Anda di halaman 1dari 180

KEGIATAN 1

KONSEP ATRIBUT PROFESI BIDAN

1. Profesi Bidan
Poerwadarminto (2005) memberi pengertian bahwa profesi adalah suatu lingkungan
pekerjaan dalam masyarakat yang memerlukan syarat-syarat kecakapan dan kewenangan.
Pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang ada di
dalam masyarakat atau lingkungan pekerjaan yang memerlukan syarat-syarat kecakapan
dan mempunyai kewenagan tertentu. Sofyan (2005) menekankan bahwa suatu profesi
dikatakan profesional apabila memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan
pendidikan yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya. Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) dalam Sofyan (2005) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi
di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister (STR atau Surat Tanda Registrasi), sertifikasi (SIB atau Surat Ijin Bidan) dan
atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

Penyelenggara pendidikan Bidan adalah institusi pendidikan tinggi baik pemerintah


maupun swasta sesuai dengan kaidah-kaidah yang tercantum pada sistem pendidikan
nasional. Kelulusan mahasiswa pendidikan Bidan dilakukan melalui UAP (Ujian Akhir
Program) yang terdiri dari uji Phantom, uji OSCA (Objective Structured Clinical
Assessment) dan uji APN (Asuhan Persalinan Normal) yang disusun sebagai upaya
peningkatan keterampilan manajemen bidan dalam pertolongan persalinan. Kemudian
bidan yang akan menjalankan praktek terlebih dahulu harus memiliki Surat Ijin Praktek
Bidan (SIPB) (Ariyanto, 2008). Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri tertentu sebagai
berikut: pelayanan bersifat khusus, jenjang pendidikan, diakui oleh masyarakat,
kewenangan yang sah, peran fungsi dan kompetensi yang jelas, organisasi profesi (IBI),
etika dan kode etik kebidanan, Standar Pelayanan Kebidanan (SPK), standar praktek, dan
standar pendidikan. Bidan merupakan profesi yang khusus yang sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, karena bidan adalah orang pertama yang
melakukan penyelamatan kelahiran sehingga ibu dan bayinya lahir selamat. Sehingga
persepsi bahwa bidan adalah profesi yang mulia perlu diterapkan pada diri mahasiswa
sekolah kebidanan guna membentuk motivasi belajar.

Konsil Kebidanan
Secara konseptual konsil merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi
masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Konsil
Kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independen, bertanggung jawab
kepada Presiden sebagai kepala negara. Di Indonesia, salah satu tenaga kesehatan yang
telah memiliki konsil yaitu perawat dan apoteker, selain itu tenaga medis yaitu dokter.
Dalam hal ini konsil sangat berperan dalam hal pengaturan dan pengawasan kepada tenaga
perawat dan apoteker serta dokter dalam menjalan praktik di masyarakat. Latar belakang
dibentuknya konsil kedokteran, yaitu untuk melindungi masyarakat, membina profesi dan
memberikan kepastian hukum kepada penerima jasa pelayanan kesehatan dan pemberi jasa
pelayanan kesehatan. Begitu pula yang menjadi latar belakang dibentuknya Konsil
Keperawatan yaitu meningkatkan kualitas praktik keperawatan dan juga kualitas
pendidikan keperawatan. Salah satu tugas beratnya adalah menata pendidikan dan praktik
keperawatan agar kembali ke jalur profesionalnya yang benar serta perlindungan hukum
terhadap perawat yang melakukan praktik keperawatannya serta masyarakat selaku
pengguna jasa layanan keperawatan. Di negara-negara yang sudah maju, pengaturan dan
pengawasan suatu profesi merupakan tanggung jawab dari organisasi profesi melalui suatu
lembaga konsil keprofesian yang mandiri dan dibentuk berdasarkan undang-undang.
Contoh negara yang telah memiliki konsil kebidanan yaitu Belanda, Amerika Serikat,
Inggris, dan Spanyol. Secara umum tugas dari konsil bidan di negara-negara yang telah
membentuk konsil tersebut yaitu mengatur sertifikasi bidan, sebagai pusat data bidan,
mengatur program pelatihan kepada bidan, memberikan pertimbangan untuk memberikan
skorsing/suspensi kepada bidan, dan mengawasi efektifitas dari keprofesian yang
dijalankan oleh para bidan. Selain itu konsil ini juga yang melakukan pencatatan (record)
terhadap bidan yang berpraktik dalam suatu wilayah. Di Indonesia, melalui UU tentang
Kebidanan mengatur mengenai Konsil Kebidanan. Berdasarkan Pasal 1 angka 18, Konsil
Kebidanan adalah bagian dari konsil tenaga kesehatan Indonesia yang tugas, fungsi,
wewenang, dan keanggotaannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Karakteristik Profesionalisme
Profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap profesinya. Secara sederhana,
profesionalisme yang diartikan perilaku, cara, dan kualitas yang menjadi ciri suatu profesi.
Seseorang dikatakan professional apabila pekerjannya memiliki ciri standar teknis atau
etika suatu profesi (Oerip dan Uetomo, 2000 : 264 - 265). Ada empat sifat yang dianggap
mewakili sikap profesionalisme menurut Harefa (2004).sebagai berikut :
1. Keterampilan Keterampilan yang tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan
sistematis, Kemampuan/keterampilan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti
cakap, mampu, dan cekatan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Keterampilan
yang didasari pengetahuan teoritis dan sistematis merupakan suatu kesatuan yang
terorganizir yang biasanya terdiri dari fakta dan prosedur yang diterapkan secara langsung
terhadap untuk menunjang keterampilan yang dimiliki.
2. Pemberian jasa dan pelayanan Pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih
berorientasi kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi, seorang
yang profesional dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang alturitis agar dapat
menjunjung tinggi profesionalisme. Pemberian jasa dan pelayanan juga harus mampu
memperlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Secara konsisten memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang suku, ras, status sosial
dan sebagainya.
3. Pengawasan Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode etik
yang dihayati, sehingga setiap profesi harus siap menerima tanggungjawab atas apapun
yang ia kerjakan. Setiap profesi harus memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip yang
ditetapkan institusi. Pengawasan terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara
transparan kepada masyarakat.
4. Sistem balas jasa Sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan)
yang merupakan lambang prestasi kerja seorang yang memiliki profesi. Sistem balas jasa
merupakan salah satu komponen penting jika kita membicarakan masalah profesi dan kerja.
Sistem balas jasa, merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai penganti kontribusi
jasa profesi. sistem balas jasa diharapkan mampu meningkatkan sikap profesionalisme
pegawai.
Kualitas Pelayanan Menurut Kotler dan Armstrong (2012) berpendapat bahwa kualitas
pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan.
Lewis dan Booms (Tjiptono, 2008) mengatakan, kualitas pelayanan bisa diartikan sebagai
ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi
pelanggan. Dalam penelitian Pasuraman et al. (Bustami, 2011), terdapat lima dimensi
utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya yang disebut dengan
Servqual (Service Quality). Kelima dimensi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kehandalan (reliability) Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal,
artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan
dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang
tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang
memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima
oleh masyarakat
b. Empati (empathy) Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya
pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal
yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas
apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati
dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap
pelayanan. Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan,
simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak - pihak yang berkepentingan dengan pelayanan
untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat
pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut.
c. Jaminan (assurance) Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas
pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh
jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima
pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan
atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan
kualitas layanan yang diberikan.
d. Daya tanggap (responsiveness) Setiap pegawai dalam memberikan bentukbentuk
pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang
yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai
untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian
atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya.
e. Bukti fisik (tangible) Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk
aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan
penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima
oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan,
yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan.

CONTOH TES SOAL


1. Apakah yang dimaksud dengan profesi bidan ?
2. Syarat untuk menjadi seorang bidan ?
3. Bagaimana karakteristik yang mencerminkan keprofesionalisme ?
4. Siapa sajakah yang sudah menjadi konsil di Indonesia ?
5. Sebutkan 4 sifat profesionalisme menurut harefa ?
RANGKUMAN
Poerwadarminto (2005) memberi pengertian bahwa profesi adalah suatu lingkungan
pekerjaan dalam masyarakat yang memerlukan syarat-syarat kecakapan dan kewenangan.
Pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang ada di
dalam masyarakat atau lingkungan pekerjaan yang memerlukan syarat-syarat kecakapan
dan mempunyai kewenagan tertentu. Sofyan (2005) menekankan bahwa suatu profesi
dikatakan profesional apabila memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dihasilkan
pendidikan yang cukup untuk memenuhi kompetensi profesionalnya. Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) dalam Sofyan (2005) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang
perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi
di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister (STR atau Surat Tanda Registrasi), sertifikasi (SIB atau Surat Ijin Bidan) dan
atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.

Karakteristik Profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap profesinya. Secara


sederhana, profesionalisme yang diartikan perilaku, cara, dan kualitas yang menjadi ciri
suatu profesi. Seseorang dikatakan professional apabila pekerjannya memiliki ciri standar
teknis atau etika suatu profesi (Oerip dan Uetomo, 2000 : 264 - 265). Ada empat sifat yang
dianggap mewakili sikap profesionalisme menurut Harefa (2004).sebagai berikut :
1. Keterampilan Keterampilan yang tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan
sistematis, Kemampuan/keterampilan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti
cakap, mampu, dan cekatan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Keterampilan
yang didasari pengetahuan teoritis dan sistematis merupakan suatu kesatuan yang
terorganizir yang biasanya terdiri dari fakta dan prosedur yang diterapkan secara langsung
terhadap untuk menunjang keterampilan yang dimiliki.
2. Pemberian jasa dan pelayanan Pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih
berorientasi kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi, seorang
yang profesional dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang alturitis agar dapat
menjunjung tinggi profesionalisme. Pemberian jasa dan pelayanan juga harus mampu
memperlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Secara konsisten memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang suku, ras, status sosial
dan sebagainya.
3. Pengawasan Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode etik
yang dihayati, sehingga setiap profesi harus siap menerima tanggungjawab atas apapun
yang ia kerjakan. Setiap profesi harus memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip yang
ditetapkan institusi. Pengawasan terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara
transparan kepada masyarakat.
4. Sistem balas jasa Sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan)
yang merupakan lambang prestasi kerja seorang yang memiliki profesi. Sistem balas jasa
merupakan salah satu komponen penting jika kita membicarakan masalah profesi dan kerja.
Sistem balas jasa, merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai penganti kontribusi
jasa profesi. sistem balas jasa diharapkan mampu meningkatkan sikap profesionalisme
pegawai
KUNCI JAWABAN TES SOAL
1.Menurut Poerwadarminto (2005) memberi pengertian bahwa profesi adalah suatu
lingkungan pekerjaan dalam masyarakat yang memerlukan syarat-syarat kecakapan dan
kewenangan.
2. Sofyan (2005) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah seorang perempuan yang lulus
dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara
Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister (STR atau
Surat Tanda Registrasi), sertifikasi (SIB atau Surat Ijin Bidan) dan atau secara sah
mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
3. Profesionalisme mencerminkan sikap seseorang terhadap profesinya. Secara sederhana,
profesionalisme yang diartikan perilaku, cara, dan kualitas yang menjadi ciri suatu profesi.
Seseorang dikatakan professional apabila pekerjannya memiliki ciri standar teknis atau
etika suatu profesi.
4. Di Indonesia, salah satu tenaga kesehatan yang telah memiliki konsil yaitu perawat dan
apoteker, selain itu tenaga medis yaitu dokter
5. 1. Keterampilan Keterampilan yang tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis
dan sistematis, Kemampuan/keterampilan adalah kapasitas seorang individu untuk
melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Keterampilan berasal dari kata terampil
yang berarti cakap, mampu, dan cekatan dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya.
Keterampilan yang didasari pengetahuan teoritis dan sistematis merupakan suatu kesatuan
yang terorganizir yang biasanya terdiri dari fakta dan prosedur yang diterapkan secara
langsung terhadap untuk menunjang keterampilan yang dimiliki.
2. Pemberian jasa dan pelayanan Pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih
berorientasi kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi, seorang
yang profesional dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang alturitis agar dapat
menjunjung tinggi profesionalisme. Pemberian jasa dan pelayanan juga harus mampu
memperlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Secara konsisten memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa memandang suku, ras, status sosial
dan sebagainya.
3. Pengawasan Adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode etik
yang dihayati, sehingga setiap profesi harus siap menerima tanggungjawab atas apapun
yang ia kerjakan. Setiap profesi harus memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip yang
ditetapkan institusi. Pengawasan terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara
transparan kepada masyarakat.
4. Sistem balas jasa Sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan)
yang merupakan lambang prestasi kerja seorang yang memiliki profesi. Sistem balas jasa
merupakan salah satu komponen penting jika kita membicarakan masalah profesi dan kerja.
Sistem balas jasa, merupakan sesuatu yang diterima pegawai sebagai penganti kontribusi
jasa profesi. sistem balas jasa diharapkan mampu meningkatkan sikap profesionalisme
pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Asrinah, dkk. 2010. Konsep Kebidanan. Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 45.
Adnani, Qorinah Estiningtyas Sakilah. 2013. Filosofi Kebidanan. TIM, Jakarta, hlm.36.
Heryani, Reni. 2011. Buku Ajar Konsep Kebidanan. TIM, Jakarta, hlm. 29.
KKI, Rapat Pembahasan naskah urgensi dan kajian pedoman CPD Kedokteran dan
Kedokteran Gigi, https://www.
kki.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/179, diakses tanggal 13
November 2019.
Nelly Safrina, Konsil Keperawatan, Harapan yang Belum Terwujud,
https://www.kompasiana.com/ nellysafrina/5a3a10aacaf7db02785094b2/konsil-
keperawatan-harapan-yang-belum-terwujud?page=all, diakses tanggal 13 November 2019.
Sari, Rury Narulita. 2012. Konsep Kebidanan. Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 46.
Salmiati, dkk. 2008. Konsep Kebidanan: Manajemen & Standar Pelayanan. Jakarta: EGC,
hlm. 27.
KEGIATAN BELAJAR 2
PERAN BIDAN SEBAGAI PRAKTISI YANG OTONOM, TEORI OTONOMI,
AKUNTABILITAS, REGULASI

Pengertian peran bidan sebagai praktisi yang otonom, teori otonomi, akuntabilitas, regulasi

2.1 Pengertian otonomi


Secara etimologi , Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang artinya sendiri, dan
nomos yang berarti hukuman atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan
sendiri (Danuredjo, 1979).
a. Menurut Koesoemahatmadja (1979: 9),
Otonomi adalah Perundangan Sendiri, lebih lanjut mengemukakan bahwa menurut
perkembangan sejarahnya di Indonesia, otonomi selain memiliki pengertian sebagai
perundangan sendiri, juga mengandung pengertian "pemerintahan" (bestuur)
b. Menurut Wayong (1979: 16),
Menjabarkan pengertian otonomi sebagai kebebasan untuk memelihara dan
memajukan kepentingan khusus daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukuman
sendiri, dan pemerintahan sendiri.
c Menurut Syarif Saleh (1963)
Menjelaskan bahwa otonomi ialah hak mengatur dan mmerintah sendiri, hak mana
diperoleh dari pemerintah pusat.
d.Menurut Ateng Syafruddin (1985: 23)
Adalah kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
Jika dilihat dari pengertian di atas, maka pengertian otonomi kebidanan adalah kekuasaan
untuk mengatur persalinan peran dan fungsi bidan sesuai dengan kewenangan dan
kompetensi yang dimiliki seorang bidan ( suatu bentuk mandiri dalam memberikan
pelayanan).
2.2 Otonomi bidan dalam pelayanan kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban
dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga
semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu
evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur
batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi
dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis
dan sistematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dan berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.
2. Penelitian dalam bidang kebidanan.
3. Pengembangan ilmu dan tekhnologi dalam kebidanan.
4. Akreditasi.
5. Sertifikasi.
6. Registrasi.
7. Uji Kompetensi.
8. Lisensi.
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan terkait dengan
pelayanan kebidana antara lain sebagai berikut:
1. Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang registrasi dan
praktik bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang Standar
Profesi Bidan.
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
6. Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang organisasi dan
tata kerja Depkes.
7. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
8. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
9. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
10. KUHAP, dan KUHP, 1981.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/ Menkes/ Per/ IX/ 1989
Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana;
>UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera.
>UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan di Dalam
Rumah Tangga.

2.3 Tujuan otonomi dalam pelayanan kebidanan


Supaya bidan mengetahui kewajiban otonomi dan mandiri yang sesuai dengan
kewenangan yang didasari oleh undang – undang kesehatan yang berlaku. Selain itu tujuan
dari otonomi pelayanan kebidanan ini meliputi :
1. Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan.
Misalnya mengumpulkan data – data dan mengidentifikasi masalah pasien pada kasus
tertentu.
2. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan.
Merencanakan asuhan yang akan diberikan pada pasien sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh pasien tersebut.
3. Untuk mengetahui perkembangan kebidanan melalui penelitian.
4. Berperan sebagai anggota tim kesehatan.
Misalnya membangun komunikasi yang baik antar tenaga kesehatan, dan menerapkan
keterampilan manajemen
5. Untuk melaksanakan dokumentasi kebidanan.
Mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan, mengidentifikasi perubahan yang
terjadi dan melakukan pendokumentasian.
6. Untuk mengelola perawatan pasien sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya.
Membangun komunikasi yang efektif dengan pasien dan melakukan asuhan terhadap
pasien.
1. Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan.
Misalnya mengumpulkan data – data dan mengidentifikasi masalah pasien pada kasus
tertentu.
2. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan.
Merencanakan asuhan yang akan diberikan pada pasien sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan oleh pasien tersebut.
3. Untuk mengetahui perkembangan kebidanan melalui penelitian.
4. Berperan
2.4 Bentuk-bentuk otonomi dalam pelayanan kebidanan
Bentuk-Bentuk Otonomi Bidan Dalam Praktek Kebidanan:
1. Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan
2. Menyusun rencana asuhan kebidanan
3. Melaksanakan asuhan kebidanan
4. Melaksanakan dokumentasi kebidanan
5. Mengelola keperawatan pasien dengan lingkup tanggung jawab
2.5 Persyaratan dalam otonomi kebidanan
Suatu ketentuan untuk melaksanakan praktek kebidanan dalam memberikan asuhan
pelayanan kebidanan sesuai dengan bentuk – bentuk otonomi bidan dalam praktek
kebidanan.
Syarat – syarat dari otonomi pelayanan kebidanan meliputi :
1. Administrasi
Seorang bidan dalam melakukan praktek kebidanan, hendaknya memiliki sarana dan
prasarana yang melengkapi pelayanan yang memiliki standard dan sesuai dengan fasilitas
kebidanan.
2. Dapat diobservasi dan diukur
Mutu layanan kesehatan akan diukur berdasarkan perbandingannya terhadap standar
pelayanan kesehatan yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum pengukuran mutu
dilakukan
3. Realistic
Kinerja layanan kesehatan yang diperoleh dengan nyata akan diukur terhadap criteria mutu
yang ditentukan, untuk melihat standar pelayanan kesehatan apakah tercapai atau tidak.
4. Mudah dilakukan dan dibutuhkan.

2.6 Kegunaan otonomi dalam pelayanan kebidanan


Otonomi pelayanan kesehatan meliputi pembangunan kesehatan, meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

2.7 Proses registrasi


Registrasi adalah proses seorang profesi untuk mendaftarkan dirinya kepada badan
tertentu untuk mendapatkan kewenangan dan hak atas tindakan yang dilakukan secara
professional setelah memenuhi syarat – syarat yang telah ditetapkan oleh badan tersebut.
Pengertian registrasi menurut keputusan menteri kesehatan republikindonesia nomor
900/MENKES/SK/VII/2002 yaitu proses pendaftaran,pendokumentasian dan pengakuan
terhadap seorang bidan setelah memenuhi standar penampilan minimal yang ditetapka
sehingga mampu dalam melaksanakan profesinya.
Setelah terpenuhnya persyaratan yang ada, maka tenaga profesi tersebut telah mendapatkan
surat izin melakukan praktik.
1. Tujuan
a.Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik
b.Meningkatkan mekanisme yang objektif dan komprehensif dalam penyelesaian dalam
kasus malpraktik
c.Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berkembang pesat.
2. Persyaratan
Beberapa syarat yang mesti dilengkapi pada saat mengajukan registrasi:
a. Fotocopy ijazah bidan
b. Fotocopy transkip nilai akademik
c. Surat keterangan sehat dari dokter
d. Pas foto 4 X 6 sebanyak 2 lembar
Masa berlaku registrasi yaitu dalam rentang waktu 5 tahun, setelah 5 tahun bidan
harus melakukan registrasi ulang.
3. Kegunaan
Registrasi berguna untuk mendapatkan surat izin bidan sebagai dasar menerbitkan surat izin
praktek bidan.
Bidan teregistrasi merupakan seseorang yang telah menamatkan pendidikan bidandan telah
mampu menrapkan kemampuannya dalam memberikan asuhan kepada ibu dan anak sesuai
dengan standar profesinya.
4. Lisensi praktik kebidanan
Lisensi praktik kebidanan merupakan proses administrasi yang dilakukan pemerintah dalam
mengeluarkan surat izin praktik yang diberikan kepada suatu tenaga profesi untuk
pelayanan yang mandiri.
Menurut IBI : Lisensi adalah pemberian ijin praktek sebelum diperkenankan melakukan
pekerjaan yang telah ditetapkan.
5. Tujuan
a. Memberikan kejelasan batas wewenang
Dalam hal ini, seorang bidan harus mengetahui wewenang yang harus dilakukannya sesuai
dengan standar profesi yang dimiliki dan sesuai dengan undang – undang yang berlaku agar
dalam menjalankan profesinya tidak melakukan pelanggaran – pelanggaran.
b. Menetapkan sarana dan prasarana
Seorang profesi juga harus mengetahui apa – apa saja sarana dan prasanayang mesti
dimiliki dalam melakukan praktek profesi.
c. Meyakinkan klien
Dalam melakukan asuhan terhadap klien, seorang tenaga profesi harusbisa meyakinkan
klien tersebut terhadap asuhan yang telah kita berikan dan jelaskan.
6. Persyaratan
Syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan license praktik suatu profesi
meliputi :
a. Fotokopi SIB yang masih berlaku
b. Fotokopi ijazah bidan
c. Surat keterangan sehat
d. Rekomendasi dari organisasi profesi
e. Pas foto ukurab 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar

Teori Akuntabilitas
Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah
mendorong pengembangan dan penerapan system pertanggungjawaban yang jelas,
tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP).
Penerapan sistem tersebut bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung
jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Terdapat
berbagai definisi tentang akuntabilitas, yang diuraikan sebagai berikut :
1. Sjahruddin Rasul (2000) menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan secara
sempit sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih
tinggi atas tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap masyarakat
secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi pemerintah,
“seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima
amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat
tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat.
2. J.B. Ghartey (1998) menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari
jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa,
ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan.
3. Ledvina V. Carino (2002) mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada
jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap
orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi
pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya
juga akan membawa dampak yang
tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang
pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya.
4. Akuntabilitas juga dapat berarti sebagai perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau
unit organisasi, dalam mengelola sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam
rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara
periodik. Sumber daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan kepada
seseorang atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah
dibebankan kepadanya. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa sumber
daya manusia, dana, sarana prasarana, dan metode kerja. Sedangkan pengertian sumber
daya dalam konteks
negara dapat berupa aparatur pemerintah, sumber daya alam, peralatan, uang, dan
kekuasaan hukum dan politik.
5. Akuntabilitas juga dapat diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan
menjelaskan kinerja dari tindakan seseorang atau badan kepada pihak-pihak yang memiliki
hak untuk meminta jawaban atau keterangan dari orang atau badan yang telah diberikan
wewenang untuk mengelola sumber daya tertentu. Dalam konteks ini, pengertian
akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian dan tolak ukur pengukuran kinerja.
Polidano (1998) menawarkan kategorisasi baru yang disebutnya sebagai akuntabilitas
langsung dan akuntabilitas tidak langsung. Akuntabilitas tidak langsung merujuk pada
pertanggung jawaban kepada pihak eksternal seperti masyarakat, konsumen, atau kelompok
klien tertentu, sedangkan akuntabilitas langsung berkaitan dengan pertanggung jawaban
vertikal melalui rantai komando tertentu.
Polidano lebih lanjut mengidentifikasi 3 elemen utama akuntabilitas, yaitu:
1. Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah keputusan
dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur perilaku para birokrat dengan
menundukkan mereka di bawah persyaratan prosedural tertentu serta mengharuskan adanya
otorisasi sebelum langkah tertentu diambil. Tipikal akuntabilitas seperti ini secara
tradisional dihubungkan dengan badan/lembaga pemerintah pusat (walaupun setiap
departemen/lembaga dapat saja menyusun aturan atau standarnya masing-masing).
2. Akuntabilitas peran, yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk menjalankan
peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus dijalankan sebagai kewajiban utama. Ini
merupakan tipe akuntabilitas yang langsung berkaitan dengan hasil sebagaimana
diperjuangkan paradigma manajemen publik baru (new public management). Hal ini
mungkin saja tergantung pada target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan
manajemen publik baru.
3. Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu
departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga eksternal
seperti kantor audit, komite parlemen, ombudsmen, atau lembaga peradilan. Bisa juga
termasuk badan-badan di luar negara seperti media massa dan kelompok penekan. Aspek
subyektivitas dan ketidakterprediksikan dalam proses peninjauan ulang itu seringkali
bervariasi, tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya.
Setiap organisasi menginginkan terus berkembang untuk meningkatkan eksistensinya
dengan berbagai cara dalam memenuhi tuntutan lingkungannya. Untuk memenuhi
lingkungan berarti perlu adanya upaya organisasi untuk dapat menggunakan dukungan
kemampuan dan memperhatikan kelemahan untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi
tantangan yang kompleks. Keberadaan organisasi salah satunya tergantung akuntabilitasnya
dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Istilah akuntabilitas tidak terlepas dari istilah
akunting ataupun akuntansi yang mempunyai makna laporan, pertanggungjawaban,
perhitungan/nilai. Pengukuran nilai agak menjadi perhatian dalam akuntabilitas
dikarenakan didasari oleh sistem akuntasi (Walters, Aydelotte, Miller, 2010).
Dalam pemahaman selanjutnya, akuntabilitas dikaitkan dengan sikap anggota organisasi
didalam melaksanakan tugasnya, dengan memperhatikan keberlangsungan organisasi di
dalam melaksanakan tugasnya, dengan memperhatikan keberlangsungan organisasi dalam
menghadapi persaingan dengan organisasi lain ke depan, dengan tidak mengurangi
perjalanan sejarah dan organisasi tersebut. Hal ini menjadi menarik dimana akuntablitas
yang dapat dipercaya untuk membantu revitalisasi, memberi kekuatan bersaing,
memperbaiki kualitas produk dan produk pelayanan perusahaan. Akan meningkatkan reaksi
organisasi terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan atau pemilih, mengurangi
penyalahgunaan/penyimpangan (Bachtiar Arif, 2008). Akuntabilitas merupakan sikap yang
berkelanjutan untuk bertanya apa yang dapat diperbuat untuk membangkitkan keadaan dan
hasrat/menginginkan pencapaian prestasi hasil. Ini merupakan proses tindakan melihat,
mendapatkan sesuatu, memecahkan sesuatu, dan yang harus dikerjakan ini merupakan
tingkatan kepemilikan termasuk di dalamnya pembuatan, pemelihaaran/ penyimpanan dan
secara proaktif menjawab untuk janji secara personal. Merupakan pandangan ke depan
yang mencakup kedua keadaan sekarang dan usaha masa depan daripada reaksi dan
penjelasan tentang sejarah masa lalu (Bachtiar Arif, 2008). Pendapat lain yang
menitikberatkan akuntabilitas sebagai kewajiban pada pegawai, akuntabilitas adalah
kewajiban dari pegawai untuk memberikan seluruh unsur/element yang merupakan nilai
kompensasi yang diberikan dan juga kewajiban untuk membuat pernyataan/janji keluaran
yang spesifik dengan tidak mengejutkan.
Terminologi akuntabilitas dilihat dari sudut pandang sebagai jawaban ketika ada
permintaan dari pihak lain tentang pencapaian sesuatu dan pelaporan balik
(memberitahukan) hasil pencapaian tersebut dengan menjelaskan bagaimana
menyelenggarakan atau melaksanakannya. Tampak adanya kegiatan yang dilakukan dalam
penyelenggaraan dan hasil akhir yang ingin diketahui. Hal tersebut menunjukkan dapat
diketahui bahwa apa yang dikerjakan, bagaimana mengerjakan, dan sampai pada tingkat
mana penyelesaian pekerjaan tersebut. Akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban
terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik
siapa dan bagaimana. Pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain “apa yang
harus dipertanggungjawabkan, kepada siapa pertanggungjawaban tersebut diserahkan, siapa
yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat, apakah
pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan yang memadai, dan lainnya
(Lindsay Amiel, 2014).
Akuntabilitas yang merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam
pencapaian hasil pada pelayanan publik. Rentetan kegiatan-kegiatan sejak dari pemahaman
tugas dan fungsi, perencanaan, pelaksanaan, dan pencapaian hasil akhir akan mempunyai
dampak terhadap kegiatan orang lain. Khususnya pihak-pihak yang memerlukan pelayanan.
Untuk itu perlu dicermati kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan seseorang/pejabat
tersebut masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah berada di luar jalur tanggung jawab
dan kewenangannya sehingga tingkah laku pejabat perlu memperhatikan lingkungannya.
Akuntabilitas dapat tumbuh dan berkembang dalam suasana yang transparan dan
demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat sehingga perlu disadari
bahwa semua kegiatan organisasi publik dalam memberikan pelayanan adalah hal yang
tidak dapat dipisahkan dari public (Choirul Saleh, 2012).
Deklarasi Tokyo mengenai Petunjuk Akuntabilitas Publik menetapkan definisi sebagai
berikut: berarti kewajiban-kewajiban pada individu atau penguasa yang dipercayakan
mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab
hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial dan program-program .
Pengertian yang luas akuntabilitas pelayanan publik berarti pertanggungjawaban pegawai
pemerintah terhadap publik yang menjadi konsumen pelayanannya. Hal ini terkait dengan
pemikiran/konsep masyarakat yang demokratis, dimana amanat yang diberikan oleh
masyarakat kepada seseorang/sekelompok untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, oleh
seseorang/sekelompok orang tersebut harus mempertanggungjawabkannya kepada orang
orang yang memberikan kepercayaan Transparansi/keterbukaan (Choirul Saleh, 2012).
Akuntabilitas adalah hubungan mendasar antara menunjukkan kewajiban dan keberadaan
tanggung jawab untuk mencapai hasil yang sebelumnya ada kesempatan dan harapan.
Setiap dari dalam akuntabilitas untuk keseluruhan kegiatan – termasuk di dalamnya
keputusan tidak menerima kegiatan – dalam lingkungan kerja) (Omoregie Charles Osifo,
2014).
Keterbukaan sebagai aspek yang perlu diperhatikan dalam akuntabilitas, tanpa adanya
keterbukaan tidak dapat diketahui oleh pegawai, masyarakat ataupun pelanggan. Hal yang
perlu diketahui antara lain: apa yang dilakukan; mengapa dilakukan, bagaimana cara
melakukan, bagaimana sebaiknya dilakukan, dan apa yang dilakukan untuk meningkatkan
kinerja/hasil pada waktu berikutnya. Pihak-pihak yang berhubungan adalah siapa yang
harus melakukan akuntabilitas dan kepada pihak siapa dia harus berakuntabilitas. Hasil
akan menunjukkan standar-standar tertentu yang digunakan untuk mengukurnya dan nilai
terhadap akuntabilitas itu sendiri (Choirul Saleh, 2012).
Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan bahwa akuntabilitas bukanlah merupakan
suatu konsep yang sederhana. Konsep akuntabilitas menyangkut berbagai pihak yang
terkait dengan orang yang mempunyai kewenangan yang lebih tinggi, yang melaksanakan
wewenang atau yang berakuntabilitas, dan pelanggan (Omoregie Charles Osifo, 2014).
Pertanggungjawaban pada dasarnya meliputi penjelasan atau justifikasi tentang apa yang
telah dilakukan, apa yang sedang dilakukan, dan apa rencana yang akan dilakukan. Hal ini
sebagai akibat timbul dari adanya prosedur yang dibuat dan hubungan kerja dengan
berbagai macam formalitasnya. Oleh karena itu, satu pihak bertanggung jawab kepada
pihak lain dalam arti bahwa salah satu pihak dapat meminta penjelasan atau pertanggung-
jawaban atas segala tindakan apa yang telah dilakukan. Pertanggungjawaban sebagai
akuntabilitas mengisyaratkan sebuah kemampuan untuk menjelaskan kepada seseorang
yang memiliki kekuasaan untuk menilai pertanggungjawaban dan memberikan
penghargaan atau hukum. Kesemuanya digunakan untuk mewujudkan harapan-harapan
publik (masyarakat) dan standar kinerja umtuk menilai/menentukan kinerja, daya tanggap
atau bahkan moral organisasi pemerintah (Noah De Lissovoy & Peter Mclaren, 2003).
Dari berbagai definisi akuntabilitas seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui
media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.
Bentuk Akuntabilitas
Hal-hal yang telah dijelaskan di atas merupakan peristilahan-peristilahan untuk
menjelaskan pengertian akuntabilitas dari berbagai sudut pandang. Menurut Sirajudin H
Saleh dan rekan, akuntabilitas sebenarnya merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan
manusia yang meliputi: akuntabilitas internal dan eksternal.
Dari sisi internal seseorang, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut
kepada Tuhannya. Akuntabilitas yang demikian ini meliputi pertanggungjawaban diri
sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya yang hanya diketahui dan dipahami
oleh dia sendiri. Oleh karena itu, akuntabilitas internal ini disebut juga sebagai akuntabilitas
spiritual. Ledivina V. Carino mengatakan bahwa dengan disadarinya akuntabilitas spiritual
ini, maka pengertian accountable atau tidaknya seseorang bukan hanya dikarenakan dia
tidak sensitif terhadap lingkungannya. Akan tetapi, lebih jauh dari itu yakni seperti adanya
perasaan malu atas warna kulitnya, tidak bangga menjadi bagian dari suatu bangsa, kurang
nasionalis, dan sebagainya. Akuntabilitas yang satu ini sangat sulit untuk diukur karena
tidak adanya indikator yang jelas dan diterima oleh semua orang serta tidak yang
melakukan pengecekan, pengevaluasian, dan pemantauan baik sejak tahap proses sampai
dengan tahap pertanggungjawaban kegiatan itu sendiri. Semua tindakan akuntabilitas
spiritual didasarkan pada hubungan seseorang tersebut dengan Tuhan. Namun, apabila
benar-benar dilaksanakan dengan penuh iman dan takwa, kesadaran akan akuntabilitas
spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja orang
tersebut. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil
yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi dengan instansi yang lainnya
dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang
sama.
Akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada
lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat.
Kegagalan seseorang untuk memenuhi akuntabilitas eksternal mengakibatkan pemborosan
waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya yang lain, penyimpangan
kewenangan, dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepadanya. Akuntabilitas eksternal
lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia memang sudah jelas.
Kontrol dan penilaian dari pihak
eksternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sistem dan prosedur
kerja.
Akuntabilitas eksternal baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi merupakan hal
yang paling banyak dibicarakan dalam konteks akuntabilitas.
Akuntabilitas eksternal terdiri dari :
1. Akuntabilitas Eksternal untuk Pelayanan Publik pada Organisasi Sendiri. Dalam
akuntabilitas ini, setiap tingkatan pada hierarki organisasi diwajibkan untuk accountable
kepada atasannya dan kepada yang mengontrol pekerjaannya. Untuk itu, diperlukan
komitmen dari seluruh petugas untuk memenuhi kriteria pengetahuan dan keahlian dalam
pelaksanaan tugas-tugasnya sesuai dengan posisi tersebut.
2. Akuntabilitas Eksternal untuk Individu dan Organisasi Pelayanan Publik di luar
Organisasi Sendiri. Akuntabilitas ini mengandung pengertian akan kemampuan untuk
menjawab setiap pertanyaan yang berhubungan dengan capaian kinerja atas pelaksanaan
tugas dan wewenang. Untuk itu, selain kebutuhan akan pengetahuan dan keahlian seperti
yang disebutkan sebelumnya, juga dibutuhkan komitmen untuk melaksanakan kebijakan
dan program-program yang telah dijanjikan/dipersyaratkan sebelum dia memangku jabatan
tersebut.
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah
Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara, pelaksanaan AKIP harus
berdasarkan antara lain pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan.
2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara
konsisten dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang
diperoleh.
5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah lebih efektif, sangat diperlukan komitmen yang kuat dari organisasi yang
mempunyai wewenang dan bertanggung jawab di bidang pengawasan dan penilaian
terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Di Indonesia, kewajiban instansi pemerintah untuk menerapkan sistem akuntabilitas kinerja
berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Inpres tersebut dinyatakan bahwa akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban secara
periodik.
Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada
dasarnya berlandaskan pada konsep manajemen berbasis kinerja. Adapun tahapan dalam
siklus manajemen berbasis kinerja adalah sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan stratejik yang meliputi penetapan visi dan misi organisasi
dan strategic performance objectives.
2. Penetapan ukuran-ukuran kinerja atas perencanaan stratejik yang telah ditetapkan
yang diikuti dengan pelaksanaan kegiatan organisasi.
3. Pengumpulan data kinerja (termasuk proses pengukuran kinerja), menganalisisnya,
mereviu, dan melaporkan data tersebut.
4. Manajemen organisasi menggunakan data yang dilaporkan tersebut untuk
mendorong perbaikan kinerja, seperti melakukan perubahan-perubahan dan
koreksi-koreksi dan/atau melakukan penyelarasan (fine-tuning) atas kegiatan
organisasi. Begitu perubahan, koreksi, dan penyelarasan yang dibutuhkan telah
ditetapkan, maka siklus akan berulang lagi.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan
metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahaptahap sebagai
berikut :
1. Penetapan perencanaan stratejik.
2. Pengukuran kinerja.
3. Pelaporan kinerja.
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dimulai dari penyusunan perencanaan
stratejik (Renstra) yang meliputi penyusunan visi, misi, tujuan, dan sasaran serta
menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
ditetapkan. Perencanaan stratejik ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja
tahunan yang dibuat setiap tahun. Rencana kinerja ini mengungkapkan seluruh target
kinerja yang ingin dicapai (output/outcome) dari seluruh sasaran stratejik dalam tahun yang
bersangkutan serta strategi untuk mencapainya. Rencana kinerja ini merupakan tolok ukur
yang akan digunakan dalam penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu
periode tertentu. Setelah rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran
kinerja. Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan data
kinerja.
Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja yang dinyatakan dalam satuan indikator
kinerja. Dengan diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja,
maka instansi pemerintah perlu mengembangkan sistem pengumpulan data kinerja, yaitu
tatanan, instrumen, dan metode pengumpulan data kinerja. Pada akhir suatu periode,
capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan atau yang meminta
dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Tahap terakhir,
informasi yang termuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi perbaikan kinerja instansi
secara berkesinambungan.
Dalam perkembangan selanjutnya, melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia menginstruksikan tentang
penyusunan penetapan kinerja kepada menteri, jaksa agung, panglima TNI, kepala Polri,
kepala LPND, gubernur, bupati, dan walikota, sebagaimana tercantum pada butir ketiga
Inpres tersebut, yaitu sebagai berikut :
”Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat di bawahnya secara berjenjang, yang
bertujuan untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu dengan sumber daya tertentu,
melalui penetapan target kinerja serta indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan
pencapaiannya baik berupa hasil maupun manfaat.
Metode Untuk Menegakkkan Akuntabilitas Kontrol Legislatif : Di banyak negara, legislatif
melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah
komisi di dalamnya. Jika komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka
mereka dapat meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya
terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan kekuasaan
pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja. Akuntabilitas Legal : Ini
merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum. Pemerintah dituntut untuk
menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada badan peradilan yang independen.
Aturan hukum yang dibuat berdasarkan landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan,
dan semua pejabat publik dapat dituntut pertanggung jawabannya di depan pengadilan atas
semua tindakannya. Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda
secara signifikan antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan administratif
khusus seperti perancis, hingga negara yang yang memiliki tatanan hukum di mana semua
persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang sama, termasuk yang berkaitan
dengan pernyataan tidak puas masyarakat terhadap pejabat publik. Dua faktor utama yang
menyebabkan efektivitas akuntabilitas legal adalah kualitas institusi hukum dan tingkat
akses masyarakat atas lembaga peradilan, khususnya yang berhubungan dengan biaya
pengaduan. Institusi hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem
pelayanan hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.
Ombudsman : Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi maupun
legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsmen mengakomodasi
keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun rekomendasi tentang bagaimana
keluhan tersebut diatasi tanpa membebani masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di
Swedia pada abad 19, Ombudsmen
telah menyebar ke berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Secara
umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya secara langsung kepada lembaga ini,
baik melalui surat maupun telepon. Di beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen
dilihat sebagai perluasan kontrol parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat
disalurkan melalui anggota parlemen. Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan
tugas investigatifnya tanpa memungut biaya dari masyarakat.
Desentralisasi dan Partisipasi : Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat ditegakkan
melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi. Terdapat beberapa situasi
khusus di mana berbagai tugas pemerintah didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan
oleh para birokrat lokal yang bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal.
Legitimasi elektoral juga menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat.
Tetapi cakupan akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih
merupakan fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan
sesuai derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS hingga
otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang. Ketergantungan yang
tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan koperasi berbasis masyarakat dalam
penyediaan pelayanan publik menjadi salah satu perkembangan yang menjanjikan bagi
terwujudnya manajemen publik yang terdesentralisasi dan bertanggung jawab. Kontrol
Administratif Internal : Pejabat publik yang diangkat sering memainkan peran dominan
dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif permanennya masa jabatan serta
keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala unit pemerintahan setingkat menteri
diharapkan dapat mempertahankan kontrol hirarkis terhadap para pejabatnya dengan
dukungan aturan dan regulasi administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-
negara dengan struktur administratif yang lemah, terutama di negara-negara berkembang
dan beberapa negara komunis, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang terbatas.
Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara kepemimpinan politik
yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat secara permanen. Jika mereka
melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak
lama di negara-negara maju) dan jika mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi
korban adalah kepentingan publik.
Media massa dan Opini Publik : Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai metode
dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat tergantung tingkat
dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya misalnya, adalah bagaimana dan
sejauhmana masyarakat mampu mendayagunakan media massa untuk memberitakan
penyalahgunaan kekuasaan dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang
menentukan dampak aktual dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan
berekspresi dan berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan
tersebut dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat
diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan) dan
pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita, lembaga
konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan berbagai tugas
pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses masyarakat terhadap
informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi (misalnya, UU Kebebasan Informasi)
dengan hanya mempertimbangkan pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian
sempit) dan privasi setiap individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya
dapat diakses secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit.
Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya
menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan efektivitas media massa
akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil yang diberikan kepada warga negara,
pemahaman mereka akan hak dan kewajibannya, di samping kesiapan untuk
menjalankannya.

Tiga Dimensi Akuntabilitas


Akuntabilitas Politik, biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu
mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif
dan eksekutif dalam suatu pemerintahan. Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut bersifat
temporer karena mandat pemilut sangat tergantung pada hasil pemilu yang dilakukan pada
interval waktu tertentu. Untuk negara-negara di mana mandat pemilu mendapat legitimasi
penuh (pemilu bersifat bebas dan hasilnya diterima oleh semua pihak), masyarakat
menggunakan hak suaranya untuk mempertahankan para politisi yang mampu
menunjukkan kinerja yang baik serta menjatuhkan pemerintahan yang berunjuk prestasi
buruk. Mandat elektoral yang kuat memberikan legitimasi kepada pemerintah dan
membantu menjamin kredibilitasnya, di samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan
yang diformulasikannya. Akuntabilitas Finansial, fokus utamanya adalah pelaporan yang
akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui
laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan
bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien
dan efektif. Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiapkan laporan, proses
audit, serta kualitas audit. Perhatian khusus diberikan pada kinerja dan nilai uang serta
penegakan sanksi untuk mengantisipasi dan mengatasi penyalahgunaan, mismanajemen,
atau korupsi. Jika terdapat bantuan finansial eksternal, misalnya dari pinjaman lembaga
keuangan multilateral atau melalui bantuan pembangunan oleh lembaga donor, maka
standar akuntansi dan audit dari berbagai lembaga yang berwenang harus diperhatikan. Hal
inilah yang kiranya dapat menjelaskan besarnya perhatian pada standar akuntansi dan audit
internasional dalam menegakkan akuntabilitas finansial. Hasil dari akuntabilitas finansial
yang baik akan digunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan mobilisasi dan
alokasi sumber daya serta mengevaluasi tingkat efisiensi penggunan dana. Hasil juga dapat
digunakan oleh masyarakat umum dan stakeholders (seperti donor) untuk menilai kinerja
pemerintah berdasarkan sasaran tertentu yang telah disepakati sebelumnya. Akuntabilitas
administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan
diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi
yang demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik,
khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer
perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu
tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah
sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa
tertentu.
Konsep Kinerja
Kinerja selalu dikaitkan dengan akuntabilitas mengingat bukti atau wujud nyata dari
akuntabilitas adalah kinerja yaitu hasil kerja yang dijanjikan kepada publik pada setiap
tahun anggaran termasuk yang dijanjikan dalam Pemilu ataupun sumpah jabatan. Istilah
kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai penampilan,
unjuk kerja ataupun prestasi kerja. Istilah ini menunjukkan pelaksanaan atau pencapaian
dari suatu tugas atau pencapaian hasil dari seseorang ketika diuji. Sejumlah pemikiran,
tulisan, dan debat mengenai kinerja mengalami kemajuan sejak tahun 1920-an, menjelaskan
sistem penilaian kinerja dan belum ada petunjuk penilaian secara lengkap. Tetapi suatu
ketika pada tahun 1980-an dalam sistem manajemen berdasar tujuan menempatkan dan
menggunakan kinerja sebagai dasar pengupahan. Untuk memahami konsep dasar penilaian
kinerja dengan melihat bagaimana kepantasan menilai atau menghargai apa yang
dikerjakan oleh pegawai dengan menjelaskan baik atau buruk hasilnya secara nyata dan
kelihatan.
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002) memberikan pengertian atau kinerja sebagai
berikut : Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-
fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005) yang
mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan
perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu
dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Dessler (2009) berpendapat : Kinerja (prestasi
kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang
diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang
disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya
dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari
karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.
Prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu selama kurun waktu tertentu. Dalam definisi ini secara jelas menekankan prestasi
kerja sebagai hasil atau apa yang diakibatkan dari pelaksanaan suatu fungsi pekerjaan
tertentu. Sejalan dengan penekanan terhadap hasil tetapi mengkaitkan dengan kriteria.
Kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan dibanding dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria dapat dikaitkan dengan target hasil yang harus
dicapai maupun target waktu mengerjakan. Kinerja merupakan suatu “tindakan”, kinerja
merupakan suatu pola tindakan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan, yang diukur
berdasarkan perbandingan dengan berbagai standart. Kinerja dapat berarti prestasi kerja,
prestasi penyelenggaraan sesuatu”. Tampak yang terjadi dalam kenyataan bahwa sebuah
pekerjaan adalah sebuah proses yang mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output).
Kinerja individu sangat tergantung dari perpaduan hasil sifat individu, usaha dalam kerja
dan dukungan organisasi.
Kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan,
kinerja merupakan suatu tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Pihak terkait adalah yang melaksanakan mandat dan pemberi mandat
atau yang berwenang meminta pertanggungjawaban. Kinerja atau tindakan apa yang harus
dilakukan, bagaimana masukan, proses, keluaran hasil dari apa yang telah dilakukan.
Kesemuanya ini harus dibicarakan terlebih dahulu antara dua belah pihak. Dalam pada itu
komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang dilaksanakan secara kemitraan, antara
seorang karyawan dengan penyelianya/atasan, untuk mencapai akuntabilitas kinerja yang
tinggi memerlukan pemahamanan tentang :
1. Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan.
2. Seberapa besar konstribusi pekerjaan karyawan bagi pencapaian tujuan organisasi.
3. Apa arti konkritnya “melakukan pekerjaan yang baik”.
4. Bagaimana karyawan dan penyelianya bekerja sama untuk mempertahankan,
memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada
sekarang.
5. Bagaimana prestasi kerja diukur.
6. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa
pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil kerja oleh
seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja merupakan cerminan
hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang. Kinerja perorangan dengan
kinerja lembaga atau kinerja perusahaan terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan
lain bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan juga baik.
Definisi yang secara langsung mengemukakan akuntabilitas kinerja adalah Akuntabilitas
Kinerja adalah suatu maksud dari pertimbangan kebijakan dan program dengan mengukur
hasilnya atau hasil dibandingkan dengan standardnya. Suatu sistem akuntabilitas kinerja
menyediakan kerangka kerja untuk mengukur hasil tidak hanya proses atau beban kerja dan
mengorganisasikan informasi sehingga dapat dipergunakan secara efektif oleh pimpinan
politik, pembuat kebijakan, dan manajer program. Pemimpin/manajer dapat memegang
prediksi keberhasilan usahanya, juga dapat mengadakan penyesuaian kebijakan, program
apabila diperlukan dalam proses pelaksanaannya. Suatu sistem akuntabilitas juga dapat
menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang dilayani. Fokus pada hasil yang
membedakan akuntabilitas kinerja dari cara-cara yang lebih tradisionil mengakses kinerja
kebijakan atau program pada pemerintah. Sistem manajemen pelaporan lainnya cenderung
untuk terkonsentrasi pada “masukan” atau “proses” dari sistem pelayanan kemanusiaan,
jumlah orang yang dilayani, biaya pelayanan, bagaimana prosedur dilaksanakan, apakah
standard mutu tercapai, atau apakah pengeluaran sesuai dengan anggaran.
Dalam penerapannya suatu sistem akuntabilitas kinerja yang mempunyai karakteristik
tertentu, yaitu :
1. Sistem akuntabilitas kinerja berfokus pada outcome. Menentukan outcome yang tepat
untuk diukur merupakan hal penting dan tersulit dalam mendefinisikan akuntabilitas. Fokus
pada outcome lebih mudah dalam teori daripada dalam prakteknya, karena outcome tidak
mudah didefinisikan. Keberhasilan langkah pendefinisian tergantung pada siapa desainer
sistem akuntabilitas mencoba untuk menginformasi-kannya. Hal ini tergantung apakah
dalam mencoba mengukur outcome dari kebijakan, program, atau keduanya. Permasalahan
ini bahkan muncul sebelum mengarah pada apakah outcome dapat diukur atau tidak.
Namun fokus pada hasil yang membuat proses pengembangan sistem akuntabilitas kinerja
sangat bernilai bagi pimpinan politik, pembuat kebijakan dan juga manajer program.
2. Sistem akuntabilitas kinerja menggunakan sedikit indikator terpilih untuk mengukur
kinerja. Meskipun sistem akuntabilitas kinerja tidak membutuhkan statistik secara
keseluruhan, fokus utama adalah untuk penggunaan indikator terpilih sebagai indikator
outcome yang diinginkan. Pada suatu sistem yang ideal seharusnya sudah mempunyai
pengukuran yang sensitif dan langsung dari outcome program dan kebijakan. Dalam
kenyataannya menghadapi keterbatasan kemampuan untuk mendefinisikan outcome dengan
baik dan untuk mengumpulkan data yang tepat serta biaya yang efektif. Dalam sistem
akuntabilitas yang baik, sedikit indikator terpilih yang mampu memberikan informasi yang
besar apakah outcome yang diinginkan akan tercapai. Tujuannya adalah untuk mempunyai
jumlah indikator yang cukup valid dan beralasan sebagai penuntun bagi pembuat kebijakan
dan program ataupun manajer.
3. Sistem akuntabilitas kinerja harus menginformasikan keputusan-keputusan manajemen
kebijakan dan program. Suatu sistem akuntabilitas membutuhkan keseimbangan informasi
yang dapat dipercaya, mudah dikumpulkan, cepat dan tepat waktu sehingga antara pembuat
kebijakan dan manajer program dapat membuat koreksi dalam pelaksanaannya.
4. Sistem akuntabilitas kinerja menghasilkan data yang konsisten sepanjang waktu. Sistem
akuntabilitas kinerja dibangun berdasarkan struktur pemerintahan, sehingga informasi yang
dihasilkan seringkali tergantung pada perbandingan sepanjang waktu, data harus konsisten
yang terkumpul secara reguler perbulan, persemester, pertahun. Untuk mengidentifikasikan
kecenderungan dan signal kapan dibutuhkan penyesuaian perlu dilakukan perbandingan
kinerja dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan menjadi tidak berarti apabila
indikator kinerja tidak konsisten sepanjang waktu.
5. Sistem akuntabilitas kinerja melaporkan outcome secara reguler dan dipublikasikan.
Laporan reguler digunakan oleh pembuat kebijakan dan manajer program dapat
menyesuaikan dengan situasi yang berkembang dan menyediakan bukti akan keberhasilan
atau kegagalan dalam pelayanan. Laporan kinerja yang dipublikasikan memberikan
informasi kepada konsumen jasa untuk membuat pilihan yang terinformasikan secara
benar. Bagi penyedia jasa dapat memperbaiki pelayanan dan mendemonstrasikan
akuntabilitas kepada publik. Berdasarkan hal ini, disainer sistem akuntabilitas kinerja perlu
untuk memikirkan secara hati-hati siklus pelaporan, format pelaporan hasil dan yang
penting adalah penggunaan laporan.
Berdasarkan analisis teori pengertian akuntabilitas kinerja adalah merupakan instrumen
pertanggungjawaban yang meliputi berbagai indikator dan mekanisme kegiatan
pengukuran, penilaian, dan pelaporan kinerja secara menyeluruh untuk memenuhi
kewajiban dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada pejabat yang bersangkutan. Indikatornya
meliputi: penetapan kinerja, indikator input (masukan), indikator kinerja output (keluaran),
indikator kinerja outcome (hasil), pengukuran kinerja, keberhasilan, kegagalan,
pelaporan/pertanggung-jawaban, tanggung gugat.
Syarat Penilaian Kinerja
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja
yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif; dan (2)
adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes, 2003). Sedangkan dari sudut pandang
kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian (2002) menjelaskan bahwa bagi individu
penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan,
keletihan, kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana danpengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil
penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang
berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen,
seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta berbagai aspek
lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka
penilaian yang baik harus dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang
ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara
sistematik. Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai
harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian
kepegawaian.
Metode Penilaian Kinerja
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana diungkapkan oleh
Gomes (2003:137-145), yaitu :
1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk
menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis. Yang
termasuk kedalam metode tradisional adalah :
a. Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak
digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur
karakteristik, misalnya mengenai inisitaif, ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya
terhadap tujuan kerjanya.
b. Employee comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan
cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode ini terdiri
dari :
(1) Alternation ranking : yaitu metode penilaian dengan cara mengurutkan peringkat
pegawai dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
(2) Paired comparation : yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai
dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif
keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang
relatif sedikit.
(3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan paired comparation, tetapi
digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak.
c. Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi penilaian yang
dilakukan oleh bagian personalia.
d. Freeform essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang
berkenaan dengan orang/karyawan/pegawai yang sedang dinilainya.
e. Critical incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai
tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku catatan
khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. Misalnya
mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
2. Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam
menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah :
a. Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai
khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan
dari dalam.
b. Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung
diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan
kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masingmasing yang ditekankan pada
pencapaian sasaran perusahaan.
c. Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai individu
modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan
terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Dalam menemukan faktor-faktor mempengaruhi kinerja penulis mencoba mengacu pada
beberapa kerangka teori dan model yang dikembangkan oleh beberapa ahli. Dengan
mengacu pada kerangka yang digunakan oleh para ahli pada penelitian kinerja organisasi.
Beberapa pandangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi publik,
yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu, dapat ditemui dari berbagai kepustakaan yang
berusaha menggambarkan kinerja organisasi publik. Suatu organisasi, terlepas dari
bagaimana bentuknya organisasi tersebut, apapun tujuan yang akan tercapai semaksimal
mungkin. Untuk mencapai target tersebut, banyak faktor ynag dapat mempengaruhinnya.
Muljarto (1997: 243) menyatakan bahwa: “organisasi bukanlah sistem yang tertutup
melainkan organisasi tersebut akan selalu dipaksa untuk memberi tanggapan atas
ragnsangan yang berasal dari lingkungannya”. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari dua
segi: pertama adalah lingkungan eksternal yang umumnya menggambarkan kekuatan yang
berada diluar organisasi seperti faktor politik, ekonomi dan sosial, kedua adalaah
lingkungan internal yaitu faktor-faktor dalam organisasi yang mencipatakan iklim
organisasi dimana berfungsinya kegiatan mencapai tujuan. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Higgins (Salusi, 1996: 65) menyatakan bahwa : “ada dua kondisi yang dapat
mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu kapabilitas organisasi yaitu konsep yang dipakai
untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal yang terdiri atas dua faktor strategi yaitu
kekuatan dan kelemahan”. Kekuatan adalah situasi dan kemampuan internal yang bersifat
positif, yan memungkinkan organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam mencapai
sasarannya; sedangkan kelemahan adalah situasi dan ketidakmampuan internal yang
mengakibatkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Kedua faktor ini saling
berkaitan dan saling mempengaruhui. Faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat
kemampuan internal organisasi antara lain: struktur organisasi, sumber daya baik dana
maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang dimiliki, integritas seluruh seluruh karyawan dan
integritas kepemimpinan. Kondisi yang kedua adalah lingkungan eksternal, yang terdiri
atas dua faktor stratejik, yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi
dan faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan melampaui
pencapaian sasarannya; sedangkan ancaman adalah faktor-faktor eksternal yang
menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Dalam mengamati lingkungan
eksternal, ada beerapa sektor yang peka secara stratejik, artinya bisa menciptakan peluang,
atau sebaliknya merupakan ancama. Perkembangan teknologi misalnya, peraturan
perundang undangan, atau situasi keuangan, dapat saja memberi keuntungan atau kerugian
bagi organisasi. Tetapi yang jelas, peluang dan ancaman hadir pada setiap saat dan
senantiasa melampaui sumber daya yang tersedia. Artinya, kekuatan yang dimiliki
organisasi selalu berada dalam posisi lebih lemah dalam mengulangi ancaman, bahkan
dalam mengejar dan memanfaatkan peluang sekalipun. Sementara itu Steers (1980:6)
menyatakan bahwa “faktor-faktor yang menyokong keberhasilan suatu organisasi dapat
ditemukan dalam empat kelompok umum”. Keempat kelompok umum tersebut adalah:
a. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan terknologi organisasi. Yang
dimaksudkan dengan struktur adalah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai
dalam organisasi, sehubungan dengan susunan umber daya manusia. Struktur adalah cara
unik suatu organisasi menyusun orangorangnya untuk menciptakan sebuah organisasi.
Dengan demikian pengertian struktur meliputi faktor-faktor seperti luasnya desentralisasi
pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi,
dan seterusnya. Jadi, keputusan mengenai cara bagaimana orang-orang akan
dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dilain pihak, yang dimaksud dengan
tekhnologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi
keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam
proses mekanis yang digunakan dalam produksi, variasi dalam bahan yang digunakan dan
variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran.
b. Karakteristik lingkungan, mencakup dua aspek yaitu yang pertama adalah lingkungan
ekstern, yaitu semua kekuatan yang timbul di luar batas-batas organisasi dan
mempengaruhi keputusan serta tindakan didalam organisasi (contoh: kondisi ekonomi dan
pasar, peraturan Pemerintah), yang kedua, adalah lingkungan intern, yang dikenal sebagai
iklim organisasi meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja (contoh: pekerja sentris,
orientasi pada prestasi) yang sebelumnya telah ditunjukkan mempunyai hubungan dengan
segi-segi tertentu dari efektivitas, khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat
individual (contoh: sikap kerja, prestasi). c. Karakteristik pekerja, perhatian harus diberikan
kepada perbedaan individual antara pekerja dalam hubungannya dengan efektivitas. Pekerja
yang berlaianan mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-
beda. Variasi sifat manusia ini sering menyebabkan prilaku orang berbeda satu sama lain,
walaupun mereka ditempatkan di satu lingkungan kerja yang sama. Lagi pula perbedaan-
perbedaan individual ini dapat mempunyai pengaruh yang langsung terhadap dua proses
yang penting, yang dapat berpengaruh nyata terhadap efektivitas. Yaitu rasa keterikatan
terhadap organisasi atau jangkauan identifikasi para pekerja dengan majikannya, dan
prestasi kerja individual. Tanpa rasa keterikatan dan prestasi, efektifitas adalah mustahil. d.
Kebijakan dan praktek manajemen, peranan manajemen dalam prestasi organisasi, meliputi
variasi gaya, kebijakan dan praktek kepemimpinan dapat memperhatikan atau merintangi
pencapaian tujuan. Peran manajer memainkan peran sentral dalam keberhasilan suatu
perusahaan melalui perencanaan, koordinasi, dan memperlancar kegiatan yang ditujukan
kearah sasaran Adalah kewajiban mereka untuk menjamin bahwa struktur organisasi
konsisten dengan dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Lagipula
adalah tanggungjawab mereka untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas
sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejar
sasaran organisasi. Dengan makin rumitnya proses teknologi dan makin rumut dan
kejamnya keadaan lingkungan, pranan manajemen alam mengkoordinasi orang dan proses
demi keberhasilan organisasi tidak hanya bertambah sulit, tapi juga menjadi semakin
penting artinya. Menurut Bryson (1995: 25) bahwa: “faktor yang mempengaruhi kinerja
organisasi bukan semata bersifat internal seperti input proses manajemen, tetapi juga
lingkungan eksternal”. Walaupn faktor lingkungan eksternal ini sering kali berada diluar
jangkauan intervensi organisasi, namun mengingat keterpengaruhannya yang cukup
signifikan terhadap kinerja organisasi, maka kiranya faktor lingkungan eksternal tetap harus
menjadi perhatian dalam paya peningkatan kinerja suatu organisasi. Perkembangan di
lingkungan internal dan eksternalnya, tentunya kembali pada spesifikasi permasalahan yang
dihadapinya, yang kemudian pada sisi mana dari aspek tersebut yang paling diprioritaskan
kembali untuk dibenahi, baru kemudian dapat ditentukan upaya-upaya relevan yang dapat
dilakukan guna meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Untuk lebih meningkatkan
kinerja dinas tersebut secara teoritis menyeluruh aspek-aspek yang berpengaruh terhadap
kinerja, Pertama aspek-aspek input atau sumberdaya-sumberdayanya antara lain :
(1) Pengawasan sumber daya manusia;
(2) anggaran;
(3) sarana dan prasarana;
(4) informasi;
(5) budaya organisasi.
Kedua, hal yang berkaitan dengan proses manajemen dalam organisasi seperti :
(1) proses perecanaan;
(2) proses pengorganisasian;
(3) proses pelaksanaan;
(4) proses penganggaran;
(5) proses pengawasan;
(6) proses evaluasi dan sebagainya.
Setiap aspek tersebut mempunyai potensi yang sama untuk muncul sebagai faktor dominan
yang mempengarhi kinerja instansi Pemerintah, baik berpengaruh dalam arti negatif
(menjadikan lemahnya kinerja), maupun yang positif (meningkatkan kinerja). Disamping
faktor internal tersebut, perlu juga diperhatikan aspek-aspek lingkungan eksternal secara
langsung maupun tidak ikut mempengaruhi kinerjanya, seperti perubahan-perbahan kondisi
politik, ekonomi, sosial budaya dan teknologi, juga pihak-pihak yang terkait dengan
penyediaan input, misalnya wajib pajak dan para pembuat kebijakan dan sebagainya.
Kapasitas organisasi dapat memberi kontribusi pada keberhasilan implementasi.
Kemampan organisasi akan dipengaruhi tiga hal pokok yaitu: struktur organisasi, personel
dan finisial. Tiga hal tersebut bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Meskipun
suatu kebijakan telah dirumuskan dengan jelas (yang memungkinkan untuk
diimplementasikan secara mudah) akan tetapi mungkin saja bisa gagal oleh kelemahan
struktrur organisasi atau kelemahan sistem. Struktur yang ketat dan tersentralisir akan
mendukung kepatuhan. Jika semua dalam kondisi sama (struktur, dsb) maka keberhasilan
imlementasi nampaknya akan sangat tergantung pada karakter dari tujuan kebijakan itu
sendiri, jumlah staf yang memadai, ahli, dan mempnyai motivasi tinggi akan
mempermudah proses konversi pesan kebijakan menjadi realita. Hal ini akan lebih berhasil
lagi apabila juga didukung oleh kondisi finansial yang memadai. 1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merpakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
organisasi publik, sebagaimana pendapat Gogin dan Joedono (Numberi, 2000: 74)
menyatakan bahwa: “struktur organisasi merupakan unsuryang sangat penting karena
struktur organisasi akan menjelaskan bagaimana kedudukan, Tugas, dan fungsi
dialokasikan di dalam organisasi”. Hal ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap
cara orang melaksanakan tugasnya (bekerja) dalam organisasi. Ketika arah dan strategi
organisasi secara keseluruhan telah ditetapkan serta struktur organisasi telah di desain,
maka hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatan
atau menjalankan tugas dan fungsinya. Struktur organisasi adalah satu bagan yang
menggambarkan tipe organisasi, pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis
wewenang pejabat, bidang hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggungjawab, rentang
kendali dan sistem pimpinan organisasi. Struktur organisasi adalah kerangka yang
mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara bidang-bidang kerja, maupun
orang-orang yang menunjukkan kedudukan dan peranan masing-masing dalam kebutuhan
kerjasama. Organisasi dapat dirumuskan sebagai, atau sebagai sistem kerjasama
sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan ditinjau dari strukturnya,
organisasi apat dirumuskan sebagai susunan yang terdiri dari satuansatuan organisasi
beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugas, dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam
rangka pencapaian tujuan tertentu. Flippo (1997: 56) menyatakan bahwa: “hasil langsung
dari proses organisasi adalah struktur organisasi. Struktur adalah kerangka dasar dari
hubungan formal yang telah disusun”. Maksud dari struktur itu adalah untuk membantu
dalam mengatur dan mengarahkan usahausaha yang dilakukan dalam organisasi sehingga
dengan demikian usaha-usaha itu terkoordinir dan konsisten dengan sasaran organisasi.
Lebih lanjut Flippo menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk (tipe) dasar struktur
organisasi, yaitu struktur ini, struktur lini dan staf, struktur fungsional, struktur proyek.
Kaho (1990: 28) menyatakan bahwa: “ untuk mewujudkan satu organisasi yang baik serta
efektif dan agar struktur organisasi yang ada dapat sehat dan efisien, maka dalam organisasi
perlu diterapkan beberapa asas atau prinsip organisasi”. Dengan perkataan lain, organisasi
yang sehat, efektif, efisien adalah organisasi yang dalam pelaksanaan tugas-tugasnya
mendasari diri pada asas-asas organisasi tertentu. Asasasas organisasi terdiri dari :
1) rumusan tujuan dengan jelas,
2) pembagian pekerjaan,
3) pelimpahan/ pendelegasian wewenang,
4) koordinasi,
5) rentangan kontrol,
6) kesatuan komando

CONTOH TES SOAL


1. Apakah yang dimaksud dengan otonomi ?
2. Sebutkan beberapa otonomi dan aspek yang mendasari terkait dengan pelayanan
kebidanan ?
3. Sebutkan tujuan otonomi dalam pelayanan kebidanan ?
4. Sebutkan bentuk otonomi dalam pelayanan kesehatan ?
5. Jelaskan penerapan suatu system akuntabilitas kinerja yang memiliki kinerja ?
RANGKUMAN
Profesi kebidanan menyangkut dengan keselamatan jiwa manusia yang menjadi
tanggung jawab dan tanggung gugat atas semua tindakan kebidanan yang dilakukan.
Praktik kebidanan merupakan sesuatu yang sangat penting dan dituntut dalam profesi
kebidanan.
Tindakan yang dilakukan oleh profesi kebidanan ini didasari oleh kompetensi dan
evidence base dan diperkuat oleh landasan hukum yang mengatur profesi yang
bersangkutan.
Seorang bidan memiliki kewenangan atas hak otonomi dan kemandirian untuk
bertindak secara professional yang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan standar profesi kebidanan. Jadi otonomi dalam pelayanan kebidanan ini adalah
kekuasaan seorang bidan dalam melakukan praktik kebidanan yang sesuai dengan peran
dan fungsi bidan berdasarkan wewenang yang dimiliki oleh bidan itu sendiri.

KUNCI JAWABAN SOAL LATIHAN


1. Secara etimologi , Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang artinya sendiri, dan
nomos yang berarti hukuman atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan
sendiri (Danuredjo, 1979).

2. 1. Kepmenkes Republik Indonesia 900/ Menkcs/SK/ VII/ 2002 Tentang registrasi dan
praktik bidan.
2. Standar Pelayanan Kebidanan, 2001.
3. Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/ 2007 Tentang Standar
Profesi Bidan.
4. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
5. PP No 32/Tahun 1996 Tentang tenaga kesehatan.
6. Kepmenkes Republik Indonesia 1277/Menkes/SK/XI/2001 Tentang organisasi
dan tata kerja Depkes.
7. UU No 22/ 1999 Tentang Otonomi daerah.
8. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
9. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung, dan transplantasi.
10. KUHAP, dan KUHP, 1981.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/ Menkes/ Per/ IX/
1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.
12. UU yang terkait dengan Hak reproduksi dan Keluarga Berencana;
>UU No. 10/1992 Tentang pengembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera.
>UU No. 23/2003 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan di
Dalam Rumah Tangga.
3. 1. Untuk mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan.
2. Untuk menyusun rencana asuhan kebidanan.
3. Untuk mengetahui perkembangan kebidanan melalui penelitian.
4. Berperan sebagai anggota tim kesehatan.
5. Untuk melaksanakan dokumentasi kebidanan.
6. Untuk mengelola perawatan pasien sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya.
4. 1. Mengkaji kebutuhan dan masalah kesehatan
2. Menyusun rencana asuhan kebidanan
3. Melaksanakan asuhan kebidanan
4. Melaksanakan dokumentasi kebidanan
5. Mengelola keperawatan pasien dengan lingkup tanggung jawab
5. 1. Sistem akuntabilitas kinerja berfokus pada outcome. Menentukan outcome yang tepat
untuk diukur merupakan hal penting dan tersulit dalam mendefinisikan akuntabilitas.
Fokus pada outcome lebih mudah dalam teori daripada dalam prakteknya, karena
outcome tidak mudah didefinisikan. Keberhasilan langkah pendefinisian tergantung
pada siapa desainer sistem akuntabilitas mencoba untuk menginformasi-kannya. Hal
ini tergantung apakah dalam mencoba mengukur outcome dari kebijakan, program,
atau keduanya. Permasalahan ini bahkan muncul sebelum mengarah pada apakah
outcome dapat diukur atau tidak. Namun fokus pada hasil yang membuat proses
pengembangan sistem akuntabilitas kinerja sangat bernilai bagi pimpinan politik,
pembuat kebijakan dan juga manajer program.
2. Sistem akuntabilitas kinerja menggunakan sedikit indikator terpilih untuk mengukur
kinerja. Meskipun sistem akuntabilitas kinerja tidak membutuhkan statistik secara
keseluruhan, fokus utama adalah untuk penggunaan indikator terpilih sebagai
indikator outcome yang diinginkan. Pada suatu sistem yang ideal seharusnya sudah
mempunyai pengukuran yang sensitif dan langsung dari outcome program dan
kebijakan. Dalam kenyataannya menghadapi keterbatasan kemampuan untuk
mendefinisikan outcome dengan baik dan untuk mengumpulkan data yang tepat serta
biaya yang efektif. Dalam sistem akuntabilitas yang baik, sedikit indikator terpilih
yang mampu memberikan informasi yang besar apakah outcome yang diinginkan
akan tercapai. Tujuannya adalah untuk mempunyai jumlah indikator yang cukup valid
dan beralasan sebagai penuntun bagi pembuat kebijakan dan program ataupun
manajer.
3. Sistem akuntabilitas kinerja harus menginformasikan keputusan-keputusan
manajemen kebijakan dan program. Suatu sistem akuntabilitas membutuhkan
keseimbangan informasi yang dapat dipercaya, mudah dikumpulkan, cepat dan tepat
waktu sehingga antara pembuat kebijakan dan manajer program dapat membuat
koreksi dalam pelaksanaannya.
4. Sistem akuntabilitas kinerja menghasilkan data yang konsisten sepanjang waktu.
Sistem akuntabilitas kinerja dibangun berdasarkan struktur pemerintahan, sehingga
informasi yang dihasilkan seringkali tergantung pada perbandingan sepanjang waktu,
data harus konsisten yang terkumpul secara reguler perbulan, persemester, pertahun.
Untuk mengidentifikasikan kecenderungan dan signal kapan dibutuhkan penyesuaian
perlu dilakukan perbandingan kinerja dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan
menjadi tidak berarti apabila indikator kinerja tidak konsisten sepanjang waktu.
5. Sistem akuntabilitas kinerja melaporkan outcome secara reguler dan dipublikasikan.
Laporan reguler digunakan oleh pembuat kebijakan dan manajer program dapat
menyesuaikan dengan situasi yang berkembang dan menyediakan bukti akan
keberhasilan atau kegagalan dalam pelayanan. Laporan kinerja yang dipublikasikan
memberikan informasi kepada konsumen jasa untuk membuat pilihan yang
terinformasikan secara benar. Bagi penyedia jasa dapat memperbaiki pelayanan dan
mendemonstrasikan akuntabilitas kepada publik. Berdasarkan hal ini, disainer sistem
akuntabilitas kinerja perlu untuk memikirkan secara hati-hati siklus pelaporan, format
pelaporan hasil dan yang penting adalah penggunaan laporan.
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih,Heni Puji. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta.Fitramaya, 2009


Ayurai. 2009. Otonomi dalam pelayanan Kebidanan. www.google.com. 09 Maret 2011
http://indah-fedri.blogspot.com/2013/10/ruang-lingkup-asuhan-kebidanan.html
http://wantisaputri.blogspot.com/2014/03/etikolegal-dalam-pelayanan-kebidana.html
http://wardaheva93.blogspot.com/2013/04/makalah-otonomi-dalam-pelayanan.html
KEGIATAN BELAJAR 3
TRANSISI DARI MAHASISWA KE OTONOM, BIDAN YANG AKUNTABEL DAN
PENGEMBANGAN PROFESIOAL BERKELANJUTAN, DAN RENCANA
BELAJAR SEPANJANG HAYAT; KETERAMPILAN BELAJAR MANDIRI.

Perkembangan Pendidikan Bidan


Sofyan (2005) mempunyai sejarah pendidikan bidan yaitu:
- 1938: pendidikan bidan berdasar lulusan MULO (SMP)
- 1954: dibuka pendidikan Guru Bidan selama 3 tahun
- 1976: semua pendidikan bidan dihapus, menjadi SPK
- 1985: pendidikan bidan A (SPK + 1 tahun)
- 1993: pendidikan bidan B (Akper + 1 tahun)
pendidikan bidan C (SMP + 3 tahun)
- 1996: pendidikan D III Kebidanan
- 2000: pendidikan D IV Kebidanan
- 2006: pendidikan S2 Kebidanan
Pengembangan pendidikan kebidanan seharusnya dilakukan secara berkesinambungan,
berjenjang dan berlanjut sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang
mengabdi ditengah tengah masyarakat. Sehingga mahasiswa diharapkan mempunyai
prinsip belajar seumur hidup dengan motivasi belajar tinggi.
Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet tahun 1992 menjelaskan tentang
perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di
desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA termasuk pembinaan dukun bayi, yang
berorientasi pada kesehatan masyarakat. Berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di
rumah sakit, dimana pelayanan diberikan berorientsi pada individu (Sofyan, 2005). Hal ini
diharapkan mahasiswa belajar untuk mengerti dan paham tentang tugas pokok bidan dalam
memberikan pelayanan.
3) Peran Fungsi dan Kompetensi Bidan
Berdasarkan Wahyuningsih (2007), peran fungsi bidan yaitu:
a) Peran sebagai Pelaksana, terdiri dari: tugas mandiri, tugas kolaborasi dan tugas merujuk.
b) Peran sebagai Pengelola, yaitu dengan mengembangkan pelayanan kebidanan untuk
individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat.
c) Peran sebagai Pendidik, yaitu dengan memberikan pendidikan dan penyuluhan
kesehatan.
d) Peran sebagai Peneliti/Investigator, yaitu melakukan investigasi atau penelitian terapan
dalam bidang kesehatan.
Sesuai dengan Kepmenkes RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 dalam Wahyuningsih (2007)
maka bidan memiliki 9 kompetensi:
Kompetensi ke 1 : Pengetahuan umum, ketrampilan dan perilaku yang berhubungan dengan
ilmu-ilmu sosial, kesehatan masyarakat dan kesehatan profesional.
Kompetensi ke 2 : Pra Konsepsi, KB dan Ginekologi.
Kompetensi ke 3 : Asuhan konseling selama kehamilan.
Kompetensi ke 4 : Asuhan selama persalinan dan kelahiran.
Kompetensi ke 5 : Asuhan pada ibu nifas dan menyusui.
Kompetensi ke 6 : Asuhan pada bayi baru lahir.
Kompetensi ke 7 : Asuhan pada bayi dan balita.
Kompetensi ke 8 : Kebidanan komunitas.
Kompetensi ke 9 : Asuhan pada ibu atau wanita dengan gangguan reproduksi.
4) Kode Etik Bidan Indonesia menurut Wahyuningsih (2007) Kode Etik Bidan Indonesia
digunakan sebagai pedoman dalam berperilaku. Secara umum Kode Etik tersebut berisi 7
bab, yaitu:
kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir); kewajiban bidan terhadap
tugasnya (3 butir); kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2
butir); kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir); kewajiban bidan terhadap diri sendiri
(2 butir); kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir); dan penutup
(1 butir). Dalam menempuh pendidikan, mahasiswa diharapkan termotivasi belajar untuk
paham dan mengerti kode etik bidan agar dalam menjalankan tugasnya kelak tidak
melanggar kode etik profesi.
5) Standar Pelayanan Kebidanan menurut Sofyan (2005) Terdiri dari Standar Pelayanan
Umum yaitu persiapan untuk kehidupan keluarga sehat, pencatatan dan pelaporan; Standar
Pelayanan Antenatal yaitu identifikasi ibu hamil, pemeriksaan dan pemantauan antenatal,
palpasi abdominal, pengelolaan anemia pada kehamilan, pengelolaan dini hipertensi pada
kehamilan, persiapan persalinan; Standar Pertolongan Persalinan yaitu asuhan persalinan
kala I, persalinan kala II yang aman, penatalaksanaan aktif persalinan kala III, penanganan
kala II dengan gawat janin melalui episiotomi; Standar Pelayanan Nifas yaitu perawatan
bayi baru lahir, penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan, pelayanan bagi ibu
dan bayi pada masa nifas; Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal yaitu
penanganan perdarahan dalam kehamilan pada trimester III, kegawatan pada eklamsia,
kegawatan pada partus lama/macet, persalinan dengan penggunaan Vakum Ekstraktor,
penanganan retensio plasenta, perdarahan postpartum primer, perdarahan postpartum
sekunder, penanganan sepsis puerperalis, dan asfiksia neonatorum. Setelah mengetahui isi
Standar Pelayanan Kebidanan, diharap mahasiswa termotivasi belajar guna memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan di masa depan.

Persepsi terhadap Profesi Bidan


Persepsi terhadap profesi bidan mempunyai pengertian sebagai tanggapan yang
menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar dan merasakan keberadaan profesi bidan
di sekitar kita dengan melihat kinerjanya, mendengar tanggapan orang lain, merasakan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan dan berkembangnya isu dan dilema tentang
profesi bidan. Padminingrum dan Widiyanti (2005) menyatakan bahwa terbentuknya
persepsi tidak lepas dari pengalaman dan pembelajaran masa lalu kita yang berkaitan
dengan orang, obyek atau kejadian serupa. Faktor lain yang mempengaruhi proses
terbentuknya persepsi seseorang yaitu umur, gender, agama, ekonomi dan sosial budaya.
Motivasi Belajar Mahasiswa
a. Pengertian Motivasi
Poerwadarminto (2005) mengartikan motivasi sebagai dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu. Sama halnya dengan Widayatun (2002) menyatakan bahwa motivasi berasal dari
bahasa latin Movere yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi inilah yang
mendorong seseorang utuk berperilaku beraktivitas dalam pencapaian tujuan. Sukmadinata
(2003) menambahkan bahwa motivasi terbentuk oleh tenaga-tenaga yang bersumber dari
dalam dan dari luar individu.
b. Motivasi Belajar Mahasiswa
Sukmadinata (2003) memberi pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan.
Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam
belajar sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan
kegiatan belajar. Syah (2005) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat dibedakan menjadi
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang
berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar,
seperti: perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya
untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa
yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, yang berupa: pujian,
penghargaan, hukuman, peraturan atau tata tertib sekolah, suri teladan orangtua dan guru.
Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal, akan
menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-
materi pelajaran baik di institusi pendidikan maupun di rumah. Syah (2005) menambahkan
bahwa dalam perspektif kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi
intrinsik karena lebih murni dan tidak bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.
Dorongan mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk
masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dibandingkan dengan dorongan
hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru.
Peranan Persepsi terhadap Pembentukan Motivasi Belajar
Persepsi yang merupakan suatu tanggapan dari bagaimana kita melihat, mendengar,
merasakan, memberi dan meraba, dimulai dari suatu kesan terhadap rangsangan.
Tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika rangsangan sudah tidak ada, kemudian
tanggapan tersebut mengalami proses pemahaman yang disebut appersepsi. Dimana setiap
individu akan menyimpan pemahamannya dalam ingatan. Fungsi penting dari ingatan
adalah menyimpan tanggapan-tanggapan yang berlangsung melaui pengamatan. Suatu saat
ingatan dapat dipanggil kembali dengan bantuan rangsangan. Fantasi adalah kemampuan
menggunakan tanggapantanggapan yang sudah dimiliki untuk menciptakan tanggapan-
tanggapan baru. Fantasi memberikan arti yang besar kepada kehidupan manusia. Oleh
sifatnya yang hidup, dinamis, dan kaya, maka fantasi sering mempengaruhi mimpi, harapan
dan perasaan untuk menyusun cita-cita dan rencana guna membangun kehidupan yang
lebih bahagia. Bahkan dalam dunia pengajaran dan pendidikan, fantasi memberikan
pengaruh yang besar untuk membangun motivasi belajar, semangat meneliti dan kreativitas
anak (Kartono, 2004). Mahasiswa pendidikan kebidanan pastilah memiliki cita-cita untuk
menjadi bidan profesional, dimana harus memenuhi kecakapan sesuai standar, baik
pengetahuan maupun keterampilan. Hai ini akan mendorong mahasiswa untuk memenuhi
kebutuhan materi ajar saat menempuh pendidikan kebidanan. Sehingga dapat meningkatkan
motivasi belajar mereka. Syah (2005) juga menyatakan bahwa motivasi intrinsik dapat
mendorong melakukan tindakan belajar, seperti: perasaan menyenangi dan kebutuhannya
terhadap materi.
KETERAMPILAN BELAJAR

Keterampilan belajar merupakan keahlian yang didapatkan (acquired skills) oleh seorang
individu melalui proses latihan yang berkesinambungan dan mencakup aspek optimalisasi
cara-cara belajar baik dalam domain kognitif, afektif ataupun psikomotorik. Namun
demikian komponen utama latihan keterampilan belajar dalam konsepsi learning how to
learn difokuskan pada individu itu sendiri sebagai learner, sehingga setiap individu dilatih
untuk mengembangkanaya dan karakteristik belajarnya sendiri dan bukan ‘dipaksa’ untuk
mengikuti gaya belajar yang one size fits for all (satu cara yang sama untuk semua orang).

Secara umum keterampilan belajar menitikberatkan pada strategi pembelajaran untuk


membantu peserta didik menjadi lebih baik dan lebih mandiri dalam belajar. Peserta didik
akan belajar bagaimana mengembangkan dan menerapkan belajar, keterampilan
manajemen pribadi, dan interpersonal dan keterampilan kerja sama tim untuk
meningkatkan pembelajaran dan prestasi di sekolah. Program pembelajaran ini membantu
siswa untuk membangun kepercayaan diri dan motivasi untuk mengejar peluang untuk
sukses di sekolah menengah dan jenjang pendidikan selanjutnya.

Merujuk pada pengertian keterampilan belajar itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat
keterampilan belajar meliputi empat unsur utama yaitu:

1. Transformasi persepsi belajar.

dalam berbagai hal guna meningkatkan keahlian belajar dalam basic skills (membaca,
menulis dan mendengar) ataupun dalam menangani rasa takut dan kecemasan.
Transformasi ini tidak hanya melatih kemampuan kognitif saja akan tetapi juga meliputi
domain afektif dan psikomotorik dari setiap orang. Sehingga mampu menunjukkan
pemahaman tentang keterampilan dan strategi belajar yang diperlukan untuk sukses di
sekolah.
2. Keterampilan manajemen pribadi.

Kemampuan menerapkan pengetahuan keterampilan belajar dan kekuatan (potensi) belajar


yang dimilikinya untuk mengembangkan strategi guna memaksimalkan dan meningkatkan
pembelajaran sehingga dapat meraih kesuksesan belajar di sekolah menengah.

3. Interpersonal dan keterampilan kerjasama tim.

Kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan pengetahuan dan keterampilan yang


diperlukan untuk sukses dalam hubungan interpersonal dan kerjasama tim. Selain itu, juga
menunjukkan kemampuan yang tepat untuk menerapkan keterampilan interpersonal dan
kerjasama tim dalam berbagai lingkungan belajar.

4. Kesempatan Eksplorasi.

Mengembangkan portofolio dokumen yang terkait dengan penilaian diri,penelitian, dan


ekplorasi karir yang diperlukan untuk merencanakan jalur untuk keberhasilan sekolah
menengah.

Keempat unsur itu merupakan ciri keterampilan belajar yang utuh yang sebenarnya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran keterampilan belajar keempat
unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses
internalisasi keterampilan belajar di dalam sikap belajarnya secara utuh dan sempurna
sehingga dapat mengurangi kemungkinan kebuntuan dalam belajar (learning shutdown).

Tujuan pembelajaran keterampilan belajar adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran

2. Menumbuhkan minat dan motivasi belajar

3. Membentuk peserta didik yang mandiri dalam belajar


Konsepsi Belajar Sepanjang Hayat

1. Kehidupan Fisik dan Fikiran Kehidupan kemanusiaan dibangun oleh kehidupan : •


Kehidupan fisik Berawal dari kelahiran melalui ibu kandung, kemudian tumbuh dilengkapi
dengan kehidupan fikirannya yang semakin lama semakin sempurna dan menentukan
keberadaan kemanusiaanya. • Kehidupan fikiran Kehidupan fikiran manusia tidak saja
berupa untuk kerja dari bagian tubuh otak, saraf dan indera baik yang bersifat analisis
maupun sintesis, melainkan juga merupakan sarana dan prasarana memahami sumber dari
segala sumber kreativitasnya. Kehidupan fikiran manusia dikembangkan secara sadar
melalui pendidikan dan pengajaran di sekolah baik formal maupun tidak formal mulai dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Kehidupan fisik manusia memerlukan makan,
minum dan bergerak sehingga akan mati bila hal tersebut tidak terpenuhi. Demukian pula
kehidupan fikiran manusia akan mati bila tidak belajar atau berfikir. Tidak jarang manusia
fisiknya masih hidup tetapi pikirannya sudah mandeg, sehingga kita harus tetap mawas diri
apakah proses belajar masih berlangsung dalam diri kita atau tidak.

2. Proses Belajar Proses belajar ditunjukkan dengan adanya rasa ingin tahu yang
dikemukakan dalam bentuk pertanyaan atau bertanya. Sehingga bisa dikatakan bahwa tidak
bertanya atau tidak ingin tahu berarti tidak ada proses belajar. Semakin dewasa seseorang
mestinya semakin canggih proses belajar yang berlangsung dalam dirinya, berarti semakin
canggih caranya ia bertanya. Sehingga denga demikian tanpa dibarengi rasa ingin tahu,
kegiatan seperti kuliah, membaca atau praktikum bukanlah proses belajar yang
meningkatkan kehidupan fikiran seseorang, namun sekedar kegiatan merekam dan latihan
fisik belaka.

3. Metode Mencari Jawaban Upaya sistematik setelah merumuskan rasa ingin tahu
kedalam bentuk bertanya adalah dengan mencari jawaban. Terdapat beberapa metode
mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu, yaitu :
Konsepsi belajar sepanjang hayat

• Berguru Komunikasi dengan guru sangat manusiawi karena diselenggarakan dengan


nalar, rasa, bahasa, dan gerak yang telah sama-sama dipahami. Kelembagaan berguru ini
berkembang menjadi suatu sistem pendidikan yang formal yang menganut paham-paham
seakan-akan makin banyak guru adalah semakin baik.

• Membaca buku Menbaca buku adalah cara yang paling objektif untuk mengetahui
berbagai informasi keilmuan yang merupakan kompilasi pengalaman manusia yang
tertulisa secara sistematik. Membaca buku dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja,
dan kapan saja. Dengan membaca buku perpindahan informasi dapat langsung terjadi dari
tangan si penulis dengan seluruh pembacanya. Baca – tulis adalah budaya dasar umat
manusia untuk meningkatkan peradabannya. Oleh karena itu tingkat kemampuan membaca
dan menulis adalah kemampuan dasar kemanusiaan yang tidak akan tergantikan.
Kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis harus dipelihara setiap saat. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membaca, yaitu :

- Kemampuan berbahasa Kemampuan berbahasa tidak sekedar penguasaan


perbendaharaan atau tata bahasa, tetapi juga mencakup kemampuan berekspresi dan
apresiasi. Disamping bahasa dari berbagai bangsa yang maju tingkat keilmuannya, dalam
beberapa hal matematika (ilmu pasti) juga merupakan bagian dari bahasa keilmuan,
terutama untuk secara tepat mengungkapkan tingkat kepastian. Kemampuan berbahasa
yang tinggi membuka peluang untuk mengungkap pengertian yang tersurat maupun tersirat
pada tingkat keseksamaan yang tinggi.

- Kecepatan membaca Kemampuan untuk membaca dengan cepat ini perlu dilatih,
dipelihara, dan ditingkatkan. Huruf adalah lambang bunyi, kata adalah lambang arti,
kalimat adalah lambang pesan, dan alenia adalah lambang pokok pikiran. Oleh karena itu
perlu dilatih membaca alenia agar dapat menangkap pokok-pokok pikiran secara cepat dan
tepat, yang bersamaan dengan itu dapat ditangkap pesan utamanya dari kalimat kunci, dan
pengertian dasarnya dari kata kunci.
- Kemampuan untuk memilih dan membaca buku ajar (text book) Kemampuan minimal
yang harus dikuasai oleh seorang mahasiswa. Perpustakaan dengan segala tata caranya
harus merupakan bagian dari kehidupan mahasiswa.

Konsepsi belajar sepanjang hayat

Mahasiswa harus bisa menggunakan katalog atau software yang tersedia untuk penelusuran
buku dan memilih buku mana yang harus dibaca. Pengertian dari setiap jenis buku harus
difahami sehingga tepat dan benar menggunakannya. Mahasiswa harus bisa membedakan
mana buku ensiklopedia, buku indeks, kamus, journal, catatan, text book.

• Praktikum Keinginan tahu seseorang juga seringkali dapat dijawab dengan membaca
langsung kenyataan alamnya. Dalam hal ini kita harus mampu berdialog secara alami dan
secara manusiawi.

Dalam dialog manusiawi dimana lawan bicara kita adalah manusia juga maka lawan bicara
mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan pikirannya sendiri dengan bahasa yang
telah sama-sama diketahui. Sedangkan dialog dengan alam terlebih dahulu kita harus
melakukan kompilasi logika alam ke dalam pikiran manusiawi kita.

Pelajaran Kimia, Fisika, Biologi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya pada dasarnya
adalah proses kompilasi pikiran alam ke dalam pikiran manusia yang akan terungkap
kembali saat kita berdialog dengan alam.

Berdialog dengan alam tidak mudah, mungkin paling sulit. Oleh karena itu suatu cara
sistematik perlu dikembangkan, yaitu dengan cara membawa fenomena alam itu ke dalam
laboratorium untuk ditelaah. Praktikum pada dasarnya adalah latihan untuk memiliki
kemampuan itu, kemampuan berdialog dengan alam.
Dengan demikian praktikum bukan sekedar cara untuk melengkapi atau menyempurnakan
penguasaan materi perkuliahan, melainkan menanamkan pengertian dan kemampuan dasar
untuk dapat berdialog langsung dengan alam secara alami dan manusiawi.

4. Metode SQ3R Dalam membaca buku ajar (text book) metode SQ3R dapat digunakan,
yaitu: • Survey Melihat sekilas buku dengan ilustrasinya, membaca kata pengantarnya, dan
seterusnya sehingga menimbulkan rasa ingin tahu dan bertanya. • Question Bertanya-tanya
tentang bahan yang akan dibahas, dalam buku ajar seringkali disiapkan daftar pertanyaan
untuk membantu pembaca memandu rasa ingin tahunya. • Read Membaca secara cepat dan
menyeluruh untuk menangkap pokok-pokok pikiran, tidak mengulang-ulang membaca kata
atau kalimat.

Pembangunan pendidikan nasional adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pembangunan
pendidikan merupakan bagian penting dari upaya membangun karakter secara menyeluruh
dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa.
Keberhasilan pendidikan dalam membangun karakter manusia diperlukan pendidikan yang
akurat karena pendidikan akan memberikan kontribusi besar pada pencapaian tujuan
pembangunan nasional secara keseluruhan. Dewasa ini, pembangunan dan pembinaan
karakter suatu bangsa menjadi suatu istilah yang semakin sering diungkapkan namun
diperlukan pemahaman yang lebih baik, khususnya dalam menjadikan pembangunan fisik
suatu bangsa sebagai salah satu instrumen dalam pembinaan karakter manusia. Secara
empirik pendidikan di Indonesia mengalami degradasi pemaknaan nilai-nilai pendidikan.
Ketika komersialisasi dalam duniapendidikan semakin merajalela, ketika pendidikan bukan
menjadi milik semua orang, dan ketika pendidikan terbaik hanya bisa dinikmati oleh orang-
orang yang memiliki kelebihan uang. Dampak terbesar yang dirasakan adalah, ketika
materialisme seolah menjadi tujuan hidup. Perlu ada sebuah terobosan dalam dunia
pendidikan di Indonesia, yang mampu memberikan pencerahan bagi peserta didik.
Pendidikan yang lebih terbuka, terarah dan tidak hanya membahas soal teknis keilmuan
semata, namun suatu pendidikan yang mampu memberikan rangsangan inspiratif bagi
terjadinya perubahan karakter peserta didik. Layanan pendidikan alternatif yang
diprogramkan di luar sistem persekolahan tersebut bisa berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal sistem persekolahan. Secara garis besar
Judith Champan dan David Aspin menguraikan tentang peran sekolah dalam mewujudkan
belajar sepanjanghayat. Hal tersebut dilakukan melalui pengembangan kerjasama antara
sekolah dengan lembaga keluarga, lembaga bisnis, lembaga lain dalam masyarakat dan
dengan masyarakat sendiri.
Di samping itu sekolah juga memiliki peran sendiri. Dalam kaitannya dengan belajar
sepanjang hayat, wajib belajar harus ditujukan pada provisi berbasis pengetahuan, dan
pengembangan meta-skill untuk belajar. Oleh karena itu wajib belajar harus dapat
memberikan pengatahuan umum untuk pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan
pemerolehan keterampilan belajar yang diperlukan untuk belajar sepanjang hayat. Albert H.
Yee dan Joseph Y.S. Cheng mengupas tentang fenomena belajar sepanjang hayat yang
terjadi di Amerika dan Hongkong. Aspek psikologis dan kultural dijadikan pijakan dalam
analisisnya. Kedua faktor tersebut dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
proses belajar sepanjang hayat. Proses pertumbuhan dan pengasuhan berkait dengan
perkembangan manusia, dan hal tersebut terjadi dalam dan dipengaruhi oleh lingkungan
sosial budaya. Menurut Yukiko Sawono, Belajar sepanjang hayat telah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Jika pada masa sebelumnya, belajar dimaknai
secara sempit pada pendidikan waktu luang, dan hobi, sekarang dipandang sebagai satu
proses pendidikan untuk semua aspek pendidikan. Perhatian terhadap penerapan prinsip ini
pun semakin nyata. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan dan implementasi
pembaharuan pendidikan. Grace O.M.Lee memaparkan tentang perkembangan belajar
sepanjang hayat di Hongkong, dan peran apa yang harus dilakukan untuk dapat
meningkatkan kegiatan belajar tersebut. Brian Rice dan John Steckely menguraikan bahwa
Setiap masyarakat berusaha untuk mempertahankan kebudayaannya, tidak terkecuali
penduduk asli di Canada.
Prosespelestarian budaya tersebut dilakukan melalui belajar. Dalam masyarakat penduduk
asli Canada, proses belajar tersebut dilakukan melalui dua cara, yaitu : a). Ceritera. Dalam
hal ini orang tua (elders) memegang peran yang sangat penting. Melalui cerita ini mereka
menyampaikan berbagai pengetahuan yang menjadi dasar identitas budayanya pada semua
anggota masyarakat. Para orang tua akan melakukan kunjungan dari satu desa ke desa yang
lainnya. Di samping itu, masyarakat juga saling berkunjung untuk berceritera, mengajar
upacara dan peran yang dibutuhkan oleh anggota masyarakat dengan maksud untuk
mempertahankan budaya mereka. b). Upacara ritual. Cara ini dilakukan secara lebih formal
dalam satu acara ritual keagamaan yang khidmat.
Sekolah sebagai Pusat Belajar Sepanjang Hayat (Oleh: Judith Champan dan David Aspin)
Peran sekolah dalam mewujudkan belajar sepanjang hayat dilakukan melalui
pengembangan kerjasama antara sekolah dengan lembaga keluarga, lembaga bisnis,
lembaga lain dalam masyarakat dan dengan masyarakat sendiri. Di samping itu sekolah
juga memiliki peranan sendiri. Dalam kaitannya dengan belajar sepanjang hayat, wajib
belajar harus ditujukan pada provisi berbasis pengetahuan, dan pengembangan meta-skill
untuk belajar. Oleh karena itu wajib belajar harus dapat memberikan pengatahuan umum
untuk pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan pemerolehan keterampilan belajar
yang diperlukan untuk belajar sepanjang hayat. Sementara itu lembaga keluarga dapat
berfungsi sebagai sumber dukungan dan stimulus untuk meningkatkan pemahaman makna
dan nilai belajar sepanjang hayat Sebagai contoh : mengembangkan harapan tinggi pada
anak, impian masa depan, penghargaan terhadap kerja keras sebagai kunci keberhasilan,
persepsi sebagai lembaga penyelesaian masalah, ketaatan pada aturan rumah tangga,
menjalin komunikasi dengan sekolah. Di samping itu, sekolah dapat menumbuhkan
kesempatan belajar sepanjang hayat melalui kerjasama dengan keluarga. Hal lain yang
dipandang penting untuk dikembangkan adalah kerjasama dengan dunia bisnis. Kerjasama
ini dapat dikembangkan pada tingkat pengambilan kebijakan, manajemen sekolah,
pelatihan bagi para guru, pengiriman anak ke lembaga kerja, dan pembelajaran di kelas.
Untuk lebih mengoptimalkan perwujudan belajar sepanjang hayat, di samping kerjasama
sebagaimana di kemukakan di atas, lembaga sekolah juga perlu membuka diri untuk
menjalin kerjasama dengan berbagai potensi budaya masyarakat yang sangat beragam, dan
lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat untuk secara bersamasama memberi
kesempatan belajar bagi semua peserta didik dan anggota masyarakat.
Belajar Sepanjang Hayat di Amerika dan Hongkong: Sebelum dan sesudah Tahun 1977
(Oleh: Albert H. Yee dan Joseph Y.S. Cheng) Teori perkembangan yang dijadikan dasar
analsis Albert H. Yee dan Joseph Y.S. Cheng adalah teori Erikson. Dari delapan tahap
perkembangan Erikson, hanya tiga tahap yang digunakan sebagai pijakan untuk
menganalisis belajar sepanjang hayat, yaitu tahap awal, adolesen dan masa tua. Pada tahap
awal kemungkinan arah perkembangan yang terjadi adalah percaya vs tidak percaya.
Perkembangan ini sangat ditentukan oleh proses belajar dalam keluarga. Pada tahap
adolesen, perkembangan individu akan mengarah ke penemuan identitas diri atau
kebingungan peran. Pada tahap ini lembaga keluarga dan sekolah memiliki peran penting.
Pola asuh dalam lembaga keluarga, seperti harapan akan karier, kesuksesan, asprasi
pendidikan, akan sangat berpengaruh terhadap proses perkembangan tersebut. Dalam hal
ini remaja di Hongkong relatif tidak mengalami kesulitan bila dibandingkan dengan remaja
Amerika. Di Hongkong, lembaga keluarga memiliki tanggung jawab penuh terhadap masa
depan anaknya, oleh karena itu menaruh harapan tinggi terhadap pendidikan anaknya, dan
ikut menentukan proses pendidikannya. Sementara itu lembaga sekolah hanya memiliki
jalur linier dan tidak banyak memberi pilihan. Beda dengan di Hongkong, lembaga
keluarga Amerika lebih memberi kebebasan pada anaknya untuk memilih dan menentukan
masa depannya sendiri, dan sistem pendidikannya lebih banyak memberi pilihan
pengembangan karier. Pada tahap akhir, perkembangan akan mengarah pada kepuasaan
atau kekecewaan diri. Pada tahap ini lembaga keluarga dan masyarakat memiliki peran
penting dalam membantu perkembangan individu. Lebih lanjut penulis mengemukakan
bahwa teori perkembangan Erikson ini sangat membantu dalam mengantisipasi dan
menyiapkan perkembangan sepanjang rentang kehidupan individu. Dalam aspek kultural,
agama Konfucu dipandang memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap perilaku dan
pendidikan masyarakat Hongkong. Agama ini memiliki filosofi bahwa kebijaksanaan dan
pengetahuan dapat dimiliki oleh semua orang yang mau mencarinya. Oleh karena itu
individu harus belajar menjadi manusiawi melalui belajar sepanjang hayat, refleksi, disiplin
dan kerendahan hati. Dalam satu tulisan kuno, anonim, seorang ilmuwan Konfucu
mengatakan bahwa tujuan dari belajar adalah mengembangkan pengetahuan diri,
membantu orang lain mengaktualisasikan diri, dan berjuang untuk keunggulan moral.
Pentingnya pendidikan dalam ajaran Konfucu diilustrasikan Konfuscu sebagai seorang guru
dengan wajah tegang, membawa tongkat untuk menghardik murid yang malas.

Isu-Isu Global yang Muncul dari Pemikiran Tokoh Pendidikan dalam Buku Lifelong
Learning: Policies, Practices, And Programs
Pendidikan sepanjang hayat meliputi pendidikan sebagai program dan pendidikan sebagai
proses. Sebagai program maka bentuk kegiatannya antara lain meliputi Pendidikan
Informal, Pendidikan Formal dan Pendidikan Non formal. Kegiatan pendidikan sebagai
proses dicirikan dengan adanya seperangkat kegiatan penggorganisasian kegiatan
pembelajaran. Pendidikan sepanjang hayat mengacu kepada adanya serangkaian faktor
ektrinsik yang akan mendorong sesorang untuk dapat atau mau belajar. Belajar sepanjang
hayat adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang sepanjang rentang
kehidupannya, dikarenakan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dirinya dan
kebutuhan ini bersifat intrinsik, karena bergantung kepada motivasi dan kemampuan belajar
individu tersebut. Tiga terminologi utama yang mendasari konsep pendidikan sepanjang
hayat adalah ‘hidup atau kehidupan,’ ‘sepanjang hidup (sepanjang hayat)’ dan
‘pendidikan’. Arti yang terkandung dalam setiap terminologi ini, dan interpretasi yang
diberikan kepadanya secara luas menentukan cakupan dan pengertian pendidikan sumur
hidup atau sepanjang hayat. Pendidikan tidak berakhir pada saat berakhirnya pendidikan
sekolah, tetapi dia merupakan proses sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat terjadi
selama keseluruhan kurun kehidupan individu. Pendidikan sepanjang hayat merupakan
gagasan yang universal, terutama setelah ditegaskan oleh International Commision on the
Development of Education (ICED), melalui tulisan Edgar Faure dkk. yang berjudul
“Learning To Be : The World of Education to Day and Tomorrow”. (1972). Konsep
pendidikan sepanjang hayat memandang pendidikan sebagai satu sistem yang menyeluruh,
yang di dalamnya terkandung prinsip-prinsip pengorganisasian untuk pengembangan
pendidikan. Di abad XXI, pendidikan sudah semakin beragam, tugas-tugas dan bentuk-
bentuknya melingkupi pengetahuan hidup tentang dunia, tentang manusia-manusia lain,
dan tentang diri mereka sendiri, dengan dilandasi empat pilar pendidikan, yaitu : belajar
mengetahui (learning to know), belajar berbuat (learning to do), belajar hidup bersama -
belajar hidup dengan orang lain (learning to live together), dan belajar menjadi seseorang
(learning to be). Pembelajaran merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, yaitu
pembelajaran sejak lahir hingga akhir hayat yang diselenggarakan secara terbuka dan
multimakna. Pembelajaran sepanjang hayat berlangsung secara terbuka melalui jalur
formal, nonformal, dan informal yang dapat diakses oleh
peserta didik setiap saat tidak dibatasi oleh usia, tempat, dan waktu. Pembelajaran dengan
sistem terbuka diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian
program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry-multi exit system).

CONTOH SOAL LATIHAN


1. Sebutkan perkembangan pelayanan kebidanan ?
2. Sebutkan ciri keterampilan belajar yang utuh ?
3. Jelaskan pengertian motivasi belajar menurut sukmadinata tahun 2003 ?
4. Belajar Sepanjang Hayat di Amerika dan Hongkong: Sebelum dan sesudah Tahun 1977
(Oleh: Albert H. Yee dan Joseph Y.S. Cheng) ?
5. Bagaimanakah keterampilan belajar ?
RANGKUMAN
Persepsi yang merupakan suatu tanggapan dari bagaimana kita melihat, mendengar,
merasakan, memberi dan meraba, dimulai dari suatu kesan terhadap rangsangan.
Tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika rangsangan sudah tidak ada, kemudian
tanggapan tersebut mengalami proses pemahaman yang disebut appersepsi. Dimana setiap
individu akan menyimpan pemahamannya dalam ingatan. Fungsi penting dari ingatan
adalah menyimpan tanggapan-tanggapan yang berlangsung melaui pengamatan. Suatu saat
ingatan dapat dipanggil kembali dengan bantuan rangsangan. Fantasi adalah kemampuan
menggunakan tanggapantanggapan yang sudah dimiliki untuk menciptakan tanggapan-
tanggapan baru. Fantasi memberikan arti yang besar kepada kehidupan manusia.
Keterampilan belajar merupakan keahlian yang didapatkan (acquired skills) oleh seorang
individu melalui proses latihan yang berkesinambungan dan mencakup aspek optimalisasi
cara-cara belajar baik dalam domain kognitif, afektif ataupun psikomotorik. Namun
demikian komponen utama latihan keterampilan belajar dalam konsepsi learning how to
learn difokuskan pada individu itu sendiri sebagai learner, sehingga setiap individu dilatih
untuk mengembangkanaya dan karakteristik belajarnya sendiri dan bukan ‘dipaksa’ untuk
mengikuti gaya belajar yang one size fits for all (satu cara yang sama untuk semua orang).
JAWABAN LATIHAN SOAL
1. Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet tahun 1992 menjelaskan tentang
perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di
desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA termasuk pembinaan dukun bayi, yang
berorientasi pada kesehatan masyarakat. Berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di
rumah sakit, dimana pelayanan diberikan berorientsi pada individu (Sofyan, 2005). Hal ini
diharapkan mahasiswa belajar untuk mengerti dan paham tentang tugas pokok bidan dalam
memberikan pelayanan
2. 1. Transformasi persepsi belajar.
dalam berbagai hal guna meningkatkan keahlian belajar dalam basic skills (membaca,
menulis dan mendengar) ataupun dalam menangani rasa takut dan kecemasan.
Transformasi ini tidak hanya melatih kemampuan kognitif saja akan tetapi juga
meliputi domain afektif dan psikomotorik dari setiap orang. Sehingga mampu
menunjukkan pemahaman tentang keterampilan dan strategi belajar yang diperlukan
untuk sukses di sekolah.
2. Keterampilan manajemen pribadi.
Kemampuan menerapkan pengetahuan keterampilan belajar dan kekuatan (potensi)
belajar yang dimilikinya untuk mengembangkan strategi guna memaksimalkan dan
meningkatkan pembelajaran sehingga dapat meraih kesuksesan belajar di sekolah
menengah.
3. Interpersonal dan keterampilan kerjasama tim.
Kemampuan mengidentifikasi dan menjelaskan pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk sukses dalam hubungan interpersonal dan kerjasama tim. Selain itu,
juga menunjukkan kemampuan yang tepat untuk menerapkan keterampilan
interpersonal dan kerjasama tim dalam berbagai lingkungan belajar.
4. Kesempatan Eksplorasi.
Mengembangkan portofolio dokumen yang terkait dengan penilaian diri,penelitian,
dan ekplorasi karir yang diperlukan untuk merencanakan jalur untuk keberhasilan
sekolah menengah.
3. Sukmadinata (2003) memberi pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis di dalam diri yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai
tujuan. Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat
dalam belajar sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk
melakukan kegiatan belajar.
4. Belajar Sepanjang Hayat di Amerika dan Hongkong: Sebelum dan sesudah Tahun 1977
(Oleh: Albert H. Yee dan Joseph Y.S. Cheng) Teori perkembangan yang dijadikan dasar
analsis Albert H. Yee dan Joseph Y.S. Cheng adalah teori Erikson. Dari delapan tahap
perkembangan Erikson, hanya tiga tahap yang digunakan sebagai pijakan untuk
menganalisis belajar sepanjang hayat, yaitu tahap awal, adolesen dan masa tua. Pada
tahap awal kemungkinan arah perkembangan yang terjadi adalah percaya vs tidak
percaya. Perkembangan ini sangat ditentukan oleh proses belajar dalam keluarga. Pada
tahap adolesen, perkembangan individu akan mengarah ke penemuan identitas diri atau
kebingungan peran. Pada tahap ini lembaga keluarga dan sekolah memiliki peran
penting

5. Keterampilan belajar merupakan keahlian yang didapatkan (acquired skills) oleh seorang
individu melalui proses latihan yang berkesinambungan dan mencakup aspek
optimalisasi cara-cara belajar baik dalam domain kognitif, afektif ataupun psikomotorik.
Namun demikian komponen utama latihan keterampilan belajar dalam konsepsi learning
how to learn difokuskan pada individu itu sendiri sebagai learner, sehingga setiap
individu dilatih untuk mengembangkanaya dan karakteristik belajarnya sendiri dan
bukan ‘dipaksa’ untuk mengikuti gaya belajar yang one size fits for all (satu cara yang
sama untuk semua orang).
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. 2008. Surat Ijin Praktek Bidan. http://kpt.kamparkab.go.id/?q=node/53. Diakses
tanggal 12 Juni 2009.
Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hal: 106-24.
Bastable S. B. 2002. Perawat sebagai Pendidik. Jakarta: EGC. Hal: 56-8.
Hartono. 2008. SPSS 16.0 Analisis Data Statistika dan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hal: 53-92.
Hidayat A. A. A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika. Hal: 140-3.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif).
Jakarta: Gaung Persada Press.
Kartono K. 2004. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Hal: 45-69.
Narbuko C, Achmadi A. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hal: 125-
6.
Padminingrum D, Widiyanti E. 2005. Dasar-Dasar Komunikasi. (Modul Pembelajaran).
Surakarta: UNS. Hal: 71.
Poerwadarminto, W. J. S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hal: 756-865.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Hal: 73.
Sofyan, M. 2005. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus Pusat
IBI. Hal: 5-164.
Sugiyono. 2005. Metodologi Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta. Hal: 98.
Sukmadinata N. S. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hal: 156.
Sulistiyowati. 2008. Hubungan antara Harga Diri dengan Motivasi Belajar Mahasiswa
Semester II D IV Kebidanan UNS Surakarta 2007/2008. (Karya Tulis Ilmiah). Surakarta:
UNS.
Syah M. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hal: 136-7.
Taufiqurohman M. A. 2008. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan.
Surakarta: UNS Prees. Hal: 54.
Wahyuningsih, H. P. 2007. Etika Profesi Dilengkapi Hukum Kesehatan Dalam Kesehatan.
Yogyakarta: Fitramaya.
Ainsworth,. M. D. S.b Blchar. M. C.. Walthers, E. & Wall, S. (I97B). Patterns of
Attacbment: A Psychological Study of the Strange Situation, Hillsdale. NJ: Erlbaum.
Advisory Council for Adult and Continuing Eduction ( 1983). Continuing Education from
Policies to Practice In M Tight {Ed). Qpprortunities for adult Education. Kent: Biddles
Limited.
Association for the Study of Confucianism, Shanxi Province. (Ed.).(l988) A Compendium
of Assays on the Study of Confucian thought. Taiyuan. Shanxi, China: Shanxi Renmin
Chubanshe
Ball,C. (1993). Lifelong Learningand The School Curriculum. Paris: OECD/CERI
Bedcr.H.W(I98l). Adult Education Should not Require Support from Learner Fees. .ln B.
53
W Kreitlon (Ed). Examining Controversies in Continuing Education. San Francisco:
Jossey-Bass.
Campbell, D. (1992). Parents and Schools Working for Student Succes. NASSP Bulletin
1.9
Chapman,J.D. & Aspin,D.N. (in press). The School, The Community and Lifelong
Learning, London: Cassell.
Chukyoshin. (1996). First Report of 15th Session of the Central Council for Education: A
tnodel for tlft nation’s Education in the 2 1st Century — Zest for Living and Peace of
Mind. (Translation). Tokyo: Monbusho
Delors,J. (1996). Learning: The Treasure Within. Paris: UNESCO
Kimura, L.L. & ‘Aha Punana Leo. (1987). The Hawailan Language and its
Revitalization . In F Ahcnakcw & S. Fredeen (Eds), Our Languages, our
Survival: Proceedings of the Seventh Native American Languages Issues (pp. Il7-l23).
Saskatoon: Saskatchewan Indian Languages Institute.
Monbusho. (1996). Japanese Government Policies in Eduction, Science and Culture 1996:
Tasks and & Prospects for a Lifelong learning Society: (Translation). Tokyo: Author.
Morin. R., & Balz D. (1996, January’ 28). Americans Losing trust in each oibcr and
institutions, Washington Post. A1,A6 & A7.
Watt.Y H.W. (1994). Motivation of Adult Learnes:Astudy of Student in the Open Learning
Institue of Hong Kong, With Policy Implications. Unpublished Mas-ter’s Thesis. City
Universiiy of Hong Kong. Hong Kong.
KEGIATAN BELAJAR 4
KONSEP PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN KETAHANAN DIRI
( RESILIENCE )

Pengertian Pengembangan Kapasitas


Menurut Milen (2004: 12), kapasitas diartikan sebagai kemampuan individu, organisasi
atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efisien, efektif dan
terus menerus. Morgan (dalam Haryanto, 2014: 14) mengartikan kapasitas sebagai
kemampuan, ketrampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi,
sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu organisasi, jaringan
kerja atau sektor, dan sistem yang lebih luas, untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan
mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu. Kapasitas juga
dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu dalam rangka
mencapai tujuan. Bank Dunia (dalam Haryanto, 2014: 17) menekankan kapasitas ke dalam
lima aspek, yaitu:
(1) pengembangan SDM, training, rekrutmen dan pemutusan pegawai profesional,
manajerial dan teknis,
(2) keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumberdaya dan gaya manajemen,
(3) networking, berupa koordinasi, aktifitas organisasi, fungsi, serta interaksi formal dan
informal, (4) lingkungan organisasi, yaitu aturan, undang-undang yang mengatur
pelayanan
publik, tanggungjawab dan kekuasaan, kebijakan seta daya dukungan keuangan
atau anggaran,
(5) lingkungan secara luas, meliputi: faktor-faktor politik, ekonomi, dan kondisi yang
mempengaruhi kinerja.
Grindle, Marilee (dalam Haryanto, 2014: 19), mengatakan pengembangan kapasitas
merupakan upaya yang ditujukan untuk mengembangkan berbagai strategi untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsibilitas kinerja pemerintah. Brown (dalam
Haryanto, 2014: 19) menjelaskan pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang dapat
meningkatkan kemampuan seseorang, suatu organisasi, atau suatu sistem untuk mencapai
tujuan-tujuan yang akan dicapai. Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (dalam
Haryanto, 2014: 20) mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai pembangunan atau
peningkatan kemampuan (capacity) secara dinamis untuk mencapai kinerja dalam
menghasilkan output dan outcome pada kerangka tertentu. Dari berbagai penjelasan tentang
pengembangan kapasitas di atas, pengembangan kapasitas dapat disimpulkan sebagai
proses peningkatan kemampuan individu atau organisasi atau komunitas untuk mencapai
visi, misi, tujuan, sasaran, output, outcome yang telah ditentukan.

Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Pengembangan Kapasitas


Faktor yang memengaruhi keberhasilan program pengembangan kapasitas secara garis
besar terbagi ke dalam dua komponen, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal meliputi: kepemimpinan, komitmen bersama (collective commitment), pengakuan
bersama atas kelemahan dan kekuatan, partisipasi, inovasi, dan akuntabilitas. Sedangkan
faktor eksternal meliputi: networking, informasi, dan regulasi. Aspek kepemimpinan.
Kepemimpinan yang kondusif (condusive leadership) merupakan hal yang paling mendasar
dalam mempengaruhi kesuksesan program institutional capacity development. Organisasi
harus secara terus-menerus mendorong terciptanya sebuah mekanisme kepemimpinan yang
dinamis dan adaptif sebagaimana yang dilakukan oleh sektor swasta. Ciri kepemimpinan
yang kondusif adalah adanya kesempatan yang luas pada setiap komponen organisasi
termasuk sumber daya personal untuk melakukan inisiasiinisiasi dalam pengembangan
kapasitas menuju pencapaian tujuan-tujuan organisasi yang diinginkan. Aspek komitmen
bersama (collective commitment). Komitmen bersama merupakan keterlibatan seluruh
aktor organisasi dalam mendukung keberhasilan program pengembangan kapasitas
kelembagaan. Komitmen bersama ini merupakan modal dasar yang harus terus menerus
ditumbuhkembangkan dan dipelihara secara baik oleh karena faktor ini akan menjadi dasar
dari seluruh rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi. Aspek
pengakuan atas kelemahan dan kekuatan lembaga. Proses pengembangan kapasitas
kelembagaan diawali dengan identifikasi exiting kapasitas. Oleh sebab itu, organisasi dan
individu harus secara transparan mengemukakan kekuatan dan kelemahan atas kepastian
yang tersedia keterbukaan akan pengakuan kondisi kapasitas yang ada ini sangat penting,
mengingat separuh dari persyaratan kesuksesan program pengembangan kapasitas
kelembagaan berawal dari kejujuran dan validitas dalam mengemukakan kekuatan dan
kelemahan kapasitas yang tersedia. Aspek partisipasi. Partisipasi dari seluruh unsur
lembaga, mulai dari staf terbawah sampai kepada pimpinan tertinggi di sebuah organisasi
sangat dibutuhkan untuk mensukseskan program pengembangan kapasitas kelembagaan.
Untuk itu, dalam rangka menjamin sustainability sebuah program, maka sebuah inisiasi
harus dibangun mulai dari tataran staf terbawah hingga pimpinan tertinggi dari sebuah
organisasi. Aspek inovasi. Institutional capacity development merupakan salah satu bentuk
inovasi. Capacity development merupakan sebuah program yang dinamis, yang disesuaikan
dengan tuntutan masyarakat dan perubahan lingkungan. Untuk itu, inovasi merupakan
bagian yang cukup penting dalam capacity development, khususnya dalam menyediakan
berbagai alternatif dan metode pembangunan yang beragam dan sesuai dengan kebutuhan.
Aspek transparasi. Transparansi menjadi aspek penting dalam pengembangan kapasitas
kelembagaan khususnya dalam rangka pengendalian pelaksanaan program agar tujuan
program dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, transparansi merupakan
aspek yang mampu menjamin agar program pengembangan kapasitas berjalan secara
legitimate, kredibel, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Aspek networking. “networking is a process of getting together to get ahead. It is a building


of mutually beneficial relationship”. Dalam kenyataannya, seringkali terjadi program
pengembangan kapasitas kelembagaan tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini bisa
disebabkan oleh keengganan individu untuk membangun mitra, dan mengabaikan aspek
kerjasama dalam pengembangan kapasitas kelembagaan. Harus difahami bahwa proses
pengembangan kapasitas kelembagaan tidak dapat dilakukan secara ego kelembagaan,
namun perlu dilakukan melalui kerjasama dengan para stakeholder terkait. Aspek
informasi. Informasi mengenai perubahan lingkungan atau perubahan akan kebutuhan
pelayanan masyarakat/produk sangat berguna bagi organisasi sebagai dasar dalam
mendesain program-program pengembangan kelembagaan. Organisasi yang memiliki
sedikit informasi tentang berbagai perubahan yang ada di lingkungan akan berpengaruh
terhadap kualitas dan keberhasilan program-program pengembangan yang didesain. Aspek
regulasi. Pola pikir seperangkat pimpinan dan budaya para pegawai sebuah kelembagaan
yang selalu berlindung pada peraturan yang ada serta berbagaifaktor legal-prosedural dari
pemerintah dapat menjadi faktor penghambat serius dalam keberhasilan program
pengembangan kelembagaan.
Oleh sebab itu, sebagai bagian dari sebuah implementasi program, reformasi terhadap
berbagai regulasi yang dilakukan secara kondusif dengan mempertimbangkan berbagai
dinamika yang muncul, merupakan salah satu cara yang perlu dilakukan dalam rangka
mendukung keberhasilan program pengembangan kapasitas kelembagaan (Haryanto, 2014:
29-32).

Proses Pengembangan Kapasitas


Proses pengembangan kapasitas berkaitan dengan strategi menata input (masukan) dan
proses dalam mencapai output dan outcome secara optimal, serta menata feedback sebagai
langkah perbaikan pada tahap berikutnya. Strategi menata masukan berkaitan dengan
kemampuan lembaga dalam menyediakan berbagai jenis dan jumlah serta kualitas sumber
daya manusia dan non sumber daya manusia sehingga siap untuk digunakan bila
diperlukan. Strategi menata proses berhubungan dengan kemampuan organisasi dalam
mendesain, memproses dan mengembangkan seperangkat kebijakan, struktur organisasi
dan manajemen. Strategi menata umpan balik (feedback) berkaitan dengan kemampuan
organisasi melakukan perbaikan secara berkesinambungan melalui evaluasi hasil yang telah
diacapai, dan mempelajari kelemahan atau kekurangan yang ada pada masukan, proses, dan
melakukan tindakan penyempurnaan secara nyata dengan melakukan berbagai penyesuaian
lingkungan yang terjadi (Haryanto, 2014: 26).

Tingkat Pengembangan Kapasitas Kelembagaan


Pengembangan kapasitas merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsibilitas dari kinerja suatu lembaga dalam
mencapai tujuan-tujuan organisasi, dengan memusatkan perhatian kepada 3 dimensi atau
tingkatan, yaitu:
(1) dimensi system
, (2) dimensi entitas,
(3) dimensi individu. Dalam dimensi sistem, maka perubahan diarahkan pada
reformasi kebijakan, yaitu melakukan perubahan pada “aturan main” dari kerangka kerja
kelembagaan yang dapat mendorong proses pencapaian tujuantujuan secara efektif dan
efisien. Dalam dimensi entitas atau organisasi, maka penguatan kelembagaan diarahkan
pada perbaikan instrumen manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan
tugas-tugas pada seluruh lini organisasi dan perbaikan pada struktur mikronya. Aktivitas
yang harus dilakukan adalah menata kembali struktur organisasi, mekanisme tata kerja,
proses pengambilan keputusan, sistem komunikasi internal dan eksternal (jaringan
komunikasi), sistem kepemimpinan, sistem insentif dan sistem pemanfaatan personel. Pada
tingkat individu, maka
pengembangan kapasitas diarahkan pada pengadaan, penyediaan dan pemanfaatan personil
yang kompeten secara manajerial dan secara teknis atau subtantif. Kegiatan utama
difokuskan pada sistem rekrutmen, pemetaan kompetensi pegawai, pelatihan, penempatan,
pengaturan kondisi dan lingkungan kerja, sistem insentif dan sistem penilaian kerja
(Haryanto, 2014: 25).

Kepemimpinan juga diperlukan untuk pengembangan kapasitas, dimana kepemimpinan


merupakan suatu yang dinamis, penting, dan memiliki kompleksitas tinggi. Dalam
(Sedarmayanti, 2009: 120) menyebutkan kata “pemimpin” mencerminkan kedudukan
seseorang atau kelompok orang pada hierarki tertentu dalam organisasi, yang mempunyai
bawahan, karena kedudukan yang bersangkutan mendapatkan atau mempunyai kekuasaaan
formal dan tanggung jawab.
Kepemimpinan merupakan proses dalam mempengaruhi orang lain agar mau dan tidak
melakukan sesuatu yang diinginkan, hubungan interaksi antarpengikut dan pemimpin
dalam mencapai tujuan bersama, proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang
diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan, proses memberi arti (pengarahan berarti)
terhadap usaha kolektif dan mengakibatkan kesediaaan untuk melakukan usaha yang
diinginkan untuk pencapaian sasaran, proses mempengaruhi kegiatan individu atau
kelompok dalam usaha mencapai tujuan pada situasi tertentu.
Menurut (Sedarmayanti, 2009: 130-131), menyebutkan tipe kepemimpinan yang terbentuk
dari pola dasar kepemimpinan, yaitu:
1. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal, kedudukan dan tugas anak buah semata-
mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan.
Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibanding dengan bawahannya.
Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat
sesuatu tanpa diperintah.
2. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas (Laissez faire)
Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberi
kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan
kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masingmasing, baik secara perorangan
maupun kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.
3. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok atau
oraganisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang yang dipimpinnya sebagai
subyek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreatifitas, inisiatif yang
berbeda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini berusaha memanfaatkan
setiap orang yang dipimpin. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan aktif,
dinamis, dan terarah, dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah,
yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Ketiga tipe
kepemimpinan di atas dalam praktiknya saling mengisi atau menunjang secara bervariasi,
disesuaikan dengan situasinya akan menghasilkan kepemimpinan efektif.

Pengelolaan Sumber Daya Manusia


William R. Tracey (dalam Haryanto, 2014: 61), melalui karyanya yang berjudul the human
glossary mengatakan human resources sebagai the people that staff and operate an
organization atau orang-orang yang menjadi pegawai dan mengoperasikan sebuah
organisasi. Sumber daya manusia (SDM) juga merupakan fungsi dari sebuah organisasi
yang berhubungan dengan orang-orang dan isu-isu yang berkaitan dengan orang-orang
seperti kompensasi, perekrutan, manajemen kinerja, dan pelatihan dalam sebuah organisasi
secara efektif, fungsi SDM dikelola secara sistematis dengan menggunakan prosedur yang
standar dan mapan oleh pegawai yang berdedikasi dan terlatih dalam manjemen SDM.
Manajemen SDM adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan
penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun
organisasi. Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan dengan kegiatan
pendayagunaan sumber daya manusia (Handoko, 2011: 4).
Marthin dan Jackson (dalam Haryanto, 2014: 61) mengatakan SDM adalah rancangan
sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat
manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Menurut Hasibuan
(dalam Haryanto, 2014: 62), SDM adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya
fisik yang dimiliki individu. SDM terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia,
dengan kata lain setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM atau
manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh sebuah lembaga
atau organisasi. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti
apa-apa.

KETAHANAN DIRI
Etika diperlukan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional. Etika merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya
manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan
dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing- masing yang terlibat
agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta
terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adatkebiasaan yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Negara hukum
(rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna.“Pertama, adalah
pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau pemerintahan dalam men-
campuri kehidupan dan pergaulan masyarakat. Kedua, jaminanjaminan hukum akan
hak-hak, baik sipil atau hak-hak pribadi (individual rights), hak- hak politik (political
rights), mau pun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi
yang melekat. secara alamiah pada setiap insan, baik secara pribadi atau
kelompok”. Hak atas pelayanan dan perlindungan ke-sehatan bagi ibu dan anak merupakan
hak dasar sebagaimana termaktub dalam Undang– undang Dasar 1945. Pasal 28 H
UUD 1945 1Bagir Manan, Teori Politik dan Konstitusi, Yog-yakarta: Fakultas Hukum
UII Press, 2003, hlm. 24 menentukan bahwa setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin
bertempat tinggal dan mendapat lingku-ngan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menentukan bawha
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus
pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan
masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa melayani
siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapu ia berada. Untuk menjaga
kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala
tindakan dan sesuatu yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik dari aspek input, proses dan output. Sebagai
seorang tenaga ke- sehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktik kebidanan secara
etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilai-nilai keyakinan
filosof i profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalam memberikan
persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih.Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya
meningkatkan ke sejah ter aan ibu d an jan in n ya salah satu upaya yang d ilakukan oleh
pemer in tah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang
membutuhkannya. Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal
yang penting dan di tuntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan
keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan 2 Yanti dan W E
Nurul, Etika Profesi Dan Hukum Kebidanan, Yogyakarta: Pustaka Rihama,2010, hlm. 85
tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga semua
tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence
based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang mengatur batas-batas
wewenang profesi yang bersangkutan.
Berbicara mengenai hukum dibidang kesehatan (kebidanan), apabila yang dimaksud
dengan hukum itu dalam arti sebagai struktur dan aturanaturan, maka pernyataan ini meru-
pakan salah satu dari 3 (tiga) macam pedoman yang ada. Pertama, hukum dalam arti
bahwa ada kekuatan-kekuatan sosial (dan hukum) yang dalam beberapa hal dirasakan
sebagai suatu keharusan atau wajib, sehingga dalam hal demikian itu terbentuk hukum;
Kedua, baru pada hu-kumnya sendiri yang berupa struktur dan aturan yang dalam
kenyataannya juga disebutkan Berdasarkan pembagian di atas, hukum kesehatan
(kebidanan) masuk pada kategori yang kedua, yaitu struktur dan aturan-aturan sebagai
satu keseluruhan yang secara utuh berhubungan dengan sistem hukum tertentu, yaitu
sistem yang dianut dalam masyarakat dan Negara Republik Indonesia, hukum
kesehatan (kebidanan dalam hal ini) meliputi peraturan hukum tertulis, kebiasaan,
yurisprudensi dan doktrin/ajaran ilmu pengetahuan, sedangkan objek hukum ke Undang-
Undang kesehatan yang baru ini mendefinisikan Tenaga Kesehatan sebagai setiap orang
yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang sehatan (kebidanan) adalah
perawatan kesehatan.
Untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
kesehatan dikelompokkan ke dalam tenaga medis (dokter, dokter gigi, dokter spesialis
dan dokter gigi spesialis), tenaga psikologis klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan,
tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga
gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisan medis, tenaga teknik biomedika, tenaga
kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lain. Tenaga Kebidanan yaitu bidan baik yang
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
atau bidan yang diberikan tugas khusus, mereka samasama memiliki tugas sebagai
tenaga kesehatan yang memiliki hak dan kewajiban sebagai tenaga kesehatan sebagaimana
yang tercantum dalam Pasal 57, Pasal 58 dan Pasal 59. Kewenangan bidan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 62 ayat 1 mengatakan bahwa Tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktek harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada kompetensi yang
dimilikinya. Menurut penjelasan Pasal 62 ayat (1) huruf c Undang-Undang RI No. 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan “kewenangan berdasarkan
kompetensinya” adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri
sesuai dengan lingkup dan tingkat kompentensinya, antara lain untuk bidan adalah ia
memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan
anak, pelayanan kesehatan reproduksi dan Keluarga Berencana. Jika bidan tidak
melaksanakan ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang RI No. 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan, ia dikenai sanksi administratif. Ketentuan sanksi ini diatur
dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan. Sanksi yang dikenal dalam Undang- Undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan adalah sanksi administratif, yakni sanksi ini dijatuhkan jika bidan yang
bersangkutan dalam menjalankan praktiknya tidak sesuai dengan kompetensi yang
dimilikinya.

CONTOH LATIHAN SOAL


1. Jelaskan pengertian kapasitas kemampuan ?
2. Sebutkan tipe kepemimpinan yang terbentuk dari pola dasar kepemimpinan
(Sedarmayanti, 2009: 130-131) ?
3. Bagaimanakan pengelolaan Sumber Daya Manusia William R. Tracey (dalam Haryanto,
2014: 61)?
4. Bagaimana etika Profesi Dan Hukum Kebidanan ?
5. Pasal berapa yang mengatur tentang tanggung jawab kelayakan kesehatan ?
RANGKUMAN
Menurut Milen (2004: 12), kapasitas diartikan sebagai kemampuan individu, organisasi
atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efisien, efektif dan
terus menerus. Morgan (dalam Haryanto, 2014: 14) mengartikan kapasitas sebagai
kemampuan, ketrampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi,
sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu organisasi, jaringan
kerja atau sektor, dan sistem yang lebih luas, untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan
mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu.
Menurut (Sedarmayanti, 2009: 130-131), menyebutkan tipe kepemimpinan yang terbentuk
dari pola dasar kepemimpinan, yaitu:
1. Tipe Kepemimpinan Otoriter
Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal, kedudukan dan tugas anak buah semata-
mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan.
Pimpinan memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibanding dengan bawahannya.
Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat
sesuatu tanpa diperintah.
2. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas (Laissez faire)
Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberi
kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan
kegiatan menurut kehendak dan kepentingan masingmasing, baik secara perorangan
maupun kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.
3. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok atau
oraganisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang yang dipimpinnya sebagai
subyek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreatifitas, inisiatif yang
berbeda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini berusaha memanfaatkan
setiap orang yang dipimpin. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan aktif,
dinamis, dan terarah, dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah.
KUNCI JAWABAN LATIHAN SOAL
1. Menurut Milen (2004: 12), kapasitas diartikan sebagai kemampuan individu, organisasi
atau sistem untuk menjalankan fungsi sebagaimana mestinya secara efisien, efektif dan
terus menerus. Morgan (dalam Haryanto, 2014: 14) mengartikan kapasitas sebagai
kemampuan, ketrampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai, hubungan, perilaku, motivasi,
sumber daya, dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu organisasi,
jaringan kerja atau sektor, dan sistem yang lebih luas, untuk melaksanakan fungsi-fungsi
mereka dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dari waktu ke waktu.
2. Menurut (Sedarmayanti, 2009: 130-131), menyebutkan tipe kepemimpinan yang
terbentuk dari pola dasar kepemimpinan, yaitu:
1. Tipe Kepemimpinan Otoriter
2. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas (Laissez faire)
3. Tipe Kepemimpinan Demokratis
3. Pengelolaan Sumber Daya Manusia William R. Tracey (dalam Haryanto, 2014: 61),
melalui karyanya yang berjudul the human glossary mengatakan human resources
sebagai the people that staff and operate an organization atau orang-orang yang menjadi
pegawai dan mengoperasikan sebuah organisasi. Sumber daya manusia (SDM) juga
merupakan fungsi dari sebuah organisasi yang berhubungan dengan orang-orang dan
isu-isu yang berkaitan dengan orang-orang seperti kompensasi, perekrutan, manajemen
kinerja, dan pelatihan dalam sebuah organisasi secara efektif, fungsi SDM dikelola
secara sistematis dengan menggunakan prosedur yang standar dan mapan oleh pegawai
yang berdedikasi dan terlatih dalam manjemen SDM.
4. Etika Profesi Dan Hukum Kebidanan, Yogyakarta: Pustaka Rihama,2010, hlm. 85
tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga
semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu
evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang mengatur
batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.
5. Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 menentukan bawha negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, 2003, Teori Politik dan Konstitusi, Yog-yakarta: Fakultas Hukum UII Press;
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung;
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta;
Yanti dan W E Nurul, 2010, Etika Profesi Dan Hukum Kebidanan, Yogyakarta: Pustaka
Rihama;
UUD RI Tahun 1945;
Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1464/Menkes/PER/X/2010 tentang Izin Dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Presedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Handoko, Hani. 2011. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.Yogyakarta:
BPFE.
Hardiyansyah, 2011. Kualitas Pelayanan Publik (Konsep, Dimensi, Indikator dan
Implementasinya). Yogyakarta: Gava Media.
Haryanto, 2014. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan (Institutional Capacity
Development) (Teori dan Aplikasi). Jakarta: AP21 Nasional.
KEGIATAN BELAJAR 5
KONSEP KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan
sesuatu. ·seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988), kepemimpinan lebih dari
sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diforinalkan mungkin
sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak
menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin
membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang
terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan
clan hukum, restrukturisasi organisasi, clan mengkomunikasikan visi. Berdasarkan
penjelasan terse but,· maka pengertian · pemimpin yang efektif dalam hubungannya dengan
bawahan adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan pribadi
dari bawahan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai
andil dalam mengimplementasikannya.
Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan
kekuasaan ·. pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya.
Terdapat beberapa sumber clan bentuk kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi,
keahlian, penghargaan, referensi, informasi clan hubungan. Pada dasamya kemampuan
untuk mempengaruhi orang atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan tersebut terdapat
kekuasaan. Kekuasaan tak lain adalah kemampuan untuk mendapatkan orang lain untuk
melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lainnya. Praktik kepemimpinan berkaitan
dengan mempengaruhi tingkah laku clan perasaan orang lain baik secara individual maupun
kelompok dalam arahan tertentu. Kepemimpinan menunjuk pada proses untuk membantu
mengarahkan clan memobilisasi orang atau ide-idenya.

Transisi dalam Teori Kepemimpinan


Kepemimpinan adalah terjemahan clari bahasa lnggris leadership yang berasal dari kata
leader. Kata leader muncul pada tahun 1300-an sedangkan kata leadership muncul
belakangan sekitar tahun 1700-an. Literatur tentang kepemimpinan jumlahnya sangat
banyak, beberapa bahkan membingungkan clan bertolak-belakang. Untuk menjelaskan "apa
yang membuat pemimpin itu efektif' terclapat beberapa penclekatan. Pertama, pendekatan
berdasarkan sifat-sifat kepribadian umum yang dimiliki seorang pemimpin lebih besar
claripacla yang bukan pemimpin. Kedua, berclasarkan pendekatan tingkah laku pemimpin.
Ketiga, berclasarkan penclekatan kemungkinan (situasional). Keempat, pendekatan kembali
kepada sifat atau ciri clari suatu persfektif yang berbecla yaitu mencoba mengidentifikasi
seperangkat ciri pemimpin yang menjadi acuan orang lain. Hingga tahun 1940-an kajia.n
tentang kepemimpinan diclasarkan pada teori sifat. Teori kepemimpinan sifat aclalah teori
yang mencari sifat-sifat kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membeclakan antara
pemimpin clan . bukan pemimpin. Berdasarkan teori ini kepemimpinan itu dibawa sejak
Jahir atau merupakan bakat bawaan. Misalnya ditemukan adanya enam macam sifat yang
membedakan antara pemimpin clan bukan pemimpin yaitu ambisi clan enerji, keinginan
untuk memimpin, kejujuran clan integritas, rasa percaya diri, intelejensi, clan pengetahuan
yang relevan clengan pekerjaan. Namun clemikian teori sifat ini ticlak memberikan bukti
kesuksesan seorang pemimpin. Antara tahun 1940-an hingga 1960-an berkembangkan toeri
kepemimpinan tingkah laku.
Teori kepemimpinan tingkah laku yang mengusulkan bahwa tingkah laku tertentu
membeclakan antara pemimpin clan bukan pemimpin. Berclasarkan teori ini kepemimpinan
itu dapat diajarkan, maka untuk melahirkan pemimpin yang efektif kita bisa menclesain
sebuah program khusus. Selanjutnya antara tahun 1960-an hingga tahun 1970-an
berkembang kajian-kajian kepemimpinan yang menclasarkan pacla teori kemungkinan.
Teori kemungkinan atau situasional menclasarkan bukan pacla sifat atau tingkah laku
seorang pemimpin, namun efektivitas kepemimpinan dipengaruh oleh situasi tertentu.
Dalam situasi tertentu memerlukan gaya kepemimpinan tertentu, clemikian pula pacla
situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain. Teori kepemimpinan mutakhir
berkembang antara tahun 1970-an hingga tahun 2000-an. Teori yang berkembang
selanjutnya ticlak diclasarkan pacla sifat, tingkat laku atau situasi tertentu melainkan
diclasarkan pacla kemampuan lebih pacla seorang pemimpin dibandingkan dengan yang
lain.
Beberapa Teori Dan Model Kepemimpinan
Teori Sifat Teori yang berusaha untuk mengiclentifikasikan karakteristik khas (fisik,
mental, kepribadian) yang diasosiasikan clengan keberhasilan kepemimpinan.
Menganclalkan pacla penelitian yang menghubungkan berbagai sifat clengan kriteria
sukses tertentu. Teori ini menekankan pacla atribut-atribut pribadi clari para pemimpin.
Dasar clari teori ini aclalah asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah
clan dianugerahi beberapa ciri yang ticlak dipunyai orang lain seperti energi yang tiacla
habis-habisnya, intuisi yang menclalam, panclangan masa clepan yang luar biasa clan
kekuatan persuasife yang ticlak tertahankan. Teori kepemiminan ini menyatakan bahwa
keberhasilan manajerial disebabkan oleh dimilikinya kemampuan½emampuan luar biasa
clari seorang pemimpin.
a). Inteligensia
Dalam ulasan 33 studi, Ralph Stogdill menemukan bahwa para pemimpin lebih pintar clari
pengikut-pengikutnya.18 Satu penemuan yang signifikan adalah aclanya. perbedaan
inteligensia yang ekstrim antara pemimpin clan pengikut yang clapat menimbulkan
gangguan. Sebagai contoh, seorang pemimpin clengan IQ yang cukup tinggi berusaha
untuk mempengaruhi suatu kelompok yang anggotanya memiliki IQ rata-rata kemungkinan
tidak akan mengerti mengapa anggota-anggotanya ticlak memahami persoalannya.
b). Kepribadian Beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa sifat kepribadian seperti
kesiagaan, keaslian, integritas pribadi, clan percaya diri diasosiasikan clengan
kepemimpinan yang efektif.
c). Karakteristik fisik Studi mengenai hubungan antara kepemimpinan yang efektif clan
karakteristik fisik seperti usia, tinggi baclan, berat baclan, clan penampilan memberikan
hasil-hasil yang bertolak belakang. Menjadi lebih tinggi clan lebih berat dari rata-rata
kelompoknya tentu saja ticlak menguntungkan untuk meraih posisi pemimpin.

Teori Pribadi-Perilaku Di akhir tahun 1940-an para peneliti mulai mengeksplorasi


pemikiran bahwa bagaimana seseorang berperilaku menentukan keefektifan kepemimpinan
seseorang. Daripacla berusaha menemukan sifat-sifat, mereka meneliti pengaruhnya pacla
prestasi clan kepuasan clari pengikut-pengikutnya.
a). Studi clari University of Michigan Telaah kepemimpinan yang dilakukan pacla Pusat
Riset clan Survei Universitas Michigan, mempunyai sasaran: melokasi karakteristik
perilaku kepemimpinan yang tampaknya dikaitkan clengan ukuran keefektifan kinerja.
Melalui wawancara clengan pemimpin clan pengikutnya, para peneliti mengidentifikasikan
clua gaya kepemimpinan yang berbecla, disebut sebagai job-centered / berorientasi pacla
pekerjaan clan emplqyee-centered / berorientasi pacla karyawan.
1). Pemimpin yang job-centered (berorientasi pacla tugas) menerapkan pengawasan ketat
sehingga bawahan melakukan tugasnya clengan menggunakan prosedur yang telah
ditentukan. Pemimpin ini menganclalkan kekuatan paksaan, imbalan, clan hukuman untuk
mempengaruhi sifat-sifat clan prestasi pengikutnya
2). Pemimpin yang berorientasi karyawan percaya dalam mendelegasikan pengambilan
keputusan dan membantu pengikutnya clalam memuaskan kebutuhannya clengan cara
membentuk suatu lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang berpusat pacla karyawan
memiliki perhatian terhaclap kemajuan, pertumbuhan clan prestasi pribadi pengikutnya.
Tindakan-tinclakan ini diasumsikan clapat memajukan pembentukan clan perkembangan
kelompok.
b). Studi clari Ohio State University Di antara beberapa program besar penelitian
kepemimpinan yang terbentuk setelah Perang Dunia II, satu yang paling signifikan adalah
penelitian yang dipimpin oleh Fleishman clan rekan-rekannya di Ohio State University
(dikutip dari buku Organisasi). Program ini menghasilkan perkembangan teori dua faktor
dari kepemimpinan. Suatu seri penelitian mengisolasikan dua faktor kepemimpinan, disebut
sebagai membentuk struktur clan konsiclerasi.
1). Membentuk struktur, melibatkan perilaku di mana pemunpin mengorganisasikan clan
mendefinisikan hubunganhubungan di clalam kelompok, cenclerung membangun pola clan
saluran komunikasi yang jelas, clan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar.
Pemimpin yang memiliki kecenderungan membentuk struktur yang tinggi, akan
memfokuskan pada tujuan clan hasil.
2). Konsiderasi, melibatkan perilaku yang menunjukkan persahabatan, saling percaya,
menghargai, kehangatan, clan komunikasi antara pemimpin clan pengikutnya. Pemimpin
yang memiliki konsiderasi tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan
partisipasi.
Teori Kepemimpinan Situasional Suatu penclekatan terhadap kepemimpinan yang
menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, clan situasi
sebelum mengunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Penclekatan ini mensyaratkan
pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia.
Beberapa Model Kepemimpinan Situasional
A. Model Kepemimpinan Kontingensi
TEORI KEPEMIMPINAN 467 ENCEP SYARIFUDIN Dikembangkan oleh. Fiedler,
model kontingensi dari efektifitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi kelompok
tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan clan situasi yang mendukung.
Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh kekuatan dan pengaruh.
Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang
individu. Ia mengembangkan LeastPrefemd Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua
gaya kepemimpinan:
1). Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif
2). Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan. Sedangkan
kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu:
1) Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baik/buruknya hubungan antara
pemimpin dan bawahan.
2) Struktur tugas, yaitu derajat tinggi/ rendahnya strukturisasi, standarisasi clan rincian
tugas peketjaan.
3) Kekuasaan posisi, yaitu derajat kuat/lemahnya kewenangan clan pengaruh pemimpin
atas variable-variabel · kekuasaan, seperti memberikan penghargaan clan
mengenakan sanksi.
Situasi akan menyenangkan pemimpin apabila ketiga dimensi di atas mempunayi. derajat
yang tinggi. Dengan kata lain situasi akan menyenangkan apabila
a). Pemimpin diterima oleh para pengikutnya
b). Tugas-tugas clan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas.
c). Penggunaan otoritas clan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin.
Tahun 1987 Fidler clan salah seorang pembantunya Joe Garcia, mengkonsep ulang
teori orisinil dari Fiedler sebagai teori sumber daya kognitif. Dalam teori ini
menambahkan dua situasi yang memungkinkan akan mempengaruhi · model
kepemimpinan yaitu kecerdasan yang tinggi clan adanya komunikasi pimpinan pada
rencana, strategi clan keputusannya pada anggota. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
ada dalam teori sumber daya kognitif adalah suatu kepemimpinan yang menyatakan
bahwa seorang pimpinan memperoleh kinerja kelompok yang .efektif dengan pertama-
tama membuat rencana keputusan clan strategi yang efektif clan kemudian
mengkomunikasikannya lewat perilaku pengarah direktif.

B. Model Partisipasi Pemimpin oleh Vroom clan Y etton Suatu teori kepemimpinan yang
memberikan seperangkat aturan untuk menentukan ragam clan banyaknya pengambilan
keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. Kebalikan dari Fiedler, Vroom
clan Yetton berasumsi bahwa pemimpin hams lebih luwes untuk mengubah gaya
kepemimpinan agar sesuai dengan situasi. Dalam mengembangkan modelnya mereka
membuat sejumlah asumsi:
a). Model tersebut hams bermanfaat bagi pemimpin atau manajer dalam menentukan gaya
kepemimpinan yang hams mereka gunakan dalam berbagai situasi.
b). Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan dalam berbagai situasi
c). Perhatian utama terletak pada masalah yang hams dipecahkan dan situasi dimana terjadi
permasalahan.
d). Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi tidak boleh bertentangan
dengan gaya yang digunakan dalam situasi yang lain
e) Terdapat sejumlah proses sosial yang mempengaruhi kadar keikutsertaan bawahan dalam
pemecahan masalah. Model ini mempertahankan 5 gaya kepemimpinan yang
menggambarkan kontinum dari pendekatan otoriter (AI, All), ke konsultatif (CI, CII)
sampai pendekatan yang sepenuhnya partisipatif (GIi ), lebih jelas dijabarkan sebagai
berikut: AI. Pemimpin menyelesaikan maslah atau membuat keputusan menggunkan
informasi yang tersedia pada saat itu. AII.Pemimpin memperoleh informasi yang
diperlukan bawahan, dan kemudian memutuskan sendiri penyelesaian atas masalah
sebenamya ketika mereka meminta informasi. Peran yang dimainkan bawahan dalam
membuat keputusan jelas menyediakan informasi yang perlu kepada manajer,
bukannya membuat atau mengevaluasi penyelesaian altematif. CI. Pemimpin berbagi
masalah dengan bawahan yang relevan secara individual, mendapatkan ide dan saran
mereka tanpa mengumpulkan mereka sebagai sebuah kelompok. Kemudian pemimpin
membuat keputusan yang bisa mencerminkan atau tidak pengamh bawahan.
CII.Pemimpin berbagi masalah dengan bawahan sebagai suatu kelompok, secara
kolektif memperoleh ide dan saran mereka.
C. ModelJalur-Tujuan (Path Goa/Mode� Seperti pendekatan kepemimpinan situasional
atau · kontingensi lainnya, model kepemimpinan jalur-tujuan berusaha meramalkan
efektifitas kepemimpinan dalam berbagai situasi, Menurut model yang dikembangkan oleh
Robert J. House (dikutip dari buku Perilaku Organisasi), pemimpin menjadi efektif karena
pengaruh motivasi · mereka yang . positif,. kemampuan . untuk melaksanakan, clan
kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai jalur-tujuan karena memfokuskan pada
bagaimana · pemimpin mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan
pengembangan diri, clan jalan untuk mencapai tujuan.
D. Teori Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard Hersey clan Blanchard telah
mengembangkan suatu model kepemimpinan yang telah memperoleh pengikut yang kuat di
kalangan spesialis pengembangan manajemen>Model ini disebut teori kepemimpinan
situasional. Penekanan teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut-pengikut clan
tingkat· kematangan mereka. Para pemimpin hams menilai secara benar atau secara intuitif
mengetahui tingkat kematangan pengikut-pengikutnya clan kemudian menggunakan suatu
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut. Kesiapan didefinisikan sebagai
kemampuan clan kemauan dari orang (pengikut) untuk mengambil tanggung jawab · bagi
pengarahan perilaku mereka sendiri. Hersey clan Blanchard menggunakan studi Ohio
State .untuk mengembangkan · lebih Ian jut keempat gaya kepemimpinan yang dimiliki
manajer:
(a) mengatakan/Te//ing,
(b) Menjual/ Selling,
(c) Berpartisipasi/ Participating clan
(d) Mendelegasikan/ Delegating Kepemimpinan situasional menurut Hersey clan Blanchard
adalah didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut ini :
(a) jumlah petunjuk clan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
(b) jumlah dukungan sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan clan
(c) tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan
tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
E. Pendekatan Hubungan Berpasangan Vertikal Suatu pandangan bahwa tidak ada hal
seperti perilaku pemimpin yang konsisten terhadap seluruh bawahan. Tiap hubungan satu-
satu memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Pendekatan ini mengusulkan bahwa pemimpin
mengklasifikasikan bawahan ke dalam anggota dalam-kelompok dan anggota luar-
kelompok. Anggota. dalam-kelompok memiliki rasa keterikatan dan sistem nilai yang
sama, dan berinteraksi dengan pemimpinnya. Anggota luar-kelompok memiliki kesamaan
yang lebih sedikit dengan pemimpinnya clan ticlak membagi banyak dengannya.

PENDEKATAN TERBARU DALAM KEPEMIMPINAN


Menutup tinjauan mengenai teori kepemimpinan yaitu clengan menyajikan tiga penclekatan
lebih baru terhaclap persoalan: suatu teori atribusi kepemimpinan, kepemimpinan
karismatik, clan kepemimpinan transaksional lawan transformasional.
a. Teori Atribusi Kepemimpinan Mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata suatu
atribusi yang dibuat orang mengenai indiviclu-individu lain.
b. Teori Kepemimpinan Karismatik Teori kepemimpinan karismatik merupakan suatu
perpanjangan clari teori-teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut
membuat atribusi (penghubungan) clari kemampuan kepemimpinan · yang heroik atau luar
biasa bila mereka mengamati perilakll-perilaku tertentu. Telaah mengenai kepemimpinan
karismatik sebagian besar telah diarahkan pacla mengiclentifikasi perilaku-perilaku yang
membeclakan pemimpin karismatik clari paclanan mereka yang norikarismatik.
c. Kepemimpinan Transaksional lawan Transformasional
1). Pemimpin transaksional, pemimpin yang memanclu atau memotivasi pengikut
mereka clalam arah tujuan yang ditegakan clengan memperjelas peran clan tuntutan
tugas.
2). Pemimpin transformasional, pemimpin yang memberikan pertimbangan clan
rangsangan intelektual yang diindiviclualkan, clan yang memiliki karisma.

MANAJEMEN KEBIDANAN
1. KONSEP DAN PRINSIP MANAJEMEN SECARA UMUM
Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting things done). Manajemen adalah
mengungkapkan apa yang hendak dikerjakan, kemudian menyelesaikannya. Manajemen
adalah menentukan tujuan dahulu secara pasti (yakni menyatakan dengan rinci apa yang
hendak dituju) dan mencapainya. Prinsip-prinsip manajemen
a. Efisiensi
Efisiensi adalah bagaimana mencapai akhir dengan hanya menggunakan sarana yang perlu,
atau dengan menggunakan sarana sesedikit mungkin. Efisiensi adalah ukuran mengenai
hubungan antara hasil yang dicapai dan usaha yang telah di keluarkan (misalnya oleh
seorang tenaga kesehatan).
b. Efektivitas
Efektivitas adalah seberapa besar suatu tujuan sedang, atau telah tercapai, efektivitas
merupakan sesuatu yang hendak ditingkatkan oleh manajemen.
c. Rasional dalam mengambil keputusan
Pengambilan keputusan yang rasional sangat diperlukan dalam proses manajemen.
Keputusan merupakan suatu pilihan dari dua atau lebih tindakan. Dalam istilah manajemen,
pengambilan keputusan merupakan jawaban atas pertanyaan tentang perkembangan suatu
kegiatan.

MANAJEMEN KEBIDANAN
Buku 50 tahun IBI, 2007, Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Depkes RI, 2005, manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan
masalah ibu dan khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada
individu, keluarga dan masyarakat. Helen Varney, 1997, manajemen kebidanan adalah
proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada
klien. Proses manajemen kebidanan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh ACNM
(1999) terdiri atas:
a. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan secara sistematis
melalui pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk
mengkaji riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosis berdasar interpretasi data dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan masalah
dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien.
d. Memberi informasi dan dukungan kepada klien sehingga mampu membuat keputusan
dan bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
f. Secara pribadi, bertanggungjawab terhadap implementasi rencana individual.
g. Melakukan konsultasi perencanaan, melaksanakan manajemen dengan berkolaborasi,
dan merujuk klien untuk mendapat asuhan selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat jika terdapat
penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan merevisi
rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

LANGKAH-LANGKAH MANAJEMEN KEBIDANAN


Langkah I : pengumpulan data dasar
Data yang dibutuhkan dalam pengumpulan data dasar : • Riwayat kesehatan •
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya • Meninjau catatan terbaru atau catatan
sebelumnya • Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil studi
Langkah II : interpretasi data dasar
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan : Diakui dan telah disahkan oleh profesi
Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan Memiliki ciri khas kebidanan
Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan Dpt diselesaikan dengan
pendekatan manajemen kebidanan
Langkah III : mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial
Dalam langkah ini bidan dituntut untuk dapat mengidentifikasi masalah dan diagnosa
potensial terlebih dahulu baru setelah itu menentukan antisipasi yang dapat dilakukan.
Langkah IV Dari data yang ada mnegidentifikasi keadaan yang ada perlu atau tidak
tindakan segera ditangani sendiri/dikonsultasikan (dokter, tim kesehatan, pekerja sosial,
ahli gizi)/kolaborasi
Langkah V : tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien, tapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap klien (apakah dibutuhkan penyuluhan,
konseling, dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan
dengan sosial-ekonomi, kultural/masalah psikologis. Dalam perencanaan ini apa yang
direncanakan harus disepakati klien, harus rasional, benar-benar valid berdasar
pengetahuan dan teori yang up to date.
Langkah VI • Bisa dilakukan oleh bidan, klien, keluarga klien, maupun tenaga kesehatan
yang lain.
• Bidan bertanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaan asuhan bersama
yang menyeluruh.
Langkah VII : Evaluasi efektifitas dari asuhan yang telah dilakukan.

LINGKUP PRAKTEK KEBIDANAN


1. RUANG LINGKUP DAN SASARAN
Dalam melaksanakan praktik, bidan memberikan asuhan sesuai dengan kebutuhan terhadap
perempuan pada masa prakonsepsi, masa hamil, melahirkan dan postpartum, maupun masa
interval, melaksanakan pertolongan persalinan dibawah tanggungjawabnya sendiri,
memberi asuhan Bayi Baru Lahir, bayi dan anak balita.
Meliputi tindakan pemeliharaan, pencegahan, deteksi, serta intervensi, dan rujukan pada
keadaan risiko tinggi, termasuk kegawatan pada ibu dan anak. Sasaran pelayanan
kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan.
Menurut Kepmenkes no 900/Menkes/SK/VII/2002 :
Pelayanan kebidanan : asuhan bagi perempuan mulai dari : • pranikah, • pra kehamilan, •
selama kehamilan, • persalinan, • nifas, • menyusui, • Interval antara masa kehamilan •
menopause, • termasuk asuhan bayi baru lahir, bayi dan balita
Pelayanan KB : • konseling KB, • penyediaan berbagai jenis alat kontrasepsi, • nasehat dan
tindakan bila terjadi efek samping
Pelayanan kesehatan masyarakat : • Asuhan untuk keluarga yang mengasuh anak •
Pembinaan kesehatan keluarga • Kebidanan komunitas • Persalinan di rumah
• Kunjungan rumah • Deteksi dini kelainan pada ibu dan anak Sasaran pelayanan
kebidanan • Individu • Keluarga • Masyarakat
2. LAHAN PRAKTIK PELAYANAN KEBIDANAN • BPS/ di rumah • Masyarakat •
Puskesmas • Polindes/PKD • RS/RB • Klinik dan unit kesehatan lainnya

PENGORGANISASIAN PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN


1. PELAYANAN MANDIRI
Layanan kebidanan primer yang dilakukan oleh seorang bidan yang sepenuhnya menjadi
tangungjawab bidan.
2. KOLABORASI
Layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara
bersamaan atau sebaai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan.
Misalnya: merawat ibu hamil dengan komplikasi medik atau obstetrik
Tujuan pelayanan: berbagi otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai ruang
lingkup masing-masing. Kemampuan untuk berbagi tanggung jawab antara bidan dan
dokter sangat penting agar bisa saling menghormati, saling mempercayai dan menciptakan
komunikasi efektif antara kedua profesi.
3. RUJUKAN
Layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih
tinggi atau sebaliknya, yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan
dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan yang dilakukan oleh bidan
ketempat atau fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau ke
profesi kesehatan lain. Layanan bidan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu serta bayinya.
4. KONSULTASI
Pada kondisi tertentu bidan membutuhkan nasehat atau pendapat dari dokter atau anggota
tim perawatan klien yang lain tapi tanggung jawab utama terhadap klien tetap ditangan
bidan.

CONTOH SOAL LATIHAN


1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan ?
2. Sebutkan macam-macam model dari kepemimpinan situasional ?
3. Sebutkan pendekatan kepemimpinan ?
4. Apa yang dimaksud dengan manajemen kebidanan ?
5. Sebutkan apa saja pengorganisasian praktik asuhan kebidanan?
RANGKUMAN
Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain baik di clalam organisasi
maupun di luar organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu situasi clan
kondisi tertentu. Proses mempengaruhi tersebut sering melibatkan berbagai kekuasaan
seperti ancaman, penghargaan, otoritas maupun bujukan: Transisi dalam teori
kepemimpinan berkembang dari waktu-ke waktu berclasarkan keingintahuan para· ilmuan
clan peneliti. Mula-mula kepemimpinan itu dilihat clari sudut panclang sifat, ciri atau bakat
yang dibawa sejak lahir. Ketidakpuasan akan hasil clari penclekatan ciri tersebut
melahii:kan penclekatan kepemimpinan berdasarkan perilaku. Kedua pendekatan tersebut
belum memuaskan · para peneliti sehingga menggunakan penclekatan lain yaitu
keberhasilan seseorang tergantung pacla situasinya. Bahkan perkembangan terakhir
pendekatan kembali ke ciri-ciri seorang pemimpin.

Teori kepemimpinan sifat, berusaha untuk mengiclentifikasikan karakteristik-karakteristik


khas baik fisik, mental clan kepribadian yang diasosiasikan clengan keberhasilan,
mengandalkan kepada penelitian yang menghubungkan berbagai sifat clengan kriteria
kesuksesan tertentu. Teori kepemimpinan perilaku mengeksplorasi pemikiran bahwa
bagaimana seseorang berperilaku menentukan keefektifan kepemimpinan seseorang. Dari
pacla berusaha menemukan sifat-sifat, mereka meneliti pengaruhnya pacla prestasi clan
kepuasan clari pengikut-pengikutnya. Beberapa studi clilakukan seperti studi clari
University of Michigan clan studi clari Ohio State University. Teori kepemimpinan
kemungkinan atau situasional, aclalah suatu penclekatan terhaclap kepemimpinan yang
menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, clan situasi
sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Model-model yang berkembang
adalah kepemimpinan kontingensi Fiedler, model partisipasi pemimpin oleh Vroom dan
Yetton, model jalur-tujuan, teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard dan
pendekatan hubungan berpasangan vertikal. Pendekatan terbaru dalam kepemimpinan yaitu
teori atribusi kepemimpinan, kepemimpinan karismatik, kepemimpinan transaksional dan
kepemimpinan transformasional.

MANAJEMEN KEBIDANAN
Buku 50 tahun IBI, 2007, Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh
bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Depkes RI, 2005, manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan
masalah ibu dan khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada
individu, keluarga dan masyarakat. Helen Varney, 1997, manajemen kebidanan adalah
proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada
klien. Proses manajemen kebidanan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh ACNM
(1999) terdiri atas:
a. Mengumpulkan dan memperbaharui data yang lengkap dan relevan secara sistematis
melalui pengkajian yang komprehensif terhadap kesehatan setiap klien, termasuk mengkaji
riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosis berdasar interpretasi data dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan masalah
dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klien.
d. Memberi informasi dan dukungan kepada klien sehingga mampu membuat keputusan
dan bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
f. Secara pribadi, bertanggungjawab terhadap implementasi rencana individual.
g. Melakukan konsultasi perencanaan, melaksanakan manajemen dengan berkolaborasi,
dan merujuk klien untuk mendapat asuhan selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi dalam situasi darurat jika terdapat
penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan merevisi
rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

JAWABAN SOAL LATIHAN


1. Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain baik di clalam organisasi
maupun di luar organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu situasi clan
kondisi tertentu.
2. 1.Model kepemimpinan kontingensi
2.Model kepemimpinan partisipasi
3.Model kepemimpinan jalur tujuan
4.Model kepemimpinan situasional
5.Model kepemimpinan hubungan pasangan vertikal
3. a. Teori Atribusi Kepemimpinan Mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata
suatu atribusi yang dibuat orang mengenai indiviclu-individu lain.
b. Teori Kepemimpinan Karismatik Teori kepemimpinan karismatik merupakan suatu
perpanjangan clari teori-teori atribusi. Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut
membuat atribusi (penghubungan) clari kemampuan kepemimpinan • yang heroik
atau luar biasa bila mereka mengamati perilakll-perilaku tertentu. Telaah mengenai
kepemimpinan karismatik sebagian besar telah diarahkan pacla mengiclentifikasi
perilaku-perilaku yang membeclakan pemimpin karismatik clari paclanan mereka
yang norikarismatik.
c. Kepemimpinan Transaksional lawan Transformasional
1). Pemimpin transaksional, pemimpin yang memanclu atau memotivasi pengikut
mereka dalam arah tujuan yang ditegakan clengan memperjelas peran clan
tuntutan tugas.
2).Pemimpin transformasional, pemimpin yang memberikan pertimbangan clan
rangsangan intelektual yang diindiviclualkan, clan yang memiliki karisma.
4. Buku 50 tahun IBI, 2007, Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan
oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari
pengkajian, analisis data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Depkes RI, 2005, manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan
masalah ibu dan khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
pada individu, keluarga dan masyarakat.
Helen Varney, 1997, manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan
teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien.
5. PENGORGANISASIAN PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN
1. PELAYANAN MANDIRI
2. KOLABORASI
3. RUJUKAN
4. KONSULTASI
DAFTAR PUSTAKA
Stogdill dikutip langsung dan tidak langung oleh Yulk, op. tit. hh. 2-3.
Robbins, Organizational Behavior, loc. tit.
Gibson, lvancevich dan Donnelly, op. tit. h. 11
ibid. h. 14-15
ibid. hh. 14-15
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi: · Konsep, .Kontroversi dan Aplikasi tetjemahan
Hadyana Pujaatmaka (Jakarta: Prenhallindo, 1996), h. 45
fhoha, op. tit. h. 256
Robbins terjemahan, op. tit. h. 49 Uibitf. 25ibid. h. 54 26Gibson, lvancevich, Donnelly, op.
cit h. 353
Robbins, Organizational Behavior, op. cit. h. 52
Thoha, op. cit. hh. 277-278
Gibson, Ivancevich dan Donnelly, op. cit h. 41
Robbins terjemahan, op. cit. h. 59
KEGIATAN BELAJAR 6
INTELEGENSI EMOSIONAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap kematian ibu adalah kualitas
pelayanan, data menunjukkan bahwa secara nasional sebanyak 44% kematian ibu terjadi di
rumah sakit. Sehingga kualitas pelayanan dan ketepatan waktu merujuk dari pelayanan
dasar perlu untuk ditingkatkan.iii Sambutan WaMenKes pada workshop memperingati hari
bidan sedunia tanggal 15 Mei 2012 lalu mengharapkan bidan sebagai salah satu profesi
terdepan dalam mempercepat pencapaian MDGs 2015 khususnya pada tujuan 4-5.
Kebijakan.
pemerintah yang mengakui bidan profesional dengan pendidikan minimal diploma
tiga dan pelatihan-pelatihan keterampilan profesi tambahan oleh IBI agar dapat
berimplikasi pada peningkatan kinerja bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan. Pada
kesempatan yang sama, Harni Kusno (ketua IBI 2012) menggambarkan profesi bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan haruslah sabar, penuh perhatian, cinta,
menyentuh, mendengarkan, penuh pengertian, pendamping perempuan dan keluarganya,
memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan praktek kebidanan.
Kinerja pada dasarnya merupakan fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau keluaran
(outcome) suatu pekerjaan, dimana pekerjaan adalah suatu proses yang mengolah input
menjadi output (hasil kerja). Guna mengukur suatu kinerja diperlukan indikator kinerja
bidan, kinerja tersebut mengandung kompetensi dan produktivitas bidan tersebut dimana
kompetensi tersebut sesuai dengan KEPMENKES 369/2007 bahwa bidan bekerja di
berbagai tingkat pelayanan kesehatan, yakni rumah, masyarakat, rumah sakit, klinik, dll
dengan sembilan kompetensi dasar, kondisi yang ingin dicapai tahun 2015 dimana semua
ibu hamil bersalin di tempat yang memiliki fasilitas kesehatan yg berkualitas dan memnuhi
standar.
Goleman (2007) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan
memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan
perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan
emosi sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang
menonjol dalam pekerjaan. viii Penelitian terdahulu tentang Hubungan IQ, EQ dan SQ
terhadap hasil belajar lulusan dengan indikator IPK lulusan, hasil penelitian menunjukan
kecerdasan intelektual berkontribusi terhadap nilai kelulusan mahasiswa sebesar 36,8%
(R2=0,368). Kecerdasan emosional berkontribusi terhadap nilai kelulusan mahasiswa
sebesar 31,0 % (R2=0,310) dan kecerdasan spiritual berkontribusi terhadap nilai kelulusan
mahasiswa adalah sebesar 20,2 % (R2=0,202).
Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berwawasan
jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja
lebih baik. Secara singkat, kecerdasan spiritual mampu mengintegrasikan dua kemampuan
lain yang telah dikenal yakni IQ dan EQ (Idrus, 2002). Zohar dan Marshal (2001) ix
mengatakan bahwa kecerdasan spiritual mampu menjadikan manusia sebagai mahluk yang
lengkap secara intelektual, emosional dan spiritual. Menurut Gibson (1987)x ada tiga faktor
yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang. Pertama adalah faktor individu (kemampuan,
keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman serta tingkat sosial dan demografi),
yang kedua adalah faktor psikologis (persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja) serta yang ketiga adalah faktor organisasi (struktur organisasi, desain
pekerjaan, kepemimpinan dan sistem penghargaan). xi Rumah Sakit Islam Jakarta yang
berada di tiga lokasi diatas memiliki manajemen yang secara langsung dibawah pembinaan
majelis kesehatan organisasi Muhammadiyah dan termasuk kriteria Rumah Sakit Sayang
Ibu. Sebagai upaya dalam menjaga mutu pelayanan, maka setiap pasien pasca perawatan
termasuk ruang pelayanan kebidanan diberikan angket tentang kepuasan terhadap
pelayanan, setiap bulan dilakukan tabulasi terhadap angket dan dievaluasi kepuasan pasien
terhadap pelayan, lalu hasil ini disampaikan pada rapat bulanan direksi dan kepala ruangan
terkait. Dari catatan kepala ruangan kebidanan di tiga lokasi RSIslam Jakarta (RSIJ)
tersebut pada enam bulan terakhir masih terdapat 8-12% pasien yang kurang puas dengan
pelayanan yang diberikan, baik terhadap sarana prasarana, pelayanan non medis dan
pelayanan bidan yang bertugas yang tentunya hal ini juga terkait dengan kinerja bidan
sebagai pemberi pelayanan yang utama.

CONTOH SOAL LATIHAN


1. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional menurut Goleman ( 2007) ?
2. Sebutkan 3 pengaruh terhadap kinerja seseorang menurut gibson ?
3. Kecerdasan yang bagaimana yang memungkin seseorang untuk berfikir kreatif ?
RANGKUMAN
Goleman (2007) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan
tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosi sangat
diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang menonjol dalam
pekerjaan. viii Penelitian terdahulu tentang Hubungan IQ, EQ dan SQ terhadap hasil belajar
lulusan dengan indikator IPK lulusan, hasil penelitian menunjukan kecerdasan intelektual
berkontribusi terhadap nilai kelulusan mahasiswa sebesar 36,8% (R2=0,368). Kecerdasan
emosional berkontribusi terhadap nilai kelulusan mahasiswa sebesar 31,0 % (R2=0,310)
dan kecerdasan spiritual berkontribusi terhadap nilai kelulusan mahasiswa adalah sebesar
20,2 % (R2=0,202).
Kecerdasan intelektual (IQ, Kecerdasan emosional (EQ) Kecerdasan spiritual (SQ),
Pendidikan, Usia, Masa Kerja berhubungan dengan kinerja bidan dalam pelayanan
persalinan di RS. Islam Jakarta tahun 2012. Secara multivariat variabel yang berhubungan
dengan kinerja bidan adalah variabel kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional
(EQ), kecerdasan spiritual (SQ), pendidikan, usia dan masa kerja.
Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berwawasan
jauh, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja
lebih baik. Secara singkat, kecerdasan spiritual mampu mengintegrasikan dua kemampuan
lain yang telah dikenal yakni IQ dan EQ (Idrus, 2002). Zohar dan Marshal (2001) ix
mengatakan bahwa kecerdasan spiritual mampu menjadikan manusia sebagai mahluk yang
lengkap secara intelektual, emosional dan spiritual.

JAWABAN SOAL LATIHAN


1. Goleman (2007) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-
perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosi
sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang menonjol
dalam pekerjaan.
2. Pertama adalah faktor individu (kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman serta tingkat sosial dan demografi).
Kedua adalah faktor psikologis (persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja)
Ketiga adalah faktor organisasi (struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan
dan sistem penghargaan.
3. Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berwawasan jauh,
membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja
lebih baik. Secara singkat, kecerdasan spiritual mampu mengintegrasikan dua
kemampuan lain yang telah dikenal yakni IQ dan EQ (Idrus, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar. 2009. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual (ESQ). Jakarta: Arga Wijaya Persada
Anastasi, A, dan Urbina, S. 1997. Tes Psikologi (Psychological Testing). Jakarta:
PT.Prehanllindo
Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosi : Mengapa Emotional Intelligence LebihTinggi
Daripada IQ, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Standar profesi bidan Indonesia. Jakarta: PP
IBI
KEGIATAN BELAJAR 7
BUDAYA KEBIDANAN

2.1. Konsep Budaya


Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk
jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal
yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut EB Tylor mendefinisikan kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya
yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan
terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif. Artinya
mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak (Soekanto,
2006).Setiap manusia mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Kebudayaan sedikitnya
mempunyai tiga wujud yaitu : wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma, dan peraturan-peraturan, wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 2005).

Goodenough dalam Dumatubun (2002) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah suatu


sistem kognitif yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang berada dalam
pikiran anggota-anggota individual masyarakat. Ini berarti bahwa kebudayaan berada dalam
“tatanan kenyataan yang ideasional”, merupakan perlengkapan mental yang oleh anggota-
anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi, pertemuan,
perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata dalam masyarakat,
dan digunakan sebagai pedoman bagi anggota-anggota masyarakat untuk berperilaku sosial
yang baik/pantas dan sebagai penafsiran bagi perilaku orang-orang lain. Manusia dalam
menghadapi lingkungan senantiasa menggunakan berbagai model tingkah laku yang
selektif (selected behaviour) sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Pola perilaku tersebut
didasarkan pada sistem kebudayaan yang diperoleh dan dikembangkan serta diwariskan
secara turun temurun. Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan,
pemilikan dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Pewarisan budaya bersifat vertikal artinya budaya diwariskan dari generasi terdahulu
kepada generasi berikutnya untuk digunakan, dan selanjutnya diteruskan kepada generasi
yang akan datang. Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan melalui enkulturasi dan
sosialisasi. Enkulturasi atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan
pikiran dan sikap individu dengan sistem nilai, norma, adat, dan peraturan hidup dalam
kebudayaannya. Proses enkulturasi dimulai sejak dini, yaitu masa kanak-kanak, bermula
dilingkungan keluarga, teman permainan, dan masyarakat luas (Herimanto dan Winarno,
2008).
Dalam melakukan tindakan pada suatu interaksi sosial, seseorang dipandu nilai-nilai. Nilai-
nilai tersebut adalah prinsip-prinsip yang berlaku pada suatu masyarakat tentang apa yang
baik, apa yang benar dan apa yang berharga yang harusnya dimiliki dan dicapai oleh warga
masyarakat. Sistem nilai mencakup konsep konsep abstrak tentang apa yang dianggap baik,
dan apa yang dianggap buruk dan itulah sesungguhnya inti dari suatu kebudayaan
(Badrujaman, 2008).
Khusus dalam mengatur hubungan antar manusia, kebudayaan dinamakan pula struktur
normatif atau menurut istilah Ralp Linton designs for living (garis-garis atau petunjuk
dalam hidup). Artinya kebudayaan adalah suatu garis-garis pokok tentang perilaku atau
blue print of behaviour yang merupakan peraturan-peraturan mengenai apa yang
seharusnya dilakukan, apa yang dilarang, dan lain sebagainya. Konsep sehat dilihat dari
segi sosial yaitu berkaitan dengan kesehatan pada tingkat individual yang terjadi karena
kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi, serta budaya yang melingkupi individu tersebut.
Untuk sebuah kesehatan masyarakat menciptakan sebuah strategi adaptasi baru dalam
menghadapi penyakit. Strategi yang memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama
pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usahanya untuk menanggulangi
penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan,
kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-nilai, idiologi, sikap, adat-istiadat, upacara-
upacara dan lambing lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang
saling menguatkan dan saling membantu (Anderson, 1980, dalam Badrujaman, 2008).

Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan. Sistem budaya,
berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu tindakan yang kongkrit dan dapat dilihat, yang
diwujudkan dalam sistem sosial. Berbicara tentang konsep perilaku, hal ini berarti
merupakan satu kesatuan dengan konsep kebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat
berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya,
berkaitan dengan terapi, pencegahan penyakit (fisik, psikis, dan sosial) berdasarkan
kebudayaan masing-masing Dumatubun (2002). Selain dengan pengamalan perilaku dalam
konteks budaya,pengamalan perilaku setiap individu sangat erat kaitannya dengan “belief,
kepercayaan” sebagai bagian nilai budaya masyarakat bersangkutan (Ngatimin,2005).
Nilai-nilai sosial budaya memiliki arti penting bagi manusia dan masyarakat penganutnya,
didalamnya tercakup segala sesuatu yang mengatur hidup mereka termasuk tatacara
mencari pengobatan bila sakit. Kekurangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan
disertai pengalaman hidup sehari-hari yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya membuat mereka mencari pemecahan timbulnya penyakit, penyebaran dan cara
pengobatan menuju kearah percaya akan adanya pengaruh roh halus dan tahyul.

Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku
yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian
dari budaya masyarakat yang bersangkutan. Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai
sosial budaya yang ditujukan bagi masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau
kegiatan yang dilakukan seseorang dan sekelompok orang untuk kepentingan atau
pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma
kelompok yang bersangkutan. Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur,
dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam
memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit
maupun menyembuhkan diri dari penyakit Kalangi (1994). Oleh karena itu dalam
memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat dalam hubungannya dengan
kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-individunya.

2.1.1. Pengertian Budaya


Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Citra budaya yang bersifat
memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku
yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-
anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan
hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang
koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan
perilaku orang lain. Aspek social budaya ini mencakup pada setiap trimester kehamilan dan
persalinan yang mana pada zaman dahulu banyak mitos dan budaya dalam menanggapi hal
ini.Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor perantara pada derajat kesehatan.
Perilaku yang dimaksud adalah meliputi semua perilaku seseorang atau masyarakat yang
dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, angka kesakitan dan angka kematian.
Perilaku sakit (ilness behavior) adalah cara seseorang bereaksi terhadap gejala penyakit
yang biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan, fasilitas, kesempatan, kebiasaan,
kepercayaan, norma, nilai, dan segala aturan (social law) dalam masyarakat atau yang biasa
disebut dengan budaya. Beberapa perilaku dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi
pelayanan kebidanan di komunitas diantaranya :
1. Health Believe: Tradisi-tradisi yang diberlakukan secara turun-temurun.
2. Life Style : Gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya hidup
kawin cerai di lombok atau gaya hidup perokok (yang juga termasuk bagian dari aspek
sosial budaya).
3. Health Seeking Behavior : Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai
apabila seseorang sakit tidak perlu pelayanan kesehatan, akan tetapi cukup dengan membeli
obat di warung atau mendatangi dukun. Budaya adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum dan adat istiadat menurut EB Taylor
sedangkan menurut Soemardjan adalah semua hasil karya, rasa cipta, masyarakat yang
berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makanan dan minum, pakaian dan
perhiasan serta mepunyai kepribadian Syafrudin (2009). Budaya berkenaan dengan cara
manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa
yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek
komunikasi, tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu
berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana, 2002).
Budaya berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi
lingkungan kebudayaan bukan sesuatu yang dibawa bersama kelahiran, melainkan
diperoleh dari proses belajar dari lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan
sosial. Hubungan antara manusia dengan lingkungannya dijembatani oleh kebudayaan yang
dimilikinya. Dilihat dari segi kebudayaan dapat dikatakan bersifat adaptif karena
melengkapi manusia dengan cara-cara menyesuaikan diri pada kebutuhan fisiologis dari
diri mereka sendiri, penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun
lingkungan sosialnya. Kenyataan bahwa banyak kebudayaan bertahan malah berkembang
menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat
disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari lingkungannya, dengan kata lain;
kebiasaan masyarakat manusia yang berlainan mungkin akan memilih cara-cara
penyesuaian yang berbeda terhadap keadaan yang sama. Kondisi seperti itulah yang
menyebabkan timbulnya keaneka ragaman budaya (Sutrisno,M. 2006). Budaya merupakan
hasil karya manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi dan pemikiran manusia. Manusia
akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka hasilkan. Budaya manusia juga akan ikut berkembang dan berubah dari masa
ke masa. Hal ini terjadi pula pada budaya kesehatan yang ada pada masyarakat. Budaya
kesehatan akan mengalami perubahan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan
teknologi, yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu berbeda dengan
kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang. Perkembangan teknologi menjadi
salah satu faktor perubahan budaya kesehatan dalam masyarakat. Sebagai contoh,
masyarakat dahulu saat akan melakukan persalinan minta bantuan oleh dukun bayi dengan
peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat lebih banyak yang mendatangi bidan atau
dokter kandungan dengan peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu
bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam kandungan melalui USG. Saat ini
masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi kesehatan yang diberikan
melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat masyarakat mengetahui pentingnya
kesehatan. Melalui kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang
bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

2.1.2. Budaya Jawa


Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas
penyebarannya.Mereka sering menyebut dirinya Wong Jawi atau Tiang Jawi. Budaya jawa
adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa
Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu
budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa
mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari.
Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain
terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur, juga ada di daerah perantauan orang Jawa
yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Budaya suku jawa secara turun temurun salah
satunya adalah adat-istiadat, pantang makanan dan kebiasaan yang sering kali mencegah
orang memanfaatkan makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam
dalam konteks budaya, mengubah kebiasaan, bukan hal yang mudah, mengingat dari semua
kebiasaan yang paling sulit diubah adalah kebiasaan makanan. Kepercayaan kepercayaan
kita terhadap apa yang dapat dimakan atau tidak boleh dimakan, keyakinan yang
berhubungan dengan kesehatan dan ritual, ini telah ditanamkan sejak usia muda. Kebiasaan
makan sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lain hanya dapat dimengerti dalam
konteks budaya secara menyeluruh (Saptandari P, 2012). Budaya bagi masyarakat Suku
Jawa adalah suatu hal yang penting, bahkan diantaranya dipercaya dan menjadi pegangan
hidup oleh masyarakat. Suku bangsa Jawa dapat ditemui dibeberapa daerah
Kabupaten/Kota bekas Keresidenan Sumatera Timur yang dulunya daerah perkebunan
asing pada masa Kolonial Belanda. Pada saat ini suku Jawa tersebar hampir diseluruh
daerah Sumatera Utara. Meraka disebut dengan Jawa Deli (Jadel), Jawa Kontrak (Jakon)
mulai sekitar tahun 1917, namun istilah ini dianggap merendahkan, sehingga mereka lebih
suka disebut Pujakesuma (Putra Jawa kelahiran Sumatera).

2.1.3. Penelitian Terdahulu tentang Sosial Budaya dalam Kehamilan


Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai
pantangan, hubungan sebab akibat dan kondisi sehat sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan
seringkali membawa dampak positif maupun negatif. Rofi’i (2013) dalam penelitiannya
yang berjudul Kepercayaan Wanita Jawa tentang Perilaku atau Kebiasaan yang dianjurkan
dan dilarang selama Hamil di Semarang menyatakan bahwa ibu hamil menyakini dampak
apabila melakukan perilaku atau kebiasaan yang dianjurkan selama hamil seperti makan
dicobek yang besar, ngepel saat hamil tua, diberi minyak kelapa, acara mitoni anak pertama
akan memberikan kesehatan dan keselamatan kepada bayi yang dikandung dan ibu akan
mudah melahirkan. Sebaliknya apabila melakukan kebiasaan yang dilarang akan
memberikan dampak yang tidak baik bagi ibu dan bayi yang dikandung seperti membunuh
binatang saat hamil akan mengakibatkan keguguran, merendam baju atau pakaian atau
cucian piring atau gelas akan mengakibatkan bayi yang dikandung akan pindah. Memotong
ayam atau menyembelih sapi saat hamil juga diyakini akan mengakibatkan kecacatan bagi
bayi yang dikandung. Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang karena akan
menyebabkan cacat atau gugur sesuai perlakuan yang ditimpakan kepada binatang.
Faktanya secara medis biologis cacat janin disebabkan oleh kesalahan/kekurangan gizi,
penyakit, keturunan, pengaruh radiasi (misalnya karena reaksi nuklir atau gelombang radio
aktif). Sedangkan gugurnya janin paling banyak disebabkan karena penyakit (misalnya
toksoplasmosis), gerakan ekstrem yang dilakukan oleh ibu (benturan) dan karena psikologis
(misalnya shock, stres, pingsan). Kesimpulannya membunuh atau menganiaya binatang
tidak ada hubungannya dengan kecacatan atau keguguran janin. Agama melarang
menyakiti binatang atau membunuhnya kecuali atas alasan yang hak (yang dibenarkan),
baik saat hamil atau tidak hamil (Subakti, 2007).
Begitu juga pada kebiasaan membawa gunting kecil/pisau/benda tajam lainnya di kantung
baju si Ibu agar janin terhindar dari marabahaya. Faktanya hal ini tidak ada hubungannya
dengan proses kehamilan maupun kelahiran justru lebih membahayakan apabila benda
tajam itu melukai si Ibu. Hal ini kurang lebih menyiratkan bahwa sebagai orang hamil kita
harus selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Selalu membawa barang-barang tertentu
ketika bepergian yang berguna saat proses kelahiran tentunya merupakan saran yang baik.
Pada zaman dulu, mungkin gunting dianggap cukup berguna dalam proses kelahiran,
contohnya untuk menggunting kain atau tali pusar bayi ketika sudah lahir. Bayangkan
barang tersebut tak tersedia saat diperlukan, tentu akan repot sekali. Sehingga mitos ini
berlaku sampai sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya (Subakti, 2007).
Sebuah penelitian menunjukkan beberapa tindakan/praktik yang membawa resiko infeksi
seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar
persalinan), “kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan
plasenta) atau “nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki
diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan) (Iskandar dan Meiwita, 1996 dalam Khazanah, 2011).

Penelitian yang dilakukan Emiliana dan M Hakimi (2011) di Kecamatan Banyuurip bahwa
walaupun kuat dalam beragama dan tekun beribadah, masyarakat Bayuurip masih
melakukan patangan-pantangan makanan tertentu berkenaan dengan kehamilan. Hal serupa
juga dinyatakan oleh Fauziah (2011) yaitu perempuan hamil di Aceh harus menghormati
berbagai ketentuan misterius tertentu yang disebut pantang. Keteledoran memenuhi pantang
tersebut diyakini berakibat buruk terhadap perempuan hamil maupun calon bayi.
Perempuan hamil di Aceh diharuskan mematuhi berbagai mitos selama kehamilan
disebabkan karena perempuan akan menjadi pihak yang dipersalahkan jika terjadi
gangguan kehamilan. Mitos tentang kehamilan dipercaya mempunyai peranan positif
sebagai bentuk pengawasan terhadap kehamilan.
Devy S (2011) dalam penelitiannya tentang perawatan kehamilan dalam perspektif budaya
Madura menyatakan bahwa perawatan kehamilan yang dilakukan oleh ibu hamil masih
dikaitkan dengan unsur-unsur budaya berupa ideal, aktivitas, dan artifak, walaupun tidak
berguna menurut ilmu pengetahuan medis modern namun masih dilakukan karena
menganggab budaya dalam asuhan kehamilan sudah terbukti pada orang-orang. Perawatan
kehamilan sesuai dengan budaya Madura dapat membuat rasa aman saat masa kehamilan.
Perawatan kehamilan sesuai dengan budaya Madura dianjurkan oleh keluarga ibu hamil
(orang tua,mertua dan nenek) sehingga ibu hamil tidak berani melanggar pantangan-
pantangan yang ada.

Tradisi budaya Jawa seperti minum jamu, pantang makanan tertentu, pijat untuk kebugaran
ibu setelah melahirkan masih dijalankan. Nuansa budaya Jawa tercermin dalam berbagai
ritual budaya yang diwarnai oleh agama (islam) yaitu mulai dari mitoni (munari), krayanan
(brokohan), resikan (walikan) dan kekahan (aqiqah). Kelalain orang tua mematuhi
pantangan tertentu akan berdampak yang tidak baik bagi janin yang dikandung seperti bibir
sumbing dikaitkan dengan perilaku orang tua yang tidak baik sebelum hamil (Suryawati,
2007).

Sri Handayani dalam penelitiannya yang berjudul Aspek sosial budaya pada kehamilan,
persalinan dan nifas di Indonesia menuliskan berbagai pantangan dan kebiasaaan saat hamil
diantaranya pada masyarakat Kerinci Jambi, wanita hamil dilarang makan sayur rebung
agar bayinya tidak berbulu sepeti rebung. Mereka juga dilarang makan jantung pisang agar
anaknya lahir tidak terlalu kecil, atau mengonsumsi jendawa/jamur karena akan
menyebabkan placenta menjadi kembar sehingga mengalami kesulitan waktu melahirkan,
alasan ini merupakan keyakinan budaya. Keyakinan lain pada masyarakat Keruak Lombok
timur, wanita hamil dilarang makan gurita, cumi, kepiting, udang dan ikan pari. Ikan gurita
dan cumi dianggap mempunyai kaki yang lekat dan mencengkeram, hal ini diasosiasikan
ari-ari bayi akan lekat dan mencengkeram rahim ibu sehingga bayi susah lahir. Makan
udang yang bentuknya melengkung dianggap akan menyebabkan bayi berbentuk serupa
sehingga mempersulit kelahiran. Penduduk setempat juga percaya bahwa pada saat hamil
harus makan sebanyak-banyaknya dalam arti kuantitas, bukan kualitas.

Sri Handayani (2010) juga menuliskan kebiasaan pada masyarakat Biak Numfor (Irian),
suami isteri yang tengah menantikan kelahiran bayinya dilarang makan daging hewan
tertentu diantaranya kura-kura. Pantangan yang hubungannya dengan asosiatif atau adat
memantang yang berhubungan dengan pantangan perbuatan atas dasar keyakinan sifat
ghoib, karena terdapat sejumlah pantangan perbuatan yang melarang wanita hamil dan
suaminya melakukan hal-hal tertentu yang secara ghoib diaggap dapat berakibat buruk bagi
bayi mereka, sebagai contoh di Kemantan Kabupaten Kebalai, seorang wanita hamil
pantang masuk hutan karena akan diintai harimau, pantang keluar waktu maghrib akan
menyebabkan beranak hantu, pantang menjalin rambut bila keluar rumah akan
menyebabkan leher bayi terlilit tali pusatnya sendiri, pantang duduk di tanah atau di batu,
akan sulit melahirkan, pantang bernadzar yang hebat-hebat karena kelak air liur bayinya
akan meleleh terus.
Budaya pantang makana pada ibu hamil sebenarnya justru merugikan kesehatan ibu hamil
dan janin yang dikandungnya. Misalnya ibu hamil dilarang makan telur dan daging,
padahal telur dan daging justru sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan gizi ibu
hamil dan janin. Berbagai pantangan tersebut akhirnya menyebabkan ibu hamil kekurangan
gizi seperti anemia dan kurang energi kronis (KEK). Dampaknya, ibu mengalami
pendarahan pada saat persalinan dan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah
(BBLR) yaitu bayi lahir dengan berat kurang dari 2.5 kg. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. (Khazanah 2011) Hasil penelitian
menunjukkan makanan pantangan dari golongan hewani (udang, cumi dan ikan pari)
termasuk makanan yang mengandung zat besi golongan hem yaitu zat besi yang berasal
dari haemoglobin dan mioglobin. Zat besi pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya
yaitu 20-30%, sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6%. (Arief, 2008) Penelitian di
University of Tsukuba, Jepang bahkan membuktikan kandungan sulfur pada durian bisa
menghambat metabolisme alkohol dan bisa memicu kematian. Semua itu bahaya yang ada
pada durian jika memakannya terlalu banyak atau dibarengi dengan makanan tinggi
kolesterol lainnya seperti daging atau alkohol (Boy,2011 dalam Khairunnisa, 2011).
Durian juga mengandung kalori yang tinggi. Buah durian bersifat panas sehingga pasien
diabetes atau ibu hamil sangat tidak dianjurkan makan durian. Selain itu dalam 100 gram
durian terkandung 147 Kkal. Itu artinya ketika seseorang makan 1 kg durian, jumlah kalori
yang didapatkan 1.470 Kkal atau sudah sebanding dengan porsi makannya selama satu hari.
Durian juga banyak mengandung gula meski ada kandung mangan yang bisa menjaga kadar
gula tetap stabil. Bagi ibu hamil, durian diyakini tidak baik karena mengandung banyak
gula dan sedikit alkohol. (Khairunnisa, 2011).

2.2. Konsep Kehamilan


2.2.1. Pengertian Kehamilan
Kehamilan (pregnancy) adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya
janin Prawirohardjo (2009). Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra
uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan bersalin. Federasi Obstetri
Ginekologi Internasional mendefenisikan kehamilan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari
saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi
dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua
dalam 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester ketiga dalam 13 minggu
(minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2009).
Solihah (2011) mengatakan, secara medis kehamilan dimulai dari proses pembuahan sel
telur wanita oleh spermatozoa dari pihak pria. Sel telur yang dibuahi akan berkembang jadi
bakal embrio yang kemudian akan menjalani pembelahan sampai 78 sel. Bakal janin ini
lalu akan menempel di selaput lendir rahim, yang terletak di rongga rahim. Kehamilan
disimpulkan sebagai masa dimana wanita membawa embrio dalam tubuhnya yang diawali
dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian bertemu dengan
sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan tumbuh yang membuat terjadinya
proses konsepsi dan inplantasi sampai lahirnya janin.
2.2.2. Periode Masa Kehamilan
Dalam siklus kehamilan terbagi menjadi tiga periode/ triwulan sebagai berikut:
1) Kehamilan trimester pertama (1-3 bulan). Awal kehamilan atau masa trimester pertama
merupakan saat yang rawan bagi perkembangan janin, karena biasanya banyak wanita tidak
menduga kalau dirinya sedang hamil. Kehamilan baru diketahui ketika usia janin sudah
menginjak waktu lebih dari satu bulan. Sementara itu, jika mereka tidak sadar sedang
hamil, mereka akan mengkonsumsi berbagai macam makanan serta obat yang bisa merusak
perkembangan bayi dalam kandungan, karena itulah janin pada umur 1-3 bulan ini sangat
rentan keguguran. Saat masa subur, jika sel telur dibuahi maka akan terjadi penempelan sel
telur yang berbentuk semacam bola pada dinding rahim calon ibu. Masa ini adalah masa
rawan, karena janin masih berupa cikal bakal. Jika Janin selamat, maka bola sel telur itu
akan terus berkembang. Perkembangan sel telur ini akan membentuk seperti udang yang
masih berukuran kecil. Sel telur berbentuk udang kecil ini akan semakin berkembang saat
memasuki usia kehamilan dua bulan yang disertai dengan penyusunan organ vital jantung
serta susunan saraf pusat sejak kehamilan bulan pertama.
Bentuk udang akan semakin menyerupai bayi pada pertengahan bulan kedua, dan disertai
dengan terbentuknya wajah bayi serta membesarnya ukuran kepala. Tanda-tanda kehidupan
akan muncul dimulai dengan berfungsinya jantung yang ditandai dengan detakan lembut.
Selain itu organ lain seperti bagian tangan serta kaki jug mulai terbetuk, seiring dengan
terlihat jelasnya tali pusat serta munculnya otot-otot. Pertumbuhan semakin sempurna pada
bulan ketiga dimana jantung sudah mencapai bentuk yang sempurna. Selain jantung, organ-
organ lain juga ikut sempurna seperti kaki serta tangan. Bulan ketiga juga mulai terbentuk
organ baru seperti telinga, pemisahan jari-jari tangan serta kaki yang mengikuti
pembentukan kaki serta tangan lainnya. Sementara organ-organ vital lainnya baru akan
terbentuk pada akhir bulan ketiga dan akan semakin sempurna pada bulan keempat, karena
perkembangannya sudah mulai sempurna.
2) Kehamilan trimester kedua (4-6 bulan). USG baru mulai bisa memperlihatkan bentuk
bayi dalam kandungan pada umur tiga bulan namun itu baru gambaran kasar bayi.
Memasuki bulan keempat, perkembangan janin akan memasuki trimester kedua. Janin akan
mulai bergerak yaitu pada bulan keempat, tepatnya sekitar minggu ketiga belas. Hal ini
terjadi karena hormon pada bayi mulai aktif sehingga mereka sudah mulai bisa bereaksi
dengan situasi di dalam kandungan. Perkembangan bagian tangan dan kaki mulai diikuti
dengan tumbuhnya kuku serta rambut-rambut halus. Rambut halus ini akan semakin
menebal pada usia empat bulan, yang menyebabkan sempurnanya bentuk alis, bulu mata
serta rambut. Kulit juga mulai berkembang pada periode ini, yang dimulai dengan kulit
yang sangat tipis. Begitu pula dengan panca indera yang lainnya seperti mata, hidung,
telinga ataupun mulut, sehingga pada bulan keempat ini, wajah mulai terbentuk pada janin.
Pada umur tiga bulan, bayi akan seukuran empat inci dan bertambah satu inci pada bulan
setelahnya. Sementara untuk berat, pada umur empat bulan baru mencapai 45 gram tapi
akan meningkat drastis setelah bulan keempat yaitu sampai 160 gram. Benar-benar
perkembangan yang pesat. Jika hamil dengan umur lima bulan, maka siap-siaplah untuk
merasakan tendangan lembut pada perut. Penyebabnya, hormon yang mulai aktif sehingga
memicu aktivitas bayi. Yang paling penting, pada umur lima bulan bayi akan mulai
membentuk selaput putih yang melapisi tubuh serta kulitnya yang kemudian kita kenal
dengan ari-ari. Berat badan bayi semakin bertambah pada bulan ini hingga mencapai 650
gram dengan panjang sekitar 12 inci. Gerakan akan semakin terasa karena pada umur enam
bulan ini bayi mulai berubah posisi. Untuk merangsang pertumbuhan janin supaya
berkembang dengan baik ,maka mulai umur enam bulan ini, disiapkan musik-musik lembut
karena bayi sudah mulai bisa mendengar.
3) Kehamilan trimester ketiga (7-9 bulan). Setelah usia janin memasuki trimester pertama
dan kedua, sisanya adalah menunggu kelahiran yang biasanya terjadi pada trimester ketiga.
Pada trimester ini yang dimulai dengan bulan ketujuh, maka akan mulai disibukan dengan
pemeriksaan dan persiapan kelahiran bayi. Beberapa proses penyempurnaan perkembangan
janin terjadi pada bulan-bulan ini, dimulai pada bulan ketujuh yaitu sistem sarafnya yang
mulai bekerja serta otak yang berkembang dengan sangat cepat dari waktu ke waktu. Bayi
dalam kandungan juga mulai bisa membuka dan menutup kelopak mata pada trimester
akhir ini khususnya pada bulan kedelapan. Masa ini adalah masa saat seorang ibu bisa
memperhatikan dengan jelas pergerakan sang bayi, bersama tendangantendangannya.
Trimester akhir ini, bayi sudah benar-benar berkembang, baik dalam kelengkapan serta
fungsi organ-organ tubuh ataupun penambahan berat badannya. Bayi juga sudah mulai bisa
mengambil sesuatu dan menahannya, sementara dilain pihak janin juga sudah memiliki
reflek menghisap yang baik sebagai bekalnya menyusu saat lahir nanti. Calon bayi juga
sudah siap dilahirkan mulai bulan delapan, dimana paru-parunya telah sepenuhnya
berkembang, sistem kekebalan tubuh berfungsi, otaknya sedang bekerja dan beratnya sudah
mencapai 2,3 kilogram atau lebih besar tergantung gennya. Lidah bayi juga sudah mulai
mengecap rasa, entah itu rasa asam ataupun manis. Idealnya bayi akan lahir pada umur
delapan sampai sembilan bulan, saat ia sudah mencapai pertumbuhan yang cukup dan
fisiknya telah tumbuh dengan sempurna. Sangat penting untuk menyadari semua perubahan
yang terjadi dengan bayi dalam tubuh. Ketika otaknya sedang berkembang, sangatlah
penting bagi ibu untuk melatih diri agar mendapatkan nutrisi yang baik dan mengkosumsi
vitamin prenatal setiap hari, sesuai dengan saran dokter. Istirahat yang cukup dan menjaga
diri sendiri terutama jauh dari rokok, alkohol serta obat-obatan karena bisa menyebabkan
kerusakan yang signifikan pada bayi.
2.2.3. Perubahan Psikologis dalam Kehamilan
Kehamilan dari sudut psikologi merupakan peristiwa yang membahagiakan bagi seluruh
anggota keluarga, sementara diantara anggota dalam keluarga tersebut ada anggota yang
disamping merasa bahagia juga mengalami kegelisahan dan kecemasan, bahkan dapat
mengalami depresi. Anggota keluarga yang dimaksud adalah si calon ibu. Sejak saat hamil
pada umumnya ibu hamil sudah mengalami kegelisahan dan kecemasan tentang
kehamilannya Niven (1992). Kegelisahan dan kecemasan selama kehamilan merupakan
kejadian yang tidak terelakkan, merupakan fenomena yang hampir selalu menyertai
kehamilan, merupakan bagian dari suatu proses penyesuaian yang wajar terhadap
perubahan fisik dan psikologis mendasar yang terjadi selama kehamilan. Selanjutnya
timbulnya kecemasan dan kegelisahan tersebut mengawali terjadinya perubahan psikologis
berupa peningkatan sensitivitas nyeri, dimana nilai ambang nyeri menurun, artinya dengan
stimuli kecil saja wanita hamil sudah merasakan nyeri. Semakin tinggi tingkat kecemasan,
semakin rendah nilai ambang nyeri, menyebabkan semakin berat nyeri yang dipersepsi
Reeder (1997). Begitu beratnya asumsi masyarakat terhadap kecemasan dan nyeri
kehamilan serta persalinan sehingga mempengaruhi budaya lokal, antara lain timbulnya
tradisi upacara ‘tingkepan’ atau ‘mitoni’ (peringatan 7 bulan kehamilan) dalam masyarakat
etnis Jawa. Menurut tradisi tersebut upacara itu dimaksudkan sebagai tolak bala demi
keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya selama kehamilan, saat kelahiran dan
sesudahnya. ibu hamil yang mengalami kecemasan tetapi mendapat dukungan emosional
dan fisik dari suaminya sebagaimana yang diharapkan, akan kecil kemungkinannya
mengalami komplikasi psikologis akibat kehamilan. Hasil studi tentang psikologi
kehamilan membuktikan bahwa fenomena kecemasan yang berhubungan dengan kehamilan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan beban ekstra yang dapat berasal dari
dalam tubuh sendiri maupun dari kejadian diluar tubuh. Apabila ibu hamil tidak mampu
beradaptasi dengan beban ekstra tersebut, akan mengalami kecemasan (Notosoedirdjo,
1996). Selain itu adanya perubahan hormonal ini menyebabkan emosi perempuan selama
kehamilan cenderung berubah-ubah, sehingga tanpa ada sebab yang jelas seorang wanita
hamil merasa sedih, mudah tersinggung, marah atau justru sebaliknya merasa sangat
bahagia. Kartono (1992) mengatakan bahwa semakin bertambah beratnya beban kandungan
dan bertambah banyaknya rasa tidak nyaman secara fisik, maka kondisi psikologis ibu
hamil juga ikut terganggu, sehingga dapat mengalami kecemasan. Hal tersebut juga
didukung hasil penelitian Darmayanti (2003) yang menunjukkan bahwa 80% ibu hamil
mengalami rasa khawatir, was-was, gelisah, takut dan cemas dalam menghadapi
kehamilannya. Perasaan-perasaan yang muncul antara lain berkaitan dengan keadaan janin
yang dikandung, ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi persalinannya, serta
perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Penyebab kecemasan pada masa kehamilan
terutama pada kehamilan trimester ketiga dalam hal ini contohnya seperti rasa cemas dan
takut mati, trauma kelahiran, perasaan bersalah atau berdosa dan ketakutan riil seperti
ketakutan bayinya lahir cacat. Pada saat yang sama, ibu hamil juga merasakan kegelisahan
mengenai kelahiran bayinya dan permulaan dari fase baru dalam hidupnya. Perasaan cemas
ibu hamil trimester ketiga dalam memikirkan proses melahirkan serta kondisi bayi yang
akan dilahirkan tidak hanya berlangsung pada kehamilan pertamanya, tetapi juga pada
kehamilan-kehamilan berikutnya. Walaupun mereka telah mempunyai pengalaman dalam
menghadapi persalinan tetapi rasa cemas tetap akan ada (Ambarwati,2004). Ibu hamil yang
mengalami rasa cemas berlebihan akan berdampak buruk sehingga dapat memicu
terjadinya rangsangan kontraksi atau sebaliknya tidak ada kontraksi yang bisa
menyebabkan perdarahan saat persalinan sehingga dapat menyebabkan kematian bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat.
2.2.4. Kebutuhan Psikologis Ibu Hamil
Kecemasan yang dialami oleh ibu hamil sampai menjelang masa persalinan selain karena
faktor fisik dan psikologis juga kemungkinan disebabkan oleh faktorfaktor lain seperti
faktor sosial. Faktor sosial yang dapat menyebabkan kecemasan tersebut seperti
pengalaman melahirkan, dukungan sosial, hubungan suami istri dan keluarganya Pitt
(1994). Untuk menurunkan rasa cemas tersebut ibu hamil sangat memerlukan suatu
dukungan antara lain :
1. Support Keluarga. Kehamilan merupakan krisis bagi kehidupan keluarga yang dapat
diikuti dengan stres dan kecemasan. Perubahan dan adaptasi selama kehamilan, tidak hanya
dirasakan oleh ibu tetapi seluruh anggota keluarga. Oleh karena itu, selama kehamilan
seluruh anggota keluarga harus terlibat terutama suami. Dukungan dan kasih sayang dapat
memberikan perasaan nyaman dan aman ketika ibu merasa takut dan khawatir dengan
kehamilannya.
2. Dukungan Suami. Dukungan dan peran serta suami selama kehamilan meningkatkan
kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan persalinan bahkan dapat memicu
produksi ASI. Tugas suami yaitu memberikan perhatian dan membina hubungan baik
dengan istri, sehingga istri mengkonsultasikan setiap masalah yang dialaminya selama
kehamilan. Penelitian yang dimuat dalam artikel ”What Your Partner Might Need From
You During Pregnancy” terbitan Allina Hospitals dan Clinics (2001), Amerika Serikat,
mengatakan keberhasilan seorang istri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk bayinya
kelak sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami dalam masa
kehamilan. Contoh dukungan suami selama kehamilan antara lain: mengajak istri jalan-
jalan ringan, menemani istri memeriksakan kehamilannya, tidak membuat masalah dalam
berkomunikasi.
3. Dukungan Keluarga. Keluarga harus menjadi bagian dalam mempersiapkan pasangan
menjadi orang tua. Dukungan keluarga dapat berbentuk: orang tua kandung maupun mertua
mendukung kehamilan ini, orang tua kandung maupun mertua sering berkunjung, seluruh
keluarga mendoakan keselamatan ibu dan bayi, serta menyelenggarakan ritual adat istiadat.
4. Dukungan Lingkungan. Dukungan lingkungan dapat berupa doa bersama untuk
keselamatan ibu dan bayi, membicarakan dan menasehati tentang pengalaman hamil dan
melahirkan, kesediaan untuk mengantarkan ibu periksa, menunggui ibu ketika melahirkan
dan mereka dapat menjadi seperti saudara ibu hamil.
5. Support Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan khususnya bidan sangat berperan dalam
memberikan dukungan pada ibu hamil. Bidan sebagai tempat mencurahkan segala isi hati
dan kesulitannya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Tenaga kesehatan harus
mampu mengenali keadaan yang terjadi disekitar ibu hamil. Hubungan yang baik, saling
mempercayai dapat memudahkan bidan tenaga kesehatan dalam memberikan pendidikan
kesehatan. Peran bidan dalam memberikan dukungan antara lain: melalui kelas antenatal,
memberikan kesempatan kepada ibu hamil yang bermasalah untuk konsultasi, meyakinkan
bahwa ibu dapat menghadapi perubahan selama kehamilan, membagi pengalaman yang
pernah dirasakan sendiri dan memutuskan apa yang harus diberitahukan pada ibu dalam
menghadapi kehamilannya.
6. Rasa Aman dan Nyaman Selama Kehamilan. Ketidaknyamanan fisik maupun psikologis
dapat terjadi pada ibu selama kehamilan. Kerjasama bidan dengan keluarga sangat
diharapkan agar dapat memberikan perhatian dan mengatasi masalah yang terjadi selama
kehamilan. Dukungan dari suami, keluarga yang lain dan tenaga kesehatan dapat
memberikan perasaan aman dan nyaman selama kehamilan.
2.2.5. Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil
Dalam masa kehamilan dibagi menjadi tiga periode yaitu bulan ke 1 sampai 3 disebut
trimester satu. Bulan selanjutnya yaitu 4-6 trimester dua. Bulan ke 7 sampai kelahiran bayi
disebut trimester tiga. Dalam setiap trimester memiliki pertumbuhan bayi yang berbeda
sehingga nutrisi yang dibutuhkan berbeda Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi sesuai trimester
kehamilan.
1. Trimester satu. Minggu pertama sampai minggu ke dua belas adalah perkembangan janin
untuk kelengkapan organ penting. Nutrisi yang dibutuhkan berupa kalori yang lebih.
Pertumbuhan janin memerlukan asupan kalori yang sesuai sehingga terbentuk cepat.
Asupan kalori kadang terganggu karena adanya mual dan muntah yang pada umumnya
dialami pada trimester pertama.
Karbokidrat yang dibutuhkan sebanyak 2000 kilo kalori yang bisa didapat dari nasi, roti,
gantum dan sereal dll. Kalsium juga memiliki peranan dalam pembentukan tulang rangka
janin yang didapat dari: susu, yogurt dan jenis makana lain yang mengandung protein untuk
pertumbuhan sel otak.Vitamin A, B1, B2, B3 dan B6 sangat dibutuhkan untuk tumbuh
kembang janin, selain itu vitamin B12 dalam pembentukan sel darah.
2. Trtimester dua. Pada trimester ini memiliki kemampuan perkembangan yang sangat
pesat, sehingga harus diimbangi dengan asupan nutrisi. Pada awal trimester kedua asupan
kalori memang masih perlu ditingkatkan mengingat banyaknya organ yang akan terbentuk.
Jangan lupa asupan zat besi dan vitaminC dalam mengoptimalkan pembentukan sel darah
merah dalam mendukung jantung dan system peredaran darah janin yang sedang
berkembang pada minggu ke 17. Asam lemak omega 3 dibutuhkan untuk pembentukan
otak janin diakhir trimester dua. Hindari asupan yang mengandung kafein yang tinggi, kopi
dan teh karena kafein beresiko mengganggu perkembangan system saraf pusat. Ibu hamil
perlu menambah asupan makanan dengan 300 kalori/hari. Pilih makanan yang banyak
mengandung serat seperti sayuran hijau dan buah-buahan. Banyak minum 8-10 gelas/hari
untuk menghindari sembelit dan wasir yang banyak diderita oleh ibu hamil.
3. Trimester tiga. Untuk mempersiapkan kelahiran bayi, ibu hamil membutuhkan bekal
energi yang memadai. Selain untuk mengatasi beban yang bertambah berat juga untuk
cadangan energi dalam persalinan nantinya. Gizi seimbang tidak boleh dikesampingkan
oleh ibu hamil baik secara kuantitas dan kwalitasnya. Pertumbuhan otak janin akan terjadi
cepat sekali pada dua bulan terakhir menjelang persalinan oleh karena itu jaga jangan
sampai ibu hamil kekurangan nutrisi yang berkwalitas tinggi.
Kebutuhan ibu hamil akan nutrisi lebih tinggi dibandingkan saat sebelum hamil dan
kebutuhan tersebut semakin bertambah pada saat ibu menyusui bayinya. Kecukupan gizi
ibu hamil dan pertumbuhan kandungannya dapat diukur berdasarkan kenaikan berat
badannya. Fase pemenuhan gizi ibu dan bayi yang paling efektif harus dimulai sebelum
masa kehamilan dan kemudian berfokus pada 12 minggu pertama masa kehamilan.
(Wibowo, 2012 dalam Sulistiyanti, 2013).
Kebutuhan energi dan zat gizi pada tubuh akan meningkat karena kondisi kehamilan
mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme energi pada ibu hamil. Pada dasarnya
semua zat gizi memerlukan tambahan ketika seseorang mengalami kondisi hamil. Namun
kekurangan energi dari protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium seringkali
terjadi pada ibu hamil. Kekurangan energi kronik yang diderita oleh ibu hamil mempunyai
resiko yang tinggi dan komplikasi pada kehamilan. Resiko dan komplikasi meliputi anemia,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan mudah terkena penyakit
infeksi (Lubis, 2003).
Hal yang sama dikatakan oleh Praditama (2010) yang mengutip Soedarmo (1977)
mengatakan bahwa pada wanita hamil, terdapat pertumbuhan janin dan jaringan pada
wanita terhubung dengan keperluan pertumbuhan janin tersebut. Sehingga wanita hamil
memerlukan tambahan kalori di atas keadaan normal biasanya. Namun, adanya
kepercayaan dalam budaya dapat berhubungan dengan kebiasaan makan, kebiasaan
mempertahankan kesehatan, kebiasaan sakit, serta gaya hidup (Mubarak, 2007 dalam
Sulistiyanti (2013).
Menurut Simanjuntak (2005), setiap trimester kebutuhan ibu akan makanan berbeda – beda.
Pada kehamilan trimester pertama umumnya timbul keluhan seperti rasa mual, ingin
muntah, pusing-pusing, selera makan berkurang, tetapi ibu hamil harus tetap makan, dan
untuk menghindari rasa mual dan muntah posi makanan kecil akan tetapi frekuensi makan
sering. Pada trimester kedua mulai dibutuhkan tambahan kalori untuk pertumbuhan serta
perkembangan janin serta untuk mempertahankan kesehatan si ibu. Hendaknya lebih
banyak memakan bahan makanan sumber protein. Bahan makanan sumber protein adalah
ikan, daging, telur, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, dan lain -
lain. Pada trimester ketiga, pada saat ini nafsu makan sudah baik sekali cenderung untuk
merasa lapar terus menerus sehingga perlu diperhatikan agar tidak terjadi kegemukan.
Praditama (2010) yang mengutip pendapat Foster & Anderson (2006), terdapat pantangan
ataupun mitos-mitos pada masyarakat selama masa kehamilan yang dapat merugikan ibu
hamil. Pantangan terhadap makanan tentu akan merugikan apabila berbeda dengan tinjauan
medis. Dalam pantangan agama, tahayul, dan kepercayaan tentang kesehatan, terdapat
bahan makanan bergizi yang tidak boleh dimakan. Makanan merupakan konstruksi sosial
yang dibangun oleh masyarakat melalui budaya setempat. Bukan hanya masalah gizi yang
terdapat dalam makanan, namun juga persoalan tentang budaya yang meliputi ketersediaan
makan, kebiasaan makan, pantangan makan dan pengambilan keputusan.

2.3. Konsep Asuhan Kehamilan


2.3.1. Pengertian
Asuhan Kehamilan adalah pemeriksaan kehamilan untuk melihat dan memeriksa keadaan
ibu dan janin yang dilakukan secara berkala diikuti dengan upaya koreksi terhadap
penyimpangan yangditemukan selama kehamilan Yulifah ( 2009). Asuhan kehamilan
merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan
Depkes RI (2010). Asuhan kehamilan merupakan suatu program berkesinambungan selama
kehamilan, persalinan, kelahiran dan nifas yang terdiri atas edukasi, screening, deteksi dini,
pencegahan, pengobatan, rehabilitasi yang bertujuan untuk memberikan rasa aman dan
nyaman, sehingga ibu mampu merawat bayi dengan baik (Sosroatmodjo, 2010).
2.3.2. Tujuan Asuhan Kehamilan
Mansjoer (2005) menyatakan bahwa tujuan asuhan kehamilan adalah memantau kemajuan
kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi; meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi; mengenali secara dini
adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil termasuk
riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; mempersiapkan persalinan
cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal
mungkin; mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif; mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
Tujuan asuhan kehamilan meliputi; mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan
mental ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran bayi;
mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah, atau obstetri selama
kehamilan; mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi;
membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan
merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial (Kusniyati, 2009)

2.3.3. Standar Asuhan Kehamilan


Pelayanan antenatal yang sesuai standar meliputi timbang berat badan, pengukuran tinggi
badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri,
menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi
tetanus dan memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan, pemberian tablet
zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, test laboratorium (rutin dan khusus),
tatalaksana kasus, serta temu wicara (konseling) termasuk Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi, serta KB pasca persalinan (Depkes RI, 2010).
Pelayanan asuhan kehamilan yang diberikan petugas kesehatan yang profesional pada ibu
hamil sesuai dengan standar antenatal care yang telah ditetapkan dengan standar minimal
“7T”, meliputi :
1. Timbang Berat Badan dan Pengukuran Tinggi Badan. Total pertambahan berat badan
pada kehamilan yang normal adalah 11,5 - 16 kg. Adapun tinggi badan menentukan
ukuran panggul ibu, ukuran normal tinggi badan yang baik untuk ibu hamil yaitu >145
cm (Yeyeh, 2009).
2. Ukur Tekanan Darah. Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan nilai
dasar selama masa kehamilan, tekanan darah yang adekuat perlu untuk mempertahankan
fungsi plasenta, tetapi tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90 mmHg pada
saat awal pemeriksaan dapat mengindikasi potensi hipertensi (Yeyeh, 2009).
3. Ukur Tinggi Fundus Uteri. Apabila usia kehamilan di bawah 24 minggu pengukuran
dilakukan dengan jari, tetapi apabila kehamilan di atas 24 minggu memakai pengukuran
Mc. Donald yaitu dengan cara mengukur tinggi fundus uteri memakai cm dari atas
simfisis ke fundus uteri kemudian ditentukan sesuai rumusnya (Depkes RI, 2007).
4. Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap , untuk mencegah supaya bayi tidak
terjkena penyakit Tetanus (Tetanus neonaturum). Pemberian immunisasi TT ada
kehamilan pada umumnya 2 kali saja .Immunisasi pertama diberikan pada usia
kehamilan 16 minggu dan untuk immunisasi ke dua diberikan 4 minggu kemudian, akan
tetapi untuk memaksimalkan perlindungan maka dibuat jadwal pemberian immunisasi
pada ibu ( Prawirdjohardjo, 2005).
5. Zat Besi pada ibu hamil. Fe merupakan zat nutrisi yang gunanya untuk mencegah
defisiensi zat besi, bukan menaikkan kadar haemoglobin.Wanita hamil perlu menyerap
zat besi rata-rata 60/hr.Kebutuhan hanya meningkat secara signifikan pada trimester dua,
karena absorsi usus yang tinggi. Fe diberikan 1 kali/hr setelah rasa mual hilang,
diberikan sebanyak 90 tablet selama kehamilan.Tablet Fe sebaiknya tidak diminum
dengan the atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.jika ditemukan anemia
diberikan 2-3 tablet/hr.Selain itu untuk memastikannya dilakukan pemeriksaan
Haemoglobin ( Hb) yang dilakukan 2 kali selama kehamilan yaitu: pada saat kunjungan
awal dan pada usia kehamilan 28 minggu atau jika ada ditemukan tanda-tanda anemia
(Dep Kes RI, 2006).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual (PMS) merupakan
sekelompok penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan
gangguan pada saluran kemih dan reproduksi. Ibu hamil merupakan kelompok resiko
tinggi terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS). Melakukan pemeriksaan konfirmatif
dengan tujuan untuk mengetahui etiologi yang pasti tentang ada atau tidaknya penyakit
menular seksual yang diderita ibu hamil, sangat penting dilakukan karena PMS dapat
menimbulkan morbiditas dan mortalitas baik kepada ibu maupun bayi yang
dikandung/dilahirkan (Yulifah,dkk, 2009).
7. Temu wicara. Dalam rangka persiapan rujukan Temu wicara ditujukan untuk ibu hamil
dengan masalah kesehatan atau komplikasi yang membutuhkan rujukan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan konsultasi atau melakukan kejasama penanganan
(Yulifah,dkk, 2009). Dalam program kesehatan ibu dan anak melalui pendekatan tim
kesehatan menyebutkan bahwa kebijakan pelayanan antenatal merupakan kebijakan
umum dalam memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standar pada jenjang
pelayanan yaitu : meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, dan kader)
dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan antenatal dan pencegahan resiko tinggi
melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, meningkatkan mutu dan jumlah
tenaga pelaksana maupun peralatan fasilitas pelayanan antenatal, melakukan
pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali yaitu pada triwulan pertama 1 kali, triwulan
kedua 1 kali, dan pada triwulan ketiga 2 kali, serta meningkatkan system rujukan
kehamilan resiko tinggi (Depkes, 2007).
2.3.4. Pelaksanaan Asuhan Kehamilan
Pelaksanaan asuhan kehamilan/ANC dilakukan minimal 4 kali, yaitu l kali pada trimester
satu, 1 kali pada trimester dua dan 2 kali pada trimister tiga. Namun jika terdapat kelainan
dalam kehamilannya, maka frekuensi pemeriksaan di sesuaikan menurut kebutuhan
masing-masing. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan dikatakan teratur jika
melakukan pemeriksaan kehamilan ≥ 4 k ali kunjungan, kurang teratur jika pemeriksaan
kehamilan 2-3 kali kunjungan dan tidak teratur jika ibu hamil hanya melakukan
pemeriksaan kehamilan < 2 kali kunjungan (WHO, 2006).
Kunjungan ibu hamil atau kontak ibu hamil merupakan kunjungan dengan tenaga
profesional untuk mendapatkan pelayanan perawatan antenatal sesuai standar yang
ditetapkan. Kunjungan antenatal care tidak hanya mengandung arti bahwa ibu hamil yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan (di posyandu,
polindes/poskesdes, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan pelayanan
antenatal sesuai standar (Meilani,dkk, 2009). Kunjungan ANC yang dimaksud adalah:
1. K-1 (Kunjungan Pertama) adalah kunjungan/ kontak pertama ibu hamil dengan petugas
kesehatan pada trimester pertama selama masa kehamilan yang dimaksudkan untuk
diagnosis kehamilan. National Institute Clinical Excellence /NICE, (2008)
merekomendasikan agar kunjungan antenatal pertama dilakukan pada usia kehamilan 10
minggu.
2. K-2 (Kunjungan Kedua) adalah kunjungan/ kontak kedua ibu hamil dengan petugas
kesehatan pada trimester kedua selama masa kehamilan. Pemeriksaan terutama untuk
menilai resiko kehamilan atau cacat bawaan.
3. K-3 (Kunjungan ketiga) adalah kunjungan/kontak ibu hamil dengan petugas kesehatan
pada trimester ketiga pada masa kehamilan. Pemeriksaan terutama menilai resiko
kehamilan juga melihat aktivitas janin dan pertumbuhan secara klinis.
4. K-4 (Kunjungan keempat) adalah kunjungan/ kontak keempat ibu hamil dengan petugas
kesehatan pada trimester ke tiga selama masa kehamilan pemeriksaan terutama
ditujukan kepada penilaian kesejahteraan janin dan fungsi plasenta serta persiapan
persalinan (Rukiah dan Yulianti, 2014).

CONTOH SOAL LATIHAN


1. Apa yang dimaksud dengan konsep budaya ?
2. Jelaskan fusngsi dari budaya ?
3. Sebutkan dan jelaskan Pelayanan asuhan kehamilan yang diberikan petugas kesehatan
yang profesional pada ibu hamil sesuai dengan standar antenatal care yang telah
ditetapkan dengan standar minimal “7T ?
4. Apa sajakah kerugian dari budaya kehamilan menurut suku ?
5. Apakah berpengaruh budaya terhadap psikologi ibu hamil ?

RANGKUMAN
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Citra budaya yang
bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai
perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka.

Beberapa perilaku dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan di
komunitas diantaranya :
1. Health Believe: Tradisi-tradisi yang diberlakukan secara turun-temurun.
2. Life Style : Gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya hidup
kawin cerai di lombok atau gaya hidup perokok (yang juga termasuk bagian dari aspek
sosial budaya).
3. Health Seeking Behavior : Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai
apabila seseorang sakit tidak perlu pelayanan kesehatan, akan tetapi cukup dengan
membeli obat di warung atau mendatangi dukun. Budaya adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum dan adat istiadat menurut EB
Taylor sedangkan menurut Soemardjan adalah semua hasil karya, rasa cipta, masyarakat
yang berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makanan dan minum, pakaian dan
perhiasan serta mepunyai kepribadian Syafrudin (2009). Budaya berkenaan dengan cara
manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa
yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktek
komunikasi, tindakan sosial, kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu
berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana, 2002).

JAWABAN SOAL LATIHAN


1. Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansekerta) buddhayah yang merupakan bentuk
jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal
yang bersangkutan dengan budi atau akal”.
2. Budaya berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi
lingkungan kebudayaan bukan sesuatu yang dibawa bersama kelahiran, melainkan
diperoleh dari proses belajar dari lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan
social.
3. Pelayanan asuhan kehamilan yang diberikan petugas kesehatan yang profesional pada
ibu hamil sesuai dengan standar antenatal care yang telah ditetapkan dengan standar
minimal “7T”, meliputi :
1. Timbang Berat Badan dan Pengukuran Tinggi Badan. Total pertambahan berat badan
pada kehamilan yang normal adalah 11,5 - 16 kg. Adapun tinggi badan menentukan
ukuran panggul ibu, ukuran normal tinggi badan yang baik untuk ibu hamil yaitu
>145 cm (Yeyeh, 2009).
2. Ukur Tekanan Darah. Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan
nilai dasar selama masa kehamilan, tekanan darah yang adekuat perlu untuk
mempertahankan fungsi plasenta, tetapi tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
diastolik 90 mmHg pada saat awal pemeriksaan dapat mengindikasi potensi
hipertensi (Yeyeh, 2009).
3. Ukur Tinggi Fundus Uteri. Apabila usia kehamilan di bawah 24 minggu pengukuran
dilakukan dengan jari, tetapi apabila kehamilan di atas 24 minggu memakai
pengukuran Mc. Donald yaitu dengan cara mengukur tinggi fundus uteri memakai cm
dari atas simfisis ke fundus uteri kemudian ditentukan sesuai rumusnya (Depkes RI,
2007).
4. Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) lengkap , untuk mencegah supaya bayi
tidak terjkena penyakit Tetanus (Tetanus neonaturum). Pemberian immunisasi TT ada
kehamilan pada umumnya 2 kali saja .Immunisasi pertama diberikan pada usia
kehamilan 16 minggu dan untuk immunisasi ke dua diberikan 4 minggu kemudian,
akan tetapi untuk memaksimalkan perlindungan maka dibuat jadwal pemberian
immunisasi pada ibu ( Prawirdjohardjo, 2005).
5. Zat Besi pada ibu hamil. Fe merupakan zat nutrisi yang gunanya untuk mencegah
defisiensi zat besi, bukan menaikkan kadar haemoglobin.Wanita hamil perlu
menyerap zat besi rata-rata 60/hr.Kebutuhan hanya meningkat secara signifikan pada
trimester dua, karena absorsi usus yang tinggi. Fe diberikan 1 kali/hr setelah rasa
mual hilang, diberikan sebanyak 90 tablet selama kehamilan.Tablet Fe sebaiknya
tidak diminum dengan the atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.jika
ditemukan anemia diberikan 2-3 tablet/hr.Selain itu untuk memastikannya dilakukan
pemeriksaan Haemoglobin ( Hb) yang dilakukan 2 kali selama kehamilan yaitu: pada
saat kunjungan awal dan pada usia kehamilan 28 minggu atau jika ada ditemukan
tanda-tanda anemia (Dep Kes RI, 2006).
6. Tes terhadap penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual (PMS) merupakan
sekelompok penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat
menimbulkan gangguan pada saluran kemih dan reproduksi. Ibu hamil merupakan
kelompok resiko tinggi terhadap Penyakit Menular Seksual (PMS). Melakukan
pemeriksaan konfirmatif dengan tujuan untuk mengetahui etiologi yang pasti tentang
ada atau tidaknya penyakit menular seksual yang diderita ibu hamil, sangat penting
dilakukan karena PMS dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas baik kepada ibu
maupun bayi yang dikandung/dilahirkan (Yulifah,dkk, 2009).
7. Temu wicara. Dalam rangka persiapan rujukan Temu wicara ditujukan untuk ibu
hamil dengan masalah kesehatan atau komplikasi yang membutuhkan rujukan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan konsultasi atau melakukan kejasama penanganan
(Yulifah,dkk, 2009). Dalam program kesehatan ibu dan anak melalui pendekatan tim
kesehatan menyebutkan bahwa kebijakan pelayanan antenatal merupakan kebijakan
umum dalam memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan standar pada jenjang
pelayanan yaitu : meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, dan kader)
dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan antenatal dan pencegahan resiko tinggi
melalui kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan, meningkatkan mutu dan
jumlah tenaga pelaksana maupun peralatan fasilitas pelayanan antenatal, melakukan
pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali yaitu pada triwulan pertama 1 kali, triwulan
kedua 1 kali, dan pada triwulan ketiga 2 kali, serta meningkatkan system rujukan
kehamilan resiko tinggi (Depkes, 2007).
4. Kerugian dari budaya kehamilan menurut suku salah satunya seperti larangan memakan
makanan tertentu disaat hamil tentunya itu akan mempengaruhi gizi dari seorang ibu
hamil, yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan janinnya. Apabila pertumbuhan janin
terhambat akan menjadi masalah contoh nya seperti BBLR ,kelahiran premature,dan
dapat juga mengakibatkan kematian.
5. Tentunya budaya akan berpengaruh terhadap psikologi ibu hamil, misalnya ada budaya
yang mengasingkan ibu hamil di suatu tempat yang terpencil tentunya itu akan
mempengaruhi psikologi nya seperti dia merasa tidak ada yang menyayangi dia, tidak
ada yang memperdulikan dia, dan dia merasa kehamilannya merupakan suatu kutukan.
KEGIATAN BELAJAR 8
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL

A. Jenis Media Sosial


1. Sejarah Media Sosial
Media sosial kini memiliki peranan penting dalam kehidupan, semula media sosial hanya
digunakan untuk bersosialisasi dan berinteraksi antar pengguna.Dalam perkembangannya,
media sosial digunakan untuk berbagai kepentingan, mulai dari berbagi pengetahuan,
kegiatan sosial, menyebar undangan hingga jualan. Pesatnya perkembangan teknologi
sekarang membuat banyak aplikasi media sosial baru yang bermunculan di dunia maya.
Kini dengan mengandalkan smartphone yang berhubungan dengan internet, seseorang
sudah bisa mengakses beberapa situs sosial media seperti, facebook, twitter, line, wechat,
kakao talk dan itu semua bisa kita akses dimana saja dan kapan saja asalkan terhubung
dengan koneksi internet dan itu membuat arus informasi semakin besar dan pesat.
Perkembangan sosial media yang pesat ini tidak hanya terjadi pada negara negara maju
saja, di negara berkembang seperti Indonesia, banyak user atau pengguna sosial media dan
perkembangan yang pesat ini bisa menjadi pengganti peran media massa konvensiaonal
dalam menyebarkan berita atau informasi.
Pada tahun 1920-an, menurut the Oxford English Dictionary orang mulai berbicara tentang
media masa dan satu generasi. Kemudian pada tahun 1950-an, orang mulai bicara tentang
revolusi komunikasi, namun perhatian terhadap sarana-sarana komunikasi jauh lebih tua
daripda itu. Retorika, yaitu studi tentang seni berkomunikasi secara lisan dan tulisan, sudah
mendapat tempat yang sangat terhormat di masa Yunani dan Romawi kuno. Retorika juga
dipelajari di abad pertengahan, dan dengan semangat yang lebih besar lagi di zaman
Renaissance.
Dalam paruh pertama abad ke-20, terutama sekali ketika munculnya perang dunia ke dua,
perhatian para ilmuwan terfokus pada studi tentang propaganda. Baru-baru ini, beberapa
ahli teori yang ambisius, mulai dari antropologi prancis Claude Levi-Strauss sampai pakar
sosiologi jerman Niklas Luhman telah memperluas konsep komunikasi lebih jauh lagi.
Luhman tentang kekuasaan, uang dan cinta karena demikian banyaknya
Komunicationsmedien. Awal mula terbentuknya sosial media terjadi pada tahun 1978 dari
penemuan sistem papan buletin, yang dapat memungkinkan sesorang untuk mengunggah,
atau mengunduh informasi, dapat berkomunikasi dengan mengunakan surat elektronik yang
koneksi internetnya masih terhubung dengan saluran telepon dengan modem. Sistem papan
buletin ini ditemukan oleh Ward Christensen dan Randy Suess yang keduanya adalah
sesama pecinta dunia komputer. Perkembangan sosial media pertaman kali dilakukan
melalui pengiriman surat elektronik pertama oleh peneliti ARPA (Advanced Research
Project Agency) pada tahun 1971. 1995 adalah kelahiran situs GeoCities, situs ini
melayani Web Hosting yaitu layanan penyewaan penyimpanan data website agar halaman
website tersebut bisa di akses dari mana saja, dan kemunculan GeoCities ini menjadi
tonggak dari berdirinya website - website lain. Tahun 1997 muncul situs jejaring sosial
pertama yaitu Sixdegree.com walaupun sebenarnya pada tahun 1995 terdapat situs
Classmates.com yang juga merupakan situs jejaring sosial namun, Sixdegree.com di
anggap lebih menawarkan sebuah situs jejaring sosial di banding Classmates.com. Tahun
1999 Muncul situs untuk membuat blog pribadi, yaitu Blogger. Situs ini menawarkan
penggunanya untuk bisa membuat halaman situsnya sendiri. sehingga pengguna dari
Blogger ini bisa memuat hal tentang apapun. termasuk hal pribadi ataupun untuk
mengkritisi pemerintah. Bisa di katakan blogger ini menjadi tonggak berkembangnya
sebuah media sosial. Perkembangan media sosial di indonesia berangkat dari masuknya
internet ke indonesia yaitu pada tahun 1990 an, saat itu jaringan internet di Indonesia lebih
dikenal sebagai paguyuban network, di mana semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong
royong sangat hangat dan terasa di antara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana
Internet Indonesia pada perkembangannya kemudian yang terasa lebih komersial dan
individual di sebagian aktivitasnya, terutama yang melibatkan perdagangan Internet.
Sejak 1988, ada pengguna awal Internet di Indonesia yang memanfaatkan CIX (Inggris)
dan Compuserve (AS) untuk mengakses internet. Berdasarkan catatan whois ARIN dan
APNIC, protokol Internet (IP) pertama dari Indonesia, UI-NETLAB (192.41.206/24)
didaftarkan oleh Universitas Indonesia pada 24 Juni 1988. RMS Ibrahim, Suryono
Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto,
dan Onno W. Purbo merupa kan beberapa nama-nama legendaris di awal pembangunan
Internet Indonesia pada tahun 1992 hingga 1994. Masing-masing personal telah
mengontribusikan keahlian dan dedikasinya dalam membangun cuplikan-cuplikan sejarah
jaringan komputer di Indonesia. Tulisan-tulisan tentang keberadaan jaringan Internet di
Indonesia dapat dilihat di beberapa artikel di media cetak seperti KOMPAS berjudul
"Jaringan komputer biaya murah menggunakan radio" di bulan November 1990. Juga
beberapa artikel pendek di Majalah Elektron Himpunan Mahasiswa Elektro ITB pada tahun
1989. Berdirinya Friendster pada tahun 2002, merupakan tonggak awal lahirnya situs media
sosial. Pada saat itu friendster sangat booming, dan menjadi sebuah media sosial menjadi
fenomenal terutama di indonesia sendiri. Pada tahun 2003 lahir juga media sosial yang
bernama LinkEdln, dan Myspace akan tetapi kedua media sosial ini tidak terlalu
digandrungi oleh masyarakat indonesia. Pada tahun 2004 lahirlah aplikasi media sosial
yang sangat fenomenal hingga saat ini yaitu Facebook. Setelah itu mulailah aplikasi media
sosial bermunculan seperti Twitter, google+, instagram dan lainnya. Para siswa di SMK
Negeri 1 Bulakamba mayoritas menggunakan jejaring sosial ketika mereka memasuki usia
SMP, sekitar umur 13 sampai 14 tahun. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan dari siswa
kelas IX yang bernama Yuni Nurwahyuni. “saya menggunakan media sosial mulai MTs
yaitu facebook ”.

2. Pengertian Media Sosial


Media sosial, sesuai namanya merupakan media yang memungkinkan penggunanya untuk
saling bersosialisasi dan berinteraksi, berbagi informasi maupun kerjasama. Akses terhadap
media telah menjadi salah satu kebutuhan primer dari setiap orang. Hal tersebut
dikarenakan adanya kebutuhan akan informasi, hiburan, pendidikan, dan akses pengetahuan
di belahan bumi lain. Secara sederhana, istilah media bisa dijelaskan sebagai alat
komunikasi, terkadang pengertian media ini cenderung lebih dekat terhadap sifatnya yang
massa karena telihat dari banyaknya pembahasan tentang komunikasi massa. Beragam
kriteria bisa dibuat untuk melihat bagaimana media itu, ada yang membuat krietria media
berdasarkan teknologinya, seperti media cetak yang menunjukan bahwa media tersebut
dibuat dengan mesin cetak dan media elektronik yang dihasilkan oleh perangkat elektronik.
Dari sumber atau organ yang menjelaskan bagaimana cara mendapatkan atau bagaimana
kode-kode pesan itu diolah, misalnya media vidio visual yang diakses dengan
mengggunakan organ pendengaran dan penglihatan. Ada juga yang menuliskannya
berdasarkan bagaimana pesan itu disebarkan seperti media penyiaran (broadcast) dimana
media merupakan pusat dari produksi pesan, seperti stasiun televisi, dan pesan itu
disebarkan serta bisa dinikmati oleh siapa saja asal memiliki pesawat televisi.10 Membagi
media dalam kriteria-kriteria tertentu akan memudahkan siapapun untuk melihat media,
hanya pembagian media tersebut menepatkan media sekedar alat atau perantara dalam
proses distribusi pesan. Padahal dibalik itu semua media memiliki kekuatan yang juga
berkontribusi menciptakan makna dan budaya.
Media sosial telah menjadikan keseluruhan masyarakat global memiliki kesempatan yang
sama. Media sosial telah mampu mewujudkan kolaborasi manusia tanpa batasan waktu dan
tempat, sehingga media sosial bisa dikatakan sebagai alat komunikasi generasi saat ini.
Kemajuan teknologi dan informasi serta semakin canggihnya perangkat perangkat yang
diproduksi oleh industri seperti menghadirkan dunia dalam genggaman.

B. Manfaat Penggunaan Media Sosial


Banyak sekali Manfaat sosial media. Hampir segala sesuatu selalu berhubungan dengan
Sosial media. Belajar, bekerja, rekreasi, bisnis, istirahat, marketing, semua selalu
berhubungan dengan Sosial media. Namun ada satu hal yang akan kita bahas lebih dalam
lagi, yaitu pentingnya sosial media bagi sebuah bisnis online. Sosial media adalah salah
satu penentu kesuksesan sebuah website atau blog.
Media sosial dapat menghubungkan antara informasi dengan pembaca. Media sosial
memegang peranan penting bagi pertumbuhan bisnis. Ada beberapa manfaat dari media
sosial yang akan penulis jelaskan didalam tesis ini, yakni diantaranya :
1. Media sosial sebagai jurnalisme
Banyak informasi yang kita peroleh lewat media sosial, seperti informasi beasiswa,
lowongan kerja, info seputar agama, politik, motivasi, maupun hal-hal yang sedang tren dan
dibicarakan oleh banyak orang. Dunia jurnalisme tidak bisa dipisahkan dari peranan media
sosial. Mulai dari media massa konvensional seperti surat kabar, majalah, tabloid hingga
media massa kontemporer seperti e-paper, dan jejaring sosial. Jurnalisme membutuhkan
media untuk menjadi wadah penyebarluasan informasi yang terdapat dalam berita. Dalam
perkembangannya kini, media massa hadir dengan ragamnya yang semakin bervariasi.
Kehadiran internet semakin menguatkan pendapat bahwa media (dalam hal ini media on-
line) dapat memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan manusia, termasuk dunia
jurnalisme. Peristiwa pengeboman yang terjadi di suriah yang dilakukan oleh tentara rusia,
aktifis oposisi suriah telah merilis rekaman vidio penyelamatan anak-anak dari pung
bangunan runtuh pasca serangan udara Rusia di Aleppo, Suriah. Pada video yang diunggah
oleh kelompok media oposisi di Aleppo Media Centre, memperliahatkan anak laki-laki itu
dikeluarkan dari gedung yang hancur oleh petugas kesehatan dan kemudian ditempatkan
disebuah kursi di belakang ambulans, tubuhnya penuh dengan debu dan tampak darah
diwjahnya. Anak ini bernama Omrann Daqnessh, usianya belum genap enam tahun.
Omran harus menjalani perawatan medis akibat luka dikepala karena tertimpa reruntuhan.
Dia adalah salah satu korban selamat, aktivis mengatakan ada delapan korban dari serangan
udara di Qaterji termasuk lima anak-anak. Menurut data dari PBB, konflik suriah sejak
tahun 2011 telah menyebabkan setengah juta orang tewas. Kebanyakan korban tewas dari
rakyat sipil dan 13,8 juta warga suriah kehilangan matapencaharian. Peristiwa tersebut
menjadi bahan yang juga desebarkan di media internasional. Hal ini menunjukan bahwa
media sosial berperan dalam dunia jurnalistik, dimana warga biasa tidak lagi sekedar
menjadi narasumber yang diwawancarai oleh jurnalis, melainkan sudah menjadi jurnalis
warga yang bisa menjalankan tugas tugas jurnalisme dilapangan, mulai dari pengumpulan
data, mewancarai warga lain, mengambil foto, dan lainnya. Peristiwa tersebut mudah
menyebar keseluruh media didunia karena adanya peran penting media sosial, hal ini
terlihat ketika pemberitaan ini menjadi viral di media sosial terlebih di intagram, facebook
dan witter. Kehadiran media sosial dan kekuatan khalayak (masyarakat biasa) dalam
memproduksi informasi merupakan “pesaing” bagi media massa dalam praktik jurnbalisme.
Keberadaan media sosial tidak hanya dipandang menjadi media untuk bersosial saja bagi
penggunanya, namun secara sederhana sudah menjadi saluran pemberitaan yang bisa
menjadi saluran alternatif dibanding media massa yang selama ini telah ada. Kontribusi
konten oleh pengguna (UGC) dalam media sosial dapat disimpulkan dalam sebuah konten
yang:
1. Dipublikasikan secara online;
2. Berasal dari pengguna;
3. Dikerjakan atau dilakukan oleh praktisi maupun profesional
UGC juga melahirkan konsep yang disebut dengan “Crowdsourching”, konsep ini dalam
bidang jurnalisme, menunjukan bagaimana sebuah informasi dikembangkan secara terus
menerus oleh pengguna media sosial lainnya. crowdsourching ini sepenuhnya terletak pada
kreatifitas pengguna media sosial. Misalnya, sebuah informasi yang singkat dan
terpublikasi di media sosial, seperti facebook, akan terus berkembang dan terlengkapi oleh
informasi dari pengguna lainnya. apalagi karakter media sosial yang database, sebuah
informasi akan terus tersimpan dan bisa diakses oleh pengguna kapanpun dan dimanapun.
66 Jumlah pengguna media sosial yang lebih banyak ketimbang media massa, menjadi
pertimbangan bagaiman kekuatan media sosial dibidang jurnalistik. Jika media massa
hanya diakses oleh khalayak atau pengguna yang berlangganan atau yang mendapat
jangkauan siaran sesuai dengan batas wilayah, dimedia sosial para penggunanya tidak
dibatasi oleh jaringan media sosial yang diikutinya. Kini media sosial tidak hanya dijadikan
sebagai media untuk mencari temen atau berinterkasi sosial, akan tetapi media sosial juga
digunakan untuk melaporkan berita atau peristiwa terbaru.
Penyebaran akun yang terhubung dengan media sosial membuat sebuah informasi
menjangkau wilayah yang lebih luas bahkanbisa bersifat global. Dalam konteks tertentu apa
yang disebarkan ini dipandang sebagi sumber informasi dan layak direproduksi ulang untuk
disiarkan melalui jaringan media komersial. Beberapa kasus yang terjadi di indonesia
sering dijumpai bagaiman lembaga penyiaran media massa kerap menggunakan konten
yang tersebar di media sosial sebagai bahan pemberitaan, contohnya acara On the Spot
di trans 7. SMK Negeri 1 Bulakamba tidak ketinggalan dengan teknologi informasi, yang
mana tiap-tiap sekolah dituntut untuk mampu menjawab tantangan tersebut. Untuk
menunjang proses belajar mengajar, sekolah ini sudah menggunakan teknologi informasi
sebagai sumber belajar dan fasilitas belajar. SMK Negeri 1 Bulakamba juga membuka
gerbang kreatifitas siswanya dalam berkreasi semisal kegiatan pramuka yang mereka
rangkum dalam website, grup facebook sekolah.
2. Media sosial sebagai branding dan marketing
Branding dalam pengertian umum merupakan kumpulan kegiatan komunikasi yang
dilakukan oleh suatu perusahaan agar brand / merk yang ditawarkan dikenal dan memiliki
nilai sendiri dibenak konsumen atau calon konsumen. Dalam perkembangan saat ini,
branding tidak hanya dilakukan oleh perusahaan saja tetapi meluas sampai tingkat personal,
atau sering dikenal dengan istilah branding.

Dengan memanfaatkan media sosial, sebuah produk dapat lebih mudah dikenal oleh
konsumen, hal ini dikarenakan pada saat ini pengguna media sosial semankin banyak dan
penggunanya juga tidak terbatas oleh usia, wilayah, waktu dan lainnya. Kehadiran media
sosial dalam pemasaran pada era digital bisa dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pengiklan dan
sisi pengguna media sosial. Dari sisi pengiklan, media sosial memberikan tawaran dengan
konten yang beragam. Iklan tidak hanya dapat diproduksi dalam bentuk teks, tapi juga bisa
audio, visual, bahkan audio-visual. Produksi iklan dan pemanfaatan media sosial juga
cenderung membutuhkan biaya yang lebih murah, dibandingkan dengan pembuatan iklan di
media massa yang bisa menghabiskan jutaan bahkan ratusan juta untuk sekedar iklan, dan
sifatnya yang terbatas sedangkan dengan menggunakan media sosial itu tidak, baik dari
segi waktu, maupun jumlah yang melihat iklan tersebut. Kehadiran media sosial
memberikan alternatif pilihan bagaimana praktik pemasaran pada era digital ini bisa
berubah dari iklan berbayar menjadi iklan berdasarkan pengguna (user experience) yang
cenderung berbiaya kecil dan terkadang tanpa biasa sama sekali. Fasilitas di media sosial
dan bagaimana pengguna memanfaatkan media sosial untuk berbagi ralitas diri offlaine-
nya secara online memberikan arah balik bagaimana periklanan itu bekerja. Pengguna
secara sadar maupun tidak, menginformasikan pengalaman mereka dalam menggunakan
produk atau jasa. Banyak riset yang menyebutkan media sosial sebagai sarana untuk
pengguna berbagi pikiran, pengalaman, bahkan pandangan terhadap sebuah peristiwa.
Karena itu, tidak mengherankan apabila pengguna media sosial adalah juga konsumen yang
bisa mempromosikan sebuah produk atau sering juga disebut Consumer Generated Media
(CGM ).
Praktik GCM meliputi :
a. Consumer Generated Multimedia (GCM2) adalah tipe konsumen yang mengunggah
pengalaman dan pendapat mereka mengenai sebuah produk atau jasa dalam berbagai
bentuk media, baik video, audio, dan audio-video. Konten ini sangt berbeda dengan
citizen advertising, dimana iklan sengaja dibuat untuk mempengaruhi atau mengajak
konsumen secara verbal memakai sebuah produk atau jasa, sedangkan CGM2 lebih
menitik beratkan pada pengalaman pengguna media sosial.

b. Consumer-soliceted Media (CSM) merupakan tipe konsumen yang diundang


untukberkontribusi terhadap sebuah konten yang berkaitan dengan prduk atau jasa.
Tipe ini menunjukabn konsumen dilibatkan dalam perikalanan dan cenderung tidak
berbayar.
c. Incentived Consumer-Generated Media (ICGM). Tipe ini menunjukan konsumen
dimedia sosial yang diberikan insentif, dibayar, atau pemberian produk dari
prusahaan.
d. Consumer-Fortified Media (CFM) merupakan tipe konsumen yang menyebarkan atau
mengkondisikan sebuaah konten. Tipe ini menunjukan bahwa sebuah konten yang
berkaitan dengan produk atau jasa menjadi bahan diskusi dari konsumen yang juga
merupakan pengguna media sosial.
e. Compesated Consumer-Generated Media. Tipe terahir ini menjaelaskan bagaiman
konsumen dibayar untiuk tulisan atau publikasi mereka di media sosial oleh
perusahaan,

3. Media sosial sebagai Public Relation ( Hubungan Masyarakat)


Sekarang ini kehidupan manusia sudah merupakan era sosial media, yang dimana
menggunakan sistem dengan cara pelan tapi pasti dan telah memaksa banyak perusahaan
untuk mengubah cara mereka berkomunikasi. Pada saat ini mulai ramai dan banyakanya
penggunaaan media sosial (facebook) dan forum mau tidak mau memaksa perusahaan
untuk meningkatkan model berkomunikasi, facebook (salah satunya) sebagai media sosial
merupakan hal yang biasa dan selalu berkaitan dengan aktifitas kita terutama pada
kehidupan sosial dan pengguna internet.
Public Relations denga cara menggunakan media sosial memang bisa saja mendapatkan
feedback secara lagsung dari para konsumen dengana adanyan media sosial seperti jejaring
facebook, dan twitter, pihak – pihak yang berkaitan dengan public relations akan merasakan
manfaat penting. Kegiatan yang berkaitan dengan Public Relations memang merupakan
suatu yang tak bisa di tawarkan lagi untuk berhubungan lagi dengan media sosial yang
berbasis internet ini. Dengan facebook dan twitter, memungkinkan mereka untuk menjalin
komunikasi secara langsung dengan konsumen. Selain itu yang paling penting, praktisi itu
juga harus memahamai karakteristik media tersebut, yang pasti, perkembangan media sosial
telah mengubah pola komunikasi, yaitu dari pola komunikasi yang sebelumnya
konvensional, seperti komunikasi dari atas ke bawah, bawah ke atas, dan cara horizontal
atau pola komunikasi massa. Semua itu telah mereka tinggalkan dengan pola yang lebih
aktual dan langsung samapi ke publik.

Public Relations atau hubungan masyarakat bukan pada pencitraan semata, melainkan juga
adanya komunikasi timbal balik dan saling pengertian antara perusahhan dam publik.
Keberagaman publik memerlukan konten atau program public relations yang juga berbeda-
beda,. Bayangkan, sebelum ada era internet, para praktisi harus melayangkan publikasi
semacam brosur, selebaran kepada publik mereka dengan surat berlangganan yang harus
dikirim satu demi satu kealamt rumah, dikerjakan secara berkala, dan jarang melibatkan
biaya. Kehadiran media sosial dan inovasi internet membawa perubahan terhadap praktik
public relations yang selama ini dilakukan. Apa yang ditawarkan oleh internet dan
perangkaty yang ada di media sosial bisa digunakan untuk menjangkau keberagaman
publik. Target publik di internet bisa menjadi lebih spesifik dan lebih sesuai dengan apa
yang ingin dicapai. Pengguna media sosial juga bisa dijadikan corong bagi organisasi
public relations untuk menjaga dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya
krisis komunikasi dan dalam melkukan negosiasi (lobbying) dengan pengguna media sosial
lainnya. SMK Negeri 1 Bulakamba juga menggunakan media sosial salah satunya yaitu
melalui e-mail untuk menerima masukan. Hal ini dilakukan oleh pihaksekolah untuk bisa
meningkatkan hubungan timbal balik antar sekolah dengan masyarakat, dan sekolah dengan
mitra kerja.
4. Media Sosial sebagai Tempat informasi dan Silaturahmi
Dengan memanfaatkan media sosial atau jejaring sosial, semua orang bisa melakukan
komunikasi secara online, seperti chatting, pemberitahuan kabar, dan undangan. Bahkan
bagi mereka yang sudah terbiasa, komunikasi dalam media sosial lebih efektif dari pada
melalui call atau sms mobile. Media sosial juga sebagai tempat untuk mengenal orang baru
dan membuat sebuah komunitas tertentu, sehingga kita bisa mengenal banyak orang di
berbagai daerah tanpa harus bertemu, juga membuat sebuah komunitas dengan ide atau
hoby yang sama.

C. Unsur Negatif Penggunaan Media Sosial


Berbicara media sosial sekarang ini memang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat,
hampir tiap individu menggunakan media sosial dari yang muda hingga yang tua baik
untuk berbinis maupun hanya sebatas terhubung dengan teman. Adanya media sosial
memang sangatlah membantu seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, baik teman
maupun saudara. Namun di dalam kemudahan itu juga terdapat dampak positif serta
negatifnya, berikut akan dijelaskan dampak yang terjadi dalam penggunaan media sosial.

1. Isolasi Digital pada Diri Seseorang di Era Modern.


Belakangan ini sering terdengar kata-kata “Jejaring sosial dapat mendekatkan yang jauh
dan juga menjauhkan yang dekat. Di media sosial, seseorang bisa bebas dan leluasa
berteman dengan siapa saja yang berasal dari berbagai belahan dunia. Media sosial tidak
mengenal tempat, selagi tempat tersebut ada sinyal untuk internet, maka media sosial dapat
berjalan lancar. Orang Indonesia bisa mengenal dan berteman dengan orang China, Korea
bahkan Amerika. Itu semua mungkin, dan itulah kelebihan dari media sosial. Jika seseorang
bisa memanfaatkan media sosial dengan baik, maka akan menguntungkan juga.
Media sosial juga mengakibatkan dampak-dampak negatif bagi penggunanya, coba
pikirkan lagi kalimat tadi, “Menjauhkan yang dekat” inilah salah satu dampak negatif
jejaring sosial. Ketika seseorang terlalu asyik dengan media sosial di dunia maya dan
hingga melupakan dunia nyatanya. Mereka merasa lebih leluasa, dan nyaman
menyampaikan pendapat dan juga perasaan mereka di dalam jejaring sosial. Sehingga
mereka justru kelihatan murung setiap hari. Orang yang sudah ketagihan jejaring sosial
menjadi cenderung pendiam di dunia nyata. Orang-orang yang berada di sekitarnya juga
akan merasa tidak nyaman, karena sikap orang yang kecanduan media sosial tersebut. Efek
lainnya seseorang hingga lupa waktu karena dia terlalu terlena dengan aktifitasnya dimedia
sosial tersebut. Media sosial juga dapat menimbulkan candu yang dapat mengakibatkan
sifat penggunanya menjadi autis atau lebih menutup diri pada kehidupan sekitar.
Hal ini senada dengan pengakuan dari seorang siswi yang mengaku bisa menghabiskan
berjam-jam dalam bermain media sosial. “pernah bermain media sosial sampe 5 jam tapi
rata-rata 1 sampai 2 jam, yang dibuka sih kebanyakan facebook karena biasanya saya suka
perang komentar dan ngepoin87 status teman, jadi ya gityu pak buka tutup aja terus pak
hehehe” 10 ciri seseorang kecanduan media sosial di dunia maya menurut analis Retrevo
Gadgetology adalah sebagai berikut:
Pertama, seseorang berbicara atau mengirim pesan hanya 140 karakter atau kurang dari itu.
Ini mencerminkan bahwa pola pikir Anda sudah sangat meresap dengan
Twitter yang hanya memperbolehkan mengirim 140 karakter di setiap pesan
yang anda kirim.
Kedua, seseorang akan seringkali iseng untuk mencolek alias 'poke' teman atau rekan kerja
meski sekadar hanya untuk pergi ke toilet.
Ketiga, ketika ditanya oleh seseorang, "Bagaimana akhir pekanmu?". Di pikiran anda yang
pertama kali muncul adalah “ Duh aku lupa update status di Facebook dan
Twitter”.
Keempat, seseorang kerap kali memposting link tentang keberhasilan memainkan game di
Facebook. Misalnya: 'Sukses naik ke level 932 Mafia Wars". Sementara di
Twitter, dalam 24 jam langsung mem-follow ribuan account sekaligus.
Kelima, seseorang akan menilai bahwa diri berhasil dan berharga dengan mengukur dari
seberapa sering Anda me-retweed. Keenam, Ketika koneksi internet
terhambat, seseorang tak sabar untuk terus menerus me-refresh halaman
media sosial yang ingin dibuka.
Ketujuh, seseorang mengganggap bahwa dengan menambah satu orang follower sangat
begitu berarti, seperti mencetak skor dalam sebuah pertandingan olah raga.
Kedelapan, Mengecek atau mengupdate status di Facebook dan Twitter sebelum tidur.
Kesembilan, Selalu wara-wiri di jejaring sosial sedikitnya satu kali sehari.
Kesepuluh, ketika ingin bersantap atau makan pun tak bisa menahan diri untuk tetap aktif
ke situs jejaring sosial. (lihat inet.detik.com, 2010) Dampak negatif
penggunaan media sosial ini dirasakan oleh salah satu siswa yang bernama
Wigiyana, dia mengaku hampir setiap hari mengakses, mengupdate status di
facebook, dimanapun dan kapanpun, bahkan dia mengaku bisa selfi untuk
diunggah di facebook hampir setiap hari.
Dampak negatif lainnya dari kecanduan jejaring sosial belakangan ini adalah maraknya
orang yang memposting foto makanan ke dalam jejaring sosial facebook, twitter, atau
instagram mereka, entah apa yang ada di dalam pikiran mereka hingga melakukan hal-hal
seperti itu, hal-hal seperti itu sudah melewati batas kelakuan manusia normal yang
sebenarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Valerie Taylor, psikiater dari Women
College Hospital, University of Toronto, Kanada, Bahwa seseorang yang terobsesi
mengunggah foto makanan dan minuman, Bisa jadi itu adalah gejala gangguan mental.
Sebelum makanan atau minuman mereka nikmati, banyak orang mengambil gambarnya
terlebih dulu untuk kemudian diunggah di berbagai media sosial.

2. Dapat Mengakibatkan Merosotnya Motifasi dan Prestasi bagi Pelajar. Prestasi belajar
siswa menurun akibat terlalu sering membuka situs jejaring sosial di internet. Hal ini
mungkin karena motivasi belajar siswa tersebut juga menjadi berkurang karena lebih
mementingkan jejaring sosialnya daripada prestasi belajarnya sendiri.
Jika terlalu asyik bermain menggunakan sosial media menyebabkan malas untuk membuka
kembali buku pelajaran sekolah atau kuliah. Saat ingin mengerjakan tugas sekolah atau
kuliah pun inginnya segera cepat karena sudah terfokus dengan sosial media. Alhasil
kualitas daya belajar mereka pun menurun akibat penggunaan yang berlebihan. Hal ini
senada dengan pengakuan dari seorang siswa jurusan akuntansi yang mengatakan bahwa
dia merasa prestasinya menurun karena menggunakan media sosial yang tidak terkontrol.
Akan tetapi tidak semuanya media sosial memberikan efek negatif bagi prestasi siswa,
akan tetapi juga bisa membuat prestasi siswa lebih meningkat, hal ini dirasakan sendiri oleh
Sri Intan Rokhayati yang telah menggunakan media sosial sejak tiga tahun yang lalu. Dia
mengaku bahwa prestasinya sekarang ini berkat bantuan dari media sosial,

3. Menjadikan Seseorang Pemalas.


Ini efek negatif yang paling sering ditemukan pada anak atau bahkan bukan hanya anak.
Mereka menjadi malas untuk belajar dan beribadah bahkan sampai malas untuk berinteraksi
sosial di dunia nyata, karena terlalu asik dengan teman barunya di jejaring sosial. Hingga
pada akhirnya meninggalkan kewajibankewajiban yang seharusnya dikerjakan oleh anak.
Situs media sosial akan membuat seseorang cenderung lebih mementingkan diri sendiri.
Dirinya menjadi tidak sadar dan peduli dengan lingkungan sekitarnya karena waktu mereka
dihabiskan mengutak-atik jejaring sosial. Hingga pada akhirnya mengakibatkan individu
kurang bahkan tidak berempati dengan lingkungan kehidupan mereka yang sesungguhnya.
Kepekaan mereka terhadap lingkungan sekitarnya menjadi mati terbunuh kesenangannya
terhadap teman-temannya di situs jejaring sosial.
Orang yang sudah asyik bermain media sosial susah lepas untuk dihentikan. Terutama
untuk para remaja yang masih belum bisa memprioritaskan mana yang harus dikerjakan
mana yang tidak harus dikerjakan. Mereka akan mudah tercandu dengan serunya aplikasi
media sosial hingga lupa terhadap waktu. Dengan begitu mereka akan lupa untuk
mengerjakan hal-hal yang penting yang justru malah digunakan untuk bersosial media. Hal
seperti ini peneliti temukan langsung dimana para siswa lebih sibuk dengan handphonenya
ketimbang berinteraksi dengan teman yang ada didekatnya, setelah di telusuri ternyata
mereka lebih merasa nyaman dan asyik berinteraksi di dunia maya daripada berinteraksi
dengan lingkunganya langsung.

5. Merusak Tata Bahasa


Situs jejaring sosial (media sosial) tidak memiliki aturan baku yang berlaku bagi seseorang
dalam melakukan interaksi dengan temannya disitus jejaring sosial. Tidak ada tata bahasa
baku untuk digunakan pada situs jejaring sosial, ini membuat mereka berkomunikasi semau
mereka sendiri dengan menciptakan bahasa mereka sendiri tanpa peduli dengan tata bahasa
yang baik dan benar dalam berkomunikasi.

6. Menjadikan Seseorang Susah Bergaul dan Menyendiri.


Situs jejaring sosial (media sosial) di internet membuat penggunanya memiliki dunia
sendiri, sehingga tidak sedikit dari mereka tidak peduli dengan orang lain dan lingkungan di
sekitarnya. Seseorang yang telah kecanduan situs jejaring sosial sering mengalami hal ini.
Yang mengakibatkan dirinya tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya lagi/menjadi
“Antisosial”.

7. Menjadikan Seseorang Lebih Suka Menghamburkan Uang


Akses internet untuk membuka situs jejaring sosial jelas berpengaruh terhadap kondisi
keuangan seseorang (terlebih jika mereka harus mengakses jejaring sosial dari warnet). Ini
dapat dikategorikan sebagai pemborosan, karena menggunakan uang secara tidak produktif.
Paket internet daripada untuk menelpon atau sms keluarga. Sekarang sekitar 50.000 sampai
100.000 rupiah minimal biaya yang dibutuhkan untuk 1 bulan paket internet. Itupun belum
termasuk biaya sms dan telepon.

CONTOH SOAL LATIHAN


1. Bagaimanakah sejarah penggunaan social media ?
2. Bagaimana penggunaan social media di era sekarang ?
3. Sebutkan jenis-jenis media social ?
4. Sebutkan manfaat dari penggunaan media social ?
5. Sebutkan unsur negatif penggunaan social media ?
RANGKUMAN
Pesatnya perkembangan teknologi sekarang membuat banyak aplikasi media sosial
baru yang bermunculan di dunia maya. Kini dengan mengandalkan smartphone yang
berhubungan dengan internet, seseorang sudah bisa mengakses beberapa situs sosial media
seperti, facebook, twitter, line, wechat, kakao talk dan itu semua bisa kita akses dimana saja
dan kapan saja asalkan terhubung dengan koneksi internet dan itu membuat arus informasi
semakin besar dan pesat. Perkembangan sosial media yang pesat ini tidak hanya terjadi
pada negara negara maju saja, di negara berkembang seperti Indonesia, banyak user atau
pengguna sosial media dan perkembangan yang pesat ini bisa menjadi pengganti peran
media massa konvensiaonal dalam menyebarkan berita atau informasi.
Jenis-jenis media social
1. Media jejaring social
2. Blog
3. Microblogging
4. Media sharing ( berbagi media)
5. Social bookmarking ( penanda social )
6. Wiki
Manfaat dari penggunaan media social
1. Media social sebagai jurnalisme
2. Media social sebagai branding dan marketing
3. Media social sebagai public relation
4. Media social sebagai tempat informasi dan silahturahmi
Dampak dari penggiunaan media social
- Isolasi Digital pada Diri Seseorang di Era Modern
-Dapat Mengakibatkan Merosotnya Motifasi dan Prestasi bagi Pelajar.
-Menjadikan Seseorang Pemalas.
-Menjadikan Seseorang Egois
-Merusak tata bahasa
-Menjadikan seseorang susah bergaul dan menyendiri
-Menjadikan Seseorang Lebih Suka Menghamburkan Uang
JAWABAN SOAL LATIHAN
1. Awal mula terbentuknya sosial media terjadi pada tahun 1978 dari penemuan sistem
papan buletin, yang dapat memungkinkan sesorang untuk mengunggah, atau mengunduh
informasi, dapat berkomunikasi dengan mengunakan surat elektronik yang koneksi
internetnya masih terhubung dengan saluran telepon dengan modem. Sistem papan
buletin ini ditemukan oleh Ward Christensen dan Randy Suess yang keduanya adalah
sesama pecinta dunia komputer. Perkembangan sosial media pertaman kali dilakukan
melalui pengiriman surat elektronik pertama oleh peneliti ARPA ( Advanced Research
Project Agency) pada tahun 1971. 1995 adalah kelahiran situs GeoCities, situs ini
melayani Web Hosting yaitu layanan penyewaan penyimpanan data website agar
halaman website tersebut bisa di akses dari mana saja, dan kemunculan GeoCities ini
menjadi tonggak dari berdirinya website - website lain.
Tahun 1997 muncul situs jejaring sosial pertama yaitu Sixdegree.com walaupun
sebenarnya pada tahun 1995 terdapat situs Classmates.com yang juga merupakan situs
jejaring sosial namun, Sixdegree.com di anggap lebih menawarkan sebuah situs jejaring
sosial di banding Classmates.com.
Tahun 1999 Muncul situs untuk membuat blog pribadi, yaitu Blogger. Perkembangan
media sosial di indonesia berangkat dari masuknya internet ke indonesia yaitu pada
tahun 1990 an, saat itu jaringan internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban
network, di mana semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat
dan terasa di antara para pelakunya.
2. Media sosial telah menjadikan keseluruhan masyarakat global memiliki kesempatan
yang sama. Media sosial telah mampu mewujudkan kolaborasi manusia tanpa batasan
waktu dan tempat, sehingga media sosial bisa dikatakan sebagai alat komunikasi
generasi saat ini. Kemajuan teknologi dan informasi serta semakin canggihnya
perangkatperangkat yang diproduksi oleh industri seperti menghadirkan dunia dalam
genggaman.
3. 1. Media jejaring social
2. Blog
3. Microblogging
4. Media sharing ( berbagi media)
5. Social bookmarking ( penanda social )
6. Wiki
4. 1. Media social sebagai jurnalisme
2. Media social sebagai branding dan marketing
3. Media social sebagai public relation
4. Media social sebagai tempat informasi dan silahturahmi
5. - Isolasi Digital pada Diri Seseorang di Era Modern
-Dapat Mengakibatkan Merosotnya Motifasi dan Prestasi bagi Pelajar.
-Menjadikan Seseorang Pemalas.
-Menjadikan Seseorang Egois
-Merusak tata bahasa
-Menjadikan seseorang susah bergaul dan menyendiri
-Menjadikan Seseorang Lebih Suka Menghamburkan Uang
DAFTAR PUSTAKA
Zainudin, A. Rahman. Sejarah Sosial Media Dari Gutenberg Sampai Internet
Jakarta.Yayasan Obor Indonesia.2006, hal 1
Utama, Yakub. Sejarah Media Sosial.jakarta. Rineka Cipta. 2008. Hal 23
Neti, Sisira, Social Media and It’s Roll in Marketing, International Journal of Enterprice
Computing and Bussines Systems.2011
http://sugikshare.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-sosial-media-dan-perkembangan.html
http://sugikshare.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-sosial-media-dan-perkembangan.html
Kurniawan. Jurnalisme maya. .Bandung.Rosdakarya.2016.hal 1
Sulianta, Feri.Keajaiban Media Sosial.Jakarta,Elex Media Kompetindo.2015. hal 23
Nasrullah,Rulli. Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan
sosioteknologi.Bandung.Rosdakarya.2016.Hal 1
Ruly. Komunikasi Antar Budaya di Era siber.Jakarta. Prenata Media Hal 13
Social media sering juga disebut Media sosial 1
Rahmadi, Arif. Tips Produktif Ber-Social Media.Jakarta.PT.Elex Media
Komputindo.2016.Hal,1
Saxena, S. Social Media Can Be Organized In 6 Categories”. Retrived from
http://www.easymedia.in/social-media-can -organized-6clear-categories/.2014
KEGIATAN BELAJAR 9
TEORI PRAKTIK BERDASARKAN BUKTI

Evidence based practice


a. Pengertian evidence based practice
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru yang
dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga
dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan menurut
(Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk memperolah pengetahuan
dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa menerapakan
EBP didalam praktik.
Dari kedua pengertian EBP tersebut dapat dipahami bahwa evidance based practice
merupakan suatu strategi untuk mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru
berdasarkan evidence atau bukti yang jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis
yang efektif dan meningkatkan skill dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas
kesehatan pasien.Oleh karena itu berdasarkan definisi tersebut, Komponen utama dalam
institusi pendidikan kesehatan yang bisa dijadikan prinsip adalah membuat keputusan
berdasarkan evidence based serta mengintegrasikan EBP kedalam kurikulum merupakan
hal yang sangat penting. Namun demikian fakta lain dilapangan menyatakan bahwa
pengetahuan, sikap, dan kemampuan serta kemauan mahasiswa keperawatan dalam
mengaplikasikan evidence based practice masih dalam level moderate atau menengah. Hal
ini sangat bertolak belakang dengan konsep pendidikan keperawatan yang bertujuan untuk
mempersiapkan lulusan yang mempunyai kompetensi dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Meskipun mahasiswa keperawatan atau perawat
menunjukkan sikap yang positif dalam mengaplikasikan evidence based namun
kemampuan dalam mencari literatur ilmiah masih sangat kurang. Beberapa literatur
menunjukkan bahwa evidence based practice masih merupakan hal baru bagi perawat. oleh
karena itu pengintegrasian evidence based kedalam kurikulum sarjana keperawatan dan
pembelajaran mengenai bagaimana mengintegrasikan evidence based kedalam prakteK
sangatlah penting. Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum undergraduate juga
dijelaskan didalam (Sin&Bleques, 2017) menyatakan bahwa pembelajaran evidence based
practice pada undergraduate student merupakan tahap awal dalam menyiapkan peran
mereka sebagai registered nurses (RN). Namun dalam penerapannya, ada beberapa konsep
yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan evidence based practice. Evidence based
practice atauevidence based nursing yang muncul dari konsep evidence based
medicinememiliki konsep yang sama dan memiliki makna yang lebih luas dari RU
atauresearch utilization(Levin & Feldman, 2012).
b. Tujuan EBP
Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek
keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang
terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan dimaksimalkannya
kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa
lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan. Dalam rutinititas sehari-hari para tenaga
kesehatan profesional tidak hanya perawat namun juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga
kesehatan profesional lainnya sering kali mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
muncul ketika memilih atau membandingkan treatment terbaik yang akan diberikan kepada
pasien/klien, misalnya saja pada pasien post operasi bedah akan muncul pertanyaan apakah
teknik pernapasan relaksasi itu lebih baik untuk menurunkan kecemasan dibandingkan
dengan cognitive behaviour theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif jika
dibandingkan dengan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri pasien ibu partum kala 1.
Pendekatan yang dilakukan berdasarkan pada evidance based bertujuan untuk menemukan
bukti-bukti terbaik sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan klinis yang muncul dan
kemudian mengaplikasikan bukti tersebut ke dalam praktek keperawatan guna
meningkatkan kualitas perawatan pasien tanpa menggunakan bukti-bukti terbaik, praktek
keperawatan akan sangat tertinggal dan seringkali berdampak kerugian untuk pasien.
Contohnya saja education kepada ibu untuk menempatkan bayinya pada saat tidur dengan
posisi pronasi dengan asumsi posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk mencegah
aspirasi pada bayi ketika tidur. Namun berdasarkan evidence based menyatakan bahwa
posisi pronasi pada bayi akan dapat mengakibatkan resiko kematian bayi secara tibatiba
SIDS. Oleh karena itu, pengintegrasian evidence based practice kedalam kurikulum
pendidikan keperawatan sangatlah penting. Tujuan utama mengajarkan EBP dalam
pendidikan keperawatan pada level undergraduate student adalah menyiapkan perawat
profesional yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas berdasarkan evidence based (Ashktorab, 2015).Pentingnya pelaksanaan EBP
pada institusi pendidikan yang merupakan cikal bakal atau pondasi utama dibentuknya
perawat profesional membutuhkan banyak strategi untuk bisa meningkatkan knowledge
dan skill serta pemahaman terhadap kasus real dilapangan. Diantaranya adalah
pengguanaan virtual based patients scenario dalam kegiatan problem based learning tutorial
yang akan bisa memberikan gambaran real terhadap kondisi pasien dengan teknologi
virtual guna meningkatkan knowledge dan critical thinking mahasiswa.
c. Komponen kunci EBP
Evidence atau bukti adalah kumpulan fakta yang diyakini kebenarannya. Evidence atau
bukti dibagi menjadi 2 yaitu eksternal evidence dan internal evidence. Bukti eksternal
didapatkan dari penelitian yang sangat ketat dan dengan proses atau metode penelitian
ilmiah. Pertanyaan yang sangat penting dalam mengimplementasikan bukti eksternal yang
didapatkan dari penelitian adalah apakah temuan atau hasil yang didapatkan didalam
penelitian tersebut dapat diimplementasikan kedalam dunia nyata atau dunia praktek dan
apakah seorang dokter atau klinisi akan mampu mencapai hasil yang sama dengan yang
dihasilkan dalam penelitian tersebut. Berbeda dengan bukti eksternal bukti internal
merupakan hasil dari insiatif praktek seperti manajemen hasil dan proyek perbaikan
kualitas (Melnyk & Fineout, 2011).
Dalam (Grove et al., 2012) EBP dijelaskan bahwa clinical expertise yang merupakan
komponen dari bukti internal adalah merupakan pengetahuan dan skill tenaga kesehatan
yang profesional dan ahli dalam memberikan pelayanan. Hal atau kriteria yang paling
menunjukkan seorang perawat ahli klinis atau clinical expertise adalah pengalaman kerja
yang sudah cukup lama, tingkat pendidikan, literatur klinis yang dimiliki serta
pemahamannnya terhadap research. Sedangkan patient preference adalah pilihan pasien,
kebutuhan pasien harapan, nilai, hubungan atau ikatan, dan tingkat keyakinannya terhadap
budaya.
d. Model-model EBP
Dalam memindahkan evidence kedalam praktek guna meningkatkan kualitas kesehatan dan
keselamatan (patient safety) dibutuhkan langkahlangkah yang sistematis dan berbagai
model EBP dapat membantu perawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam mengembangkan
konsep melalui pendekatan yang sistematis dan jelas, alokasi waktu dan sumber yang jelas,
sumber daya yang terlibat, serta mencegah impelementasi yang tidak runut dan lengkap
dalam sebuah organisasi (Gawlinski & Rutledge, 2008). Namun demikian, beberapa model
memiliki keunggulannya masingmasing sehingga setiap institusi dapat memilih
model yang sesuai dengan kondisi organisasi. Beberapa model yang sering digunakan
dalam mengimplementasikan evidence based practiceadalah Iowa model (2001), stetler
model (2001), ACE STAR model (2004), john hopkinsevidence-based practice
model(2007), rosswurm dan larrabee’s model, serta evidence based practice model for stuff
nurse (2008).
Beberapa karakteristik tiap-tiap model yang dapat dijadikan landasan dalam menerapkan
EBP yang sering digunakan yaitu IOWA model dalam EBP digunakan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan, digunakan dalam berbagai akademik dan setting klinis. Ciri
khas dari model ini adalah adanya konsep “triggers” dalam pelaksanaan EBP. Trigers
adalah masalah klinis ataupun informasi yang berasal dari luar organisasi. Ada 3 kunci
dalam membuat keputusan yaitu adanya penyebab mendasar timbulnya masalah atau
pengetahuan terkait dengan kebijakan institusi atau organisasi, penelitian yang cukup kuat,
dan pertimbangan mengenai kemungkinan diterapkannya perubahan kedalam praktek
sehingga dalam model tidak semua jenis masalah dapat diangkat dan menjadi topik
prioritas organisasi(Melnyk & Fineout, 2011). Sedangkan john hopkin’s model mempunyai
3 domain prioritas masalah yaitu praktek keperawatan, penelitian, dan pendidikan. Dalam
pelaksanaannya model ini terdapat beberapa tahapan yaitu menyusun practice questionyang
menggunakan pico approach, menentukan evidence dengan penjelasan mengenai tiap level
yang jelas dan translation yang lebih sistematis dengan model lainnya serta memiliki
lingkup yang lebih luas. Sedangkan ACE star model merupakan model transformasi
pengetahuan berdasarkan research. Evidence non research tidak digunakan dalam model
ini. Untuk stetler’s model merupakan model yang tidak berorientasi pada perubahan formal
tetapi pada perubahan oleh individu perawat. Model ini menyusun masalah berdasarkan
data internal (quality improvement dan operasional) dan data eksternal yang berasal dari
penelitian. Model ini menjadi panduan preseptor dalam mendidik perawat baru. Dalam
pelaksanaanya, untuk mahasiswa sarjana dan master sangat disarankan menggunakan
model jhon hopkin, sedangkan untuk mahasiswa undergraduate disarankan menggunkan
ACE star model dengan proses yang lebih sederhana dan sama dengan proses keperawatan
(Schneider& Whitehead, 2013).
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi EBP
Dalam (Ashktorab et all., 2015) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang akan
mendukung penerapan evidence based practice oleh mahasiswa kepearawatan, diantaranya
adalah intention (niat), pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa keperawatan. Dari
ketiga faktor tersebut sikap mahasiswa dalam menerapkan EBP merupakan faktor yang
sangat menunjang penerapan EBP. Untuk mewujudkan hal tersebut pendidikan tentang
EBP merupakan upaya yang harus dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa
ataupun sikap mahasiswa yang akan menjadi penunjang dalam penerapannya pada praktik
klinis. Sedangkan didalam (Ryan, 2016) dijelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan EBP dalam mahasiswa keperawatan berkaitan dengan faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terkait erat dengan intention atau sikap serta
pengetahuan mahasiswa sedangkan faktor ekstrinsik erat kaitannya dengan organizational
atau institutional support seperti kemampuan fasilitator atau mentorship dalam memberikan
arahan guna mentransformasi evidence kedalam praktek, ketersedian fasilitias yang
mendukung serta dukungan lingkungan.
f. Langkah-langkah dalam proses EBP
Berdasarkan (Melnyk et al., 2014) ada beberapa tahapan atau langkah dalam proses EBP.
Tujuh langkah dalam evidence based practice (EBP) dimulai dengan semangat untuk
melakukan penyelidikan atau pencarian (inquiry) personal. Budaya EBP dan lingkungan
merupakan faktor yang sangat penting untuk tetap mempertahankan timbulnya pertanyaan-
pertanyaan klinis yang kritis dalam praktek keseharian. Langkah-langkah dalam proses
evidance based practice adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)
2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question
3) Mencari bukti-bukti terbaik
4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome) Jika diuraikan 7 langkah dalam proses
evidence based practice adalah sebagai berikut:
1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry).
Inquiry adalah semangat untuk melakukan penyelidikan yaitu sikap kritis untuk selalu
bertanya terhadap fenomenafenomena serta kejadian-kejadian yang terjadi saat praktek
dilakukan oleh seorang klinisi atau petugas kesehatan dalam melakukan perawatan kepada
pasien.
2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question.
Menurut (Newhouse et al., 2007) dalam mencari jawaban untuk pertanyaan klinis yang
muncul, maka diperlukan strategi yang efektif yaitu dengan membuat format PICO. PICO
adalah pasien, populasi atau masalah baik itu umur, gender, ras atapun penyakit seperti
hepatitis dll. I adalah intervensi baik itu meliputi treatment di klinis ataupun pendidikan dan
administratif.
3) Mencari bukti-bukti terbaik.
Kata kunci yang sudah disusun dengan menggunakan picot digunakan untuk memulai
pencarian bukti terbaik. Bukti terbaik adalah dilihat dari tipe dan tingkatan penelitian.
Tingkatan penelitian yang bisa dijadikan evidence atau bukti terbaik adalah metaanalysis
dan systematic riview. Systematic riview adalah ringkasan hasil dari banyak penelitian
yang memakai metode kuantitatif.
SOAL LATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan evidene based practice ?
2. Kenapa sangat penting evidene based practice ?
3. Sebutkan tujuan dari evidene based practice ?
4. Sebutkan faktor-faktor evidene based practice ?
5. Sebutkan langkah-langkah dalam proses evidene based practice ?

RANGKUMAN
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru yang
dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga
dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011). Sedangkan menurut
(Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk memperolah pengetahuan
dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif sehingga bisa menerapakan
EBP didalam praktik.
Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek
keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang
terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan dimaksimalkannya
kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan lama perawatan bisa
lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et al., 2012). Dalam
rutinititas sehari-hari para tenaga kesehatan profesional tidak hanya perawat namun juga
ahli farmasi, dokter, dan tenaga kesehatan profesional lainnya sering kali mencari jawaban
dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memilih atau membandingkan treatment
terbaik yang akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya saja pada pasien post operasi
bedah akan muncul pertanyaan apakah teknik pernapasan relaksasi itu lebih baik untuk
menurunkan kecemasan dibandingkan dengan cognitive behaviour theraphy, apakah teknik
relaksasi lebih efektif jika dibandingkan dengan teknik distraksi untuk mengurangi nyeri
pasien ibu partum kala 1.
JAWABAN SOAL LATIHAN
1. Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru
yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi untuk
memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang positif
sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik.
2. Pentingnya evidence based practice dalam kurikulum undergraduate juga dijelaskan
didalam (Sin&Bleques, 2017) menyatakan bahwa pembelajaran evidence based practice
pada undergraduate student merupakan tahap awal dalam menyiapkan peran mereka
sebagai registered nurses (RN). Namun dalam penerapannya, ada beberapa konsep yang
memiliki kesamaan dan perbedaan dengan evidence based practice. Evidence based
practice atauevidence based nursing yang muncul dari konsep evidence based
medicinememiliki konsep yang sama dan memiliki makna yang lebih luas dari RU
atauresearch utilization.
3. Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek
keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang
terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan
dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan
lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan.
4. 1. Intention (niat)
2. Pengetahuan
3. sikap dan prilaku
5. 1) Menumbuhkan semangat penyelidikan (inquiry)
2) Mengajukan pertanyaan PICO(T) question
3) Mencari bukti-bukti terbaik
4) Melakukan penilaian (appraisal) terhadap bukti-bukti yang ditemukan
5) Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan pilihan pasien untuk membuat
keputusan klinis terbaik
6) Evaluasi hasil dari perubahan praktek setelah penerapan EBP
7) Menyebarluaskan hasil (disseminate outcome)
DAFTAR PUSTAKA
Rebar, C. R, Gercsch, C.J.,& Macnee, C.L., & McCabe, S. (2010). Understanding nursing
research: reading and using research in evidene based practice. Philadelphia : Lippincott
Willliams & Wilkins
Swarjana, I. K. (2016). Statistic kesehatan . Yogyakarta : Perpustakaan Nasional.
Zilfikar . (2002) Manajemen Riset Dengan Pendekatan Komputasi Statistika. Yogyakarta:
CV BUDI UTAMA
KEGIATAN BELAJAR 10
KONSEP BIO ETIK DAN APLIKASINYA PADA PRAKTIK KEBIDANAN

KONSEP DASAR BIOETIK


A. Konsep dasar bio-etika dan profesionalisme
1. Bio-Etika
Secara harafiah, istilah bioetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios (hidup) dan
ethike (apa yang seharusnya dilakukan manusia). Istialah itu sendiri diartikan sebagai
kajian etika mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan
medis.Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada
pertanyaan etik yang mencul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi,
pengobatan, politik hukum dan theology.
Pada artian yang lebih sempit, bioetika merupakan evaluasi etik pada moralitas
treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia.
Sedangkan menurut artian yang lebih luas, bioetika mengevaluasi pada semua tindakan
moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme
terhadap perasaan takut dan nyeri yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan
pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain peningkatan mutu genetik, etika
lingkunganan pemberian pelayanan kesehatan.
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya ilmu dan teknologi
hayati terutama di bidang medis yang berhubungan erat dan/atau menjadikan manusia
sebagai objeknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa bioetika lebih berfokus pada dilema yang
menyangkut perawatan kesehatan modern, serta aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap
masalah-masalah pelayanan kesehatan ( Heryani, R, 2013).

2. Profesionalisme
Istilah profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang
pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas
sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis sekertaris
dan sebagainya.
Ada perbedaan antara profesi dan pekerjaan: profesi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan seseorang untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya dimana profesi tersebut
diatur oleh etika profesi dimana Etika Profesi tersebut hanya berlaku sesama profesi
tersebut. Sementara pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri
dan keluarganya dimana pekerjaan tersebut tidak memiliki etika (Suseno, T,2010).
Seorang pekerja professional perlu dibedakan dari seorang teknisi. Baik pekerja
professional maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis: menguasai teknik
kerja yang sama dapat memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi,
seorang pekerja professional dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang
menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sifat yang positif
dalam melaksanakan serta mengembangkan mutu karyanya (Purwoastuti, E,2017).
Seorang profesional wajib mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan
profesionalisme dapat dicapai melalui kewajiban belajar (menguasai lebih banyak
pengetahuan teknis) dan bukan melalui interaksi dengan klien. Didalam bukunya, Moore
mengabaikan kemungkinan seorang profesional juga belajar melalui kliennya. (Moore,
Wilbert E, The Professions: Roles and Rules, New York;Russel Sage Foundation, 1970)

B. Kebidanan Sebagai Profesi


1. Bidan Suatu Profesi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya).
Menurut Brandeis yang dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi,
pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan yang berupa :
1. Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character)
2. Diabdikan untuk kepentingan orang lain
3. Keberhasilan tersebut bukan berdasar pada keuntungan financial
4. Keberhasilan tersebut antara lain menetukan berbagai ketentuan yang merupakan kode
etik, serta pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang
bersangkutan
5. Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi (Diah Arimbi, 2014) Sejarah
menunjukkan bahwa bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya
peradabadan umat manusia.Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu melahirkan.Peran dan posisi bidan di masyarakat
sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi
semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu melahirkan
sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.

2. Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik, dan peneliti.

3. Fungsi Bidan
Berdasarkan peran bidan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik serta peneliti, dari peran
tersebut bidan memiliki fungsi sesuai perannya.

4. Tanggung Jawab Bidan


Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya.Seorang Bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya bila terjadi
gugatan terhadap tindakan yang dilakukannya

5. Tugas Bidan
Berdasarkan penjelasan mengenai asuhan/ pelayanan kebidanan, sebagai seorang bidan
sudah pasti memiliki tugas, seperti member bimbingan, asuhan, dan nasihat kepada remaja
(sebagai calon ibu), ibu hamil dengan resiko tinggi, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu
menyusui, serta ibu dalam masa klimakterium dan menopause.
6. Kompetensi Bidan
Seorang bidan harus memiliki kompetensi bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung jawab
dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan. (Drs. Surajiyo, 2014)
Kompetensi adalah kemampuan seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu
pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik dan
pekerjaan profesinya. (Cecep Triwibowo, 2014).
Untuk mengetehui kompetensi seorang bidan, bekerja sama antara pihak institusi dengan
badan penyelenggara uji kompetensi dilaksanakanlah uji kompetensi sebanyak 3 kali dalam
kurung waktu setahun. Uji kompetensi sendiri adalah ujian yang dilaksanakan di akhir
masa pendidikan tenaga kesehatan, sebelum melaksanakan sumpah profesi untuk menilai
pencapaian kompetensi berdasarkan standar kompetensi dalam rangka memperoleh
sertifikat kompetensi. (Buku Pedoman uji Kompetensi Kementrian Kesehatan RI, 2011)

C. Konsep dasar bio-etika profesionalisme bidan


1. Pengertian etika, moral, hukum
a. Etika
Istilah etika yang kita gunakan sehari-hari pada hakekatnya berkaitan dengan falsafah
dan moral yaitu “ mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam
kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan
“kurun waktu tertentu” karena etik moral akan berubah dengan lewatnya waktu.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). (Diah Arimbi,
2014) Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai berikut:
1) Menurut bahasa Yunani yaitu ethos (jamaknya; et etha), yang berarti “adat
istiadat” atau “kebiasaan”.
2) Menurut bahasa Inggris berasal dari Eithis, yaitu tingkah laku/perilaku manusia
baik dimana tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada
umumnya (Heryani, R, 2013).
Menurut para ahli:
1) Menurut Martin (1993), etika didefenisikan sebagai “the discipline which can as
the performanceindex or reference for our control system” yang artinya disiplin yang
dapat bertindak sebagai acuan atau index capaian untuk sistem kendali kita/kami.
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis
(tindakan) manusia. Etika tidak dipersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak (Purwoastuti,E,2017)
2) Menurut K. Bartens dirumuskan sebagai berikut:
a) Kata etika dapat digunakan dalam arti nilai dan norma moral yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b) Etika berarti kumpulan asas atau moral, yang dimaksud disini adalah kode etik
c) Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk
Etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut “menjadi orang
baik”, tetapi juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang
tepatnya di sebut “ethos”nya. (Diah Arimbi, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa etika diartikan “Sebagai ilmu yang mempelajari
kebaikan dan keburukan dalam hidup menusia khususnya perbuatan manusia yang
didorong kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan
perasaan”(Heryani, R, 2013).
b. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin (mos- bentuk tunggal, mores- bentuk jamak)
yang berarti kebiasaan atau adat. Kata mores dipakai oleh banyak bahasa masih dlam
arti yang sama, termasuk bahasa Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
“moral” dijelaskan dengan membedakan tiga arti: 1) “ajaran tertentu” baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan akhlak, budi pekerti,
susila dsb. 2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemanagat,
bergairah dan disiplim, dsb : isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana teruangkap
dalam perbuatan. 3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Teori moral
mencoba memformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan
masalah-masalah etik (Heryani, R, 2016).
Menurut Ensiklopedia pendidikan Soeganda Poerbacaraka, moral merupakan suatu
istilah uantuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat, corak-corak, maksud-maksud,
pertimbangan-pertimbangan, atau perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan
baik/buruk, benar/salah (Purwoastuti, E, 2017).
Moral; yang mengatur hubungan dengan sesama, tetapi berlainan jenis dan atau yang
menyangkut kehormatan tiap pribadi. (Diah Arimbi, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa moral adalah mengenai apa yang sinilai seharusnya
oleh masyarakat dan etik dapat diartikan pula sebagi moral yang ditunjukkan kepada
profesi (Heryani,R, 2013).
c. Hukum
Secara umum, hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi hak dan kewajiban
yang timbal balik dan mengatur yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Beberapa defenisi hukum yang dikemukakan oleh para pakar hukum adalah:
1) H.J. Hamker : hukum merupakan seperangkat aturan yang menunjuk kebiasaan
orang dalam pergaulannya dengan pihak lain di dalam masyarakat
2) Kantorowich : hukum adalah keseluruhan aturan-aturan kemasyarakatan yang
mewajibkan tindakan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan
3) Holmes : Hukum adalah apa yang diramalkan akan diputuskan
oleh pengadilan
4) Jihn Locke : sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada
umumnya tentang tindakan-tindakan mereka untuk menilai/mengadili mana yang
merupakan perbuatan yang jujur dan mana yang merupakan perbuatan yang curang.
5) Emmanuel Kant : hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana
terjadi kombinasi antara keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum
umum tentang kemerdekaan (Asmawati, 2011 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan atau
ketentuan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata cara pergaulan
kehidupan masyarakat (subjek hukum) dan adanya sanksi bagi pelanggarnya, serta
ditetapkan atau diakui oleh otoritas tertinggi (Heryani, R,2016).
2. Kegunaan etika
Fungsi Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan
1) Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien.
2) Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain.
3) Menjaga privacy setiap individu.
4) Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5) Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya.
6) Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis
suatu masalah.
7) Menghasilkan tindakan yang benar
8) Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9) Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk,
benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10) Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11) Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12) Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13) Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata
cara di dalam organisasi profesi.
14) Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang
biasa disebut kode etik profesi (Suseno, T,2010).
3. Macam-macam etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan
atau etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak
yang lainnya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya.
Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan
dengan etika, terdapat dua macam etika, sebagai berikut:
a. Etika deskriptif, yakni etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang
sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam
hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut
berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas
yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak
secara etis.
b. Etika normatif, yakni etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal
dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh
manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif
merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik
dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat. Etika normatif dikelompokakn menjadi:
1) Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi
manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-
teori dan prinsip-prinsip moral.
2) Etika khusus; terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan.
4. Teori Etika
Penilaian baik buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan
pendekatan teori etika. Ada dua macam teori etika yang dikenal luas pada aspek
kesehatan.
a. Teori etika klasik
1) Teleologi
Teleologi diambil dari bahasa Yunan teleos yang berarti tujuan. Teori ini
menjelaskan bahwa benar burukya suatu tindakan tergantung dari akibat yang
ditimbulkan. Suatu perbuatan dianggap baik apabila perilaku tersebut mempunyai
akibat yang baik, begitu pun sebaliknya. Misalnya, memukul orang lain adalah salah
namun jika pemukulan itu dilakukan atas dasar pembelaan diri atau melindungi diri
maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan. Teori ini melahirkan pandangan egoisme
etis dan utilitarianisme.
2) Deontologi
Pandangan ini dipelopori oleh Immanuel Kant, diaman perbuatan secara moral
dianggap baik dan benar jika dilandasi dengan niat baik. Jadi hasilnya, bukanlah
tujuan utama, karena perbuatan baik seperti apa : jika dilandasi dengan niat yang
tidak baik tidak dapat dibenarkan secara moral.
Contohnya, seseorang melakukan pekerjaan yang sangat baik danprofesional namun
tidak dilandasi dengan keinginan untuk menyembuhkan pasiennya, tapi karena
tergiur oleh promosi jabatan tertenu. Perbuatan ini menurut deontologi tidak dapat
dibenarkan.
Kelemahan teori ini adalah betapa sulitnya mengukur dan menetapkan parameter
terhadap tindakan berdasar niat baik seseorang. Apalagi dalam kondisi
kegawatdaruratan dan tekanan tertentu. Segala aspek politik dan sosial bisa jadi
menjadi faktor penentu suatu keputusan tanpa melihat manusia sebagai individu.
Teori ini melahirkan apa yang sering di sebut dengan etika situasi dan dan
deontologis peraturan.
b. Teori etika komtemporer
Kehadiran etika kontemporer adalah akibat dari kenyataan, bahwa sebenarnya teori
kewajiban dan teori etika utilitarisme yang memecahkan secara praktis dilema etik
pelayanan. Kedua teori itu memberikan seperangkat pedoman tentang bagaiman
orang harus berbuat, yaitu dari pendekatan a priori dengan melakukan kewajiban
dengan baik, atau lawannya dari pendekatan a posteriori dengan melihat hasil
perbuatan itu. Olek karena itu, semua teori dianggap tidak efektif untuk diterapkan
pada praktik pelayanan kesehatan. Lalu, orang mulai mencari pendekatan alternatif;
bukan pada perbuatan, melaikan pertama-tama pada diri manusia pelakunya sendiri.

c. Teori budi pekerti luhur


Akar teori ini untuk sebagian juga dapat ditelusuri pada pikiran-pikiran
Aristoteles. Pada dasarnya, teori ini mengatakan setiap orang harusnya hidup secara
luhu dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan profesi. Ini tentu
lebih-lebih berlaku bagi seorang dokter, bidan dan perawat. Keluhuran budi
terungkap dalam sifat-sifat (karakter) seseorang yang selalu hidup sesuai dengan
norma-norma moral, dan selalu menyeimbangkan niat-niat baik dengan perbuatan-
perbuatan yang adil. Sifat-sifat luhur lain adalah dapat dipercaya, jujur, bijaksana,
sabar, berhati-hati, berani, dan bertanggungjawab.

d. Teori etika mengasuh


Para pemuka filsuf yang terdahulu mayoritas dikuasai oleh laki-laki, jika
kita melihat dari nama teori ini sepertinya tidak jauh dari kehidupan seorang
perempuan karena pemuka teori etika mengasuh adalah Carrol Cilligan, filsuf
perempuan yang pertama yang masuk dalam dunia etika teoritis yang berabad-abad
dikuasai oleh laki-laki.
Dasar teori ini adalah profesi dokter (dan profesi pelayanan kesehatan yang
lain) berwujud interaksi antara pemberi asuhan dengan manusia lain sebagai
penerima asuhan itu. Seorang pemberi asuhan, dismaping harus berpekerti luhur
juga seharusnya bersifat hangat, dekat, mengasihani, bersimpati, dan ramah
terhadap pasien. Dalam banyak hal, interaksi ini dapat disamakan dengan kedekatan
antara seorang ibu dengan bayi yang diasuhnya.
e. Teori penalaran praktis
Pemuka teori ini adalah pakar-pakar komtemporer Jonsen, Toulmin, dll. Mereka
berangkat dari sanggahan bahwa dilema moral dalam pelayanan kesehatan dapat
diatasi dengan teori-teori klasik. Oleh karena itu, pendekatan mereka dalam,
pemecahan masalah etik adalah pendekatan dengan penalaran praktis, yaitu dengan :
1) Pada tiap kasusu klinik memperhitungkan hal-hal khusus yang relevan dengan
pasien: indikasi medis, manfaat medis, preferensi pasien secara individual dari
alternatif tindakan yang disarankan dokter, mutu hidup pasien terkait dengan
kalainan yang dihadapinya, faktor-faktor kontekstual seperti keluarga, ekonomi
keluarga, sosial budaya, legal dan hal-hal lain yang terkait.
2) Memperhatikan pengalamam-pengamalan dokter lain sebelumnya dengan
kasus klinis yang serupa. Dalam hal ini, sampai batas tertentu ada persamaannya
dengan doktrin yuriprudensi adalah hukum yang terbentuk karena keputusan
hukum. Seorang hakim membuat keputusan hukum pada suatu perkara di
pengadilan dengan mengacu pada keputusan yang ditetapkan oleh hakim lain
sebelumnya pada kasus yang sama.

D. Dasar bioetika, etika dan landasan hukum dalam praktik dan pelayanan kebidanan
Profesi adalah suatu moral Community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan
nilai bersama. Mereka membentuk suatu profesi disatukan karena latar belakang
pendidikan yang sama dan memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan
demikian, profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan
tanggung jawab khusus.Kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu
profesi sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.
Kode etik adalah daftar kewajiban yang harus ditaati dan dbuat oleh profesi tertentu itu
serta mengikat semua anggotanya.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan
pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi.Akan tetapi setelah kode etik ada,
pemikiran etis tidak berhenti.Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tetapi
sebaliknya selalu didampingi oleh refleksi etis.
Bagaimana kode etik agar berfungsi dengan baik?Kode etik supaya dapat berfungsi dengan
semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesinya
sendiri. Kode etik tidak akan efektif, kalau di drop begitu saja dari atas, yakni dari instansi
pemerintah atau instansi lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai=nilai yang
hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat
kode etik dan barangkali bisa membantu juga dalam merumuskannya, tetapi pembuatan itu
harus dilakukan oleh profesi bersangkutan.
Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik harus menjadi hasil self-regulation
(pengaturan diri) dari profesi. Denagn membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan
hitam diatas putih, niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang hakiki. Kode etik yang
berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu bisa mendarah daging dan
menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan dengan tekun dan konsekuen.
Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik berhasil dengan baik, yakni pelaksanaannya
diawasi terus-menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi yang dikenakan
pada pelanggar kode. Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu
“Dewan Kehormatan” atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya untuk
mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, sering kali kode etik berisikan ketentuan
bahwa professional berkewajiban melapor, bila ketahuan teman sejawat melanggar kode
etik. Ketentuan ini merupakan akibat logis dari self-regulation yang terwujud dalam kode
etik, seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga
diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan control terhadap pelanggar (Bertens,
1993, hlm. 277-281)(Drs. Surajiyo, 2014).

E. Peran Bio-Etika Dan Profesionalisme Dalam Dunia Kebidanan


Peranan penting bidan sangatlah penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian
maternal dan perinatal, salah satunya bisa melalui pendekatan kepada hukum dukun
beranak dengan memberikan bimbingan pada kasus yang memerlukan rujukan medis.
Disamping itu, kerjasama dengan masyarakat melalui posyandu juga penting peranannya
dalam menepis kehamilan resiko tinggi sehingga mampu menekan angka kesakitan dan
kematian maternal dan perinatal.
Berdasarkan peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan dalam
memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan dibatasi
oleh ketiga kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah masyarakat dalam bentuk tertulis
atau kebiasaan pula. Oleh karena itu, profesi tenaga kesehatan yang selalu berkaitan dengan
manusia geraknya sangat terbatas (Heryani, R, 2013).
Bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan kebidanan yang
berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalampraktik asuhan kebidanan.
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan bidan dan berlanjut pada forum
atau kegiatan ilmiah baik formal atau non formal dengan teman, sejawat, profesi lain
maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila bidan menampilkan perilaku
pengambilan keputusan yang etis dalam membantu memecahkan masalah klien.
Dalam membantu memecahkan masalah ini bidan menggunakan dua pendekatan dalam
asuhan kebidanan, yaitu:
1. Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika kedokteran atau
kesehatan untuk menawarkan bimbingan tindakan khusus.
2. Pendekatan berdasarkan asuhan atau pelayanan, dimana bidan memberikan perhatian
khusus kepada pasien (Purwoastuti, E, 2017).
Bidan sebagai tenaga profesional termasuk rumpun kesehatan. Untuk menjadi jabatan
profesional, bidan harus mampu menunjukkan ciri- ciri jabatan profesionalya, yaitu:
1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2. Melalui jejang pendidikan yang menyiapkan
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan di masyarakat
4. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
5. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah
6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
7. Memilki kode etik bidan
8. Memiliki etika bidan
9. Memiliki standar pelayanan
10. Memiliki standar praktik
11. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi
Sebagai bidan profesional, selain memilikisyarat-syarat jabatan profesional bidan
juga dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1. Mengembangkan keterampilan dan kemahiran seorang bidan
2. Mengenali batas-batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak berupaya
melampaui wewenangnya dalam praktik klinik
3. Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari
keputusan tersebut
4. Berkomunikasi dengan pekerja kesehatan lainnya (bidan, dokter dan perawat)
dengan rasa hormat dan martabat
5. Memelihara kerjasama yang dengan baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit
pendukung untuk memastikan system rujukan yang optimal
6. Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat,
pendidikan berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal/perinatal
7. Bekerja sama dengan masyarakat tempat bidan praktik
8. Meningkatkan akses dan mutu asuhan kebidanan
9. Menjadi bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan
menghilangkan praktik kultur yang merugikan kaum wanita (Purwoastuti, E,
2017)

Dengan dasar demikian berarti masyarakat sulit untuk memberikan penilaian kemampuan
profesi. Oleh karena itu, jaminan yang diharapkan dilandasi pada sumpah profesi dan etika
profesi yang mengatur tingkah laku seseorang (Heryani,R,2016).

SOAL LATIHAN
1. Apakah yang dimaksud dengan bioetika ?
2. Sebutkan macam kebidanan sebagai profesi ?
3. Jelaskan pengertian etika menurut K .Bartens ?
4. Sebutkan kegunaan etika ?
5. Sebutkan macam-macam etika ?
RANGKUMAN
Secara harafiah, istilah bioetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios (hidup) dan
ethike (apa yang seharusnya dilakukan manusia). Istialah itu sendiri diartikan sebagai
kajian etika mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan
medis.
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada
pertanyaan etik yang mencul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi,
pengobatan, politik hukum dan theology.
Istilah profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang
pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas
sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis sekertaris
dan sebagainya.
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan
atau etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya
dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya,
dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya
membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam
etika, sebagai berikut:
Etika deskriptif, yakni etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap
dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai
sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa
adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan
situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan
kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
Etika normatif, yakni etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal
dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia
dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
Sebagai bidan profesional, selain memilikisyarat-syarat jabatan profesional bidan
juga dituntut memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1. Mengembangkan keterampilan dan kemahiran seorang bidan
2. Mengenali batas-batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak berupaya
melampaui wewenangnya dalam praktik klinik
3. Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari
keputusan tersebut
4. Berkomunikasi dengan pekerja kesehatan lainnya (bidan, dokter dan perawat)
dengan rasa hormat dan martabat
5. Memelihara kerjasama yang dengan baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit
pendukung untuk memastikan system rujukan yang optimal
6. Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat,
pendidikan berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal/perinatal
7. Bekerja sama dengan masyarakat tempat bidan praktik
8. Meningkatkan akses dan mutu asuhan kebidanan
9. Menjadi bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan
menghilangkan praktik kultur yang merugikan kaum wanita (Purwoastuti, E,
2017)
JAWABAN SOAL LATIHAN
1. Secara harafiah, istilah bioetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios (hidup) dan ethike
(apa yang seharusnya dilakukan manusia). Istialah itu sendiri diartikan sebagai kajian
etika mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis
2. >Bidan suatu profesi
> Peran bidan
> Fungsi bidan
> Tanggung jawab bidan
> Tugas bidan
>Kompetensi bidan
3. Menurut K. Bartens dirumuskan sebagai berikut:
a) Kata etika dapat digunakan dalam arti nilai dan norma moral yang menjadi
peganganbagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b) Etika berarti kumpulan asas atau moral, yang dimaksud disini adalah kode etik
c) Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk
4. 1) Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien.
2) Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain.
3) Menjaga privacy setiap individu.
4) Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5) Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya.
6) Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu
masalah.
7) Menghasilkan tindakan yang benar
8) Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9) Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk,
benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10) Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11) Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12) Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13) Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara
di dalam organisasi profesi.
14) Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang
biasa disebut kode etik profesi (Suseno, T,2010).
5. > Etika deskriptif, yakni etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai
sesuatu yang bernilai.
> Etika normatif, yakni etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal
dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh
manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asmawati dan Sri Rahayu Amri, S.R. 2011. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Pustaka
Refleksi: Makassar.
Arimbi, Diah. 2014. Etikolegal Kebidanan. Yogyakarta: Pustaka Rihama
Heryani, R. 2013. Buku Ajar Etikolegal dalam Praktik Kebidanan untuk Mahasiswa
Kebidanan. Jakarta: TIM.
. 2016. Buku Ajar Etikolegal dalam Praktik Kebidanan untuk Mahasiswa
Kebidanan-edisi revisi. Jakarta: TIM.
Purwoastuti, E dan Walyani, E.S. 2017. Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan. PT Pustaka
Baru : Yogyakarta.
Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.PT. Bumi Akasara-Jakarta.
Triwibowo, Cecep. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan. Yogykarta: Nuha Medika
Zulvadi, D. 2010. Etika dan Manajemen Kebidanan. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai