PENDAHULUAN
Pekerja yang sehat adalah faktor penentu yang vital untuk pertumbuhan
kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan
tempat kerja. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang
banyak diketahui bahwa bekerja dimanapun selalu ada resiko terkena Penyakit
Akibat Kerja (PAK). Baik bekerja di darat, laut, udara, bawah tanah, maupun
transportasi, laboratorium, rumah sakit, atau tempat lainnya. PAK tidak hanya
1
2
berupa penyakit infeksi dan penyakit noninfeksi. Tenaga medis merupakan profesi
yang beresiko terinfeksi virus dari pasien. Angka kejadian tenaga kesehatan yang
tertular Hepatitis B dan C serta HIV yang ditularkan oleh pasien cenderung tinggi.
Penularan ini dapat terjadi melalui kulit yang terluka oleh jarum, pisau, dan benda
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbatas dari gangguan kesehatan serta
pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Selanjutnya disebut bahwa cara
rehabilitatif dengan mengacu pada standar kesehatan kerja baik di sektor formal,
informal, maupun bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan
Salah satu tenaga kerja sektor formal ynag berpotensi terhadap keadaan
kesehatan kerjanya adalah bidan di rumah sakit. Menurut WHO Bidan adalah
seseorang yang telah diakui secara reguler dalam program pendidikan kebidanan
(Continuity of Care) mulai dari Ante Natal Care (ANC), Intra Natal Care (ANC),
Asuhan Bayi Baru Lahir (BBL), Asuhan Postpartum, Asuhan Neonatus dan
menjadi salah satu prioritas utama bangsa Indonesia. Pencapaian tujuan dan target
komponen bangsa. Sehingga pencapaian tujuan dan target MDGs harus menjadi
pembahasan seluruh masyarakat, termasuk Ikatan Bidan Indonesia (IBI). IBI dan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB) (IBI, 2015).
bidan. Salah satu cara upaya pencegahan gangguan kesehatan akibat kerja adalah
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) (Sari, 2017). APD yaitu alat kerja terpisah
yang digunakan untuk melindungi sebagian atau seluruh dari potensi bahaya atau
penyakit akibat kerja. Wieke (2016) menyatakan APD adalah alat yang memiliki
kimia atau fisik dan biologi yang mungkin didapati. APD harus memenuhi syarat-
syarat yakni enak digunakan, tak menggangu kerja, dan memberi perlindungan
menunjukkan bahwa 74% bidan pernah menyentuh darah pasien dengan tangan
telanjang, 51% pernah mengami percikan darah atau cairan tubuh di wajah, 24%
mengalami pajanan jarum suntik, dan hanya 55% bidan yang memiliki perilaku
kesehatan dan keselamatan kerja yang baik. Hasil penelitian Burke dan Madan di
Inggris pada tahun 1997 menyimpulkan bahwa dari 293 bidan sebanyak 63 orang
4
bidan mengalami kecelakaan kerja selama semester kedua tahun 1996, dan hanya
bidan tidak melaporkan kecelakaan kerja yang mereka alami karena hanya
kasus, terdiri dari 3 kasus tertusuk jarum, 2 kasus kecelakaan lalu lintas dan 1
kasus terpercik serbuk gerinda. Pada tahun 2015 terjadi kenaikan jumlah
kecelakaan kerja sebanyak 266,7% yaitu tercatat 16 kasus, yang terdiri dari 9
kasus tertusuk jarum, 3 kasus kecelakaan lalu lintas dan 4 kasus sharp injury. Dan
selama periode Januari sampai dengan Juni 2016 tercatat sudah terjadi 7 kasus
kecelakaan kerja.
penyakit akibat paparan terhadap darah pasien, paparan bahan kimia lainnya,
tusukan jarum suntik atau peralatan medis lainnya, seperti hepatitis B, HIV.
(RS) karena belum pernah terjadi kasus penyakit akibat kerja yang berarti akibat
kelalaian atau ketidakmauan bidan menggunakan APD, namun hal ini dianggap
seperti fenomena gunung es, dimana kasus PAK bisa saja terjadi ketika bidan
tidak bekerja lagi atau gejala-gejala yang ditimbulkan masih pada fase awal.
Hasil telaah catatan dan kenyataan dilapangan, pihak rumah sakit belum
berkala atau rutin pelatihan-pelatihan K3, tidak adanya media informasi tentang
K3, pengawasan yang rutin terhadap penggunaan APD, pencatatan dan pelaporan,
bahkan tidak ada sanksi tegas terhadap kelalaian bidan tersebut. Hal ini diduga
5
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan bidan tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri.
penggunaan APD di Kota Tebing Tinggi terhadap 20 bidan yang ada di Kota
kepala, masker, kacamata, dan sepatu bot. Sementara itu didapatkan 5 orang bidan
penggunaan APD yang lengkap dan sesuai standar pelayanan persalinan normal.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dari itu perlu untuk
Persalinan Normal di Kota Tebing Tinggu sehingga dapat diambil suatu kebijakan
konkrit terhadap peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja bagi bidan dan
dalam penelitian ini adalah masih rendahnya kepatuhan bidan dalam penggunaan
APD pada pertolongan persalinan normal di Kota Kota Tebing Tinggi Tahun
2019.
6
Sebagai masukan bagi bidan itu sendiri untuk mengetahui potensi bahaya
normal.