Anda di halaman 1dari 35

Tugas Sains Keperawatan

ANALYSIS AND EVALUATION OF THE THEORY LAZARUS’S:


TRANSITION MODEL OF STRESS, APPRAISAL AND COPING

DISUSUN OLEH :

Zuliawati : 177046024
Elnita Fetri Trismawarna : 177046026
Putri Nanda Sari : 177046010
Elisabeth Novita Angriani L. Torian : 177046002
Candra Damanik : 177046025
Sri Mala Hayati : 177046027
Dirman Lafau : 177046044

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stres adalah masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat manusia.
menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan
modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa
terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau dimanapun, stres
bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa siapapun termasuk anak-
anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia. Dengan kata lain, stres pasti
terjadi pada siapapun dan dimanapun. Yang menjadi masalah adalah apabila stres
itu banyak dialami oleh seseorang, maka dampaknya adalah membahayakan
kondisi fisik dan mentalnya. Hal tersebut ditegaskan oleh Lin dan Huang (2014)
yang menyatakan bahwa stres yang mem-bahayakan terhadap fisik maupun
mental bisa dialami oleh setiap orang. (Lazarus, 1993)
Sekitar awal abad keempat belas, istilah stres bisa ditemukan, namun
pengertiannya masih pada “kesulitan atau penderitaan yang begitu berat”. Istilah
stres tersebut pun masih berdasarkan penekanan yang belum secara sistematis
(Lazarus, 1993). Kemudian pada abad kedelapan belas hingga awal abad
kesembilan belas, kata stres dipahami sebagai kekuatan, tekanan, ketegangan
atau usaha yang kuat diberikan pada sebuah objek material atau pada seseorang
"organ atau kekuatan mental” (Hinkle, 1970). Pada abad kesembilan belas, istilah
stres juga sebenarnya sudah mulai digunakan dalam ilmu kesehatan dan sosial
(Bartlett, 1998). Namun istilah stres baru dikaitkan pada kondisi manusia di
bidang kajian-kajian ilmiah semajak tahun 1930 (Lyon, 2012). Kemudian selama
abad kesembilan belas hingga abad kedua puluh, istilah stres dan tekanan pun
mulai dikosep sebagai penyebab permasalahan dalam kesehatan secara fisik
maupun psikologis (Hinkle, 1970).
Koping adalah sebuah proses dimana individu berusaha mengatur
pertentangan antara tuntutan dan sumber daya yang ada dalam situasi yang dapat
menimbulkan stres. Mengatur dalam definisi ini menunjukkan bahwa upaya
dalam mengatasi masalah bervariasi dan tidak selalu mengarah pada pemecahan
masalah (Sarafino, 2008). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) Strategi Coping
adalah suatu proses untuk mengatasi berbagai macam tuntutan baik dari sisi
internal maupun eksternal yang melebihi kapasitas orang tersebut (dalam
Taylor,1999 dalam Angraeni dan Yuniar,2012). Lazarus dan folkman juga
mengklasifikasikan strategi coping menjadi dua kelompok besar yaitu terfokus
pada masalah (problem-focused coping) dan terfokus pada emosi (emotion
focused coping). Aspek-aspek dalam problem focused coping adalah
confrontative coping, seeking social support, dan planful problem solving.
Sedangkan aspek dalam emotion focused coping yaitu self-control, distancing,
positive reappraisal, accepting responsibility, dan escape/avoidance. Usaha
individu dalam mengelola tuntutan yang menimbulkan stres atau coping dapat
dilakukan melalui dua bentuk strategi coping diatas yaitu problem focused
coping dan emotion focused coping. Kedua strategi coping tersebut dapat
digunakan individu secara bersamaan. Perbedaan individu juga mempengaruhi
bagaimana strategi coping yang ia gunakan dalam situasi tertentu (Lazarus,
1993).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Antecendent (sesuatu) yang mendahului pengetahuan dari keperawatan
dan adjunctive (tambahan) disiplin yang digunakan dalam
pengembangan teori ?
b. Teori dijelaskan dengan baik? apakah ruang lingkup teori?
c. Gambarkan konsep dan proporsi teori tersebut?
d. Philosophical claims yang menjadi dasar teori teori tersebut? Apakah
mereka menjelaskan secera eksplisit
e. Internal consistency yang menjadi dasar dari teori tersebut dibahas
dalam kaitannya dengan kejelasan konsep, konsistensi bahasa, dan
konsistensi struktur dari teori tersebut?
f. Parsimony dari teori tersebut?
g. Testability teori dalam kaitannya dengan observability dan terakumnya
konsep?
h. Adakah empirical adequancy telah di bahas dalam kaitannya dengan
kesesuaian dengan empirical evidene?
i. Kecukupan pragmatis dari teori untuk praktek klinis telah dibahas?
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Bibliografi Richard S. Lazarus


Richard S. Lazarus, Ph.D adalah seorang ilmuan terkemuka, peneliti dan
professor emeritus psikologi di Universitas California, Berkeley, sejak 1957.
Setalah mendapatkan gelar doktornya tahun 1948 dari Universitas Pittsburgh, dia
mengajar pada Universitas Johns Hopkins dan Universitas Clark dimana dia
sebagai pemimpin dari pelatihan klinis. Profesor Lazarus mendapat banyak
penghargaan selama karirnya. Misalnya, dia dianugerahi Guggenheim Fellowship
pada tahun 1969-1970. Pada tahun 1984, California Psychological Association
memberinya pengakuan khusus atas kontribusinya yang luar biasa, dan pada tahun
1989, American Psychological Association memberinya penghargaan tertinggi
untuk Distinguished Scientific Contribution. Profesor Lazarus sangat bangga telah
menerima dua gelar doktor kehormatan, satu di tahun 1988 dari Universitas
Johannes Gutenberg di Mainz, Jerman, dan yang kedua pada tahun 1995 dari
Universitas Haifa, di Israel.
Profesor Lazarus banyak dicari di luar negeri sebagai profesor tamu,
sering bersama istrinya Bernice. Di antara kunjungan pengangkatannya adalah
persekutuan khusus di Universitas Waseda di Tokyo, Jepang, pada tahun 1963-
1964; serangkaian penampilan di Karolinska Institute di Stockholm, Swedia,
antara tahun 1965 dan 1976; dan profesor tamu di Universitas Heidelberg pada
tahun 1980, Universitas Western Australia di Perth pada tahun 1984, dan di
Universitas Aarhus di Denmark pada tahun 1991 dan 1997. Dia juga diundang
untuk menyajikan banyak ceramah di Israel antara tahun 1975 dan 1995.
Profesor Lazarus juga menekankan bahwa cara orang mengatasi stres
sangat penting dalam kesejahteraan fisik, sosial, dan psikologis mereka. Dasar
pemikirannya adalah bahwa stres dan penanganan saling menguntungkan satu
sama lain. Saat koping efektif, stres biasanya dikendalikan, saat mengatasi tidak
efektif, stres meningkat dan bisa lepas kendali, menyebabkan gangguan fisiologis,
tekanan subjektif, dan gangguan fungsi sosial. Pada tahun 1984, bekerja sama
dengan Susan Folkman (yang telah mendapatkan gelar doktornya sebagai
muridnya), Profesor Lazarus menerbitkan Stress, Appraisal and Coping, yang
menjadi buku akademis paling banyak dibaca dan dikutip di bidang ini. Dia
menerbitkan sekuelnya pada tahun 1999, berjudul Stress and Emotion: A New
Synthesis. Di sana, dia membuat sebuah kasus untuk stres sebagai bagian dari area
emosi yang lebih luas, dan membuat sebuah kasus untuk penggunaan narasi atau
cerita prototipikal sebagai pendekatan terhadap emosi. Profesor Lazarus juga
menekankan pentingnya kerepotan sehari-hari sebagai sumber stres, dengan
alasan bahwa kerepotan dapat menjadi peristiwa kehidupan. Profesor Lazarus
menekankan pentingnya penilaian makna dan dampak dari sebuah peristiwa bagi
individu.

2.2 Pedoman Analisis dan Evaluasi Teori Berdasarkan Kriteria Fawcett


2.2.1 Antecendent (sesuatu) yang mendahului pengetahuan dari
keperawatan dan adjunctive (tambahan) disiplin yang digunakan
dalam pengembangan teori?
Lazarus & Folkman (1984) menyebutkan bahwa stres dipengaruhi oleh
faktor tuntutan lingkungan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Robbins & Judge
(2007) menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab stres seseorang. Semua
faktor tersebut terdiri dari faktor lingkungan, organisasi dan pribadi. Robbins &
Judge (2007) menyebutkan bahwa sumber-sumber pada stres kerja bisa terjadi
karena faktor lingkungan, organisasi dan pribadi. Lazarus memulai penelitian
dan tulisannya di Johns Hopkins, dengan sedikit ketertarikannya pada stres atau
emosi. Pada tahun 1970-an, setelah ketertarikannya distimulasi dari monografi
1966 yang mempengaruhinya, stres psikologis dan proses koping, dan pelopor
karya akademik lainnya, tampak jelas bahwa emosi dan stres adalah hal penting
tidak hanya untuk militer, tetapi untuk semua akademisi. Monografi 1966
akhirnya dianggap klasik dalam ilmu perilaku, dan pengaruhnya ini dirasakan di
sosiologi, antropologi, fisiologi, dan obat-obatan.
Konsep Profesor Lazarusberwal dari appraisal, pada akhirnya menjadi
alasan utama untuk terapi kognitif-perilaku, yang menjadi salah satu pendekatan
utama untuk perawatan psikologis dimulai pada 1970-an. Profesor Lazarus juga
menekankan bahwa cara orang mengatasi stres sangat penting dalam fisik, sosial,
dan kesejahteraan psikologis mereka. Premis dasar dari yang dikatakannya bahwa
stres dan koping adalah kebalikan satu sama lain. Ketika koping efektif, stres
biasanya dapat dikontrol; saat koping tidak efektif, stres meningkat dan keluar
kendali, menyebabkan gangguan fisiologis, gangguan subjektif, dan gangguan
fungsi sosial. (dikutip dari senate University of California)

2.2.2 Teori dijelaskan dengan baik? Apakah ruang lingkup teori?


Teori ini dijelaskan dengan baik, dimana teori Lazarus menjelaskan ruang
lingkup teori yang terdiri atas :
1. Hubungan manusia-lingkungan: interaksi antara individu dengan
lingkungannya
2. Stres Psikologik
3. Penilaian stressor : cognitif apprasial dan stress apprisial
Pada penilaian stressor cognitif appraisal terdiri dari dua penilaian
yaitu:
 Penilaian primer
 Penilaian sekunder
Pada penilaian stress apprisial terdapat 3 bentuk penilaian, yaitu:
 Harm (membahayakan-kehilangan)
 Threat (ancaman)
 Challenge (tantangan)
4. Koping
5. Strategi koping
6. Strategi koping
Lazarus dan Folkman mengidentifikasikan dua bentuk startegi koping,
yaitu:
 Problem focused solving
 Emotional focused coping.
Dalam pendekatan teoritis untuk stres dan emosi, Profesor Lazarus
mengajukan bahwa emosi, jauh dari perasaan intrapsikis, mencerminkan bagian
dari suatu tujuan. Ia mengajukan konsep penilaian yang mengacu pada dampak
peristiwa pada perjuangan seseorang, dan pola yang berbeda dari penilaian
berkontribusi pada susunan yang kaya dari perbedaan kondisi emosional.
2.2.3 Gambarkan konsep dan proporsi teori tersebut.
Kerangka konsep dari Teori Lazarus dapat digambarkan pada skema
berikut ini :

Person Coping Models


Evaluatif
Environ ment Event Forms
Problem focuseed
Relationship Appraisals solving :
Person ◦ Irrelevant  Confrontive coping
Primary
Harm-Loss  Seeking social
3 2.3. Appraisal
Support
◦ Benign
4 reappraisal positive Threat  Planful problem
solving
5 reappraisal ◦ Stressfull Challenge Emotional focused
coping :
Environment Secondary
-Blame and credit  Escape-avoidance
Appraisal
-Coping-Potensial  Distancing
-Stimulus
-Respon -Future expectancy  Self Control
-Proses
 Accepting
-Goal relevance
-Goal congruence or incongruence responsibility
-Type ego involvement  Positive reappraisal

2.2.3.1 Penilaian Terhadap Kejadian (Stressor)


Stres bisa mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan. Apabila
kepadatan tidak dapat diatasi, maka akan menyebabkan stress pada individu.
Stress yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung
pada kemampuan individu dalam menghadapi stress. Individu yang mengalami
stress umumnya tidak mampu melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga
dapat menurunkan perilaku untuk membantu orang lain (intensi prososial).
Penelitian-penelitian tentang hubungan kepadatan dan perilaku prososial di daerah
perkotaan dan pedesaan telah banyak dilakukan. Kemudian Lazarus menyatakan
bahwa stres merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh
individu membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya.
(Lazarus & Folkman, 1984) Stres dikenal sebagai stimulus atau respon yang
menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus dan Folkman
(dalam Morgan, 1986), stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh
tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dll) atau oleh kondisi
lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan tidak terkendali atau
melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.
Stress adalah hubungan antara stimulus dan respon yang diobservasi,
bukan hanya stimulus atau respon saja. Menurut Lazarus dan Folkman (1984),
menjelaskan bahwa stres memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Stimulus merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres
atau disebut juga stressor. Stimulus merupakan suatu stressor bila stimulus
tersebut menghasilkan suatu respon yang penuh tekanan.
2. Respon merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena
adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon dikatakan penuh
tekanan apabila respon tersebut dihasilkan oleh tuntutan, deraan, ancaman,
atau beban. Respon yang muncul karena adanya situasi tertentu yang
menimbulkan stress bermacam-macam. Respon yang muncul dapat secara:
1) Fisiologis, misalnya :jantung berdebar, gemetar, pusing dan lain sebagainya.
2) Psikologis, misalnya :takut, cemas, sulit berkonsentrasi, mudah tersinggung
dan lain sebagainya.
3. Proses yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara
aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi
maupun afeksi.
Lazarus (Lazarus dan Folkman, dalam Dunnette, 1998), dalam teori yang
disusunnya yaitu Schematization of the Stress Procesess Theory yang sering
disebut juga teori Stres Kognitif-Phenomenologis menekankan pada kondisi
kronis eksternal. Kondisi ini atau disebut juga daily hassles dipandang sebagai
stressor dan pada faktor kognitif yang menjadi variabel intervensi antara
peristiwa-peristiwa eksternal dan fisiologis jangka pendek, emosional, dan
konsekuensi perilaku yang sangat penting.
Teori Stres Lazarus mencoba mendefinisikan stres sebagai hubungan yang
mengalami gangguan antara person dan environment dimana lingkungan
memberikan banyak tuntutan, ketegangan, atau kesempatan yang dinilai
membebani atau melebihi kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986), kondisi fisik,
lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut
dengan stressor. Lazarus dan Cohen mengklasifikasikan stressor kedalam tiga
kategori, yaitu :
a. Catalysmic Events ;Fenomena besar atau tiba-tiba terjadi, kejadian-kejadian
penting yang mempengaruhi banyak orang, seperti bencana alam.
b. Personal Stressor ;Kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi sedikit
orang atau sejumlah orang tertentu seperti krisis keluarga.
c. Background Stressor ;Pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap
hari, seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.

2.2.3.2 Stress Psikologik


Stres muncul dari transaksi/hubungan (keadaan saling mempengaruhi)
antara manusia dan lingkungannya. Stres psikologis yang terjadi ketika kebutuhan
tidak sebanding dengan sumber yang tersedia/kemampuan (internal dan eksternal)
individu yang dipersepsikan sebagai stres oleh individu tersebut.
Konsep stres psikologis berfokus pada lingkungan stres sebagai stimulus
dimana sumbernya adalah ketegangan. Ketegangan bersumber dari rangkaian
kegiatan atau peristiwa yang terjadi. Misalnya: ketika seorang pasien yang sedang
dilakukan pemeriksaan maka dia akan bertanya-tanya tentang alat yang
digunakan, bagaimana caranya, biayanya. Kegiatan yang dialaminya tersebut akan
direspon sebagai ancaman atau suatu yang membahayakan diri klien yang
akhirnya menimbulkan perasaan tegang yang disebut dengan stressor.
a. Pendekatan yang memperlakukan stres sebagai suatu respon yang terfokus
pada reaksi terhadap stres. Contoh : Seseorang menggunakan stres untuk
menjelaskan ketegangan dirinnya. Respon tersebut memiliki dua komponen,
yaitu:
1. Komponen psikologis yang melibatkan perilaku, pola pikir dan emosi
2. Komponen fisiologis yang meningkatkan rangsang tubuh seperti jantung
berdetak kuat.
b. Respon psikologis dan fisiologis disebut strain.
Pendekatan yang mendeskripsikan stres sebagai suatu proses melibatkan
stressor dan strain, juga ditambah hubungan seseorang dengan lingkungan.
c. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian secara berkesinambungan
yang disebut dengan transaksi antar seseorang dengan lingkungannya.
Transaksi mengarah pada kondisi stres secara umum, yang melibatkan proses
pengkajian atau cognitive appraisal.

2.2.3.3 Penilaian Terhadap Kejadian (Stressor)


Penilaian terhadap sesuatu atau lebih kejadian dibagi atas 2 yaitu :
1. Penilaian Kognitif (Cognitif Apprasial)
Penilaian kognitif (cognitive appraisal) berlangsung secara terus-menerus
di sepanjang kehidupan. Penilaian kognitif merupakan suatu proses evaluatif yang
menentukan mengapa atau dalam keadaan seperti apa suatu interaksi antara
manusia dan lingkungannya dapat menimbulkan stress (Lazarus & Folkman,
1984).
Pada dasarnya penilaian kognitif merefleksikan kekhasan dan perubahan
relasi yang berlangsung antara individu dengan karakteristik personal tertentu
(seperti nilai motivasi, gaya berpikir, dan penerimaan) dan juga karakteristik
lingkungannya yang harus diprediksi dan dimaknakan. Konsep ini akan lebih
mudah dipahami dengan cara mengamatinya sebagai suatu proses pemberian
kategori terhadap pengalaman serta memperhatikan pula signifikannya terhadap
kesejahteraan individu. Proses ini tidak sekedar proses pengolahan informasi
tetapi lebih bersifat evaluatif yang difokuskan pada makna dan signifikansi, serta
terjadi secara terus-menerus sepanjang kehidupan.

Dalam teori appraisal ini telah dibuat perbedaan antara penilaian primer
(primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Penilaian
primer dan penilaian sekunder tidak dapat dipandang sebagai proses yang
terpisah, mereka berinteraksi satu sama lain dan membentuk derajat stress serta
kekuatan dan kualitas reaksi emosional saling mempengaruhi antara kedua proses
ini sehingga saling menjadi sangat kompleks. Penilaian kognitif merupakan proses
berlangsungnya terus-menerus sepanjang hidup, maka turut berperan pada faktor
penilaian kembali (reappraisal).

a. Penilaian primer (Primary Appraisal)


Adalah proses penilaian terhadap signifikannya terhadap kesejahteraan,
kesehatan, keamanan, individu tersebut, kenyamanan dan kebaikan
individu. Merupakan proses penentuan makna dari suatu peristiwa yang
dialami oleh individu. Penilaian primer merupakan suatu proses mental
yang berhubungan dengan aktivitas evaluasi terhadap situasi yang
dihadapi. Proses ini terjadi untuk menentukan apakah suatu stimulus atau
situasi yang dihadapi individu berada dalam kategori tertentu.
Tahapan Primary Appraisal antara lain ;
1) Goal relevance
Penilian yang mengacu pada tujuan seseorang, juga bagaimana
hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya. 
2) Goal congruence or incongruence
Penilaian yang mengacu pada apakah hubungan antara peristiwa
antara peristiwa dilingkungan dan individu tersebut konsisten dengan
keinginan individu atau tidak, apakah hal tersebut menghalangi
atau memfasilitasi tujuan personalnya. Jika hal tersebut menghalangi
maka disebut incongruence dan sebaliknya.
3) Type ego involvement
Penilaian yang mengacu pada berbagai macam aspek dari identitas
ego atau komitmen seseorang.
Ketika dalam primary appraisal individu menilai bahwa keadaan
lingkungan mengancam maka potensi terjadinya stres akan lebih tinggi
dibandingkan ketika individu menilai keadaan lingkungan tidak mengancam
eksistensi personalnya.
b. Penilaian sekunder (Secondary Appraisal)
Penilaian sekunder (Secondary appraisal) merupakan proses yang
digunakan untuk menentukan apa yang dapat atau harus dilakukan untuk
meredakan stress yang sedang dihadapi. Pada tahap inilah individu akan
memilih cara yang menurutnya efektif untuk meredakan stress
Komponen dari Secondary appraial adalah :
1) Blame and credit
Penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas situasi yang
menekan yang terjadi pada individu. 
2) Coping-Potensial
Penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi situasi yang
menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya.
3) Future expectancy
Penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu mungkin
memiliki kemampuan koping yang besar dan kemampuan koping besar
tersebut dapat berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik atau
buruk. Pengalaman subjektif akan stres merupakan keseimbangan antara
primary dan secondary appraisal. Ketika harm dan treat yang ada cukup
besar sedangkan kemampuan untuk melakukan koping tidak memadai,
stres yang besar akan diarasakan oleh individu. Sebaliknya ketika
kemampuan koping besar stres dapat diminimalkan dan dihindari.
Individu dalam secondary appraisal mulai menilai kemampuannya dalam
menghadapi masalah, apabila individu menilai dirinya tidak mampu menghadapi
masalah maka potensi stres akan lebih tinggi.
Penilaian primer dan sekunder saling berhubungan dan saling
mempengaruhi dimana akan terjadi secara bersamaan (simultan). Keduanya
memiliki peranan penting dalam penilaian kognitif suatu kejadian oleh seorang
individu.
Dalam situasi ini ada yang disebut dengan reappraisal. Reappraisal
merupakan pengkajian/penilaian ulang berdasarkan feedback dan atau karena
adanya informasi yang baru, baik yang bersumber dari lingkungan yang dapat
menahan atau memperkuat tekanan bagi individu, maupun informasi dari reaksi
individu itu sendiri. Melalui tahapan penilaian tersebut, seseorang
mempertimbangkan makna dan pengaruh situasi terhadap kesejahteraan dirinya.
Dengan demikian, selain karakteristik dari suatu situasi yang dapat
menimbulkan stress, proses penilaian kognitif sangat berpengaruh bagi
seseorang dalam menghayati keadaaan stress.
Bentuk-bentuk evaluasi sebagai hasil dari proses penilaian primer dan
sekunder antara lain :
a. Penilaian Tidak Relevan: situasi yang terjadi tidak berpengaruh pada
kesejahteraan individu, situasi tersebut dianggap tidak bermakna sehingga
dapat diabaikan.
b. Penilaian Positif: situasi yang terjadi dirasakan dan dihayati sebagai hal yang
positif dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan individu.
c. Penilaian Stres (stressful appraisal): situasi yang terjadi menimbulkan makna
gangguan, kehilangan, ancaman, dan tantangan bagi individu.
Ada 3 bentuk penilaian stres yaitu : harm, treat atau challenge.
- Harm (Membahayakan-Kehilangan) adalah penilaian terhadap bahaya yang
didapat dari peristiwa yang terjadi. Mengarah pada kerusakan atau cedera
yang telah terjadi seperti kehilangan fungsi fisik, kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan status sosial/harga diri.
- Threat (ancaman) adalah penilaian kemungkinan buruk atau ancaman yang
didapat (belum terjadi, tetapi dapat diantisipasi) dari suatu peristiwa yang
terjadi seperti resiko kehilangan rambut karena kanker, resiko perceraian
karena permasalahan rumah tangga.
- Challenge (tantangan) adalah penilaian terhadap suatu peristiwa sebagai
suatu tantangan dan kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi lebih
baik. Individu menilai lebih positif terhadap bahaya dengan berani
mengambil resiko untuk pencapaian yang lebih baik seperti hari pertama
bekerja atau pertama melanjut ke perguruan tinggi.
2. Penilaian Stres (Stress Appraisal)
Penilaian terhadap kemampuan menanggulangi stres. Penilaianan ini
tergantung pada faktor pribadi (intelektual, motivasi dan kepribadian) dan faktor
situasi. Ada beberapa factor yang mempengaruhi stress appraisal yaitu :
1) High demands : Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan
mendesak sehingga menyebakan ketidaknyamanan. 
2) Life transition: Kehidupan yang memiliki perubahan dan membutuhkan
tuntutan kebutuhan yang baru.
3) Timing : Merupakan batas waktu dalam perencanaan. Bila kita sudah
xmerencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timingnya
meleset akan menyebabkan stres.
4) Ambiquity : Ketidak jelasan akan situasi yang terjadi
5) Disirability : Kejadian yang terjadi diluar dugaan
6) Controlability : Apakah seseorang mempunyai kemampuan mengubah atau
menghilangkan stresor.

2.2.3.4 Koping
1. Definisi dan Tujuan Koping
Menurut lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala
urusan untuk mengurangi stress, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan
(eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui
kemampuan seseorang, serta coping merupakan proses dimana individu
melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan
adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang
dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres. Tujuan koping adalah :
a. Pemecahan Masalah dengan cara merubah situasi untuk lebih baik (jika
memungkinkan) sehingga dapat membantu seseorang mengubah persepsinya
atas ketidaksesuaian, menolerir dan menerima bahaya, melepaskan diri atau
menghindari situasi stress.
b. Pengaturan distres emosional dengan cara mengatur komponen fisik dan
psikologis stres untuk mencegah destruksi moral dan fungsi sosial. Koping
membutuhkan usaha yang diperoleh lewat proses belajar. Koping dipandang
sebagai usaha untuk menguasai situasi tertekan, namum bukan secara
keseluruhaan. Koping yang efektif adalah koping yang membantu seseorang
untuk menolerir dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya
2. Strategi/ Model Koping
Merupakan cara atau metode yang digunakan untuk menangani suatu
kejadian atau peristiwa yang menyebabkan stress.
1. Problem Focused Solving (Koping yang berfokus pada masalah)
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stress atau
mempebesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus &
Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan
problem focused coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang
ada dapat diubah. Strategi problem focused coping terdiri dari beberapa jenis
yaitu:
a) Confrontatif  Coping 
Usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap sumber tekanan dengan cara
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku walaupun
terkadang mengalami resiko yang cukup besar.
b) Seeking Sosial Support
Suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi masalah dengan
cara mencari dukungan pada keluarga atau lingkungan sekitar, dapat
berupa informasi, bantuan nyata, simpati, maupun perhatian.
c) Planful Problem Solving
Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa
alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat
dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap
hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang
pernah dilakukan.
2. Emotional Focused Coping (Koping yang berfokus pada emosional)
Usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh sesuatu yang
dianggap penuh tekanan. Emotional Focused Coping ditujukan
untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stress. Strategi yang
digunakan adalah :
a) Self-control  
Individu melakukan penyelesaian masalah dengan cara mengendalikan dri,
menahan diri, mengatur perasaan, teliti dan tidak tergesa dalam mengambil
tindakan.
b) Distancing
Individu menunjukkan sikap kurang peduli terhadap persoalan yang
dihadapi bahkan mencoba melupakan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-
apa.
c) Posittive reappraisal.
Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya
dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut serta
mengembangkan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius.
d) Acepting responsibility
Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan
yang dihadapi dan mencoba menerima untuk membuat semua keadaan
menjadi lebih baik.
e) Escape/avoidance :
Individu berusaha menghindar dari masalah yang dihadapi atau individu
berusaha menyanggah atau mengingkari dan melupakan masalah-masalah
yang ada pada dirinya.
Individu cenderung menggunakan problem focused coping dalam
menghadapi masalah yang menurut mereka dapat dikontrol. Sebaliknya
akan menggunakan emotional focused coping dalam menghadapi masalah
yang sulit untuk dikontrol. Penggunaan metode berbeda pada masing-
masing individu yang akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,
kepribadian, dan dukungan lingkungan.

2.2.4 Philosophical claims yang menjadi dasar dari teori tersebut? Apakah
mereka menjelaskan secara eksplisit?
Teori lazarus dalam memahami stress dan koping melalui pendekatan ini
mengasumsikan bahwa situasi tertentu yang secara normatif stres tetapi tidak
memungkinkan untuk perbedaan individu dalam evaluasi kejadian. Stimulus dan
respon definisi telah utilitas terbatas karena stimulus akan didefinisikan sebagai
stress hanya dalam hal respon stres.
Definisi stres disini menekankan hubungan antara orang dan lingkungan
yang memperhitungkan karakteristik orang disatu sisi dan sifat lingkungan acara
disisi lain. Ini sejalan dengan konsep medis modern penyakit yang tidak lagi
dilihat sebagai semata-mata disebabkan oleh organisme eksternal apakah penyakit
terjadi juga tergantung pada kerentanan organisme (Lazarus & Folkman, 1984).
Dengan demikian, tidak ada cara obyektif untuk memprediksi stres
psikologis sebagai reaksi tanpa mengacu pada sifat-sifat orang tersebut. Stres
psikologis oleh karena itu hubungan antara orang dan lingkungan yang dinilai
oleh orang sebagai hal yang berat atau melebihi sumber daya dan membahayakan
kesejahteraannya (Lazarus & Folkman, 1984).

2.2.6 Parsimony dari teori tersebut?


Didalam teori Lazarus ini memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1. Model dan konsep teori ini dapat digunakan pada berbagai disiplin ilmu
yang berkaitan atau berhubungan dengan manusia
2. Memberikan gambaran yang mendalam tentang konsep stress dan koping
3. Menjelaskan pengertian stress dan penyebabnya secara jelas
4. Menjelaskan secara cermat bagaimana penilaian terhadap stress dapat
dilakukan
5. Menjelaskan mekanisme koping yang dapat digunakan oleh seseorang
ketika ia menghadapi stress
6. Memberi kemudahan bagi perawat dalam memahami pasien dengan segala
kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki ketika mereka dirawat di
RS yang secara umum diketahui hal tersebut dapat menimbulkan stress

2.2.5 Internal Consistency yang menjadi dasar dari teori tersebut dibahas
dalam kaitannya dengan kejelasan konsep, konsistensi bahasa, dan
konsistensi struktur dari teori tersebut?
Dalam teori lazarus ini kita dapat menyimpulkan implikasi dari pemikiran
kita untuk pengobatan dan manajemen stres, dimana apapun kita melakukan
secara profesional untuk mencegah atau memperbaiki melumpuhkan stres dan
mengatasi ketidakmampuan. Memang, semua intervensi klinis yang berhubungan
dengan psikopatologi dan kesusahan prihatin dengan stres dalam satu atau lain
cara, termasuk pendekatan yang tidak menggunakan istilah secara eksplisit.
Pengobatan atau terapi adalah kata disukai oleh orang-orang yang bekerja dengan
klien individu, keluarga, atau kelompok-kelompok kecil; manajemen stres
mengacu pada program formal untuk orang pada umumnya, lebih jarang untuk
kelompok khusus yang ditandai oleh beberapa masalah bersama.
Kemudian dalam pembahasan teori Stress, Appraisal, and Coping
memenuhi kiriteria konsistensi internal dengan kejelasan konsep yang digunakan,
konsistensi bahasa, dan konsistensi struktur dari teori tersebut. Terdapat
kecocokan antara konteks (philosophical claims dan conceptual model) dan
konten konsep (pernyataan yang dapat dibuktikan, dijelaskan, atau didiskusikan
[propositions]) dari teori. Sistem konseptual, melekat dalam rangkaian asumsi
metodologis umum tentang bagaimana mendekati fenomena yang
memprihatinkan. Isu-isu yang muncul dari penanganan dengan fenomena
(misalnya, stres) yang umum diselidiki pada tiga tingkatan yang berbeda dari
analisis-fisiologis, psikologis, dan sosial. Selanjutnya, model kausal yang
merupakan dasar dari banyak penelitian stres, koping, dan adaptasi dan
membandingkannya dengan transaksional, model proses-berorientasi yang
mendasari teori stres kita. Dalam teori juga difokuskan pada pengukuran konsep-
konsep kunci dari stres, penilaian, dan mengatasi, dan masalah abadi metode
varians.

2.2.6 Parsimony dari teori tersebut?


Didalam teori Lazarus ini memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1. Model dan konsep teori ini dapat digunakan pada berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan atau berhubungan dengan manusia
2. Memberikan gambaran yang mendalam tentang konsep stress dan koping
3. Menjelaskan pengertian stress dan penyebabnya secara jelas
4. Menjelaskan secara cermat bagaimana penilaian terhadap stress dapat
dilakukan
5. Menjelaskan mekanisme koping yang dapat digunakan oleh seseorang ketika
ia menghadapi stress
6. Memberi kemudahan bagi perawat dalam memahami pasien dengan segala
kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki ketika mereka dirawat di RS
yang secara umum diketahui hal tersebut dapat menimbulkan stress

Lazarus juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:


1. Memerlukan pemahaman yang mendalam tentang konsep stress dan
koping ini sebelum menerapkannya dalam lingkup bidang keperawatan
2. Lebih menitikberatkan stress yang muncul dari lingkungan atau sebagai
akibat ketidaksesuaian antara individu dan lingkungan (eksternal) walau
kita ketahui stress juga dapat ditimbulkan dari dalam diri individu
(internal)
3. Penggunaan istilah-istilah yang masih asing untuk perawat
4. Strategi koping yang dikemukakan oleh Lazarus dapat digunakan
tergantung kepribadian dari individu yang mengalami stress serta jenis
masalah yang dialaminya.

2.2.7 Testability teori dalam kaitannya dengan observability dan


terukurnya konsep?
Testability teori dalam kaitannya dengan observability dan terukurnya
konsep maka dapat disimpulkan ada Testability dimana Konsep Lazarus bisa
diaplikasikan dalam teori keperawatan dimana dengan melakukan pendekatan
teori Lazarus ini maka konsep stres manusia bisa mengalami penurunan dimana
kesembuhan dalam suatu penyakit atau masalah bukan hanya dari pengobatan
atau tindakan dalam medis namun juga dipengaruhi psikologi manusia itu sendiri
itulah sebabnya teori Lazarus ini perlu dikembangkan. Konsep stres psikologis
berfokus pada lingkungan stress sebagai stimulus dimana sumbernya adalah
ketegangan. Watson dalam bukunya juga memetik hasil penemuan Lazarus
sehingga ada sebuah penggabungan antara stres dan spiritual. Dengan adanya
spritual maka konsep stres seseorang akan mengalami penurunan. Sister Calista
Roy dalam mengembangkan teorinya terkait adaptasi menganut teori salah
satunya teori Lazarus, diamana saat seseorang mengalami stress maka ia akan
menyesuaikan diri dalam mengatasi stresnya atau yang disebut dengan
mekanisme koping.

2.2.8 Adakah empirical adequacy telah dibahas dalam kaitannya dengan


kesesuaian dengan empirical evidene?
Teori Lazarus ini masih banyak menggunakan kata-kata yang sulit
dimengerti dan memiliki istilah yang memerlukan pemahaman yang khusus
dalam mengartikan dan menerapkan teori lazarus. Teori Lazarus ini juga lebih
menekankan pada stress yang muncul dari lingkungan atau sebagai akibat
ketidaksesuaian antara individu dan lingkungan (eksternal) walau kita ketahui
stress juga dapat ditimbulkan dari dalam diri individu itu sendiri (internal). Teori
Lazarus ini sudah banyak di buktikan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan
permasalahan stres dan koping dan teori ini banyak juga dipakai diberbagai
profesi lain selain psikologi yang berhubungan dengan manusia yaitu :
Kedokteran, keperawatan, ekonomi, pendidikan, hukum dan lain-lain.

2.2.9 Kecukupan pragmatis dari teori untuk praktik klinis telah dibahas?
Teori Lazarus bukanlah teori keperawatan melainkan teori tentang
psikologis. Dari berbagai kritikan tentang teori Lazarus menyebutkan bahwa teori
Lazarus ini di pakai secara mudah dalam proses keperawatan. Ada sebuah
penelitian yang menyebutkan bahwa “emosi sesorang sebagai respon dari
perubahan Faal tubuh” di kemukakan oleh Schachter namun Lazarus mengkritik
bahwa respon tersebut bersifat sementara ketika emosi seseorang membaik maka
respon emosi tersebut menghilang maka pencetus Schachter tidak dapat di jadikan
dasar untuk menentukan diagnosa atau masalah-masalah keperawatan. Kemudian
diakui bahwa stres merupakan aspek yang tak terhindari dari kehidupan manusia,
yang membuat perbedaan dalam fungsi manusia adalah bagaimana orang
mengatasi stress sehingga dia dapat bertahan . Teori lazarus khususnya lebih
cenderung di pergunakan pada pasien dengan masalah gangguan jiwa sebagai
dasar pengembangan proses keperawatan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

KASUS
Tn. N (43 tahun) dirawat di rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
selangkangan sebelah kanan, dari hasil pemeriksaan USG dan pemeriksaan
penunjang lainnya Tn. N didiagnosa terkena hernia inguinalis. Sehingga
diperlukan tindakan operasi, pasien bekerja sebagai kuli bangunan dan
sebelumnya pasien memiliki usaha jualan bakso namun bangkrut dan ia berusaha
lagi untuk memajukan jualan baksonya tetapi tidak membuahkan hasil
dikarenakan ada pesaing pedagang lain dan akhirnya ia mengambil alih profesi
lain yaitu sebagai kuli banguan. Pasien memiliki 2 orang anak, dimana satu
yang sudah bersekolah dan satu masih balita, dan istri pasien bekerja sebagai
tukang cuci.
Pasien berpendidikan SLTA, dan klien merupakan seorang yang rajin dan
gigih dalam bekerja tetapi dalam perawatan diri pasien kurang, dimana
pasien sering lupa makan dan istirahat yang kurang. Keluarga pasien adalah
keluarga yang harmonis dan memiliki keimanan yang kuat. Setiap ada
permasalahan maka sistem komunikasi yang ada dalam keluarga adalah
musyawarah mencapai mufakat. Setelah dirawat di rumah sakit maka pasien tidak
dapat bekerja, pasien merasa sedih karena tidak dapat bekerja. Pasien juga
merasa risau dengan biaya yang dibutuhkan pada perawatan di RS karena kondisi
ekonomi keluarganya kurang memadai. Pasien tidak pernah menyangka kalau ia
akan mengalami penyakit ini dan harus dirawat di rumah sakit. Menurutnya
penyakitnya ini cukup diberi obat dan ia diperbolehkan untuk pulang kerumahnya.
Pasien merasa dirinya telah gagal menjadi seorang Ayah bagi anak-
anaknya (apalagi dengan anaknya yang masih balita) dan merasa bersalah serta
merasa tidak berguna karena dirinya tidak bisa bekerja berat lagi. Pasien menjadi
pendiam dan kurang kooperatif dengan perawat. Setelah beberapa lama perawat
mencoba untuk membantu klien untuk tidak terlalu memikirkan masalahanya dan
bekerja sama dengan keluarganya untuk merawatnya. Istri dan anak- anak pasien
secara rutin mengunjungi pasien dan memberikan dorongan moril atau mental
kepada pasien, hal tersebut menyebabkan timbulnya semangat pasien.
Pasien mencoba merenungkan kenapa cobaan tersebut menimpa dirinya.
Tn. N berdoa dan meminta kekuatan pada Tuhan sehingga pasien menjadi tenang
dan mampu menjalani perawatan dengan baik. Pasien mulai kooperatif dan
mencoba berduskusi dengan perawat dan orang disekitarnya tentang kondisi
penyakitnya.
Tn N dijadwalkan untuk dilakukan operasi hernia (herniorrhaphy).
Pasca pembedahan setelah sadar dan dibawa ke ruang perawatan TD 120/80
mmHg, HR : 80x/i RR: 22 x/i T: 36,7 °c Spo2: 98 %. Tn N merasakan nyeri pada
area post operasi skala nyeri 3. Tn N merasa takut bergerak dan melakukan
kegiatan kebersihan pribadi (personal hygiene). Tn N takut berjalan, merasa takut
dan cemas akan keadaannya pasca pembedahan. Karena akibat dari pembedahan
akan mempengaruhi dan mengganggu kesuburan pria.
Tn N merasa cemas akan kondisi kesehatan dan pekerjaannya. Tn N
mengatakan bahwa ia merasa minder dan tidak percaya diri lagi khususnya
kepada istrinya , merasa malu dan lebih banyak berdiam diri. Akibat pasca
pembedahan yang dijalani Tn N maka Tn N tidak dapat melakukan pekerjaan
berat lagi. Tn N merasa sangat sedih mengingat bahwa pekerjaannya adalah
seorang kuli bangunan, Tn N memikirkan bagaimana nasib pekerjaannya jika
sudah keluar dari Rumah Sakit.
BAB 4
PEMBAHASAN KASUS

Dari kasus diatas maka dapat dibahas sesuai dengan konsep adaptasi
Calista Roy, yaitu :
1. Mengkaji behavior
Model adaptasi :
 Fisiologis
Oksigenisasi pasien baik TD 120/80 mmHg, HR : 80x/i RR: 22 x/i T: 36,7
°c Spo2: 98 % nyeri : 3. Eliminasi normal aktivitas tidur 8 jam dalam 1
hari, pasien tidak mengalami gangguan pada keseimbangan cairan.
 Konsep diri
Pasien beragama islam dan rajin beribadah dan mendekatkan diri karna
merasa penyakitnya sebagai cobaan dari Tuhan. Gambaran diri tentang
body image tidak baik dimana pasien merasa tidak berguna sebagai kepala
rumah tangga, pasien tidak dapat mengangkat beban berat, dan pasien
percaya penyakitnya akan sembuh.
 Role-Function
Hubungan pasien terhadap keluarga harmonis, pasien memiliki sosial yang
baik terhadap lingkungan sekitar namun dalam bisnis pasien merasa
memiliki saingan dalam usaha baksonya yang menyebabkan dia bangkrut.
Dan pasien tidak ketergantungan dengan orang lain.

2. Mengkaji Stimulus
 Stimulus Fokal:
Pasien stress karena mengalami hernia inguinalis dan akan menjalani
operasi yang memerlukan biaya. Pasien juga tidak dapat lagi bekerja
mengangkat beban berat sementara pekerjaan pasien saat ini adalah kuli
banguna.
 Stimulus Contextual
Pasien berusia 43 tahun dan berjenis kelamin laki-laki, pendidikan SLTA.
Pasien merasa cemas tehadap penyakit yang dialaminya. Tetapi dia sangat
bersyukur karena keluarga sangat mendukung pasien dan rajin menunjungi
pasien ke rumah sakit. Sebelum menjalani perawatan pasien kurang
memahami tentang penyakitnya, pasien memilih pengobatan alternatif.
Ekonomi pasien sangat sulit sehingga pasien bekerja keras sebagai kuli
bangunan dan mengabaikan perawatan diri.
 Residual
Pasien mengalami stres akibat dari penyakit dan merasa tidak berguna
sebagai kepala rumah tangga akibat dari penyakit yang diderita.

3. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang
dikembangkan oleh Roy melalui tiga cara yaitu menggunakan tipologi
berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh
stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
dengan stimulus yang sama maka disusunlah diagnosa sbb:
a. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
b. Kecemasan berhubungan dengan penurunan konsep diri body image dan harga
diri
4. Menetapkan Tujuan
Hasil yang diharapkan Tindakan keperawatan
a. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak.
1. Dengan keterbatasan aktifitasnya klien diharapkan menggunakan
kemampuan yang dimiliki secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya.
b. Kecemasan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image dan
harga diri.
1. Klien mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya.
2. Klien mau mendiskusikan untuk mencari alternatif pemecahan
masalahnya
3. Kecemasan pasien akan berkurang
5. Intervensi
a. Gangguan aktifitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak.
1. Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien
2. Lakukan mobilisasi sesuai dengan program perawatan
3. Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri.
4. Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan
kemampuan
b. Kecemasan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image dan
harga diri.
1. Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adalah
untuk membantu memecahkan permasalahan klien.
2. Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
3. Jelaskan operasi herniarhapy tidak akan menimbulkan kecacatan bila
dilakukan perawatan dengan benar.
4. Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien
6. Evaluasi
a. Tn N mengungkapkan kecemasannya dan mencari solusi, kecemasan Tn N
berkurang.
b. Tn N beradaptasi dengan respon positif terhadap keadaan penyakitnya
c. Tn N menunjukkan tingkah laku yang adaptif.
d. Tn N melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuannya.
Dari penyelesaian kasus diatas berdasarkan teori adaptasi roy didapatkan
bahwa Tn N mengalami cemas dan stress, maka dapat dibahas sesuai dengan
konsep stres dan koping menurut Model Lazarus, yaitu :
1. Stress
Stress bersumber karena penyakit hernia inguinalis yang dialami pasien
dimana pasien harus dilakukan tindakan operasi hernia, yang mengakibatkan
pasien merasa tertekan, sedih dikarenakan tidak dapat bekerja berat, serta
menganggap dirinya tidak berguna. Hal tersebut memperburuk kondisi fisik
dan penyakit pasien.

2. Stress Appraisal
Pada kasus diatas dapat dikaji bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan
pasien merasa stress.
a. Demands
Dimana kondisi penyakit menuntut pasien harus dirawat dan operasi
membutuhkan biaya sedangkan kondisi ekonomi kurang, pasien merasa
sedih, risau, dan tertekan.
b. Life Transitions
Terjadinya perubahan dalam diri pasien dimana dia yang seharusnya
bekerja menjadi dirawat dan kondisi tersebut membutuhkan banyak
tuntutan biaya.
c. Timing
Pasien yang telah merencanakan pekerjaanya menjadi terganggu dan tidak
dapat menyelesaikan pekerjaannya karena sakit.
d. Ambliguity
Pasien tidak memiliki kejelasan berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk perawatan penyakitnya.
e. Disirability
Pasien tidak pernah menyangka kalau ia akan mengalami penyakit ini dan
tidak menyangka kalau ia harus menjalani pengobatan yang
membutuhkan biaya yang banyak.
f. Controlability
Pasien mempunyai kemampuan untuk mengubah atau menghilangkan
stressor dengan rajin berdoa dan mendapat dukungan dari istri dan
anaknya.

3. Penilaian terhadap kejadian

No Proses Stress Fakta-Fakta Kondisi/Peristiwa/Kejadian

1. Penilaian Primer Kondisi yang irrelevant :


(Primary Appraisal) ¥   Ternyata ia beberapa kali memiliki kesempatan untuk
meningkatkan keberhasilan usaha jualan baksonya, tetapi
akhirnya gagal karena tidak mampu mempertahankannya,
dikarenakan ada orang yang tidak suka melihat usaha
dagangnya maju. Anggapan ini sebaiknya tidak perlu ia
kembangkan, karena dalam berbisnis pasti ada pesaing dan
orang yang tidak suka dengan keberhasilan kita. Sebaiknya
ia memusatkan perhatian pada apa saja kekurangan pada
usaha dagangnya dan bagaimana upaya meningkatkannya
atau adanya usaha lain yang dapat dilakukannya untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya
Kondisi yang good (benign-positive) :
Perasaan sayang kepada ke-2 anak dan istrinya,
membuatnya terpacu untuk bersungguh-sungguh mencari
pekerjaan.
Kondisi yang stressful :
 Kondisi tidak bekerja (menganggur), tidak memiliki
penghasilan untuk memenuhi seluruh kebutuhan
keluarganya yang saat ini ditanggung oleh Istrinya .
 Kondisi fisik yang kurang memadai (menderita sakit
hernia) sehingga ia tidak sanggup bekerja berat
 Biaya berobat/operasi untuk penyembuhan penyakit
‘hernia’ terlalu mahal baginya.
2. Penilaian Sekunder  Sumber daya yang dimiliki oleh pasien adalah
(Secondary Appraisal) keharmonisan dalam keluarga dan keimanan yang kuat.
Istri dan anak pasien rajin berkunjung dan memberi
dorongan mental pada pasein.
 Taat beribadah dan memiliki kepasrahan diri kepada
Allah serta yakin Allah akan menolongnya.
3. Penilaian stress Penilaian stress yang dialami oleh Tn. N adalah threat
dimana akan dilakukan operasi hernia dan tidak bisa
membantu istrinya dalam menafkahi keluarganya yang
mengakibatkan pasien merasa tertekan, sedih, serta
menganggap dirinya gagal sebagai seorang suami dan
sebagai seorang Ayah.
4. Strategi Penanggulangan 1. Seeking sosoal support:
Stress Pasien terlebih dahulu hendaknya tetap melakukan upaya-
(Coping Strategy) upaya untuk menyembuhkan atau mengurangi penyakit
‘hernia’nya, misalnya dengan mencari informasi tentang
bantuan pengobatan/operasi untuk keluarga miskin
(penggunaan kartu BPJS), pengobatan tradisional yang
dapat ‘dipertanggung jawabkan’, meminta bantuan
keuangan kepada saudara-saudara yang mungkin membantu
untuk pengobatan atau operasi hernianya, dan lainnya.
¥   2. Posittive reappraisal
 Penghasilan yang diperoleh dari usaha-usaha yang
dilakukan sendiri meskipun jumlahnya kecil akan dapat
menumbuhkan kembali kepercayaan dan harga dirinya
untuk tidak semakin jatuh terpuruk.
 Dengan cara berdoa memohon kesembuhan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Out put koping Pasien merasa tenang menjalani perawatan dirumah sakit.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Stres adalah masalah umum yang terjadi dalam kehidupan umat
manusia. menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut
kehidupan modern. Hal ini dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa terelakkan. Baik di lingkungan sekolah, kerja, keluarga, atau
dimanapun, stres bisa dialami oleh seseorang. Stres juga bisa menimpa
siapapun termasuk anak-anak, remaja, dewasa, atau yang sudah lanjut usia.
Stres suatu hubungan  antara individu dengan lingkungan yang oleh
individu membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam
kesehatannya. Stres dipengaruhi oleh cognitive stress, stress appraisal dan
koping. Penilaian stress pada pasien dilakukan melalui tahap primary
appraisal, secondary appraisal dan tahap reappraisal.
Koping adalah sebuah proses dimana individu berusaha mengatur
pertentangan antara tuntutan dan sumber daya yang ada dalam situasi yang
dapat menimbulkan stress. Strategi koping adalah suatu proses untuk
mengatasi berbagai macam tuntutan baik dari sisi internal maupun eksternal
yang melebihi kapasitas orang, proses dimana seseorang mencoba
mengatur perbedaan antara keinginan (demand) dengan pendapatan
(resources) yang dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan ,
diarahkan untuk memperbaiki atau menguasai suatu masalah. Koping yang
dimiliki individu adalah berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi.

5.2 Saran
Konsep stress dan koping dari model lazarus dapat diaplikasikan pada
praktek keperawatan baik di Rumah sakit, Keluarga dan di Masyarakat.
Penerapan konsep stress dan koping dari model Lazarus pada penanganan
pasien stress harus tetap dikembangkan dalam dunia keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Lazarus. (1976). Pattern of Adjustment. Mc Graw Hill Inc


Lazarus. (1999). Stress and Emotions, a new synthesis. Springer Publishing
Company, Inc.

Lazarus. (2006). Coping with Aging. Oxford University Press.


Lazarus, R. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. Springer Publishing
Company, Inc.

Montgomery, Cameron. (1999). Student Teachers’ Stress and Social Problem


Solving Skills. Faculté Saint-Jean University of Alberta.

Anda mungkin juga menyukai