Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 1

MAKALAH AGAMA
Nama:

Yuansen tio

Theofilus Rantetasak

Anugrah Mahaputra Tappi

Fabian Bartes Topang


A. Nimpomania Dan hipomania

1. Gejala yang menyertainya

Gejala mania dan hipomania hampir sama, tapi tingkat kepadarahannya berbeda, gejala mania
bisa dikelompokkan, seperti:

Gejala mania

 Muncul perasaan senang berlebihan yang tidak berasalan


 Berpikir cepat sehingga penilaian dan pengambilan keputusan menjadi buruk
 Tidak butuh tidur atau istirahat
 Terlihat sangat gelisah
 Ucapan tangensial, yaitu berulang kali mengulang topik percakapan yang tidak sesuai

Jika kondisiya parah, maka gejala yang timbul meliputi:

 Melihat atau melihat sesuatu yang tidak ada tapi terasa nyata (halusinasi)
 Tidak bisa membedakan antara imajinasi atau kenyataan (delusi)
 Merasa berada dalam bahaya

Gejala hipomania

 Merasa diri sangat bersemangat sehingga lebih aktif dari biasanya

 Lebih banyak berbicara daripada biasanya


 Bicara cepat-cepat, tapi tidak nyambung
 Susah fokus dan konsentrasi

2. Menunjukkan tipe bipolar yang berbeda

Ada empat tipe dasar gangguan bipolar, yaitu bipolar 1, bipolar 2, cyclothymic, dan gangguan
bipolar campuran antara ketiganya. Episode mania sering muncul pada orang dengan bipolar
tipe 1. Gejala tersebut biasanya bergantian terjadi dengan episode depresi.

Sementara orang yang mengalami bipolar 2 tidak akan mengalami episode mania, tapi
hipomania. Sering kali orang dengan bipolar 2 didiagnosis sebagai depresi, padahal
sebenarnya bukan.

3. Lamanya episode berlangsung

Bukan hanya tingkat keparahan, lamanya episode berlangsung juga berbeda. Episode mania
pada orang dengan bipolar 1 akan bertahan hingga satu minggu bahkan lebih. Sementara
episode hipomania pada orang dengan bipolar 2 akan bertahan paling lama hingga 4 hari.

4. Perawatan yang diberikan


Selama episode mania atau hipomania terjadi, aktivitas sehari-hari bisa sangat terganggu.
Namun, sulit untuk mengalihkan seseorang yang mengalami episode mania menuju keadaan
yang lebih tenang dan lebih masuk akal. Apalagi episode mania akan berlangsung dalam
berminggu-minggu.

Itulah sebabnya orang yang mengalami episode mania cukup parah harus mendapat perawatan
dan pengawasan dari rumah sakit.

Berbeda dengan hipomania, gejalanya yang tidak terlalu parah masih bisa ditangani dengan
obat-obatan dan orang-orang di sekitarnya di rumah.

Bila Anda mengalami gejala bipolar, seperti mania, hipomania, atau depresi secara bergantian
dengan waktu sangat cepat, sebaiknya segera konsultasikan kondisi Anda ke dokter atau
psikolog. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.

Ingat, gangguan bipolar tidak dapat disembuhkan. Namun, melakukan terapi untuk mengubah
gaya hidup, mengikuti pengobatan, dan menghindari pemicu bisa membantu pasien
mengurangi keparahan gejala.

B. Nekrofilia

Apa itu necrophilia?


Necrophilia atau nekrofilia adalah bentuk perilaku seksual menyimpang yang ditandai oleh
hasrat untuk berhubungan seks dengan mayat (bisa tubuh manusia atau bangkai hewan).
Hasrat ini sangat kuat dan sangat sering menghampiri. Seorang pengidap necrophilia
akan terangsang oleh fantasi atau kontak seksual nyata dengan orang yang sudah meninggal.
Beberapa necrophile (sebutan bagi penderita necrophilia) bisa menemukan kenikmatan seksual
dari hal yang sederhana seperti saat mereka berada di dekat mayat, sementara necrophile
lainnya menginginkan kontak seksual langsung dengan orang mati lewat penetrasi vaginal, oral,
anal, atau masturbasi di hadapan mayat.

Perilaku seksual yang terkait necrophilia mungkin memiliki konsekuensi sosial dan hukum yang
serius. Para ahli dan dewan kebijakan hukum di berbagai belahan dunia menganggap
necrophilia sebagai tindakan pemerkosaan karena orang yang sudah meninggal tidak bisa
memberikan izin atas apa yang dilakukan orang lain terhadap tubuhnya.

Kok bisa ya, ada orang yang suka berhubungan


seks dengan mayat?
Menurut para psikolog, motif yang paling umum dari necrophilia adalah sebagai upaya untuk
mendapatkan pasangan seks yang tidak mampu melawan, yang memungkinkan necrophile
secara bebas mengekspresikan diri mereka secara seksual tanpa takut penolakan. Hal ini
menunjukkan bahwa mungkin ada gejala kecemasan sosial atau riwayat kesulitan menjalin
hubungan sosial dan/atau komunikasi antarpribadi di antara beberapa penderitanya.
Selain kedua motif di atas, masih banyak pemicu kecenderungan necrophilia yang dilaporkan.
Beberapa penderita hanya menunjukkan keinginan secara seksual untuk “kembali menjalin
hubungan” dengan pasangannya yang sudah meninggal. Beberapa ahli juga percaya
necrophilia berakar dari trauma masa kecil, seperti pelecehan seksual, sehingga mereka tidak
bisa mencapai kepuasan seksual dengan pasangan bernyawa. Motif lainnya bisa sesederhana
bahwa mereka merasa penampilan tubuh yang membusuk, tengkorak, dan tulang begitu erotis.

Guna memenuhi keinginan seks mereka, necrophiles bisa bekerja di tempat-tempat di mana
mereka akan memiliki akses mudah ke stok mayat, seperti kamar mayat atau kantor koroner.
Beberapa necrophile dapat menyewa pekerja seks komersil (PSK) untuk kemudian memintanya
merias diri sepucat mayat dan berpura-pura mati saat berhubungan seks. Ada juga beberapa
necrophiles (walau sangat jarang) yang sengaja benar-benar melakukan pembunuhan dalam
rangka untuk memiliki akses ke tubuh tak bernyawa.

Necrophilia ada berbagai jenis


Berdasarkan pengamatan para pakar, ada lima jenis dari necrophilia:

 Regular Necrophilia: penggunaan tubuh yang sudah mati untuk kesenangan seksual.
 Necrophilic Fantasy: memiliki dan membayangkan fantasi dan/atau kontak seksual, terlepas
dari apakah impian tersebut ditindaklanjuti atau tidak.
 Necrophilic Homicide: menindaklanjuti fantasi seksualnya dengan melakukan pembunuhan
nyata demi mendapatkan akses langsung mayat untuk kenikmatan seksual. Tindakan
pembunuhan tersebut juga merupakan bagian dari dorongan/fantasi seksualnya.
 Pseudonecrophilia: insiden berhubungan seksual dengan mayat yang hanya terjadi satu kali,
tanpa riwayat kecenderungan gairah/fantasi necrophilia sebelumnya.
 Necrosadisme: kenikmatan seksual berasal dari tindakan sadisme yang dilakukan pada mayat,
seperti mutilasi atau minum darah mayat. Ahli menganggap kasus necrosadisme tumpang
tindih antara necrophilia murni dan penyimpangan seksual lainnya atau gangguan kepribadian.

Bahayanya berhubungan seks dengan mayat


Selain menyimpang dari norma sosial, necrophilia juga merugikan bagi manusia yang terlibat
dalam hubungan seks dengan mayat. Berhubungan seks dengan mayat bisa berakibat fatal.
Bahaya berhubungan seks dengan mayat berkaitan dengan persiapan dan pembuangan mayat
yang tidak tepat.

Kontaminasi suplai air oleh mayat yang dibuang tanpa penguburan, situs pemakaman, atau di
situs penyimpanan sementara dapat mengakibatkan penyebaran gastroenteritis dari isi usus
mayat. Zat cadaverine dan putresin yang dihasilkan selama pembusukan bangkai hewan dan
manusia mengeluarkan bau busuk yang bisa beracun jika tertelan dalam dosis besar.

Ada risiko penularan infeksi dan penyakit kronis melalui kontak langsung dengan mayat yang
mungkin semasa hidupnya menderita penyakit tersebut, seperti penyakit kuru, hepatitis B dan
hepatitis C, HIV, patogen usus enterik, TBC, kolera dan lain-lain.
Bisakah necrophilia disembuhkan?
Necrophilia tidak harus diperlakukan sebagai tindakan yang lebih sesat daripada pemerkosaan,
pembunuhan, atau inses. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
atau DSM (buku panduan untuk diagnosis kesehatan mental), sebagian besar kasus
penyimpangan seksual dapat ditangani dengan konseling dan terapi CBT untuk membantu
penderita mengubah perilakunya. Obat dapat membantu untuk mengurangi dorongan kompulsi
yang terkait dengan necrophilia dan mengurangi jumlah kejadian fantasi seksual dan perilaku
menyimpang yang dilakukan.

Dalam beberapa kasus, terapi hormon dapat diresepkan bagi individu yang sering mengalami
perilaku seksual abnormal atau berbahaya kambuhan. Banyak dari obat-obatan ini bekerja
dengan mengurangi gairah seks individu.

C. Eksihibionisme
Apakah Gangguan Eksibisionisme itu ?

Eksibisionisme merupakan asal kata dari Exhibit yaitu memamerkan atau menunjukan. Sehingga
Eksibisionisme sendiri adalah perilaku yang selalu memamerkan hal yang biasanya tertutup di
khalayak umum. Misalnya : Payudara, Alat Kelamin, atau Pantat. Sehingga hal tersebut dapat
memicu dan mengundang hasrat orang – orang dari sekelilingnya.

Gangguan Eksibisionisme merupakan penyakit kesehatan mental yang berpusat mengekspos alat
kelamin seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual. Biasanya orang yang menderita
Gangguan Eksibisionisme menunjukan Kemaluan nya kepada orang asing yang tidak dikenal
dan tidak memiliki kecurigaan sama sekali, khususnya kepada kaum ibu-ibu dan anak –anak.

Yang paling sering melakukan perilaku memamerkan adalah laki-laki karena sering
menununjukan organ seksual nya kepada wanita, anak-anak dan sebagian besar kepada anak
gadis. Tindakan yang memamerkan alat kelamin biasanya disertai dengan gerakan sugesti dan
memunculkan kepuasan tersendiri. Seorang eksibisionis merasa mendapatkan kenikmatan
seksual ketika ia menunjukkan alat kelaminnya di depan orang lain kemudian orang lain
menunjukkan reaksi kaget ataupun takut terhadap kejadian tersebut.

Istilah eksibisionisme diciptakan oleh dokter Perancis yaitu Charles Lasegue tahun 1877 label
diagnostik untuk pria yang menyinggung tingkah laku yang berulang dan disengaja yaitu
menampilkan alat vital mereka ke publik ( khususnya kepada Perempuan dan anak-
anak ).Gambaran Gangguan Eksibisionisme

Gangguan eksibisionisme ini biasanya berawal sejak usia remaja setelah pubertas. Dorongan
untuk memamerkan alat kelaminnya sangat kuat dan hampir tidak dapat dikendalikan oleh pada
penderitanya, terutama ketika mereka mengalami kecemasan dan gairah seksual.
Pada saat memamerkan alat kelaminnya, individu dengan gangguan eksibisionisme (eksibisionis)
tidak mempedulikan konsekuensi sosial dan hukum dari tindakannya. Dalam beberapa kasus
tindakan eksibisionis ini juga diikuti dengan tindakan masturbasi saat melihat ekspresi dari
korban yang merupakan kepuasan seksual bagi pelaku tersebut. Karena banyaknya korban yang
merasa dirugikan/dilecehkan dan mengalami trauma atas tindakan eksibisionis, tindakan ini
sering dikategorikan sebagai sebuah kejahatan seksual dan kemudian dikategorikan dalam
sebagai pelanggaran hukum pidana. Orang dengan gangguan eksibisionisme mengalami perasaan
tertekan atau distress atas gangguannya tersebut, dan hal ini bukan sekedar berasal dari perasaan
tertekan karena melakukan pelanggaran norma sosial-budaya.

Kriteria Gangguan eksibisionis dalam DSM V adalah:

Berulang, intens, dan terjadi selama 6 bulan, fantasi, dorongan, perilaku yang menimbulkan
gairah seksual yang berkaitan dengan memamerkan alat kelamin kepada orang lain yang tidak
dikenalnya.
Orang yang bersangkutan bertindak berdasarkan dorongan tersebut, atau dorongan dan fantasi
menyebabkan orang tersebut sangat menderita atau mengalami masalah interpersonal.

Etiologi gangguan eksibisionisme merupakan bagian dari sindrom Parafilia bisa dilihat dari
berbagai perspektif, yakni :

1. Perspektif Psikodinamika

Parafilia dipandang sebagai tindakan defensif, melindungi ego agar tidak menghadapi rasa takut
dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi di tahap pra-genital (masa kanak-kanak)
dalam perkembangan psikoseksualnya. Orang yang mengidap parafilia dipandang sebagai orang
yang tidak mampu membangun atau mempertahankan hubungan heteroseksual yang wajar.
Perkembangan sosial dan seksual tidak matang, tidak berkembang, dan tidak memadai untuk
dapat menjalani hubungan sosial dan hetereoseksual . Contohnya: seseorang yang mengalami
eksibisionis meyakinkan diri sendiri tentang ke maskulinitasnya (laki-laki ) dan menunjukan ke
laki-lakian nya ( alat kelamin) kepada orang lain ( perempuan, baik anak-anak atau dewasa).

2. Perspektif Behavioral dan Kognitif

Dari perspektif ini, parafilia disebabkan karena proses belajar, yaitu melalui pengkondisian yang
secara tidak sengaja menghubungkan gairah seksual dengan stimuli yang oleh masyarakat
dianggap sebagai stimuli yang tidak tepat untuk munculnya suatu perilaku seksual.( Kinsey,
Pomeroy, & Martin , 1948;Kinsey dkk., 1953).

riwayat masa kanak-kanak individu yang mengidap parafilia sebagai korban pelecehan seksual
dan pelecehan fisik. Pada masa dewasa, ia akan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi
menjadi seorang pelaku penyimpangan seksual.
3. Perspektif Biologis

Sebagian besar pengidap parafilia adalah laki-laki. Jadi, ada spekulasi bahwa androgen, hormon
utama yang dimiliki laki-laki berperan dalam gangguan ini. Mungkin terdapat suatu kesalahan
dalam perkembangan janin. Namun demikian, penelitian empiris belum menemukan bukti
konklusif mengenai perbedaan hormonal antara orang normal dengan pengidap parafilia. Lalu
berkaitan dengan perkembangan dalam otak, disfungsi pada lobus temporalis diketahui dapat
mempengaruhi secara signifikan atas munculnya perilaku seks menyimpang, terutama kasus
sadisme dan eksibisionisme. Meskipun demikian, pemahaman bahwa faktor biologis berperan
penting sebagai penyebab dari parafilia perlu ditinjau ulang. Faktor ini hanya merupakan salah
satu dari rangkaian penyebab kompleks yang mencakup pengalaman sebagai salah satu faktor
utama.

Konsep sosiokultural

Adanya hubungan antara faktor budaya terhadap perilaku seseorang. Budaya dan lingkungan
memainkan penting dalam pembentukan perilaki seseorang. Termasuk perilaku seksual. Individu
y6ang mengalami penyimpangan seksual eksibisionisme cenderung memiliki masalah atau
konflik seksual dimasa lalu seperti, kekerasan seksual. Permasalahan-permasalahan di masa lalu
yang belum terselesaikan tersebutlah yang menjadi biological/sexual drive bagi individu untuk
melakukan penyimpangan. Dalam fase ini, individu tersebut sudah tidak lagi mampu untuk
mengontrol dirinya untuk tidak melakukan hal-hal tersebut.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk pencegahan ketika menemukan teman,saudara atau
orang yang disekitar kita yang mengalami gangguan eksibisionis?

Prevensi Primer

Yang lebih di pentingkan dalam pencegahan yaitu faktor kognitif nya sebisa mungkin kita
terhindar hal-hal yang sifatnya menuju ke penyimpangan seksual, melakukan aktifitas yang
positif dan mengetahui ciri-ciri aktivitas yang menimbulkan gangguan.

Prevensi Sekunder

Walaupun secara umum kasus penyimpangan seksual cenderung negatif dan sulit merubah
penyimpangan usaha deteksi dini tersebut untuk mencegah kambuhnya perilaku seksual yaitu
meluruskan distrorsi keyakinan dan merubah sikap yang tidak benar dengan berbagai upaya
salah satunya dengan berkonsultasi dengan psikolog untuk meningkatkan empati mereka
terhadap korbannya, manajemen kemarahan, berbagai teknik untuk meningkatkan harga diri.

Prevensi Tersier
Dalam hal ini dimaksudkan untuk pencegahan dalam jangka panjang individu dengan gangguan
eksibisionisme diajarkan pendekatan coping dalam mengelola hasrat seksualnya yang
mendesaknya untuk menampilkan alat kelaminnya ke orang lain. Dalam psikoterapi, individu
diajak memetakan bagaimana emosi, pikiran dan distorsi kognitifnya dapat mengakibatkan
dirinya melakukan perilaku seks menyimpang, serta bagaimana cara menghentikan alur proses
yang menyimpang tersebut. Dalam psikoterapi individual, individu dengan gangguan
eksibisionistik juga dapat diajarkan untuk mematahkan distorsi kognitif yang selama ini mereka
gunakan sebagai pembenaran perilaku penyimpangan mereka. Mereka juga dapat diajak untuk
belajar keahlian sosial, terutama dalam menjalin relasi sosial dan relasi intim dengan lawan jenis
secara sehat.

D. Fetisme
Fetishism / Fetishme
Adalah sebuah hasrat seksual terdahap suatu bagian tubuh, objek, atau kegiatan / gerakan pada
tubuh. Ini merupakan sebuah "penyakit" psikologi yg membuat penderita fetishism (Fetishist)
terobsesi pada bagian tubuh / objek / gerakan, mencintai hanya bagian tubuh itu, dan peningkatan
hasrat seksual pada bagian bagian tertentu itu. Misalnya :
1. Bagian Tubuh : Mata, Hidung, Bibir, Ketiak, Pusar, dll
2. Objek Pada Tubuh : kacamata, stocking, lingerine, korset, behel, dll
3. Gerakan Atau Kegiatan : mengibas rambut, berkeringat, anal, dll

Kenapa disebut dengan penyakit, karena penderita fetishism ini tidak akan tertarik selain objek dari
fetish-nya itu sendiri (biasa disebut partialism). Misalnya seseorang Fetishist tertarik pada mata
seorang wanita, dia tidak akan peduli bila wanita itu berwajah monster, cacat, atau yg lain. Bagi dia,
mata wanita itu, sempurna.

Penyebab Fetishism / Fetishme


Menurut beberapa ahli kejiwaan. Hasrat fetish bisa timbul karena pengalaman traumatic dari
penderita, misalnya salah satu orang yg sangat dia sayang meninggal, dan beberapa tahun
kemudian dia bertemu seseorang yg memiliki bibir yg sama dengan orang yg dia sayang itu.
Namun, banyak juga yg mengatakan bahwa fetishme itu muncul karena adanya faktor alami dari
otak si penderita yg mengingat terus menerus bagian / objek / kegiatan orang yg disayanginnya.
Misalnya, anda sedang rindu dengan kekasih anda, anda membayangkannya dalam pikiran anda.
Anda selalu ingat saat dia tersenyum, tertawa, berjalan, dan akhirnya lama kelamaan berubah
menjadi sebuah fetisism.

E. Transvetisme
Deskripsi

Apakah anda pernah melihat laki-laki berpakaian seperti wanita? Kita biasa menyebutnya
waria, di era sekarang ini memang mudah ditemui. Bila seorang laki-laki mengalami gairah
seksual dengan memakai pakaian perempuan, meskipun ia tetap merasa sebagai laki-laki,
kondisi ini disebut transvestic fetishism, yakni salah satu gangguan parafilia dimana
individu terangsang secara seksual oleh tindakan cross-dressing sebagai lawan
jenis, dan menemukan perilaku berpakaian yang menghasilkan gairah tersebut menimbulkan
tekanan pada dirinya (The American Psychiatric Association, 2013). Parafilia adalah
kelompok gangguan mental yang ditandai dengan obsesi praktik seksual yang tidak biasa
atau dengan aktivitas seksual yang melibatkan pasangan yang tidak biasa (seperti anak-anak,
objek, atau hewan).

Cross-dressing sendiri adalah istilah lain untuk transvestic fetishism. Fitur penting
dari transvestic fetishism adalah dorongan seksual berulang dan intens serta fantasi yang
melibatkan penggunaan pakaian yang terkait dengan lawan jenis. Dalam sistem lain
klasifikasi kejiwaan, transvestic fetishism dianggap sebagai penyimpangan seksual.

Bagi beberapa orang yang didiagnosis sebagai transvestic fetishism, fantasi atau rangsangan
yang terkait dengan cross-dressing mungkin selalu disertakan dalam aktivitas seksualnya.
Mereka dapat melakukan sendiri atau bersama pasangannya. Cross-dressing dapat
terjadi secara episodik, misalnya hanya selama periode stres. Sedangkan di lain
waktu, orang tersebut dapat berfungsi secara seksual tanpa transvestic atau rangsangan yang
terkait.

Praktik transvestisme bervariasi mulai dari memakai pakaian dalam perempuan dibalik
pakaian pria hingga memakai pakaian perempuan lengkap. Beberapa transvestit menyukai
muncul di depan umum sebagai perempuan; beberapa peniru penampilan perempuan
tersebut menjadi artis panggung di klub-klub malam, memberikan kesenangan bagi banyak
orang yang konvensional dalam hal seks dengan menonton pemakai pakaian lawan jenis
yang beraksi dengan terampil.

Meskipun demikian, bila memakai pakaian lawan jenis tidak berhubungan dengan gairah
seksual, para peniru tersebut tidak dianggap transvestik. Transvestisme tidak
dapat dicampuradukkan dengan memakai pakaian lawan jenis yang berhubungan dengan
gangguan identitas gender (GIG) atau dengan kecenderungan / minat memakai pakaian
lawan jenis pada beberapa homoseksual. Transvestic fetishism biasanya diawali dengan
separuh memakai pakaian lawan jenis di masa kanak-kanak atau remaja.

Para transvestit adalah heteroseksual, hampir selalu laki-laki. Rasio gender ini mungkin
sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa masyarakat Barat kontemporer memungkinkan
perempuan untuk berpakaian dalam berbagai gaya pakaian termasuk dipengaruhi oleh
pakaian pria, sedangkan sebaliknya tidak. Meskipun sama sekali tidak biasa untuk melihat
wanita mengenakan celana jeans, sepatu gaya Barat, atau bahkan tuksedo dalam beberapa
keadaan, tetapi pria yang mengenakan gaun atau sepatu berhak tinggi akan
terlihat sangat mencolok. Memakai pakaian lawan jenis biasanya dilakukan sendirian, secara
diam-diam dan hanya diketahui oleh sedikit anggota keluarga.

Partisipasi seseorang pada transvestisme biasanya bertahap. Seiring waktu, orang


dengan transvestic fetishism mengasumsikan peran dan penampilan dari lawan jenis. Hal ini
penting untuk dicatat bahwa kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan pencapaian kepuasan
seksual.
Dorongan untuk memakai pakaian lawan jenis dapat menjadi lebih sering dalam perjalanan
waktu dan kadang disertai disforia gender-merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin
anatomisnya, namun tidak separah yang dialami dalm GIG.

Menurut ahli

Beberapa kasus telah dilaporkan bahwa pria dengan transvestic fetishism, ayah atau
saudaranya juga merupakan cross-dressing. Menurut Zucker & Blanchard (1997) transvestic
fetishism berkaitan dengan ketidakmampuan belajar, dan beberapa kasus telah dikaitkan
dengan kelainan lobus temporal. Sejumlah penelitian telah dipublikasikan yang menemukan
penyebab psikososial dari transvestic fetishism. Namun sebagian besar memiliki kekurangan
metodologis. Beberapa studi menunjukkan bahwa remaja laki-laki dengan
kecenderungan transvestic fetishism mungkin memiliki sejarah pemisahan dari ibu dan
permusuhan terhadap ibu mereka. Zucker & Blanchard (1997) mengemukakan bahwa cross-
dressing dapat berfungsi sebagai sarana untuk membuat hubungan dengan perempuan,
bahkan walaupun koneksi tersebut sering melibatkan ekspresi kemarahan dan
permusuhan. Transvestisme komorbid dengan tipe parafilia lain, terutama masokisme.

Dalam sebuah penelitian dari Swedia, 2,8% pria dan 0,4% dari kasus yang dilaporkan
dari transvestic fetishism sangat berkorelasi dengan penggunaan pornografi, sering
masturbasi, mengekspos alat kelamin, voyeurisme, dan masokisme. Namun sikap
keseluruhan terhadap kegiatan transvestic yang positif dan sangat sedikit
mengungkapkan distres diperlukan untuk diagnosis gangguan transvestic (Langstrom &
Zucker, 2005).

Kriteria

· Berulang, intens, dan terjadi selama periode setidaknya 6 bulan pada laki-laki
heteroseksual, fantasi, dorongan atau perilaku yang menimbulkan gairah seksual yang
berkaitan dengan memakai pakaian lawan jenis.

· Menyebabkan distress yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan

· Dapat berhubungan dengan disforia gender dalam kadar tertentu (merasa tidak
nyaman dengan identitas gendernya).

Penyebab
Dasar untuk transvestic fetishism adalah memperoleh kepuasan seksual
dengan memakai pakaian lawan jenis. Penyebabnya mungkin rasa ingin tahu dari remaja.
Seseorang dengan transvestic fetishism mungkin tidak menyadari
sebabnya. Transvestic fetishism kadang-kadang dimulai ketika seorang anak muda memakai
pakaian milik kakak atau ibunya. Perilaku tersebut dilanjutkan karena menyenangkan tetapi
alasan untuk kesenangan tetap sadar. Dalam kasus lain mungkin memulai cross-dressing dan
menganggap dirinya seolah-olah dia seorang wanita. Perilaku ini kadang-kadang terkait
dengan kemarahan ibu pada anak laki-laki atau kecenderungan untuk memiliki anak
perempuan.
Orang dengan transvestic fetishism tidak boleh dianggap homoseksual. Menurut
DSM-IV-TR, kebanyakan pria yang cross-dressing pada dasarnya heteroseksual dalam
orientasi mereka. Walaupun beberapa memiliki hubungan seksual sesekali dengan pria lain.

Gejala
Gangguan transvestic ditandai dengan setidaknya 6 bulan mengalami gairah
seksual berulang yang disebabkan oleh tindakan cross-dressing. Gairah ini dapat berwujud
fantasi seksual, perilaku, atau dorongan yang menyebabkan distress yang signifikan atau
gangguan pada pengaturan sosial atau pekerjaan. (The American Psychiatric Association,
2013).
Cross-dressing dapat mencakup paling sedikit satu item pakaian, seperti pakaian dalam, atau
mungkin sebagai pakaian lengkap, makeup, dan wig atau styling rambut. Hal ini sering
disertai dengan pola pembelian, memakai, dan kemudian membuang pakaian dalam upaya
untuk berhenti (The American Psychiatric Association, 2013).
Cross-dressing biasanya mengarah ke sesi masturbasi pada orang yang lebih muda,
sementara orang yang lebih tua biasanya menunda kepuasan untuk memperpanjang cross-
dressing. Individu yang berada dalam hubungan seksual dapat melakukan hubungan dengan
pasangan mereka selama atau setelah sesi cross-dressing. Hal ini penting untuk dicatat
bahwa gangguan transvestic berbeda dari gangguan fetishistic dimana targetnya adalah
pakaian wanita (The American Psychiatric Association, 2013)
Gejala awal dari transvestic fetishism adalah perilaku menyentuh atau mengenakan pakaian
yang biasanya dianggap feminin. Hal ini dapat berlanjut ke mengenakan pakaian atau barang
lainnya yang dapat disembunyikan dari pandangan orang lain sambil memberikan gairah bagi
pemakainya.
Beberapa orang yang didiagnosis dengan transvestic fetishism, motivasi untuk cross-
dressing dapat berubah dari waktu ke waktu. Dari pencarian untuk kegembiraan
seksual sampai untuk bantuan sederhana dari stres, depresi, atau kecemasan. Dalam beberapa
kasus, orang dengan transvestic fetishism menemukan bahwa mereka tidak bahagia dengan
seks biologis mereka, yaitu kondisi yang dikenal sebagai dysphoria gender. Mereka dapat
memilih untuk memiliki prosedur hormonal dan operasi untuk mengubah tubuh mereka.
Beberapa mungkin memilih untuk melakukan operasi kelamin.

Diagnosis
Dalam beberapa kasus, pasien setuju untuk berkonsultasi ke psikiater karena istri atau
pacar mereka tertekan oleh cross-dressing. Diagnosis sebenarnya dari transvestic
fetishism ini paling sering dibuat dengan mengambil riwayat atau dengan pengamatan
langsung. Menggunakan pakaian wanita untuk acara-acara seperti Halloween atau pesta
kostum tidak cukup untuk diagnosis sebagai transvestic fetishism.

Diagnosis gangguan transvestic tidak berlaku untuk semua orang yang berpakaian sebagai
lawan jenis, bahkan mereka yang melakukannya biasa saja. Ini berlaku untuk individu
yang melakukan cross-dressing atau fantasi cross-dressing yang sering disertai dengan
gairah seksual (Kriteria A) dan yang secara emosional tertekan oleh pola ini atau merasa itu
merusak fungsi sosial atau interpersonal (Kriteria B).

Laki-laki dengan pasangan perempuan kadang-kadang menyelesaikan sesi cross-


dressing dengan memiliki hubungan dengan pasangan mereka, dan beberapa mengalami
kesulitan mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan tanpa cross-
dressing (atau fantasi pribadi cross-dressing). Pola perilaku "purging and acquisition" sering
menandakan adanya tekanan pada individu dengan gangguan transvestic. Selama pola
ini, perilaku seorang individu (biasanya pria) yang telah menghabiskan banyak uang untuk
pakaian wanita dan pakaian lainnya (misalnya, sepatu, wig) membuang item (purging) dalam
upaya untuk mengatasi dorongan untuk cross-dressing, dan kemudian mulai mengumpulkan
satu lemari pakaian wanita lagi.

Prevensi

Kebanyakan ahli setuju bahwa memberikan bimbingan gender yang tepat dalam situasi yang
sesuai dengan budaya akan mencegah pembentukan transvestic fetishism. Penyebab beberapa
kasus waria mungkin asosiasi acak antara pakaian pantas untuk satu gender itu sendiri dan
kepuasan seksual. Tidak ada cara yang dapat diandalkan untuk memprediksi pembentukan
asosiasi tersebut. Pengawasan selama masa kanak-kanak dan remaja, dikombinasikan dengan
penerimaan seks biologis anak, mungkin cara terbaik yang orang tua dapat berikan.

Treatment

Pada periode awal terapi perilaku, transvestc fetishism yang sempit dipandang sebagai
perilaku yang tidak pantas, dan kadang-kadang diobati dengan terapi aversion, biasanya
dengan kejutan listrik. Pendekatan ini sebagian besar tidak berhasil. Orang
dengan transvestc fetishism juga telah diperlakukan dengan menggunakan bentuk terapi
perilaku yang dikenal sebagai reorientasi orgasmik, yang mencoba untuk membantu orang
belajar menanggapi rangsangan seksual sesuai dengan budaya. Pengobatan ini juga telah
memiliki keberhasilan meskipun terbatas.
Kebanyakan orang yang memiliki transvestc fetishism pernah mencari pengobatan
dari para profesional. Sebagian besar mampu mencapai kepuasan seksual dalam situasi yang
sesuai dengan budaya. Keasyikan mereka dengan cross-dressing dipandang tidak berbahaya
untuk orang lain, karena waria tidak terkait dengan kegiatan kriminal atau memaksa
preferensi seksual seseorang pada orang lain. Pada tahun 2002, masyarakat Amerika telah
mengembangkan toleransi untuk waria, dengan demikian semakin mengurangi permintaan
untuk intervensi dari profesional.

Karena perasaan tertekan yang menandai perbedaan antara waria dan


gangguan transvestic, dan perasaan tertekan psikososial dan depresi sering dilaporkan,
dengan demikian, gangguan transvestic harus ditangani dengan psikoterapi yang fokus pada
persepsi diri yang negatif, dan penggunaan antidepresan, khususnya obat
serotonergik, (Balon, 1998).

Obat psikotropika, terutama antidepresan, dengan antiandrogen, yang mengikat hormon seks
androgini dan bantuan dalam mengurangi frekuensi dan intensitas dorongan seksual, dapat
memberikan bantuan pada individu dengan gangguan transvestic dari potensi dorongan fisik
dan tekanan mental (Gijs & Gooren, 1996). Sementara studi awal menunjukkan bahwa
pendekatan 3-cabang ini (terapi, antidepresan, dan antiandrogen) mungkin secara klinis
efektif, perlu dicatat bahwa persetujuan sepenuhnya diperlukan dan studi lebih lanjut harus
dilakukan.

F. Voyeurisme

Voyeurisme adalah kegiatan mendapatkan kenikmatan seksual dengan melihat (mengintip)


bagian-bagian tubuh lawan jenisnya dan biasanya sasarannya adalah orang orang asing.
Voyeurisme bisa jadi merupakan gangguan psikologis, karena hal ini merupakan salah satu
bentuk penyimpangan seksual. Kegiatan ini biasanya lebih sering di lakukan oleh laki-laki .
Kegiatan yang dilakukan para penyimpang seks yang satu ini biasanya di lakukan
ditoilet.Menurut anda apakah hal ini perlu di tanggapi? Tentu saja, karena hal yang di lakukan
penderitanya ini merupakan hal maenyimpang yang tentu akan merugikan diri orang lain.

Tentu kita tidak menginginkan menjadi korban kelainan seks orang lain, oleh karena itulah yang
dapat kita lakukan adalah sikap waspada dan antisipasi. Hal yang harus kita lakukan antara lain:

1. Bila pergi ke toilet(toilet umum/toilet yang anda belum ketahui) periksalah keadaan luar di
sekitar toilet apakah ada yang mencurigakan mengikuti anda atau tidak.

2. Ketika berada di dalam toilet periksalah pintu, atap, atau sekat apakah ada yang berlubang atau
tidak. Pastikan tidak akan ada yang bisa mengintip atau melihat anda di dalam toilet.

3. Ketika anda di dalam toilet jangan pernah ragu untuk tetap waspada voyeurisme yang tidak
anda duga mengintip atau bahkan meninggalkan kamera.
4. Jika anda korban voyeurisme segeralah melapor orang di sekitar anda jika anda berada di
tempat umum, atau beritahu kerabat anda supaya pelaku penyimpangan dapat di ketahui dan di
atasi lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai