewat proses belajar. Koping dipandang
sebagai usaha untuk menguasai situasi tertekan, namum bukan secara
keseluruhaan. Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang
untuk menolerir dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya
2. Strategi/ Model Koping
Merupakan cara atau metode yang digunakan untuk menangani suatu
kejadian atau peristiwa yang menyebabkan stress.
1. Problem Focused Solving (Koping yang berfokus pada masalah)
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stress atau
mempebesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus &
Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan
problem focused coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang
ada dapat diubah. Strategi problem focused coping terdiri dari beberapa jenis
yaitu:
a) Confrontatif Coping
Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap sumber tekanan dengan cara
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku walaupun
terkadang mengalami resiko yang cukup besar.
b) Seeking Sosial Support
Suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi masalah dengan
cara mencari dukungan pada keluarga atau lingkungan sekitar, dapat
berupa informasi, bantuan nyata, simpati, maupun perhatian.
c) Planful Problem Solving
Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa
alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat
dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap
hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang
pernah dilakukan.
2. Emotional Focused Coping (Koping yang berfokus pada emosional)
Usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh sesuatu yang
dianggap penuh tekanan. Emotional Focused Coping ditujukan
untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stress. Strategi yang
digunakan adalah :
a) Self-control
Individu melakukan penyelesaian masalah dengan cara mengendalikan dri,
menahan diri, mengatur perasaan, teliti dan tidak tergesa dalam mengambil
tindakan.
b) Distancing
Individu menunjukkan sikap kurang peduli terhadap persoalan yang
dihadapi bahkan mencoba melupakan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-
apa.
c) Posittive reappraisal.
Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya
dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut serta
mengembangkan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius.
d) Acepting responsibility
Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan
yang dihadapi dan mencoba menerima untuk membuat semua keadaan
menjadi lebih baik.
e) Escape/avoidance :
Individu berusaha menghindar dari masalah yang dihadapi atau individu
berusaha menyanggah atau mengingkari dan melupakan masalah-masalah
yang ada pada dirinya.
Individu cenderung menggunakan problem focused coping dalam
menghadapi masalah yang menurut mereka dapat dikontrol. Sebaliknya
akan menggunakan emotional focused coping dalam menghadapi masalah
yang sulit untuk dikontrol. Penggunaan metode berbeda pada masing-
masing individu yang akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,
kepribadian, dan dukungan lingkungan.
2.2.4 Philosophical claims yang menjadi dasar dari teori tersebut? Apakah
mereka menjelaskan secara eksplisit?
Teori lazarus dalam memahami stress dan koping melalui pendekatan ini
mengasumsikan bahwa situasi tertentu yang secara normatif stres tetapi tidak
memungkinkan untuk perbedaan individu dalam evaluasi kejadian. Stimulus dan
respon definisi telah utilitas terbatas karena stimulus akan didefinisikan sebagai
stress hanya dalam hal respon stres.
Definisi stres disini menekankan hubungan antara orang dan lingkungan
yang memperhitungkan karakteristik orang disatu sisi dan sifat lingkungan acara
disisi lain. Ini sejalan dengan konsep medis modern penyakit yang tidak lagi
dilihat sebagai semata-mata disebabkan oleh organisme eksternal apakah penyakit
terjadi juga tergantung pada kerentanan organisme (Lazarus & Folkman, 1984).
Dengan demikian, tidak ada cara obyektif untuk memprediksi stres
psikologis sebagai reaksi tanpa mengacu pada sifat-sifat orang tersebut. Stres
psikologis oleh karena itu hubungan antara orang dan lingkungan yang dinilai
oleh orang sebagai hal yang berat atau melebihi sumber daya dan membahayakan
kesejahteraannya (Lazarus & Folkman, 1984).
2.2.5 Internal Consistency yang menjadi dasar dari teori tersebut dibahas
dalam kaitannya dengan kejelasan konsep, konsistensi bahasa, dan
konsistensi struktur dari teori tersebut?
Dalam teori lazarus ini kita dapat menyimpulkan implikasi dari pemikiran
kita untuk pengobatan dan manajemen stres, dimana apapun kita melakukan
secara profesional untuk mencegah atau memperbaiki melumpuhkan stres dan
mengatasi ketidakmampuan. Memang, semua intervensi klinis yang berhubungan
dengan psikopatologi dan kesusahan prihatin dengan stres dalam satu atau lain
cara, termasuk pendekatan yang tidak menggunakan istilah secara eksplisit.
Pengobatan atau terapi adalah kata disukai oleh orang-orang yang bekerja dengan
klien individu, keluarga, atau kelompok-kelompok kecil; manajemen stres
mengacu pada program formal untuk orang pada umumnya, lebih jarang untuk
kelompok khusus yang ditandai oleh beberapa masalah bersama.
Kemudian dalam pembahasan teori Stress, Appraisal, and Coping
memenuhi kiriteria konsistensi internal dengan kejelasan konsep yang digunakan,
konsistensi bahasa, dan konsistensi struktur dari teori tersebut. Terdapat
kecocokan antara konteks (philosophical claims dan conceptual model) dan
konten konsep (pernyataan yang dapat dibuktikan, dijelaskan, atau didiskusikan
[propositions]) dari teori. Sistem konseptual, melekat dalam rangkaian asumsi
metodologis umum tentang bagaimana mendekati fenomena yang
memprihatinkan. Isu-isu yang muncul dari penanganan dengan fenomena
(misalnya, stres) yang umum diselidiki pada tiga tingkatan yang berbeda dari
analisis-fisiologis, psikologis, dan sosial. Selanjutnya, model kausal yang
merupakan dasar dari banyak penelitian stres, koping, dan adaptasi dan
membandingkannya dengan transaksional, model proses-berorientasi yang
mendasari teori stres kita. Dalam teori juga difokuskan pada pengukuran konsep-
konsep kunci dari stres, penilaian, dan mengatasi, dan masalah abadi metode
varians.
2.2.9 Kecukupan pragmatis dari teori untuk praktik klinis telah dibahas?
Teori Lazarus bukanlah teori keperawatan melainkan teori tentang
psikologis. Dari berbagai kritikan tentang teori Lazarus menyebutkan bahwa teori
Lazarus ini di pakai secara mudah dalam proses keperawatan. Ada sebuah
penelitian yang menyebutkan bahwa “emosi sesorang sebagai respon dari
perubahan Faal tubuh” di kemukakan oleh Schachter namun Lazarus mengkritik
bahwa respon tersebut bersifat sementara ketika emosi seseorang membaik maka
respon emosi tersebut menghilang maka pencetus Schachter tidak dapat di jadikan
dasar untuk menentukan diagnosa atau masalah-masalah keperawatan. Kemudian
diakui bahwa stres merupakan aspek yang tak terhindari dari kehidupan manusia,
yang membuat perbedaan dalam fungsi manusia adalah bagaimana orang
mengatasi stress sehingga dia dapat bertahan . Teori lazarus khususnya lebih
cenderung di pergunakan pada pasien dengan masalah gangguan jiwa sebagai
dasar pengembangan proses keperawatan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
KASUS
Tn. N (43 tahun) dirawat di rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
selangkangan sebelah kanan, dari hasil pemeriksaan USG dan pemeriksaan
penunjang lainnya Tn. N didiagnosa terkena hernia inguinalis. Sehingga
diperlukan tindakan operasi, pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan
sebelumnya pasien memiliki usaha jualan bakso namun bangkrut dan ia berusaha
lagi untuk memajukan jualan baksonya tetapi tidak membuahkan hasil
dikarenakan ada pesaing pedagang lain dan akhirnya ia mengambil alih profesi
lain yaitu sebagai kuli banguan. Pasien memiliki 2 orang anak, dimana satu
yang sudah bersekolah dan satu masih balita, dan istri pasien bekerja sebagai
tukang cuci.
Pasien berpendidikan SLTA, dan klien merupakan seorang yang rajin dan
gigih dalam bekerja tetapi dalam perawatan diri pasien kurang, dimana
pasien sering lupa makan dan istirahat yang kurang. Keluarga pasien adalah
keluarga yang harmonis dan memiliki keimanan yang kuat. Setiap ada
permasalahan maka sistem komunikasi yang ada dalam keluarga adalah
musyawarah mencapai mufakat. Setelah dirawat di rumah sakit maka pasien tidak
dapat bekerja, pasien merasa sedih karena tidak dapat bekerja. Pasien juga
merasa risau dengan biaya yang dibutuhkan pada perawatan di RS karena kondisi
ekonomi keluarganya kurang memadai. Pasien tidak pernah menyangka kalau ia
akan mengalami penyakit ini dan harus dirawat di rumah sakit. Menurutnya
penyakitnya ini cukup diberi obat dan ia diperbolehkan untuk pulang kerumahnya.
Pasien merasa dirinya telah gagal menjadi seorang Ayah bagi anak-
anaknya (apalagi dengan anaknya yang masih balita) dan merasa bersalah serta
merasa tidak berguna karena dirinya tidak bisa bekerja berat lagi. Pasien menjadi
pendiam dan kurang kooperatif dengan perawat. Setelah beberapa lama perawat
mencoba untuk membantu klien untuk tidak terlalu memikirkan masalahanya dan
bekerja sama dengan keluarganya untuk merawatnya. Istri dan anak- anak pasien
secara rutin mengunjungi pasien dan memberikan dorongan moril atau mental
kepada pasien, hal tersebut menyebabkan timbulnya semangat pasien.
Pasien mencoba merenungkan kenapa cobaan tersebut menimpa dirinya.
Tn. N berdoa dan meminta kekuatan pada Tuhan sehingga pasien menjadi tenang
dan mampu menjalani perawatan dengan baik. Pasien mulai kooperatif dan
mencoba berduskusi dengan perawat dan orang disekitarnya tentang kondisi
penyakitnya.
Tn N dijadwalkan untuk dilakukan operasi hernia (herniorrhaphy).
Pasca pembedahan setelah sadar dan dibawa ke ruang perawatan TD 120/80
mmHg, HR : 80x/i RR: 22 x/i T: 36,7 °c Spo2: 98 %. Tn N merasakan nyeri pada
area post operasi skala nyeri 3. Tn N merasa takut bergerak dan melakukan
kegiatan kebersihan pribadi (personal hygiene). Tn N takut berjalan, merasa takut
dan cemas akan keadaannya pasca pembedahan. Karena akibat dari pembedahan
akan mempengaruhi dan mengganggu kesuburan pria.
Tn N merasa cemas akan kondisi kesehatan dan pekerjaannya. Tn N
mengatakan bahwa ia merasa minder dan tidak percaya diri lagi khususnya
kepada istrinya , merasa malu dan lebih banyak berdiam diri. Akibat pasca
pembedahan yang dijalani Tn N maka Tn N tidak dapat melakukan pekerjaan
berat lagi. Tn N merasa sangat sedih mengingat bahwa pekerjaannya adalah
seorang kuli bangunan, Tn N memikirkan bagaimana nasib pekerjaannya jika
sudah keluar dari Rumah Sakit.
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS
Dari kasus diatas maka dapat dibahas sesuai dengan konsep adaptasi
Calista Roy, yaitu :
1. Mengkaji behavior
Model adaptasi :
Fisiologis
Oksigenisasi pasien baik TD 120/80 mmHg, HR : 80x/i RR: 22 x/i T: 36,7
°c Spo2: 98 % nyeri : 3. Eliminasi normal aktivitas tidur 8 jam dalam 1
hari, pasien tidak mengalami gangguan pada keseimbangan cairan.
Konsep diri
Pasien beragama islam dan rajin beribadah dan mendekatkan diri karna
merasa penyakitnya sebagai cobaan dari Tuhan. Gambaran diri tentang
body image tidak baik dimana pasien merasa tidak berguna sebagai kepala
rumah tangga, pasien tidak dapat mengangkat beban berat, dan pasien
percaya penyakitnya akan sembuh.
Role-Function
Hubungan pasien terhadap keluarga harmonis, pasien memiliki sosial yang
baik terhadap lingkungan sekitar namun dalam bisnis pasien merasa
memiliki saingan dalam usaha baksonya yang menyebabkan dia bangkrut.
Dan pasien tidak ketergantungan dengan orang lain.
2. Mengkaji Stimulus
Stimulus Fokal:
Pasien stress karena mengalami hernia inguinalis dan akan menjalani
operasi yang memerlukan biaya. Pasien juga tidak dapat lagi bekerja
mengangkat beban berat sementara pekerjaan pasien saat ini adalah kuli
banguna.
Stimulus Contextual
Pasien berusia 43 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, pendidikan SLTA.
Pasien merasa cemas tehadap penyakit yang dialaminya. Tetapi dia sangat
bersyukur karena keluarga sangat mendukung pasien dan rajin menunjungi
pasien ke rumah sakit. Sebelum menjalani perawatan pasien kurang
memahami tentang penyakitnya, pasien memilih pengobatan alternatif.
Ekonomi pasien sangat sulit sehingga pasien bekerja keras sebagai kuli
bangunan dan mengabaikan perawatan diri.
Residual
Pasien mengalami stres akibat dari penyakit dan merasa tidak berguna
sebagai kepala rumah tangga akibat dari penyakit yang diderita.
3. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang
dikembangkan oleh Roy melalui tiga cara yaitu menggunakan tipologi
berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh
stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
dengan stimulus yang sama maka disusunlah diagnosa sbb:
a. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
b. Kecemasan berhubungan dengan penurunan konsep diri body image dan harga
diri
4. Menetapkan Tujuan
Hasil yang diharapkan Tindakan keperawatan
a. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak.
1. Dengan keterbatasan aktifitasnya klien diharapkan menggunakan
kemampuan yang dimiliki secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya.
b. Kecemasan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image dan
harga diri.
1. Klien mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya.
2. Klien mau mendiskusikan untuk mencari alternatif pemecahan
masalahnya
3. Kecemasan pasien akan berkurang
5. Intervensi
a. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak.
1. Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien
2. Lakukan mobilisasi sesuai dengan program perawatan
3. Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri.
4. Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan
kemampuan
b. Kecemasan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image dan
harga diri.
1. Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adalah
untuk membantu memecahkan permasalahan klien.
2. Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
3. Jelaskan operasi herniarhapy tidak akan menimbulkan kecacatan bila
dilakukan perawatan dengan benar.
4. Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien
6. Evaluasi
a. Tn N mengungkapkan kecemasannya dan mencari solusi, kecemasan Tn N
berkurang.
b. Tn N beradaptasi dengan respon positif terhadap keadaan penyakitnya
c. Tn N menunjukkan tingkah laku yang adaptif.
d. Tn N melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuannya.
Dari penyelesaian kasus diatas berdasarkan teori adaptasi roy didapatkan
bahwa Tn N mengalami cemas dan stress, maka dapat dibahas sesuai dengan
konsep stres dan koping menurut Model Lazarus, yaitu :
1. Stress
Stress bersumber karena penyakit hernia inguinalis yang dialami pasien
dimana pasien harus dilakukan tindakan operasi hernia, yang mengakibatkan
pasien merasa tertekan, sedih dikarenakan tidak dapat bekerja berat, serta
menganggap dirinya tidak berguna. Hal tersebut memperburuk kondisi fisik
dan penyakit pasien.
2. Stress Appraisal
Pada kasus diatas dapat dikaji bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
pasien merasa stress.
a. Demands
Dimana kondisi penyakit menuntut pasien harus dirawat dan operasi
membutuhkan biaya sedangkan kondisi ekonomi kurang, pasien merasa
sedih, risau, dan tertekan.
b. Life Transitions
Terjadinya perubahan dalam diri pasien dimana dia yang seharusnya
bekerja menjadi dirawat dan kondisi tersebut membutuhkan banyak
tuntutan biaya.
c. Timing
Pasien yang telah merencanakan pekerjaanya menjadi terganggu dan tidak
dapat menyelesaikan pekerjaannya karena sakit.
d. Ambliguity
Pasien tidak memiliki kejelasan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk perawatan penyakitnya.
e. Disirability
Pasien tidak pernah menyangka kalau ia akan mengalami penyakit ini dan
tidak menyangka kalau ia harus menjalani pengobatan yang
membutuhkan biaya yang banyak.
f. Controlability
Pasien mempunyai kemampuan untuk mengubah atau menghilangkan
stressor dengan rajin berdoa dan mendapat dukungan dari istri dan
anaknya.
5.1 Kesimpulan
Stres adalah masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat
manusia. menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut
kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau
dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa
siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia.
Stres suatu hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh
individu membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam
kesehatannya. Stres dipengaruhi oleh cognitive stress, stress appraisal dan
koping. Penilaian stress pada pasien dilakukan melalui tahap primary
appraisal, secondary appraisal dan tahap reappraisal.
Koping adalah sebuah proses dimana individu berusaha mengatur
pertentangan antara tuntutan dan sumber daya yang ada dalam situasi yang
dapat menimbulkan stress. Strategi koping adalah suatu proses untuk
mengatasi berbagai macam tuntutan baik dari sisi internal maupun eksternal
yang melebihi kapasitas orang, proses dimana seseorang mencoba
mengatur perbedaan antara keinginan (demand) dengan pendapatan
(resources) yang dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan ,
diarahkan untuk memperbaiki atau menguasai suatu masalah. Koping yang
dimiliki individu adalah berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi.
5.2 Saran
Konsep stress dan koping dari model lazarus dapat diaplikasikan pada
praktek keperawatan baik di Rumah sakit, Keluarga dan di Masyarakat.
Penerapan konsep stress dan koping dari model Lazarus pada penanganan
pasien stress harus tetap dikembangkan dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA